PENDIDIKAN TAUHID (TELAAH KISAH IBRAHIM AS Q.S. AL-AN’AM 7 :74-83) SKRIPSI Disusun Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd) Oleh: ALFRIDA DYAH SEPTIYANI NIM: 111-13-131 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2017 i ii iii iv v MOTTO 160. Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). (Surat Al-An‟am 7:160) vi PERSEMBAHAN Alhamdulillah dengan izin Allah SWT skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini saya persembahkan untuk: 1. Ayah dan Ibuku tercinta yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, mendidik dari kecil sampai sekarang, dan doa restunya yang tidak pernah putus serta naihat-nasihatnya. 2. Keluarga besarku yang senantiasa memberikan semangat dan nasihat-nasihat dalam meraih kesuksesan di dunia maupun di akhirat. 3. Seluruh sahabatku yang telah memberikan goresan warna di setiap langkahku serta terimakasih atas motivasi dan kebersamaan kita selama ini karena kalian telah mengajarkanku bagaimana menjadi teman yang sesungguhnya dan menghargai indahnya persahabatan. 4. Teman-teman PAI angkatan 2013 senasib seperjuangan yang telah memberikan kenangan-kenangan indah dalam kebersamaan kita selama ini. 5. Teman-teman PPL SMP N 3 Salatiga dan KKN 2017 yang telah mengajarkanku bagaimana menjalin kebersamaan dengan penuh tanggung jawab. vii KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak rahmat dan hidayah-Nya, sehingga bisa menikmati indahnya Islam di dunia ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan pada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan hingga zaman yang terang benderang dan yang selalu dinantikan syafaatnya di hari kiamat kelak. Segala syukur penulis panjatkan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “PENDIDIKAN TAUHID (TELAAH KISAH IBRAHIM AS Q.S. AL-AN’AM 7: 74-83)”. Alhamdulillah proses perjuangan dalam penyusunan skripsi ini telah penulis lalui dengan baik. Tidak aka penggambaran lain yang dapat penulis utarakan selain ucapan syukur yang tiada tara kepada Allah SWT kArena hanya atas ridho dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada: 1. Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. 2. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Bapak Suwardi, M.Pd. 3. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. 4. Dosen pembimbing Bapak Muh. Hafidz, M.Ag. atas bimbingan, arahan dan motivasi yang diberikan. viii ix ABSTRAK Septiyani, Alfrida Dyah. 2017. Pendidikan Tauhid Telaah Kisah Ibrahim as Q.S. Al-An‟am 7: 74-83. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Muh. Hafidz, M.Ag. Kata kunci: Pendidikan Tauhid Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendidikan tauhid dalam Surat Al-An‟am ayat 74-83. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: 1) Bagaimana pendidikan tauhid berdasarkan telaah surat Al-An‟am ayat 74-83. 2) Implementasi pendidikan tauhid dalam pendidikan Islam. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research), yaitu studi kepustakaan yang mengadakan penelitian dengan cara mempelajari dan membaca literatur-literatur yang ada hubungannya dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian. Sumber data yang digunakan berasal dari data primer dan data sekunder. Penelitian ini menggunakan metode tahlili, yaitu metode tafsir yang menjelaskan ayat-ayat Al-Qur‟an dari seluruh aspeknya dan mengungkapkan maksud-maksudnya secara terinci sesuai urutan ayat dan surat, mengemukakan arti kosa kata yang diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: a. pendidikan tauhid merupakan sistem pendidikan yang berusaha menumbuhkan dan menuntun peserta didik untuk memiliki keyakinan dan kepercayaan dalam hati setiap individual untuk beriman kepada Allah SWT. b. Pentingnya pendidikan tauhid, agar di dalam jiwa manusia sejak kecil tertanam nilai-nilai tauhid dan menjadi landasan dalam kehidupan sehari-hari. c. Terdapat tiga tujuan pendidikan tauhid yang ditemukan penulis dalam ayat-ayat tersebut, pada ayat 75 yaitu berbunyi agar Dia termasuk orang yang yakin, kemudian pada ayat 82 mereka itulah yang akan mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang akan mendapat petunjuk, dan terakhir pada ayat 83 yang berbunyi Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Tiga tujuan pendidikan tauhid tersebut ialah: agar termasuk orang yang yakin, agar mendapatkan keamanan dan petunjuk, serta agar mendapatkan derajat. d. Beberapa metode yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as dalam kisah ini adalah sebagai berikut: menegur, mengarahkan, mencari sendiri, berdialog dan berdiskusi serta mengancam. Semua metode tersebut di terapkan dengan berani dan tegas. x DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN BERLOGO ............................................................................... ii HALAMAN NOTA PEMBIMBING ............................................................ iii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................................... v MOTTO ......................................................................................................... vi PERSEMBAHAN ......................................................................................... vii KATA PENGANTAR ....................................................................................viii ABSTRAK .................................................................................................... x DAFTAR ISI .................................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………..xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................. 6 C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 6 D. Penegasan Istilah ............................................................................. 6 E. Manfaat Penelitian .......................................................................... 9 F. Metode Penelitian .......................................................................... 9 G. Sistematika Penulisan Skripsi .......................................................... 11 xi BAB II DESKRIPSI QS AL-AN‟AM 7: 74-83 A. Redaksi Ayat dan Terjemahan Qs Al-An‟am 7: 74-83 .................. 13 B. Makna Mufrodat ............................................................................... 16 C. Isi Kandungan Qs Al-An‟am 7: 74-83 ......................................... 26 BAB III ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH QS AL-AN‟AM 7: 74-83 A. Pengertian Asbãbun Nūzul ................................................................ 41 B. Asbabun Nuzul Surat Al-An‟am Ayat 74-83………………………. 41 C. Pengertian Munasabah……………………………………………… 42 D. Munasabah Surat Al-Baqarah dengan Surat Sebelum dan Sesudahnya ...................................................................................... 42 E. Munasabah Surat Al-An‟am ayat 74-83 dengan Ayat Sebelum dan Sesudahnya ...................................................................................... 53 BAB IV PENDIDIKAN TAUHID TELAAH KISAH IBRAHIM AS DALAM SURAT AL-AN‟AM 7: 74-83 A. Analisis Pendidikan Tauhid Telaah Kisah Ibrahim As berdasarkan Qs Al-An‟am……………………………….. ......................................... 56 B. Implementasi Pendidikan Tauhid dalam Pendidikan Islam ............... 61 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...................................................................................... 67 B. Saran ................................................................................................ 69 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii DAFTAR LAMPIRAN 1. Daftar SKK 2. Nota Pembimbing Skripsi 3. Lembar Konsultasi 4. Daftra Riwayat Hidup xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan manusia untuk mengembangkan potensi manusia lain atau memindahkan nilai dan norma yang dimilikinya kepada orang lain dalam masyarakat (Ali, 2008:180). Merujuk pada pengertian pendidikan di atas bahwa setiap manusia berhak untuk mengembangkan potensi dan mendidik orang lain agar dapat menyalurkan bakat dan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Selain itu, juga memiliki kemandirian dalam bersikap dan bertindak sehingga anak tersebut mempunyai rasa tanggung jawab atas dirinya sendiri. Langeveld (1976:18) mendenifisikan pendidikan sebagai setiap pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak dalam suatu keadaan dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung. Sedangkan menurut Marimba (1989:19) pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Menurut Daulay (2004:153) pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmani dan rohani, serta menumbuhkan hubungan yang harmonis setiap individu dengan Allah SWT, manusia lain, dan alam semesta. 