PENERAPAN (APLIKASI) KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM PELAYANAN PUBLIK Iskandar Dinata Abstrak Manusia adalah makhluk yang tidak dapat dipisahkan dari komunikasi, karena interaksi manusia dengan manusia lainnya merupakan cerminan diri dalam membangun komunikasi satu sama lainnya. Komunikasi yang terjalin dengan baik akan berdampak pada tersampainya tujuan dari dilakukannya komunikasi dan begitu pun sebaliknya. Interaksi sosial manusia secara totalitas melibatkan komunikasi, baik itu komunikasi verbal-nonverbal, komunikasi interpersonal, komunikasi organisasi, maupun komunikasi antarbudaya, dan begitupun dalam konteks pelayanan publik sebagai produk dari organisasi penyelenggara pelayanan, tidak bisa begitu saja terlepas dari komunikasi. Penerapan komunikasi yang tidak efektif akan berimbas pada kesalahpahaman dalam mengartikan bentuk-bentuk pelayanan dan prosedurprosedur pelayanan. Adanya ketidakpuasan dari pengguna pelayanan publik atas pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan antara lain ditimbulkan oleh komunikasi yang tidak efektif antar pihak yang berkepentingan. Penyelenggara pelayanan publik kurang mampu memberikan pemahaman kepada publik tentang mekanisme pelayanan yang diselenggarakan sehingga pengguna layanan lebih banyak merasa kecewa. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, pengguna pelayanan (costumer) semakin memiliki daya kritis yang tinggi terhadap kebijakan pemerintah, serta didukung oleh kesadaran yang tinggi atas haknya. Tuntuntan publik ini mau tidak mau harus direspon secara positif dengan cara menyuguhkan pelayanan yang mampu membuat publik puas. Karena berhasil tidaknya sebuah kebijakan diukur dari tingkat kepuasan publik. Masyarakat sebagai pelanggan seringkali tidak merasa puas atas pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan. Apa yang salah dari permasalahan ini, salah satunya adalah terciptanya komunikasi yang tidak efektif antara pemberi pelayanan dengan pengguna pelayanan. Tulisan ini bertujuan untuk mengupas keterkaitan antara penerapan komunikasi yang efektif dalam keberhasilan penyelenggaraan pelayanan publik. Keyword: Komunikasi efektif, pelayanan, publik, kebijakan, kepuasan, pelanggan. 95 A. Pendahuluan Interaksi manusia dalam kehidupan bermasyarakat tidak dapat dilepaskan dari komunikasi. Komunikasi menjadi roh kehidupan dalam membangun sebuah peradaban. Sebagaimana setiap orang yang hidup dalam masyarakat, sejak bangun tidur sampai tidur lagi, secara kodrati senantiasa terlibat dalam komunikasi.1 Komunikasi yang efektif memungkinkan komunikator dengan komunikan mencapai pemahaman yang sama terhadap pesan yang disampaikan, sehingga proses feedback pun berjalan secara proporsional. Tuntuntan masyarakat terhadap kualitas pelayanan aparatur pemerintah perlu mendapatkan perhatian serius bagi semua kalangan yang berkompeten dalam pelayanan masyarakat, karena mau tidak mau, siap tidak siap, suka tidak suka, akan menjadi tantangan dalam menghadapi era globalisasi. Dalam menyongsong era globalisasi, diperlukan berbagai keahlian, baik keahlian manajerial maupun keahlian teknikal, serta kemampuan kepemimpinan yang berorientasi mengutamakan kepentingan warganya (unsur yang dilayani).2 Misalnya saja sebuah bentuk pelayanan yang ada di tingkat institut antara mahasiswa selaku penerima pelayanan dengan civitas akademika selaku penyelenggara pelayanan. Dalam interaksinya, kadang tidak berlangsung secara baik karena berbagai kendala, salahsatunya adalah kendala komunikasi terutama dalam penyampaian pesan dan tanggapan (feedback) terhadap pesan. Berbagai keluhan mahasiswa ini dilontarkan di ruang publik, misalnya secara sopan disampaikan dalam tabloid kampus dan secara radikal melalui demonstrasi yang anarkis. B. Komunikasi Efektif dan Pelayanan Publik Membincangkan pelayanan publik harus memiliki dasar tentang pelayanan itu sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pelayanan adalah usaha melayani kebutuhan orang lain, sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang. Arti lainnya bahwa pelayanan adalah perihal tau cara melayani, usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (uang); jasa, kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli barang atau jasa.3 1Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), 1. Strategi Pelayanan Prima: Bahan Diklat SPAMA (Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, 1999), 1. 3Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), 571. 2Sugiyanti, 96 Sedangkan Sugiarto memberikan definisi lain tentang pelayanan, yakni tindakan untuk memenuhi kebutuhan orang lain (konsumen, pelanggan, tamu, klien, pasien, penumpang, dan lain-lain) yang tingkat pemuasannya hanya dapat dirasakan oleh orang yang melayani maupun dilayani.4 Sementara pelayanan publik adalah suatu upaya membantu atau memberi manfaat kepada publik melalui penyediaan barang atau jasa yang diperlukan oleh mereka. Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan publik dan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, aparatur pemerintah bertanggungjawab untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat berhak untuk mendapatkan pelayanan yang terbaik dari pemerintah karena masyarakat telah memberikan dananya dalam bentuk pembayaran pajak, retribusi, dan berbagai pungutan lainnya.5 Ketika pelayanan itu telah diberikan, selanjutnya yang menjadi perhatian adalah kualitas pelayanan itu sendiri. Karena pelayanan tanpa kualitas akan berdampak langsung pada mutu dari pelayanan tersebut. Berkaitan dengan pelayanan publik, Denhardt dan Denhardt6 menjelaskan tentang kualitas pelayanan sektor publik, yakni: 1. Convenience (Kenyamanan). Pelayanan yang diberikan pemerintah dapat dengan mudah diakses dan tersedia bagi rakyat banyak; 2. Security (Keamanan). Pelayanan harus dapat diberikan kepada publik secara aman dan meyakinkan mereka; 3. Reliability (Keandalan). Pelayanan diberikan secara benar dan tepat waktu; 4. Personal Attention (Perhatian Pribadi). Petugas pelayanan memberikan informasi yang cukup bagi warga dan mau bekerjasama dengan mereka untuk memenuhi kebutuhan warga; 5. Problem-Solving Approach (Pendekatan Pemecahan Masalah). Petugas pelayanan memberikan informasi dan bekerjasama dengan warga mengatasi masalah mereka; 4Sugiarto, E, Psykologi Pelayanan dan Industri Jasa (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1999 ), 36. Zauhar, 2001, ”Administrasi Pelayanan Publik: Sebuah Perbincangan Awal”, Jurnal Ilmu Administrasi Negara Vol. 1 No. 2 Maret 2001, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang, 4. 6M. Irfan Islamy, Menggapai Pelayanan yang Bermutu (Malang: Program Doktor Ilmu Administrasi FIA Unibraw, 2007), 25. 5Soesilo, 97 6. Fairness (Kewajaran). Menumbuhkan kepercayaan kepada warga bahwa pelayanan diberikan secara adil kepada semuanya; 7. Fiscal Responsibility (Tanggung Jawab Fiskal). Warga percaya bahwa pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada warganya telah menggunakan dana yang tersedia dengan benar; 8. Citizen Influence (Pengaruh Warganegara). Warga merasa bahwa mereka ikut terlibat dalam mempengaruhi mutu pelayanan yang diterimanya dari pemerintah. Dari poin-poin yang dikemukakan oleh Denhardt dan Denhardt di atas, dalam tataran aplikatif sangat berhubungan sekali dengan komunikasi karena penerapannya melibatkan peran komunkasi. Pertama, pelayanan yang mudah diakses dan tersedia bagi rakyat banyak dapat dimaknai sebagai sebuah implikasi komunikasi. Sebab informasi kemudahan akses bisa tersampaikan kepada masyarakat bila dikomunikasikan dengan baik dan transparan. Kedua, informasi tentang pelayanan yang benar dan tepat waktu bisa diterapkan bila dikomunikasikan secara efektif oleh petugas pelayanan. Di sini juga mengandung sebuah konsekwensi bila pelayan publik tidak mampu memenuhi pelayanan sebagaimana dijanjikan oleh karena alasan tertentu yang menghambat pemenuhan tersebut, maka pelayan tersebut mengkomunikasikan secara baik dan efektif kepada pelanggan sebagai sebuah langkah