1 2 Pendidikan Islam sebagai alat untuk proses penyampaian informasi dalam rangka pembentukan insan yang beriman dan takwa agar manusia menyadari kedudukan, tugas dan fungsinya di dunia ini baik sebagai abdi maupun sebagai khalifah-Nya di bumi. Agar selalu takwa dalam memelihara hubungannya dengan Allah, dirinya sendiri, masyarakat dan alam sekitarnya (Ali, 2008:181). Arifin (2014:22) mengemukakan pendidikan Islam juga berorientasi untuk mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta mengembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya. Karena, agama Islam merupakan way of life yang menjamin kebahagiaan hidup pemeluknya di dunia dan di akhirat (Shihab, 1996:33). Agama Islam sebagai suatu konsep kehidupan yang mempunyai landasan yang khas dan spesifik dibandingkan dengan agama lainnya. Karena komponen utama agama Islam yaitu akidah, syari‟ah dan akhlak yang kemudian dikembangkan oleh manusia dengan akal pikiran mereka yang didorong dengan ilmu pengetahuan. Selain itu, Islam adalah agama yang monoteis (tauhid). Maksudnya agama yang hanya menyembah satu Tuhan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Al-Qur‟an diyakini sebagai firman-firman Allah SWT yang berisikan petunjuk mengenai apa yang dikehendaki-Nya. Dalam memahami maksud firman-firman Allah SWT sesuai dengan kemampuan manusia itulah yang disebut tafsir (Shihab, 1996:152). 3 Salah satu kandungan ayat-ayat di dalam Al-Qur‟an berkisar tentang tauhid. Dengan kesaksian ayat-ayat Al-Qur‟an dakwah terhadap tauhid dimulai sejak diutusnya Nabi Adam as sampai Nabi Muhammad saw. yang mengajak manusia pada pengesaan Allah SWT dengan mengucapkan kalimat “La ilaha illal lah”; Tiada Tuhan melainkan Allah. Sebagaimana firman-Nya dalam surat AlAnbiyaa‟ ayat 25: 25. Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku". Setiap kali terjadi kesyirikan pada manusia, Allah utus seorang Nabi untuk mengembalikan manusia tersebut kepada tauhid dan beriman kepada-Nya, dan mengikuti ajaran agama yang dibawa utusan Allah itu. Tauhid merupakan inti ajaran agama Islam yang dijadikan sebagai dasar bagi pembentukan karakter, serta pengembangan kepribadian manusia. Pendidikan tauhid adalah seluruh kegiatan umat manusia di bidang pendidikan yang menempatkan Allah sebagai sumbernya, karena Dia adalah Tuhan Rabb al„Alamin (Majid, 2014:4). 4 Selain itu tauhid juga berguna bagi kesehatan mental dan kebahagiaan hidup. Karena tauhid itu sendiri memupuk dan mengembangkan fungsi-fungsi jiwa dan memelihara keseimbangannya serta menjamin ketentraman batin (Darajat, 1995:9). Menurut Dahlan (1997:212) bidang tauhid yang menekankan sisi keesaan Allah dengan semurni-murninya dan sebenar-benarnya, disebut dengan istilah tauhid al-„uluhiyah. Dalam pengertian ini, Tuhan adalah predikat kepada Zat yang wajib diyakini dan diimani oleh semua manusia. Adapun bidang tauhid yang menekankan sisi kewajiban seorang hamba untuk senantiasa menunjukkan pengakuan kehambaannya kepada Tuhan, disebut dengan tauhid al-„ubudiyyah. Untuk memenuhi pengertian tauhid ini seorang hamba dituntut menunjukkan keikhlasan dan kemurnian pengabdiannya semata-mata kepada Allah SWT. Tauhid mempunyai peran yang besar terhadap kehidupan manusia, karena dengan tauhidlah manusia dapat memahami arti dan tujuan hidup mereka. Marlilah kita lihat secara seksama di lingkungan sekitar kita banyak manusia yang hidup dengan tujuan yang tidak jelas, mereka bekerja siang-malam hanya untuk mengumpulkan harta harta yang banyak. Harta bagi mereka ibarat tuhan yang selalu diagungkan dan di nomer satukan. Salah satu Nabi dan Rasul utusan Allah SWT yang mendapatkan amanah dalam mengembangkan risalah Allah tersebut ialah Nabi Ibrahim as. Metode yang dipakai Nabi Ibrahim as diabadikan didalam Al-Qur‟an yang sekaligus sebagai simbol kepada manusia yang hidup dan hadir pada zaman ini, bahwa cara 5 yang dilakukan Nabi mulia tersebut perlu dikaji secara mendalam. Menurut tafsir Al-Misbah kandungan surat Al-An‟am ayat 74-83 merupakan ayat-ayat yang menuntun Nabi Muhammad saw dan umat Islam. Bagaimana bersikap terhadap orang-orang musyrik yang mempersekutukan Allah SWT seperti dicontohkan oleh pengalaman Nabi Ibrahim as ketika menghadapi persoalan yang sama agar dapat diteladani (Shihab, 2001:154). Dan di jelaskan pula bahwasannya Nabi Ibrahim as menemukan dan membina keyakinannya beserta kaumnya melalui pencaharian dan pengalaman-pengalaman keruhanian yang dilaluinya dan hal ini secara Qur‟ani terbukti bahwa beliau menemukan keesaan Allah SWT melalui alam semesta (Shihab,1996:21). Sebagaimana yang diuraikan dalam surat AlAn‟am ayat 75: 75.Dan Demikianlah kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang yang yakin. Dalam menyikapi semua keraguan itu, kita dapat mengatasinya dengan mendalami pemahaman tentang agama yang kita anut. Berdasarkan uraian tersebut, penulis akan mendeskripsikan dan menganalisa bagaimana pendidikan tauhid melalui pendidikan yang akan penulis kemas dalam judul penelitian yaitu 6 “Pendidikan Tauhid (Telaah Kisah Nabi Ibrahim as Berdasarkan Q.S. Al-An‟am 7: 74-83).” B. Rumusan Masalah Mengacu latar belakang di atas, maka permasalahan yang dibahas adalah : 1. Bagaimana pendidikan tauhid dalam kisah Ibrahim as berdasarkan Surat AlAn‟am ayat 74-83? 2. Bagaimana implementasi pendidikan tauhid dalam pendidikan Islam? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pendidikan tauhid telaah cerita Ibrahim dalam Surat AlAn‟am ayat 74-83. 2. Untuk mengetahui deskripsi tentang implementasi pendidikan tauhid dalam pendidikan Islam. D. Penegasan Istilah 1. Pendidikan Tauhid Pendidikan dalam wacana keislaman popular dengan istilah tarbiyah. Tarbiyah berasal dari kata جَرْ تِيَة- ْ يَرْ تُى- َرتَاyang memiliki makna bertambah, tumbuh (Yunus, 2010:137). Artinya, pendidikan adalah usaha untuk menumbuhkan dan mendewasakan peserta didik, baik secara fisik, psikis, sosial maupun spiritual. (Mujtahid, 2011:3). Secara etimologi pendidikan berasal dari kata didik; mendidik, yang berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak 7 dan kecerdasan pikiran. Pendidikan adalah perbuatan (hal, cara, dsb) mendidik (Poerwadarminta, 1982:250). Sedangkan secara terminologi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:263) pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2006:5). Purwanto (2004:10) berpendapat bahwa pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan. Menurut Haris (1992: 27) tauhid menurut Islam ialah tauhid I‟tiqadiilmi (keyakinan teoritis) dan tauhid amali-suluki (tingkah laku praktis) atau dengan istilah lain ialah dua ketauhidan yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lain: yaitu tauhid dan bentuk ma‟rifat (pengetahuan), 8 itsbãt (pernyataan), dan I‟tiqãd (keyakinan), qasd (tujuan) dan irãdah (kehendak). Secara etimologi tauhid artinya menyatukan, menunggalkan, mengesakan atau mengganggap satu (Hamdani, 2001:3). Sedangkan, secara terminologi tauhid merupakan suatu prinsip lengkap yang menembus seluruh dimensi serta mengatur seluruh aktivitas makhluk (Shihab, 2014:69) Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan tauhid merupakan sistem pendidikan yang berusaha menumbuhkan dan menuntun peserta didik untuk memiliki keyakinan dan kepercayaan dalam hati setiap individual untuk beriman kepada Allah SWT. Al-Qur‟an Surat Al-An‟am 7:74-83 Secara etimologis, Al-Qur‟an berarti bacaan. Sedangkan secara terminologi, Al-Qur‟an ialah kalam Allah SWT yang merupakan mu‟jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW, membacanya adalah ibadah (Departemen Agama Rebublik Indonesia, 1965:23). Surat Al-An‟am (binatang ternak) yang terdiri atas 165 ayat, termasuk golongan surat Makkiyah, karena hampir seluruh ayat-ayatnya diturunkan di Mekkah. Dinamakan Al-An‟am karena didalamnya disebut kata “An‟am” dalam hubungan dengan adat istiadat kaum musyrikin, yang menurut mereka binatang-binatang ternak itu dapat dipergunakan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan mereka. Juga dalam surat ini disebutkan hukum-hukum yang 9 berkenaan dengan binatang ternak itu (Departemen Agama Republik Indonesia, 1965:185). E. Manfaat Penulisan 1. Manfaat Teoritis Memberikan sumbangan pemikiran terhadap wacana pendidikan agama Islam tentang bagaiamana pendidikan tauhid sebagaimana yang terkandung dalam Q.S. Al-An‟am 7:74-83. 