solutif. Ketiga, informasi yang cukup yang disampaikan oleh petugas pelayanan sangat bermanfaat untuk menghindari kesimpangsiuran informasi pelayanan. Keempat, kerjasama antara petugas pelayanan dengan pelanggan bisa terjalin bila antara keduanya terjalin komunikasi yang baik, komunikasi efektif yang dapat menumbuhkan sikap saling percaya antara keduanya dalam pemecahan masalah pengguna pelayanan. Petugas pelayanan tidak menjadi beban tambahan bagi pengguna layanan oleh karena tingkah mereka misalnya menakut-nakuti pelanggan atas masalah yang dihadapinya. Kelima, para pengguna layanan publik tidak terlepas dari masalah-masalah yang berhubungan dengan pelayanan itu sendiri, dalam hal ini pemberi pelayanan memberikan informasi dan bekerjasama dengan warga mengatasi masalah mereka. Namun, hal ini baru bisa berjalan dengan baik jikalau terjadi koordinasi, sikap kooperatif yang dilakukan melalui komunikasi yang baik dan efektif. Keenam, menumbuhkan rasa percaya warga terhadap penyelenggara pelayanan dalam menerapkan pelayanan yang adil sangatlah sulit. Seringkali dalam mendapatkan pelayanan, siapa yang dekat dengan petugas pelayanan maka akan mudah mendapatkan pelayanan. Hal ini merupakan unsur yang dapat menghambat 98 tingkat kepercayaan publik terhadap penyelenggara pelayanan. Komunikasi yang baik dan efektif dari penyelenggara pelayanan publik terhadap pengguna layanan akan mampu menumbuhkan rasa percaya mereka terhadap penyelenggaraan pelayanan. Ketujuh, masalah keuangan merupakan suatu hal yang sensitif. Bentuk komunikasi efektif yang berkaitan dengan hal ini adalah terpampangnya besarnya anggaran pelayanan untuk setiap item pelayanan yang dapat diakses oleh semua orang. Jangan sampai pengguna layanan masing-masing besarnya bayaran untuk jenis pelayanan yang sama. Namun dalam pelaksanaannya sering dijumpai adanya pungutan liar (pungli). Idealnya hal ini tidak perlu terjadi, karena warga percaya bahwa pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada warganya telah menggunakan dana yang tersedia dengan benar. Kedelapan, mutu pelayanan berimplikasi terhadap kepuasan pelanggan. Tinggi rendahnya mutu pelayanan sangat bergantung pada penyelenggara pelayanan. Mutu dan kualitas pelayanan dipengaruhi juga oleh etika pelayanan. Wardhono dan Mukhsin7 merumuskan prinsip dan nilai etika pelayanan publik sebagai berikut: 1. Jujur, dapat dipercaya, tidak berbohong, tidak menipu, mencuri, curang dan berbelit-belit; 2. Integritas, berprinsip, terhormat, jujur, tidak mengorbankan prinsip moral dan tidak bermuka dua; 3. Setia, dalam arti taat dan loyal pada kewajiban yang semestinya harus dikerjakan; 4. Memegang janji, artinya selalu memenuhi janji serta mematuhi jiwa perjanjian sebagaimana isinya dan tidak menafsirkan isi perjanjian itu secara sepihak; 5. Adil, artinya memperlakukan orang dengan sama atau tampa pandang bulu, bertoleransi dan menerima perbedaan satu sama lain serta berpikiran terbuka; 6. Hormat, dalam arti yang etis menunjukan penghormatan terhadap martabat manusia, privasi dan hak menentukan nasib sendiri bagi setiap orang; 7Wardhono dan Mukhsin, “Etika Pelayanan Publik”: Manajemen Pelayanan Publik (Malang: Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Program Pascasarjana Universitas Brawijaya, 1998), 4. 99 7. Kewarganegaraan, artinya kaum profesional sektor publik mempunyai tanggung jawab untuk menghormati dan menghargai serta mendorong pembuatan keputusan yang demokratis; 8. Keunggulan, artinya orang yang etis memperhatikan kualitas pekerjaannya. Seseorang yang profesional dalam sektor publik harus berpengetahuan dan berwawasan luas serta siap melaksanakan wewenang publik; 9. Akuntabilitas, artinya orang yang etis menerima tanggung jawab atas keputusan, konsekuensi yang diduga dari tindakan-tindakan dan kepastian mereka serta memberi contoh kepada orang lain; 10. Menjaga kepercayaan publik, artinya orang-orang yang berada di sektor publik mempunyai kewajiban khusus untuk memelopori dengan cara memberi contoh untuk menjaga