2. Manfaat Praktis a. Bagi instansi pendidikan : Penelitian ini dapat menjadi rujukan tentang bagaimana pendidikan tauhid telaah kisah Nabi Ibrahim as dalam Q.S. Al-An‟am 7:74-83. b. Bagi peneliti : Menambah wawasan serta sebagai bekal untuk menjadi seorang pendidik. F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk library research atau studi kepustakaan. Studi kepustakaan yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian (Zed, 2004:3). 2. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode dokumentasi. Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa 10 catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2010:274). 3. Sumber Data Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan penulis, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. a. Sumber data primer (primary research) ialah sumber data yang bersumber langsung dengan subjek penelitian yang terdiri dari Al-Qur‟an dan kitab-kitab tafsir Al-Qur‟an yang menjelaskan surat Al-An‟am ayat 74-83, diantaranya: 1. Al-Qur‟an dan Terjemahannya 2. Tafsir Al-Maraghi 3. Tafsir Al-Nur 4. Tafsir Muyassar 5. Tafsir Al-Misbah b. Dan sumber data sekunder (Secondary Research), yaitu sumber lain yang dijadikan sebagai sumber tambahan yang mendukung penelitian ini. Yang terdiri dari, buku-buku yang membahas mengenai tauhid, yaitu: a) Membumikan Al-Qur‟an (Quraish Shihab) b) Wawasan Al-Qur‟an (Quraish Shihab) c) Dan lain sebagainya. 11 4. Metode Analisis Data Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, langkah selanjutnya adalah menganalisis data dengan menggunakan metode tahili. Metode tahili dapat diartikan sebagai cara menjelaskan arti dan maksud ayat-ayat al-Qur‟an dari sekian banyak seginya, dengan menjelaskan ayat demi ayat sesuai urutanurutannya di dalam mushhaf, melalui penafsiran kosa kata (ma‟an almufradat), penjelasan asbab al-nuzul (sebab-sebab turunya suatu ayat), munasabat (keterkaitan ayat dengan ayat, surat dengan surat, dan seterusnya), serta kandungan ayat tersebut, sesuai keahlian dan kecenderungan seorang mufassir (Harahap, 2000: 17). G. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah dalam pembahasan penelitian, maka disusunlah sistematika penulisan skripsi ini secara garis besar sebagai berikut : Pada BAB I berisi Pendahuluan, bab ini akan mengemukakan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,penegasan istilah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi. Pada BAB II merupakan pemaparan hasil penelitian yang berupa telaah terhadap Q.S. Al-An‟am 7:74-83 yang meliputi : deskripsi Q.S. AlAn‟am 5:74-83 yang disertai makna mufradat dan isi kandungan ayat tersebut. Pada BAB III merupakan tafsir Q.S. Al-An‟am 7:74-83. Pada bab ini peneliti akan menguraikan tentang tema penelitian yang meliputi munasabah dan azbabun nuzul Q.S. Al-An‟am 7:74-83. 12 Pada BAB IV penulis lebih memfokuskan dalam inti pembahasan yaitu menganalisis tentang Pendidikan Tauhid Telaah Kisah Nabi Ibrahim as dalam Q.S. Al-An‟am 7:74-83. Pada BAB V yaitu Penutup, Kesimpulan dan Saran. Pada bab ini memuat kesimpulan penulis dari pembahasan skripsi ini, saran-saran dan kalimat penutup yang sekiranya dianggap penting serta daftar pustaka. BAB II DESKRIPSI Q.S. AL-AN’AM 7 : 74-83 A. Redaksi Ayat dan Terjemahan Q.S. Al-An’am 7: 74-83 Dalam sub ini penulis akan menyajikan redaksi ayat surat Al-An‟am yang menjadi obyek kajian penulis. Adapun redaksi ayat surat Al-An‟am beserta terjemahannya disajikan dalam uraian berikut ini: 13 14 74. Dan (Ingatlah) di waktu Ibrahim Berkata kepada bapaknya, Aazar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya Aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata." 75. Dan Demikianlah kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang yang yakin. 76. Ketika malam Telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam." 15 77. Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, Pastilah Aku termasuk orang yang sesat." 78. Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, Ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, Sesungguhnya Aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. 79. Sesungguhnya Aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan Aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. 80. Dan dia dibantah oleh kaumnya. dia berkata: "Apakah kamu hendak membantah tentang Allah, padahal Sesungguhnya Allah Telah memberi petunjuk kepadaku". dan Aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahansembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali di kala Tuhanku menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) ?" 81. Bagaimana Aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak mempersekutukan Allah dengan sembahansembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu untuk mempersekutukanNya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih berhak memperoleh keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui? 16 82. Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. 83. Dan Itulah hujjah kami yang kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. kami tinggikan siapa yang kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. B. Makna Mufradat Setelah penulis menyajikan redaksi ayat surat Al-An‟am yang menjadi obyek kajian penulis, maka selanjutnya penulis menyajikan kosa kata yang terdapat dalam surat Al-An‟am tersebut. Adapun kosa kata yang terdapat dalam surat tersebut sebagai berikut: 1. Mufradat Ayat 74 ِٔ ِِلَ ِت ْي berasal dari kata dasar َواىِ ُد- أَب-أَتُى yang berarti bapak, ayah (Yunus, 2010:32). Dalam ayat ini terdapat sindiran nabi Ibrahim as terhadap bapaknya yang bernama Azar beserta kaumnya yang menjadikan berhalaberhala sebagai tuhannya (Al-Maraghi, 1992:289-290). اَصْ َْا ًٍا berasal dari kata ٌَ َْص َ اى yang berarti berhala (Yunus, 2010:222). Dalam ayat ini berhala-berhala itu yang dijadikan sebagai tuhan oleh bapak dan kaumnya nabi Ibrahim as (Al-Maraghi, 1992:289). َ قَىْ ٍَلberasal dari kata ً ْ قَىyang berarti kaum, orang banyak, sekawan manusia (Yunus, 2010:361). Dalam ayat ini kaum atau pengikut ayah nabi 17 Ibrahim as yang sama-sama menyembah berhala dan dalam kesesatan yang nyata dari jalan lurus (Al-Maraghi, 1992:290). ضيَو َ berasal dari kata ض َالىۃ َ -ضالَه َ -ضو َ اى yang berarti sesat, kesesatan (Yunus, 2010:230). Dalam ayat ini yang dimaksud sesat ialah kaum nabi Ibrahim as yang menyembah berhala yang berada dalam kesesatan nyata dari jalan Allah SWT (Al-Maraghi, 1992:290). 2. Mufradat Ayat 75 ُ ِ يَ َْي- َ ٍَيَلyang berarti َ ٍَيَ ُنىْ تberasal dari kata ً ٍَ َْيِ َنة-ً ٍَيَ َنة- ٍُ ْي ًنا- ٍَيِ ًنا-ل memiliki, mempunyai sesuatu (Yunus, 2010:428). Dalam ayat ini, malakût dipahami dalam arti kekuasaan dan kepemilikan yang amat kukuh lagi sempurna. Kepemilikan Allah terhadap langit dan bumi, yakni seluruh alam raya, kekuasaan dan wewenang penuh dalam mengaturnya serta tidak dapat dialihkan atau dicabut oleh pihak lain sebagaimana kepemilikan makhluk (Shihab, 2009:509-510). َِاى َُىْ قِِْ ْي berasal dari kata ِْيَقِي yang berarti yakin, tidak syak, tidak ragu (Yunus, 2010:509). Dalam ayat ini, nabi Ibrahim as supaya memperoleh keyakinan yang kuat dalam iman atau kepercayaannya kepada Allah SWT (Shihab, 2009:510-511). 18 3. Mufradat Ayat 76 َرتي berasal dari kata َرب yang berarti Tuhan, tuan, yang punya (Yunus,2010:136). Dalam ayat ini yang dimaksud Tuhan ialah sebuah bintang yang dilihat nabi Ibrahim as (Al-Maraghi, 1992:292). أُ ِحةberasal dari kata حُثا-يَ َحة- َحةyang berarti mengasihi, mencintai (Yunus, 2010:95). Dalam ayat ini nabi Ibrahim as tidaklah menyukai sesuatu yang tenggelam (Al-Maraghi, 1992:292). َِ ِْلًفِيِ ْيberasal dari kata ً أُفُىْ ِل- يَؤْفِ ُو- أَفَ َوyang berarti terbenam, lenyap (Yunus, 2010:45). Dalam ayat ini, ketika bintang terbenam dan menghilang nabi Ibrahim as mengatakan bahwa sesungguhnya beliau tidak suka apa yang terbenam dan mengilang. Perkataan ini disampaikan karena orang yang sehat fitrahnya tidak akan menyukai sesuatu yang hilang, dan tidak pula merasa kesepian karena kehilangannya (Al-Maraghi, 1992:292). 4. Mufradat Ayat 77 از ًغا ِ َت berasal dari kata تُ ُس ًغا- تَ ُس ًغا- يَ ْث ُس ُغ-تَ َس َغ yang berarti terbit (Yunus, 2010:64). Dalam ayat ini, ketika pemulaan terbitnya bulan, nabi Ibrahim as mengatakan bahwa bulan adalah tuhannya. Perkataan itu disampaikannya ketika beliau melihat bulan pada malam berikutnya (AlMaraghi, 1992:293). 19 ًرت ِّي َرب berasal dari kata yang berarti Tuhan, tuan, yang punya (Yunus, 2010:136). Yang dimahsud Tuhan dalam ayat ini ialah sebuah bulan yang dilihat nabi Ibrahim as pada malam berikutnya (Al-Maraghi, 1992: 293). ًِ ْ ْاىقَىberasal dari kata ً ْ قَىyang berarti kaum, orang banyak, sekawan manusia (Yunus, 2010:361). Dalam ayat ini, terdapat sindiran pada kaumnya atas kesesatannya menyembah selain Allah Ta‟ala. Dan disinilah sindiran meningkat karena hujjah lawan bicara telah terpojok dengan pembuktian pertama, sehingga keyakinan mereka ternodai (Al-Maraghi, 1992:294). 5. Mufradat Ayat 78 ًاز َغة ِ َت berasal dari kata تُ ُس ًغا- تَ ُس ًغا- يَ ْث ُس ُغ-تَ َس َغ yang berarti terbit (Yunus, 2010:64). Dalam ayat ini, ketika nabi Ibrahim as melihat matahari beliau sambil menunjuknya dan mengatakan bahwa matahari adalah tuhannya. Dikarenakan matahari lebih besar dari bintang dan bulan, serta lebih terang cahayannya. Disini tampak nabi Ibrahim as memperpanjang argumentasinya untuk menyudutkan kaumnya setelah sindiran yang dikhawatirkan beliau akan mereka sangkal. Selain itu juga terdapat pendahuluan untuk menegakkan hujjah dan tahapan untuk memancing perhatian mereka agar mau mendengarkan pembicaraan beliau (Al-Maraghi, 1992:294). ْ َاَفَي ث berasal dari kata ً أُفُىْ ل- يَؤْفِ ُو-اَفَ َو yang berarti terbenam, lenyap (Yunus, 2010:45). Dalam ayat ini, matahari terbenam sebagaimana yang 20 lainnya menghilang. Kemudian nabi Ibrahim as memutar balik dan mengulurulur pembicaraan dengan penuh kelembutan hingga sampai kepada apa yang beliau kehendaki dengan cara yang terbaik dan halus, sambil membebaskan diri dari sesembahan-sesembahan yang kaumnya jadikan tuhan selain Allah Ta‟ala (Al-maraghi, 1992:294-295). ًِ ْيَقَى berasal dari kata ً ْ قَىyang berarti kaum, orang banyak, sekawan manusia (Yunus, 2010:361). Dalam ayat ini, kaum nabi Ibrahim as yang berada pada kesesatan yang sedang didebat beliau karena kebodohannya menyekutukan Allah (Al-Maraghi, 1992:295). َُ ْجُ ْش ِر ُمى berasal dari kata ً َش ِر ِمة-ً ِش ُر َمة- َش ِر ًما-ك ُ يَ َش َر-ُٓ ك َ َش ِر berarti bersekutu, berserikat dengan dia (Yunus, 2010:196). Dalam ayat ini, nabi Ibrahim as setelah melihat bintang, bulan dan matahari tenggelam beliau melepaskan diri dari penyembahan yang dipersekutukan dengan Tuhan Yang Maha Esa (Shihab, 2009:516). 6. Mufradat Ayat 79 َحِْ ْيفًا berasal dari kata َحِْيْفyang berarti yang lurus, betul (Yunus, 2010:110). Dalam ayat ini, nabi Ibrahim as berserah diri menghadapkan dirinya di dalam beribadah hanya kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, serta yang lainnya. Dan beliau cenderung kepada agama yang lurus (AlMaraghi, 1992:295). 21 َِْاى َُ ْش ِر ِم ْي berasal dari kata ُ يَ ْش َر- ُٓ ك ً َش ِر ِمۃ-ً ِشرْ َمۃ- َش ِر ًما-ك َ َش ِر yang berarti bersekutu, berserikat dengan dia (Yunus, 2010:196). Dalam ayat ini, nabi Ibrahim as tidaklah termasuk ke dalam orang-orang yang menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu apapun sebagaimana yang dilakukan kaumnya (Al-Maraghi, 1992:296). 7. Mufradat Ayat 80 ُِ ْأَجُ َحآجى berasal dari kata َحاخة yang memiliki arti hujjah, dalil, keterangan (Yunus, 2010:97). Dalam ayat ini, hujjah diartikan sesuatu yang digunakan oleh salah satu di antara dua pihak yang berbantah untuk mengulur-ulur pembicaraan dalam menetapkan dakwaan atau menyangkal dakwaan lawan bicara (Al-Maraghi, 1992:300). َُ ْجُ ْش ِر ُمى berasal dari kata ُ يَ ْش َر-ُٓ ك ً َش ِر ِمۃ-ً ِشرْ َمۃ- َش ِر ًما- ك َ َش ِر yang berarti bersekutu, berserikat dengan dia (Yunus, 2010:196). Dalam ayat ini, nabi Ibrahim as tidak takut kepada tuhan-tuhan yang dijadikan sekutu oleh kaumnya untuk mendatangkan bahaya kepada beliau (Al-Maraghi, 1992:301). ًٌ ِع ْي berasal dari kata ِع ْي ًَا- ٌُ ِ َي ْعي-ٌَ َِعي yang berarti mengetahui sesuatu (Yunus, 2010:277). Dedeng Rosidin mengutip dari Al-Maraghi menjelaskan bahwa kata „allama dengan alhamahu (memberi ilham), maksudnya Allah memberi ilham kepada Nabi Ibrahim as untuk mengetahui jenis-jenis yang telah diciptakan beserta zat, sifat dan nama-namanya. 22 Sedangkan Ash-Shawi, menjelaskan dengan makna alqa (memberikan atau menuangkan), maksudnya Allah memberikan atau menuangkan ilmu ke dalam hati Nabi Ibrahim as. Secara konteks, „allama menunjukkan adanya tadrij (tahapan), bahwa penyampaian itu dilakukan melalui tahap demi tahap. Akan tetapi, pada ayat ini menunjukkan secara sekaligus. Secara struktur, „allama mempunyai dua objek, baik disebut ataupun tidak. Jika dilihat dari jabatan kata dalam kalimat, tersusun dari fi‟il (pekerjaan), hal ini berarti menunjukkan pada pekerjaan mengajar, atau proses belajar mengajar yang didalamnya terdapat teknik dan metode mengajar. Fa‟il (yang melakukan pekerjaan), di sini berarti menunjukkan pengajar (guru) yang melakukan pekerjaan mengajar. Maf‟ul bih pertama (objek pertama) menunjukkan murid yang menerima pelajaran, dan maf‟ul bih kedua (objek kedua) menunjukkan materi yang diajarkan. Jadi, dalam ta‟lim tersirat beberapa unsur penting, yaitu guru, murid, proses pembelajaran dan materi pelajaran (Rosidin, 2003:67-68). 8. Mufradat Ayat 81 ٌْ ُاَ ْش َر ْمح berasal dari kata ُ يَ ْش َر-ُٓ ك ً َش ِر ِمۃ-ً ِشرْ َمۃ- َش ِر ًما- ك َ َش ِر yang berarti bersekutu, berserikat dengan dia (Yunus, 2010:196). Dalam ayat ini, nabi Ibrahim as tidak takut akan makhluk yang dijadikan kaumnya untuk menyekutukan Allah SWT. Karena yang dijadikan sekutu itu tidaklah mendatangkan manfaat dan kemudaratan (Al-Maraghi, 1992:303). 23 ِِْ فَ ِر ْيقَي berasal dari kata ق َ فَ ِر ْيyang berarti kumpulan orang banyak (Yunus, 2010:314). Dalam ayat ini, kata tersebut mengandung pengertian dua golongan yang terdiri atas golongan orang-orang bertauhid yang beribadah, takut dan berharap hanya kepada Allah semata; dan golongan orang-orang musyrik yang membesarkan pengaruh sebagian sebab, sehingga mereka menjadikan banyak Tuhan yang disembah, serta kepada sebagiannya mereka menyandarkan datangnya manfaat dan kemudaratan, seperti kepada matahari, bulan, dan malaikat (Al-Maraghi, 1992:304). ِِ ٍْ َتِاْل berasal dari kata ُ أَ ٍَا-ٍِْ َأ keamanan, kesentosaan (Yunus, 2010:49). Dalam ayat ini, terdapat dua golongan yang mendapatkan keamanan yaitu golongan orang-orang bertauhid yang beribadah, takut dan berharap hanya kepada Allah semata; dan golongan orang-orang musyrik yang membesarkan pengaruh sebagian sebab, sehingga mereka menjadikan banyak tuhan yang disembah, serta kepada sebagiannya mereka menyandarkan datangnya manfaat dan kemudaratan, seperti matahari, bulan dan bintang (AlMaraghi, 1992:304). 9. Mufradat Ayat 82 ٌُ إِ ْي َََْهberasal dari kata إِي ََاًّا-ُِ ٍِ ي ُْؤ-َِ ٍَ َأ yang berarti beriman, percaya (Yunus, 2010:49). Dalam ayat ini, beriman adalah kepercayaan yang teguh yang timbul akibat pengetahuan dan keyakinan (Assegaf, 2014:38). 24 ْ ٍَ - ظُ ْي ًَا- ظُيُ ًَا-ٌُ ِظي ْ َ ي-ٌَ َ ظَيyang memiliki ٌ تِظُ ْيberasal dari kata ظيِ ََة arti aniaya, menganiaya (Yunus, 2010:248). Dalam ayat ini, yang dimaksud dengan dzalim ialah syirik (Shihab, 2009:524). Menurut Darajat (1995:54) Syirik adalah suatu yang abstrak. ُِ ٍْ َْاِل berasal dari kata ُ أَ ٍَا-ٍِْ َأ yang memiliki arti keamanan, kesentosaan (Yunus, 2010:49). Dalam ayat ini yang dimaksud aman ialah aman dari azab Allah (Al-Maraghi, 1992:1266). 