dan meningkatkan integritas dan reputasi proses legislatif; dan 11. Perhatian, artinya meperhatikan kesejahteraan orang lain dengan penuh kasih sayang dan memberikan kebaikan dalam pelayanan. Mutu dan kualitas pelayanan yang baik akan berimbas pada kepuasan pelanggan sebagai orientasi pelayanan. Dalam penyelenggaraan pelayanan perlu diperhatikan asas-asas pelayanan publik. Menurut Mahmudi8, dalam memberikan pelayanan, instansi penyedia pelayanan publik harus memperhatikan asas-asas pelayanan publik, yaitu: 1. Transparansi; pemberian pelayanan publik harus bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. 2. Akuntabilitas; pelayanan publik harus dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3. Kondisional; pemberian pelayanan publik harus sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas. 4. Partisipatif; mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. 8Mahmudi, Manajemen Kinerja Sektor Publik (Yogyakarta: UPP AMP YPKN, 2005), 234. 100 5. Tidak Diskriminatif (Kesamaan Hak); pemberian pelayanan publik tidak boleh bersifat diskriminatif, dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, status sosial dan ekonomi. 6. Keseimbangan Hak dan Kewajiban; pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Karena pentingnya kepuasan pelanggan, kecakapan manajerial dan personal pelayan merupakan unsur tersendiri. Sebagaimana diungkapkan oleh Moenir agar pelayanan dapat memuaskan orang atau kelompok orang lain yang dilayani, maka pelaku yang bertugas melayani harus memenuhi 4 (empat) kriteria pokok. Adapun kriteria yang dimaksud, yaitu:9 1. Tingkah laku yang sopan; 2. Cara menyampaikan sesuatu yang berkaitan dengan apa yang seharusnya diterima oleh orang yang bersangkutan; 3. Waktu yang menyampaikan yang tepat; dan 4. Keramah tamahan. Berkaitan dengan cara menyampaikan sesuatu, sudah barang tentu adalah cara berkomunikasi atau teknik menyampaikan pesan pelayanan dan termasuk juga bagaimana memberikan tanggapan terhadap pelayanan yang diajukan oleh pengguna layanan. Tingkahlaku yang sopan merupakan cerminan dari komunikasi non-verbal. Gesture yang bagus merupakan cerminan kesiapan penyelenggara pelayanan dalam melayani pelanggan, misalnya dengan senyum, mimik yang manis, sapaan yang hangat, dan pada waktu yang tepat. Cara dan gaya menyampaikan informasi sangat erat kaitannya dengan praktik komunikasi yang dilakukan. Penyampaian informasi yang tidak jelas, simpangsiur, dan berbelit-belit berdampak pada penilaian terhadap pelayanan. Pelayanan yang berbelit-belit dan terciptanya kebingungan bagi pengguna layanan adalah bentuk dari penerapan komunikasi yang tidak efektif. Komunikasi efektif adalah bentuk komunikasi yang mencakup karakteristik komunikator, karakteristik saluran komunikasi, dan karakteristik khalayak. Karakteristik komunikator berhubungan ketika komunikator berkomunikasi, yang berpengaruh bukan saja apa yang ia katakan, tetapi juga keadaan dia sendiri. He doesn’t communicate what he says, he communicates what he is. Artinya ia tidak dapat menyuruh pendengar hanya memperhatikan apa yang ia katakana. Pendengar juga akan memperhatikan siapa yang mengatakan. Bahkan kadang-kadang unsur “siapa” 9Moenir, H.A.S, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia (Jakarta: Bumi Aksara, 1998), 197-200. 101 ini lebih penting dari unsur “apa”.10 Berkaitan dengan efektivitas komunikator, ada 3 dimensi ethos atau faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikator, yaitu kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan. Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikan tentang sifat-sifat komunikator. Kredibiltas ini adalah masalah persepsi, berarti kredibilitas berubah bergantung pada pelaku persepsi (yaitu komukan/komunikate), topik yang dibahas, dana bergantung pula pada situasi. Atraksi memiliki faktor-faktor situasional yang mempengaruhinya seperti daya tarik fisik, ganjaran, kesamaan, dan kemampuan. Kita cenderung menyenangi orang-orang yang tampan dan cantik, yang banyak kesamaannya dengan kita, dan yang memiliki kemampuan yang lebih dari kita. Karena itulah, komunikator yang ingin mempengaruhi orang lain sebaiknya memulai dengan menegaskan adanya kesamaan antara dirinya dengan komunikan. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan menimbulkan ketundukan. Seperti halnya kredibilitas dan atraksi, ketundukan timbul dari antara komunikator dan kominikate (komunikan). Kekuasaan menyebabkan seseorang komunikator dapat “memaksakan” kehendaknya kepada orang lain, karena ia memiliki sumber daya yang sangat penting.11 Karakteristik saluran (channel), tiap medium memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda satu sama lainnya. Tiap medium juga secara khusus mempunyai kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu, penentuan suatu medium perlu disesuaikan dengan tujuan dan kemampuan dari masing-masing medium. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan adalah, pertama, karakteristik media yang mencakup kebutuhan luasnya jangkauan dan kecepatan penetrasi, kebutuhan pemeliharaan memori, kebutuhan jangkauan khalayak yang selektif, kebutuhan jangakaun khalayak lokal, kebutuhan frekuensi tinggi. Kedua, karakteristik kereatif yang mencakup kebutuhan gerak, kebutuhan warna, kebutuhan suasana, kebutuhan demonstrasi, kebutuhan deskriptif. Sedangkan karakteristik khalayak (audience) merupakan faktor penentu keberhasilan komunikasi. Ukuran keberhasilan upaya komunikator yang ia lakukan adalah apabila pesan-pesan yang disampaikan melalui slauran/medium yang diterima sampai pada khalyak sasaran, dipahami, dan mendapatkan tanggapan positif, dalam arti sesuai dengan harapan komunikator. 12 C. Pelayanan Publik dan Orientasi Kepuasan Pelanggan 10Riswandi, Ilmu Komunikasi (Yogyakarta: Graha Ilmu dan Universitas Mercu Buana, 2009), 129. 132-136. 12Ibid., 136-139. 11Ibid., 102 Berbicara kepuasaan pelanggan, tidak terlepas dati kualitas layanan yang diberikan. Kualitas ini merupakan produk dari lembaga penyelenggara pelayanan. Terjalinnya komunikasi ini tidak hanya saja orientasi antara penyedia pelayanan dengan penerima pelayanan, melainkan juga komunikasi organisasi itu sendiri. Jangan sampai orang-orang dalam sebuah organisasi memiliki pemahaman yang berbeda berkaitan dengan bentuk pelayanan yang diberikan. Misalnya saja ada anggapan dari penggunaan layanan, kok saya lewat si A gampang, kenapa si B tidak bisa?” Ini merupakan bentuk berbedanya perlakuan pemberi pelayanan terhadap pengguna layanan. Komunikasi organisasi sangat penting dalam kerangka terbentuknya layanan yang berorientasi pelanggan. Fungsi komunikasi organisasi 13, meliputi: 1. Fungsi Informatif. Komunikasi digunakan sebagai upaya untuk menyampaikan informasi sebanyak mungkin kepada semua anggota organisasi, agar semua anggota tahu dan dapat melaksanakan pekerjaannya masing-masing, dan sebagai informasi untuk membuat suatu kebijakan dan putusan oraganisasi. 2. Fungsi Regulatif. Pesan-pesan regulatif berfungsi sebagai upaya untuk mengatur dan mengendalikan semua anggota organisasi, mulai dari level pimpinan sampai level bawahan serta sebagai upaya untuk memberikan instruksi atau perintah maupun larangan yang semuanya berorientai pada tugas atau pekerjaan. Oleh karena itu, pesan-pesan regulatif sangat berkaitan dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan dan diberlakukan dalam organisasi. 3. Fungsi Persuasif. Dalam mengatur, mengendalikan dan mengoperasionalkan organisasi bukan hanya dibutuhkan jabatan dan kekausaan atau kewenangan. Juga dibutuhkan kemampuan dalam mempersuasif, sehingga setiap anggota organisasi tidak hanya menjadi seorang pekerja rutinitas biasa, tetapi juga akan menjadi anggota organisasi yang memiliki ”sentimen keanggotaan” dan ”loyalitas” yang tinggi. Teknik komunikasi persuasif ini bukan hanya digunakan oleh para pimpinan organisasi, tetapi juga digunakan oleh semua anggota organisasi, tentunya dengan latar belakang dan kepentingan masingmasing. 13Rosmawaty Hilderiah Pangjaitan, Mengenal Ilmu Komunikasi: Metacomunicator is Ubiquitous (Jakarta: Widya Dinamika Padjadjaran, 2010), 101. 103 4. Fungsi Integratif. Fungsi ini mengupayakan adanya jalinan komunikasi formal maupun informal di antara anggota-anggota organisasi, lewat berbagai kegiatan komunikasi, seperti kegiatan darmawisata yang diikuti oleh semua anggota organisasi, pertandingan olahraga bersama antar anggota organisasi, menyediakan bulletin atau newsletter organisasi sebagai media komunikasi dan informasi yang resmi, dan sebagainya yang memungkinkan setiap anggota organisasi dapat berkomunikasi, baik secara formal maupun nonformal. Berkaitan dengan konsep kepuasan pelanggan ini, Willkie (1990) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan suatu tanggapan emosional terhadap evaluasi terhadap pengalaman konsumsi produk atau jasa. Sedangkan Engel (1990) mengartikan kepuasan pelanggan sebagai evaluasi purnabeli di mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidaksesuaian timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan. Kotler (1994) mengartikan kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja yang ia rasakan dibandingkan dengan harapan. Sementara konsep kepuasan pelanggan menurut Tjiptono (1997) adalah titik pertemuan antara “tujuan organisasi” (pemberi layanan) dengan “kebutuhan dan keinginan pelanggan” (penerima layanan). Tujuan organisasi menghasilkan prosuk sesuai dengan nilai produk bagi pelanggan, sedangkan kebutuhan dan keinginan pelanggan adalah harapan pelanggan terhadap produk.14 Komunikasi efektif yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik sangat mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan, karena pada umumnya pelanggan sudah merasa puas bila disambut oleh pemberi layanan dengan komunikasi yang baik. Kepuasan ini melampaui kepuasan yang sesungguhnya, yakni kepuasan yag timbul setelah produk atau jasa layanan itu sudah diterima dengan baik. D. Aplikasi Komunikasi Efektif dalam Pelayanan Publik Komunikasi dan kemahiran dalam berkomunikasi memerlukan proses pembelajaran dan kesadaran komunikasi. Komunikasi efektif dalam pelayanan publik adalah tindakan nyata yang bukan sekedar lips service saja. Dalam penyelenggaraan pelayanan, harus mengedepankan komunikasi yang persuasif dan menghindari 14Surjadi, Pengembangan Kinerja Pelayanan Publik (Bandung: Refika Aditama, 2012), 49. 104 komunikasi yang bersifat represif dan komunikasi dengan tatap muka akan lebih efektif ketimbang komunikasi tanpa tatap muka. Komunikasi yang efektif bisa tercapai bila dilakukan dengan ikhlas dan totalitas yang mengedepankan kepentingan pelanggan. Kepuasan pelanggan adalah kepuasan penyelenggara pelayanan juga. Jika, anggapan ini dijadikan roh pelayanan, maka akan tercapai bentuk pelayanan yang efektif dan efisien. Kenapa komunikasi efektif itu diperlukan? Sebagaimana dikemukakan oleh Herbert C. Kelman, bahwa bentuk komunikasi seseorang memiliki pengaruh pada orang lain. Menurutnya, pengaruh komunikasi kita pada orang lain berupa tiga hal, yaitu:15 1) Internalisasi. Terjadi bila orang menerima pengaruh karena perilaku yang dianjurkan itu sesuai dengan sistem nilai yang dimilikinya. Kita menerima gagasan, pikiran, atau anjuran orang lain karena gagasan, pikiran, atau anjuran orang lain itu berguna untuk memecahkan masalah, penting dalam menunjukkan arah, atau dituntut oleh sistem nilai kita. Internalisasi terjadi ketika kita menerima anjuran orang lain atas dasar rasional. 2) Identifikasi. Terjadi bila individu mengambil perilaku yang berasal dari orang atau kelompok lain karena perilaku itu berkaitan dengan hubungan yang mendefinisikan diri secara memuaskan (satisfing selfdefining relationship) dengan orang atau kelompok itu. hubungan yang mendefinisikan diri artinya memperjelas konsep diri. Dalam identifikasi, individu mendefinisikan perannya sesuai dengan peranan orang lain. Dengan perkataan lain, ia berusaha seperti atau benarbenar menjadi orang lain. Dengan mengatakan apa yang ia katakan, melakukan apa yang ia lakukan, mempercayai apa yang ia percayai, individu mendefinisikan disinya sesuai dengan orang yang mempengaruhinya. 