10. Mufradat Ayat 83 حُجحُ َْا berasal dari kata َحا َجۃ yang memiliki arti hujjah, dalil, keterangan (Yunus, 2010:97). Yang dimaksud hujjah dalam ayat ini ialah hujjah yang Allah tunjukkan dan berikan kepada Ibrahim as, agar dia dapat memberikan keterangan yang jelas kepada kaumnya (Al-Maraghi, 1992:306). ِٔ ٍِ ْ قَىberasal dari kata ً ْ قَىyang berarti kaum, orang banyak, sekawan manusia (Yunus, 2010:361). Dalam ayat ini, terdapat ketegasan hujjah untuk menetapkan yang haq dan membatalkan yang batil, yang diberikan dan tunjukkan Allah Ta‟ala kepada nabi Ibrahim as, agar beliau dapat memberikan keterangan yang jelas kepada kaumnya (Al-Maraghi, 1992:306). َد َر َجاتberasal dari kata َد َر َخةyang memiliki arti pangkat, martabat (Yunus, 2010:125). Dalam ayat ini, Allah SWT mengangkat derajat siapapun 25 di antara hamba-hambanya yang dikehendaki beberapa derajat, yang sebelumnya mereka tidak berada pada suatu derajat (Al-Maraghi, 1992:306). C. Isi Kandungan Q.S. Al-An‟am : 74-83 1. Kandungan Q.S. Al-An‟am: 74-83 Secara Umum Surat Al-An‟am terdiri atas 165 ayat. Dan termasuk golongan surat Makkiyyah, karena hampir seluruh ayat-ayatnya diturunkan di Mekkah dekat sebelum hijrah. Dinamakan Al-An‟am karena didalamnya disebut kata “An‟am” yang berarti binatang ternak: unta, sapi, biri-biri, dan kambing. Serta dalam hubungannya dengan adat-istiadat kaum musyrikin, yang menurut mereka binatang-bintang ternak itu dapat dipergunakan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan mereka. Selain itu dalam surat ini disebutkan juga hukumhukum yang berkenaan dengan bintang ternak itu. Isi pokok ajarannya ialah: Keimanan: bukti-bukti keesaan Allah serta kesempurnaan sifat-sifatNya: kebenaran kenabian Nabi Muhammad saw; penyaksian Allah atas kenabian Ibrahim, Ishaq, Yaqub, Nuh, Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa, Harun, Zakaria, Yahya, Isa, Ilyas, Alyasa‟, Yunus, dan Luth; penegasan tentang adanya risalah dan wahyu serta hari pembalasan dan hari kebangkitan; kepalsuan peryataan orang-orang musyrik dan keingkaran mereka terhadap hari kiamat. 26 Hukum-hukum: larangan mengikuti adat-istiadat yang dibuat oleh kaum Jahiliyah; makanan yang halal dan yang haram; wasiat yang sepuluh dari Al-Qur‟an, tentang tauhid keadilan, dan hukum-hukum; larangan mencaci maki Allah. Kisah: kisah umat-umat yang menentang Rasul-rasul; kisah pengalaman Nabi Muhammad saw dan para Nabi pada umumnya; cerita Nabi Ibrahim as membimbing kaumnya kepada tauhid. Dan lain-lain: sikap kepala batu kaum musyrikin; cara seorang Nabi memimpin umatnya; bidang-bidang kerasulan dan tugas-tugas Rasul-Nya; tantangan kaum musyriin untuk melemahkan Rasul; kepercayaan orang-orang musyrik terhadap jin, syaitan, dan malaikat; beberapa prinsip keagamaan dan kemasyarakata; nilai hidup duniawi (Departemen Agama Republik Indonesia, 1965:185). 2. Kandungan Q.S.Al-An‟am 7:74-83 Dalam pembahasan ini penulis akan memaparkan isi dari kandungan ayat yang dikaji, yaitu pada surat Al-An‟am ayat 74-83 menurut tiga pendapat mufassir, yakni pandangan dari tafsir Al-Maraghi, An-Nur, Muyassar yakni sebagai berikut: 1. Surat Al-An‟am ayat 74 a. Tafsir al-Maraghi Surat Al-An‟am ayat 74, dijelaskan dalam ayat ini diungkapkan percakapan antara nabi Ibrahim as dengan bapaknya 27 yang bernama Azar. Sesungguhnya ayah beserta kaumnya sama-sama menyembah berhala ini berada dalam kesesatan yang nyata dari jalan lurus. Berhala-berhala ini adalah patung-patung yang dipahat mereka dari batu, dibuat dari kayu, atau logam, sedang derajat mereka lebih tinggi dan mulia daripadanya. Tidak layak bagi orang yang berakal untuk menyembah apa yang sebanding dengan penciptaannya, dikarenakan tidak mendatangkan manfaat maupun kemudaratan (AlMaraghi, 1992:289-290). b. Tafsir An-Nur Dalam ayat 74 dijelaskan, kebatilan apa yang diperbuat kaumnya. Maka nabi Ibrahim as berkata kepada ayahnya yang bernama Azar sambil mengingkari kemusyrikannya serta kaumnya yang menyembah berhala dengan meninggalkan penyembahannya terhadap Allah SWT (Ash-Shiddieqy, 2000:1261). c. Tafsir Muyassar Dalam ayat ini mengandung pelajaran bagaimana seorang anak mendakwahi ayahnya, yakni dimulai dari dasar-dasar tauhid (pengesaan Allah SWT), sikap loyal (kesetiaan) hanya kepada Allah SWT dan kasih sayang kepada sang ayah, meski dia seorang musyrik sekalipun (Al-Qarni, 2008:603). Jadi, dapat disimpulkan bahwa ini merupakan permulaan nabi Ibrahim as untuk memimpin bapak dan kaumnya kepada agama 28 tauhid. Selain itu juga sindiran terhadap kaumnya yang berada pada kesesatan yang menyembah berhala. 2. Surat Al-An‟am ayat 75 a. Tafsir Al-Maraghi Dalam ayat ini dijelaskan bahwasanya Allah telah memperlihatkan kebenaran kepada nabi Ibrahim as tentang perkara bapak dan kaumnya, bahwa mereka benar-benar di dalam kesesatan yang nyata, lantaran beribadah kepada berhala dan patung. Diperlihatkan padanya berupa alam semesta dan segala isinya. Supaya dengan itu, beliau dapat menegakkan hujjah terhadap orangorang musyrik yang sesat, dan supaya dia sendiri termasuk orangorang yang benar-benar yakin sampai ke tingkat „ainul-yaqin (AlMaraghi, 1992:290-291). b. Tafsir An-Nur Dijelaskan bahwa Allah telah memperlihatkan kebenaran kepada Ibrahim tentang perkara bapak dan kaumnya, bahwa mereka benar-benar berada di dalam kesesatan yang nyata, lantaran beribadah kepada berhala dan patung. Allah perlihatkan kepadanya alam semesta beserta isinya untuk membuktikan keesaan Allah dan kebenaran kodrat-Nya.Yang demikian itu supaya Nabi Ibrahim as menjadikan keesaan Allah sebagai hujjah dalam menghadapi kaum 29 musyrikin dan beliau memperoleh keyakinan yang kuat (AshShiddieqy, 2000:1261). c. Tafsir Muyassar Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa Allah pun telah memberi taufik kepada nabi Ibrahim as untuk menempuh jalan hidayah. Diperlihatkan pula kerajaan yang agung dan keindahan ciptaan yang tampak, disertai ayat-ayat yang menunjukkan keagungan kuasa dan kesempurnaan kebijaksanaan-Nya yang ada di langit dan di bumi kepada nabi Ibrahim as, agar di dalam hatinya tertanam keimanan. (Al-Qarni, 2008:603-604). Jadi dalam ayat ini, dapat disimpulkan bahwa Allah telah memperlihatkan tanda-tanda keagungannya yang diciptakan di langit maupun dibumi yang membuktikan keesaan Allah SWT serta digunakan hujjah untuk menghadapi kaumnya yang berada di kesesatan dan digunakan agar beliau mendapatkan keyakinan yang kuat. 3. Surat Al-An‟am ayat 76-78 a. Tafsir Al-Maraghi Dalam ayat ini di jelaskan ketika Allah mulai memperlihatkan langit dan bumi kepadanya, yakni: ketika malam telah gelap, dia memandang langit. Dilihatnya sebuah bintang besar yang menonjol dari bintang-bintang lainnya, karena sinarnya yang berkilauan, yaitu 30 bintang Jupiter yang merupakan tuhan bagi sebagian penyembah bintang dari bangsa Yunani dan Romawi Kuno. Ketika melihat itu, Ibrahim berkata: “Inilah Tuhanku”. Perkataan ini dikemukakannya dalam forum perdebatan dan adu argumentasi dengan kaumnya, sebagai permulaan pengingkarannya terhadap mereka. Tatkala bintang itu terbenam dan menghilang, dia berkata, “ Sesungguhnya aku tidak menyukai apa yang terbenam dan menghilang”. Perkataan ini disampaikan karena orang yang berakal tidak akan menyukai sesuatu yang hilang. Malam berikutnya ketika beliau melihat permulaan terbitnya bulan dari balik ufuk, dia berkata, “Inilah Tuhanku”. Perkataan itu disampaikannya dengan nada menceritakan apa yang biasa mereka katakan, untuk membatalkan perkataan sebelumnya. Ketika bulan itu tenggelam sebagaimana halnya bintang, padahal bulan tampak lebih besar dan cahayanya lebih terang. Dia berkata sambil mendengarkannya kepada orang-orang disekitarnya, “Sekiranya Tuhanku tidak memberiku petunjuk dan taufik untuk mencapai kebenaran dalam mentauhidkan-Nya, tentulah aku termasuk kaum zalim yang tidak mencapai kebenaran dalam hal itu. Di sini terdapat sindiran yang lebih pantas dikatakan karena kesesatan kaumnya, dan sindiran meningkat karena hujjah lawan bicara telah terpojok dengan pembuktian pertama. 31 Ketika Ibrahim melihat matahari, dia berkata, “ Yang aku lihat sekarang, inilah Tuhanku! Ia lebih besar dari bintang dan bulan.” Tampak di sini, bahwa Ibrahim memperpanjang argumentasinya untuk menyudutkan mereka. Dalam pembicaraannya terdapat pula pendahuluan untuk menegakkan hujjah, dan tahapan untuk memancing perhatian mereka agar mau mendengarkan pembicaraan sesudah sindiran yang dikhawatirkan akan mereka sangkal. Setelah matahari itu terbenam, sebagaimana yang lain menghilang, dia memutar balik dan mengulur-ulur pembicaraan dengan penuh kelembutan hingga sampai kepada apa yang dia kehendaki dengan cara yang baik dan halus, sambil membebaskan diri dari sembahan-sembahan yang mereka jadikan Tuhan selain Allah (Al-Maraghi, 1992:291-295). b. Tafsir An-Nur Ayat 76 dijelaskan, manakala Allah mulai memperlihatkan kepada Ibrahim pemerintahan langit dan bumi, maka pada permulaannya sesudah memasuki malam yang gelap, Ibrahim menyaksikan adanya sebuah bintang yang besar di antara bintangbintang yang lain, yang melimpahkan kepada alam ini sinar cahayanya, yaitu bintang Yupiter yang merupakan tuhan terbesar bagi bangsa Yunani dan Romawi Kuno yang diikuti oleh kaum Ibrahim (Ash-Shiddieqy, 2000:1261-1262). 32 Ayat 77 dijelaskan, ketika Ibrahim melihat bulan pada malam berikutnya manakala bulan terbit yang sinarnya memenuhi alam, beliau mengatakan: “Inilah Tuhanku”. Dia lebih berhak dari bintang yang telah lalu. Manakala bulan itu terbenam dan Ibrahim berkata kembali: “ Sungguh, jika Tuhanku tidak menunjuki aku, tentulah aku menjadi kaum yang sesat” (Ash-Shiddieqy, 2000:1262). Ayat 78 dijelaskan, manakala Ibrahim as melihat matahari terbit dan dia merupakan bintang yang paling besar, yang membangkitkan cahaya dan gerak, menghilangkan rasa dingin, dan Ibrahim as berkata lagi: “Ini Tuhanku”. Setelah matahari tenggelam, ia pun berkata kembali: “Wahai kaumku, aku terlepas apa yang kamu persekutukan” (Ash-Shiddieqy, 2000:1262). c. Tafsir Muyassar Dalam ayat ini dijelaskan ketika malam tiba Ibrahim as menyaksikan bintang yang bersinar terang. Dia berkata kepada kaumnya, “Ini adalah Rabb-ku.” Tatkala bintang tenggelam, Ibrahim as pun berkata, “ Aku tidak suka ilah yang menghilang.” Maksudnya, bintang tidak pantas menjadi tuhan, karena tidak selalu hadir. Padahal, tuhan harus tetap berdiri tegak dan hidup mengayomi semua jiwa serta terus-menerus mengurus makhluk. Lalu, tatkala Ibrahim as melihat bulan terbit dengan cahayanya yang bersinar, dia berkata agar kaaumnya beralih dari pandangan 33 mereka yang sesat, “ Bulan ini adalah Rabb-ku.” Ketika bulan telah pergi, Ibrahim as pun memohon petunjuk dari Rabb-nya dengan suara lantang, “Apabila Rabb-ku tidak memberi petunjuk kebenaran bagiku tentang siapakah Tuhan yang berhak ku sembah, niscaya aku kan menjadi orang yang sesat dari jalan yang lurus dan menyimpang dari kebenaran, karena menyekutukan Allah SWT. Kemudian, tatkala melihat matahari telah terbit, dia berkata kepada kaumnya dengan kepiaawaiannya memberi contoh dan berargumen, “Matahari ini adalah Rabb-ku, dia telah besar daripada bulan dan bintang. Namun, ternyata mataharipun akhirnya tenggelam”. Jadi, dia tidak pantas disembah. Kalau begitu, aku kembali kepada Allah SWT dan berlepas diri dari penyembahan selain Allah SWT. Karena yang berhak disembah hanyalah Allah SWT semata (Al-Qarni, 2008:604-605). Jadi dapat disimpulkan dalam ayat tersebut ini, terdapat suatu sindiran terhadap kebodohan kaumnya bahwa penyembahan terhadap bintang-bintang, bulan matahari dan berhala merupakan kesesatan. Nabi Ibrahim as memperpanjang argumentasinya untuk menyudutkan kaumnya agar tidak menyangkal pembicaraannya dan yang kedua beliau memutar balik serta mengulur pembicaraan untuk menjelaskan apa yang beliau kehendaki. Barulah kemudian beliau membebaskan diri dari sembahan-sembahan kaumnya. 34 4. Tafsir surat Al-An‟am ayat 79 a. Tafsir Al-Maraghi Dalam ayat 79 ini, dijelaskan setelah membebaskan diri dari kemusyrikan kaumnya, Ibrahim as berkata: “Sesungguhnya aku menghadapkan diriku di dalam beribadah hanya kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, serta menciptakan makhluk yang lainnya (Al-Maraghi, 1992:295). b. Tafsir An-Nur Ayat 79 dijelaskan, nabi Ibrahim as membebaskan diri dari kemusyrikan kemudian beliau menghadapkan dirinya kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, serta beliau lebih condong kepada kebenaran (Ash-Shiddieqy, 2000:1262). c. Tafsir Muyassar Dalam ayat ini, dijelaskan sesungguhnya Ibrahim as menghadapkan pandangannya kepada Rabb-nya Yang Maha Esa, Yang Menciptakan langit dan bumi. Inilah inti dan dasar ajaran agama. Yakni berkeyakinan dan berprinsip tauhid serta berlepas diri dari musuh-musuh Allah SWT (Al-Qarni, 2008:605-606). Jadi dalam ayat ini, nabi Ibrahim as pertama-tama beliau berlepas diri dari kemusyrikan kaumnya, barulah kemudian menyerahkan dirinya dengan ikhlas kepada Allah SWT yang menjadikan alam, serta beliau lebih cenderung kepada kebenaran. 35 5. Tafsir ayat 80 a. Tafsir Al-Maraghi Dalam ayat ini, dijelaskan kaumnya membantahnya dalam perkara tauhid. Mereka mengatakan, bahwa menjadikan tuhan-tuhan itu tidak bertentangan dengan keimanan kepada Allah Yang Menciptakan langit dan bumi, karena mereka adalah para pemberi syafa‟at di sisi-Nya. Seorang yang taqlid tidak berhak untuk mengemukakan hujjahnya, tetapi cukup membantah dan menyangkal (Al-Maraghi, 1992:301-302). b. Tafsir An-Nur Dalam ayat ini dijelaskan bahwa nabi Ibrahim as tidak takut kepada apa yang kaumnya persekutukan dengan Allah. Sebab sesuatu yang dipersekutukan dengan Allah tidaklah mendatangkan kemudaratan dan tidak pula mendatangkan manfaat. Kecuali jika Allah menghendaki supaya nabi Ibrahim as untuk mendapatkan suatu kemudaharatan dari berhala-berhala tersebut (Ash-Shiddieqy, 2000:1265). c. Tafsir Muyassar Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Ibrahim as didebat oleh kaumnya dalam masalah penyembahan. Beliau tidak takut terhadap tuhan-tuhan kalian yang sembah. Bahaya darinya tidak akan sampai 36 kepadaku, kecuali atas kehendak Allah SWT; karena Rabb-ku mengetahui segala sesuatu, tidak ada yang gaib bagi-Nya. Mengapa kalian tidak merenungkan, sehingga kalian mengetahui bahwa hanya Allah SWT semata yang berhak disembah? Sedangkan yang lain tidak behak (Al-Qarni, 2008:606). Jadi, meskipun beliau dibantah oleh kaumnya nabi Ibrahim as tidak takut kepada ancaman atau sesuatu yang digunakan untuk menakut-nakutinya. Karena berhala-berhala yang mereka sembah tidaklah mendatangkan mudaharat dan memberi manfaat bagi mereka sekaligus nabi Ibrahim as. Sebab kekuasaan tertinggi hanya dimiliki oleh Allah SWT. 6. Tafsir ayat 81 a. Tafsir Al-Maraghi Dalam ayat ini, dijelaskan bagaimana mungkin Ibrahim as takut kepada makhluk yang kalian sekutukan dengan Allah, sedang kalian tidak takut menyekutukan Allah. Dan di sini dijelaskan pula terdapat dua golongan yakni, golongan orang-orang yang bertauhid yang beribadah, takut dan berharap hanya kepada Allah semata; dan golongan orang-orang musyrik yang membesarkan pengaruh, sehingga mereka menjadikan banyak tuhan yang disembah, serta mereka menyandarkan datangnya manfaat dan kemudaratan, seperti kepada matahari, bulan, dan bintang (Al-Maraghi, 1992:303-304). 37 b. Tafsir An-Nur Dalam ayat 81 dijelaskan, pengakuan Nabi Ibrahim As yang tidak takut dengan apa yang dipersekutukan kaumnya dengan Allah yang sama sekali tidak memberi mudaharat dan maanfaatnya. Sedangkan kaum nabi Ibrahim as tidak takut mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang tidak ada keterangannya tentang itu (AshShiddieqy, 2000:1265). c. Tafsir Muyassar Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa bagaimana Ibrahim bisa merasa takut, sementara sembahan kaumnya itu tidak mampu membahayakan ataupun memberi manfaat. Sedangkan mereka sendiri tidak takut terhadap Rabb-ku Yang Maha Esa. Beliau mendesak kaumnya untuk memberitau kepadanya jika mereka mengetahui jawabannya bahwa orang yang hanya menyembah Allah SWT sematalah yang lebih pantas untuk merasa aman dan selamat (AlQarni, 2008:607). Jadi, dapat disimpulkan bahwasanya disini terdapat desakan bagi mereka untuk mengakui yang benar atau diam dalam kebodohan. 