3) Ketundukan. Terjadi bila individu menerima pengaruh dari orang atau kelompok lain karena ia berharap memperoleh reaksi yang menyenangkan dari orang lain atau kelompok lain tersebut. Ia ingin memperoleh ganjaran atau menghindari huuman dari pihak yang mempengaruhinya. Dalam ketundukan, orang menerima perilaku 15 Riswandi, Ilmu..., 131-132. 105 yang dianjurkan bukan karena mepercayaianya, tetapi karena perilaku tersebut membantunya untuk menghasilkan efek sosial yang memuaskan. Penyelenggaraan pelayanan oleh organisasi publik (birokrasi) yang lebih mengarah pada pemberian layanan publik yang lebih profesional, efektif, efisien, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsif, dan adaptif merupakan cerminan dari keberhasilan pelaksanaan komunikasi yang efektif. Dalam kerangka ini, profesional artinya pelayanan yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah); efektivitas lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran; sederhana mengandung arti prosedur atau tatacara pelayanan yang diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan; kejelasan dan kepastian (transparan) mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai hal-hal prosedur/tatacara pelayanan, persyaratan pelayanan baik persyaratan teknis maupun persyaratan administratif, unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan, rincian biaya/tarif pelayanan dan tat cara pembayarannya, dan jadwal waktu penyelesaian pelayanan; keterbukaan mengandung arti prosedur/tata cara persayratan, satuan kerja/pejabat penanggung jawab, pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan prose pelayanan. Semua itu wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masayrakat, baik diminta maupun tidak; efisiensi yang mengandung arti persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan, dicegah adanya pengulangan pemenuhan persayratan, dalam hal proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait; ketepatan waktu mengandung arti bahwa pelaksanaan pelayananmasayrakat dpat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan; responsif lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat dalam menanggapi apa yang menajdi masalah, kebutuhan, dan aspirasi yang dilayani; dan adaptif bermakna cepat menyesuaikan tuntutan yang tumbuh dan berkembang di lingkungan sekitarnya.16 16Joko Widodo, Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja (Malang: Bayumedia, 2006), 33-34. 106 Manusia selaku penyampai informasi dan pelanggan yang juga manusia menjadi faktor penentu keberhasilan suatu pelayanan. Faktor manusia dalam pelayanan sangat berpengaruh terhadap kepuasan total pelanggan. Dalam memberikan pelayanan, hendaknya mengacu pada hal-hal; 1). Kepuasan total pelanggan; 2). Menjadikan kualitas sebagai tujuan utama dalam pelayanan; 3). Memangun kualitas dalam sebuah proses; 4). Menerapkan filosofi, berbicara sesuai fakta; dan 5). Menjalin kemitraan baik internal maupun eksternal.17 Dalam hal aplikasi komunikasi efektif dalam pelayanan, unsur-unsur seperti komukator (penyelenggara pelayanan), komunikan (penerima pelayanan), isi pesan atau kontent pelayanan, prosedur pelayanan, dan cara mengkomunikasikan produk pelayanan adalah unsur-unsur yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Dalam hal ini, bentuk komunikasi efektif adalah cara komunikasi erbaik yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan sehingga pesan yang disampaikan mudah terserap oleh penerima pelayanan, dan sebaliknya penerima pelayanan dengan mudah dapat memenuhi persyaratan pelayanan tersebut tanpa adanya kesalapahaman serta akurasi pelayanan yang diinginkan tepat waktu bahkan kurang dari waktu yang telah ditetapkan. E. Peran Komunikasi Efektif dalam Pelayanan Publik Berkaitan dengan komunikasi efektif, salah satu poin penting yang tercantumkan dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/26/M.PAN/2/2004 tanggal 24 Pebruari 2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik adalah mengenai informasi pelayanan. Untuk memenuhi kebutuhan informasi pelayanan kepada masyarakat, setiap unit pelayanan instansi pemerintah wajib mepublikasikan mengenai prosedur, persyaratan, biaya, waktu, standar, akta/janji, motto pelayanan, lokasi serta pejabat/petugas yang berwenang dan bertaggungjawab. Publikasi atau sosialisasi tersebut melalui antara lain media cetak (brosur, leaflet, booklet), media elektronik (website, home page, situs internet, radio, tv), media gambar atau penyuluhan secara langsung kepada masyarakat. Kewajiban penyediaan informasi pelayanan ini merupakan bagian dari sebuah komunikasi. Keterlibatan media cetak, media elektronik, dan penyuluhan secara langsung merupakan bentuk-bentuk komunikasi karena penyampaian informasi lewat instrumen media (cetak maupun elektronik) telah memenuhi unsur 17Sugiyanti, Strategi…, 34. 107 pelaksanaan komunikasi. Penggunaan media juga merupakan salah satu langkah efektif dalam upaya mengkomunikasikan bentuk layanan kepada masyarakat, karena cara dan langkah ini merupakan langkah yang efektif dan efisien. Langkah-langkah ini merupakan sebuah terobosan yang mengarah pada komunikasi yang efektif. Komunikasi efektif dalam pelayanan publik menjadi sebuah keniscayaan dalam mewujudkan pelayanan yang efektif, efisien, dan memuaskan. Roh komunikasi yang baik dan efektif akan tumbuh dalam diri penyelenggara pelayanan apabila menyadari posisi mereka sebagai abdi masyarakat. Beberapa peran komunikasi efektif dalam pencapaian pelayanan publik adalah: Pertama, komunikasi efektif mampu menunjukkan item-item atau bentuk jasa pelayanan yang ditawarkan kepada masyarakat; Kedua, komunikasi efektif berperan dengan baik dalam hal sosialisasi produk pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah; Ketiga, komunikasi efektif mampu menjebatani antara kesalapahaman antara petugas pelayanan dengan penerima pelayanan. Keempat, komunikasi efektif menjadi strategi komunikasi dalam penyelenggaraan pelayanan; Kelima, komunikasi efektif mampu menggali tuntutan dan harapan pengguna layanan karena terbukanya peluang terciptanya umpan balik (feedback); dan Keenam, komunikasi efektif mempu menciptakan penyelenggaraan pelayanan yang transparan, berkualitas, dan tepat waktu serta terhindarkan bentuk pelayanan yang berbelit-belit, njelimet, dan tidak jelas bentuk dan prosedurnya. F. Penutup Pelayanan publik menjadi salah satu perhatian utama dalam pembangunan bangsa. Keberhasilan kepemimpinan era sekarang dinilai dari kedekatan dan keberpihakan terhadap kebijakan dan pemberian pelayanan. Masyarakat begitu mudah mengagungkan sosok pemimpin yang melayani dengan tulus, memperhatikan kalangan kecil, dan mengayomi penuh kemanusiaan. Pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah sudah merupakan hak publik untuk mengetahui bentuk dan karakteristik pelayanan. Transformasi komunikasi dari pemerintah ke pelanggan membutuhkan peran aktif komunikasi, karena berhubungan dengan materi pelayanan. 108 Daftar Pustaka Effendy, Onong Uchjana. 2008. Dinamika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Riswandi. 2009. Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu dan Universitas Mercu Buana. Suparto, Peni. 2008. Paradigma dan Implementasi Pelayanan Publik: Sumbangan Pemikiran untuk Meningkatkan Pelayanan Publik Menuju Good Governance. Yogyakarta: Kanisius. Nurjaman, Kadar dan Khaerul Umam. 2012. Komunikasi dan Public Relation: Panduan untuk Mahasiswa, Birokrat Pangjaitan, Rosmawaty Hilderiah. 2010. Mengenal Ilmu Komunikasi: Metacomunicator is Ubiquitous. Jakarta: Widya Dinamika Padjadjaran. Soetopo. 1999. Pelayanan Prima: Bahan Diklat ADUM. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia. Sugiyanti. 1999. Strategi Pelayanan Prima: Bahan Diklat SPAMA. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia. Surjadi. 2012. Pengembangan Kinerja Pelayanan Publik. Bandung: Refika Aditama. Widodo, Joko. 2009. Membangun Birokrasi Berbasi Kinerja. Malang: Bayumedia. 109