6. Tafsir ayat 82 a. b. Tafsir Al-Maraghi 38 Dalam ayat ini, dijelaskan sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada Allah Ta‟ala dan tidak mencampuradukan keimanannya dengan kezaliman yang besar, yaitu mempersekutukan Allah, maka mereka akan mendapatkan keamanan. Keamanan yang berupa keamanan dari azab allah yang menimpa orang musyrik dan ibadahnya tidak diridai oleh Allah (Al-Maraghi, 1992:305-306). c. Tafsir An-Nur Dalam ayat ini, dijelaskan orang-orang yang beriman akan Allah SWT, dan Rasul-Nya, menjalani yang benar dan tidak mencampuri iman mereka dengan kezaliman, seperti syirik. Itulah orang-orang yang akan mendapat keamanan yang sempurna didunia dan akhirat (Ash-Shiddieqy, 2000:1266). d. Tafsir Muyassar Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa orang-orang yang beriman kepada Allah SWT dan mengikuti rasul-Nya dengan ikhlas dan meneladani Rasulullah SAW (mutaâba‟ah) serta tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kemusyrikan akan diberikan oleh Allah SWT rasa aman dari ketakutan dan kesedihan. (Al-Qarni, 2008:907). Jadi, dapat disimpulkan bahwa orang yang beriman kepada Allah Ta‟ala dan tidak mencampuradukan keimananya dengan syirik, 39 mereka akan mendapatkan keamanan dari azab Allah serta mendapatkan kedudukan yang tinggi. 7. Tafsir Ayat 83 a. Tafsir Al-Maraghi Dalam ayat ini, dijelaskan ketegasan hujjah yang Allah tunjukkan dan berikan kepada Ibrahim as, agar dia dapat memberikan keterangan yang jelas kepada kaumnya. Sesungguhnya, Allah mengangkat derajat siapa pun di antara hamba-hamba-Nya yang dikehendaki. Allah meninggikan derajat orang yang mempunyai derajat kasbiyah (derajat yang bisa diusahakan) kepada tingkatanya. Juga memberikan kepada orang yang mempunyai derajat wahbiyah ( bersifat pemberian, yaitu kenabian) suatu tingkatan yang tidak diberikan kepada selainnya. (Al-Maraghi, 1992:306-307). b. Tafsir An-Nur Dalam ayat ini, dijelaskan bahwasanya Allah telah memberikan hujjah kepada Ibrahim as untuk menghadapi kaumnya. Dan Allah mengangkat siapa saja yang dikehendaki untuk diangkat derajatnya (Ash-Shiddieqy, 2000:1266-1267). c. Tafsir Muyassar Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa inilah argumentasi Allah yang telah diajarkan kepada rasul Allah yakni Ibrahim as, sehingga 40 dia berhasil mengalahkan kaumnya. Allah-lah yang meninggikan hamba-hamba-Nya yang dikehendaki dengan ilmu dan hikmah beberapa derajat melebihi orang lain (Al-Qarni, 2008:608). Jadi, dapat disimpulkan bahwasanya ketegasan hujjah yang digunakan untuk menetapkan kebaikan dan membatalkan yang buruk. Serta janji Allah yang akan mengangkat suatu derajat hambanya yang dikehendaki yang mau berusaha untuk berubah. BAB III ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH SURAT AL-AN’AM 7:74-83 A. Asbâbun Nuzūl 1. Pengertian Asbâbun Nuzūl Secara bahasa kata asbâb berasal dari bahasa arab yaitu َسثَة yang berarti sebab, karena (Yunus, 2010:161). Sedangkan nuzūl adalah berasal dari kata ًُّ ُسوْ ِل-يَ ْْ ِس ُه-َّ َس َه yang berarti turun (Yunus, 2010:448). Budihardjo (2012:21) mengutip dalam Quraish Shihab bahwasanya secara istilah asbâbun nuzūl adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya ayat, dimana ayat tersebut menjelaskan pandangan Al-Qur‟an tentang peristiwa yang terjadi atau mengomentarinya. 2. Asbabun Nuzul Surat Al-An’am 7:74-83 Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Zaid bin Aslam 41 42 82. Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa seorang musyrik menyerang seorang Muslim dan membunuhnya, kemudian menyerang Muslim lainnya dan membunuhnya pula, lalu menyerang yang lainnya lagi serta membunuhnya pula, kemudian ia bertanya kepada Nabi saw.: “Apakah diterima Islamnya setelah perbuatannya tadi? Rasulullah saw.menjawab: “Ya”. Kemudian ia memukul kudanya dan menyerbu fihak musuh Islam serta membunuh beberapa orang, kemudian ia sendiri terbunuh. Menurut Bakr bin Sawadah para sahabat menganggap ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa orang itu yang menegaskan bahwa iman seseorang yang tidak dicampuri syirik dijamin keamanannya oleh Allah SWT (Shaleh, 1990:207). B. Munasabah 1. Pengertian Munasabah Kata munâsabah berasal dari سثَۃ َ ٍَُْا- ُيَُْا ِسة- َّا َسةyang berarti hubungan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Munâsabah berarti muqârabah atau kedekatanan kemiripan. Sedangkan secara istilah munâsabah adalah kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam 43 Al-Qur‟an baik pada surat maupun pada ayat-ayat yang menghubungkan antara uraian yang satu dengan yang lainnya (Budihardjo, 2012:39). 2. Munãsabah surat Al-An’am dengan surat sebelum dan sesudahnya a. Munãsabah surat Al-An‟am dengan surat Al-Maidah (Depag RI, 1965:184). Munãsabãh atau kesesuaian antara surat Al-An‟am dengan surat Al-Maidah , ada dalam beberapa poin. Pertama, pada masingmasing surat menjelaskan tentang perintah nabi Musa as dan nabi Ibrahim as kepada kaumnya untuk beriman dan taat kepada Allah. Pada surat Al-An‟am dijelaskan kisah nabi Ibrahim as kaum musyrikin untuk beriman dan taat kepada Allah, seperti dalam ayat 74: 74. Dan (Ingatlah) di waktu Ibrahim Berkata kepada bapaknya, Aazar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya Aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata." 44 Dalam surat Al-Maidah dijelaskan kisah nabi Musa as yang memerintah kaum Yahudi untuk beriman dan taat kepada Allah terdapat pada ayat 20-21, yaitu: 20. Dan (Ingatlah) ketika Musa Berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika dia mengangkat nabi nabi diantaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun diantara umat-umat yang lain". 21. Hai kaumku, masuklah ke tanah Suci (Palestina) yang Telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh), Maka kamu menjadi orang-orang yang merugi. 45 Kedua, pada masing-masing surat menjelaskan larangan untuk memakan binatang yang haram. Pada surat Al-An‟am dijelaskan larangan untuk tidak memakan makanan yang haram terdapat pada ayat 121, yaitu: 121. Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. Dalam surat Al-Maidah larangan untuk tidak memakan binatang haram dijelaskan pada ayat 3, yaitu: 46 3. Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orangorang kafir Telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa. Karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 47 b. Munasabah surat Al-An‟am dengan surat Al-A‟raf (Depag RI, 1965:218). Munãsabãh atau kesesuaian antara surat Al-An‟am dengan surat Al-A‟raf , ada dalam beberapa poin. Pertama, pada masingmasing surat menjelaskan tentang kisah yaitu nabi Ibrahim as, nabi Nuh as, nabi Hud as, nabi Shaleh as, nabi Luth as, nabi Syu‟aib as dan nabi Musa as yang menyeru kepada kaumnya untuk beriman dan taat kepada Allah. Pada surat Al-An‟am dijelaskan kisah nabi Ibrahim as kaum musyrikin untuk beriman dan taat kepada Allah, seperti dalam ayat 74: 74. Dan (Ingatlah) di waktu Ibrahim Berkata kepada bapaknya, Aazar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya Aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata." Dalam Surat Al-A‟raf dijelaskan kisah-kisah nabi Nuh as, nabi Hud as, nabi Shaleh as, nabi Luth as, nabi Syu‟aib as yang menyeru kepada kaumnya untuk beriman dan taat kepada Allah, terdapat pada ayat 59, 65, 73, 80, dan 85 yaitu: 48 59. Sesungguhnya kami Telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya." Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), Aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat). 65. Dan (Kami Telah mengutus) kepada kaum 'Aad saudara mereka, Hud. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?" 49 73. Dan (Kami Telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka shaleh. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya Telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhammu. unta betina Allah Ini menjadi tanda bagimu, Maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apapun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih." 80. Dan (Kami juga Telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?" 50 85. Dan (Kami Telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara mereka, Syu'aib. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya Telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman". 104. Dan Musa berkata: "Hai Fir'aun, Sesungguhnya Aku Ini adalah seorang utusan dari Tuhan semesta Alam, 51 105. Wajib atasku tidak mengatakan sesuatu terhadap Allah, kecuali yang Hak. Sesungguhnya Aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, Maka lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersama aku". Kedua, pada bagian akhir surat Al-An‟am, Allah menyatakan bahwa orang yang berbuat kebajikan akan diganjar sepuluh kali lipat dan yang berbuat kejahatan akan dibalas sekadar perbuatannya terdapat pada ayat 160: 160. Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). Untuk menentukan kadar kebajikan dan kejahatan itu ada timbangannya, maka Allah mengemukakan dibagian muka surat AlA‟raf, bahwa timbangan pada hari itu ialah kebenaran dan keadilan. Siapa yang berat timbangannya ialah orang yang beruntung dan siapa 52 yang ringan timbangannya ialah orang yang merugi, terdapat pada ayat 8-9: 8. Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), Maka barangsiapa berat timbangan kebaikannya, Maka mereka Itulah orang-orang yang beruntung. 9. Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, Maka Itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat kami. Ketiga, bagian akhir surat Al-An‟am, Allah mengatakan bahwa Al-Qur‟an adalah kitab pedoman yang benar, dijalan lurus dan diberkahi, maka umat manusia diperintahkan mengikutinya, terdapat pada ayat 155: 53 155. Dan Al-Quran itu adalah Kitab yang kami turunkan yang diberkati, Maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat. Sedangkan pada bagian permulaan surat Al-A‟raf, Allah mengulangi lagi perintah itu dan melarang mengikuti selainnya, terdapat pada ayat 2,3: 2. Ini adalah sebuah Kitab yang diturunkan kepadamu, Maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan Kitab itu (kepada orang kafir), dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman. 3. Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya). 3. Munãsabah surat Al-An’am 7: 74-83 dengan Ayat sebelum dan sesudahnya Surat Al-An‟am 7: 74-83 memiliki munãsabah (korelasi) dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Adapun hubungan antara ayat sebelum dan 54 sesudahnya dalam ayat ini terjadi keterpaduan jalinan antara ayat-ayat dalam satu tema. Ayat yang berkaitan dengan tema tersebut dimulai dari ayat 73, bahwa dari ayat tersebut Allah mengajak manusia untuk memikirkan kejadian alam semesta ini agar terbuka pikirannya serta menyakini, bahwa kejadian alam semesta ini tentu ada yang menciptakan, yaitu Allah SWT. Selain itu Allah juga menegaskan bahwa saat menciptakan alam semesta semua berjalan menurut kehendak-Nya, tak ada kesulitan apapun dan tak ada yang dapat mengubahnya. Serta memberikan keterangan tentang kekuasaan-Nya, untuk memberikan pengertian kepada seluruh manusia bahwa tidak ada sesuatu pun yang terlepas dari pengetahuan-Nya. Ini dijadikannya sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Kemudian pada ayat 74-75, dijelaskan Allah telah memperintahkan kepada Nabi Muhammad saw agar mengingatkan orang-orang musyrik kepada kisah nenek moyangnya yang mereka muliakan, yaitu Nabi Ibrahim as yang mengajak manusia untuk beragama tauhid dan menjauhi penyembahan berhala yang membawa manusia kepada kesesatan, dengan disertai alasan-alasan yang kuat. Jagat raya dan seluruh isinya serta hokum yang berlaku di dalamnya, cukup kuat untuk menjadi bukti keesaan Allah dan kabatilan perbuatan orang-orang musyrik. Allah juga memberikian penjelasan, bagaimana Dia menampakkan keagungan ciptaan-Nya di langit dan di bumi, semua itu menjadi bukti adanya kekuasaan Allah yang dapat dipahami oleh manusia 55 jika mereka mau berpikir sesuai dengan fitrahnya. Dengan ini dapat dijadikan bukti ketika menghadapi orang-orang yang sesat, dan menjadi pegangannya agar termasuk orang-orang yang meyakini keesaan Allah (Depag, 2009:158-162). Namun Ibrahim as belum bisa mengambil pelajaran dan masih mencari tuhannya seperti dijelaskan pada ayat 76-78, dari pengamatan nabi Ibrahim as melalui benda-benda langit seperti bintang, bulan, dan matahari bukanlah Tuhan melainkan makhluk ciptaan-Nya. Maka tidak pantas seseorang mendewakan makhluk Allah yang tidak kekal da mengalami perubahan. Dengan itu beliau mengajak kaumnya untuk beragama tauhid menggunakan pikiran untuk mengakui keesaan-Nya. Dan pada ayat 79 dijelaskan, bahwasanya Nabi Ibrahim as berdakwah kepada kaumnya untuk memperhatikan keindahan ciptaan Allah itu untuk membenarkan agama tauhid dan meninggalkan kemusyrikan. Kemudian beliau berserah diri kepada Allah semata (Depag, 2009:164-165). Nabi Ibrahim as dibantah oleh kaumnya pada saat beliau menyampaikan agama tauhid karena beliau mengemukakan kesalahan agama mereka Walaupun dalam kenyataannya Ibrahim as ditentang oleh kaumnya yang masih menyembah berhala namun beliau tidak takut dengan berhala-berhala yang disembah kaumnya karena berhala tersebut tidaklah mendatangkan manfaat dan mudarat sedikit pun kepada Nabi Ibrahim as seperti yang dijelaskan pada ayat 80-81. 56 Dan pada ayat 82 dijelaskan bahwasanya Allah memberikan penjelasan kepada siapakah yang berhak mendapatkan keamanan, apakah orang-orang musyrik atau orang-orang yang beriman? Maka jawabanya ialah orang-orang yang tidak memcampuradukan keimanan mereka dengan syirik. Selanjutnya pada ayat 83 merupakan penjelasan dari ayat sebelumnya bahwa hujjah yang diberikan Allah kepada Nabi Ibrahim as untuk menghadapi kaumnya agar kembali kepada kebenaran. Dan janji Allah kepada manusia siapa yang berusaha untuk berubah menjadi lebih baik maka Allah akan meninggikan derajat mereka yang dikehendaki-Nya. Dan seperti halnya Nabi Ishak, Ya‟qub, Nuh, Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun yang ditinggikan derajatnya seperti yang dijelaskan pada ayat 84, semua itu merupakan keturunan-keturunan Nabi Ibrahim as yang saleh (Depag, 2009:165-170). BAB IV PEMBAHASAN A. Analisis Pendidikan Tauhid Telaah Kisah Ibrahim as dalam Surat AlAn’am ayat 74-83 Pendidikan keimanan dalam Al-Qur‟an merupakan salah satu ruang lingkup dan poros pendidikan Islam, yang membawa individu untuk merealisasikan taqwa dalam diri seseorang, sebagai tujuan utama pendidikan Islam. Berkaitan dengan hal tersebut (Majid, 2014:4) menyatakan pendidikan tauhid adalah seluruh kegiatan umat manusia di bidang pendidikan yang menempatkan Allah sebagai sumbernya, karena Dia adalah Tuhan Rabb al„Alamin. Pendidikan keimanan itu sendiri mencakup seluruh kewajiban yang menetapkan bagi seorang hamba untuk beriman kepada Allah, malaikatmalaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir serta qada‟ dan qadar. Seorang yang beriman senantiasa akan hidup dalam keselamatan beserta Tuhannya, dirinya, dan semua makhluk Allah, dia akan hidup pula berdasarkan petunjuk dari Allah sebagaimana datang dalam kitab-kitab-Nya, mendapatkan petunjuk dalam hidupnya di dunia dan ridho atas hukum Allah dan kekuasaan-Nya, baik atau buruk, bahagia di akhirat dengan surga seluas langit dan bumi (Hafidz, 2009:81). 57 58 Pada pembahasan ini penulis akan memaparkan analisis pendidikan tauhid sesuai pada ayat-ayat yang dikaji yaitu, pada surat Al-An‟am ayat 7483 sebagai berikut: Apabila kita merujuk pada surat Al-An‟am ayat 74, diungkapkan percakapan antara Nabi Ibrahim as dengan bapaknya Azar. Beliau menegaskan bahwasanya dirinya telah melihat bapaknya dan kaumnya terjerumus ke dalam kesesatan yang nyata, jauh menyimpang dari jalan lurus. Nabi Ibrahim as menegur dan meluruskan mereka serta mengajak untuk tidak menyekutukan Allah dengan berhala-berhala yang mereka sembah. Jika Allah tidak menunjukkan kepada Nabi Ibrahim as arahan atau bimbingan-Nya agar ia mendekati kebenaran, maka ia bersama bapak dan kaumnya terus melakukan perbuatan syirik. Oleh karena itu, Allah membimbing Nabi Ibrahim as agar mencari kebenaran dengan melihat tandatanda kekuasaan Allah yang telah diperlihatkan kepada beliau di langit dan di bumi. Sama seperti layaknya pendidikan, pendidikan haruslah dimunculkan, ditunjukkan dan disebarluaskan, sehingga manusia dapat mengetahui sesuatu yang benar dan yang salah. Dari pendidikan itulah, mereka dapat menentukan jalan manakah yang akan mereka tempuh untuk menuju kehidupan yang layak didunia dan diakhirat. Pada ayat selanjutnya, ia berkata kepada kaumnya mengenai keraguannya pada benda-benda yang dijadikan kaumnya sebagai tuhan. Keraguan tersebut di ungkapkan dan dijelaskan dengan argument yang kuat. 59 Keraguan Nabi Ibrahim as di mulai dengan pencariannya dengan konsep Tuhan pada benda-benda yang ada di langit, yaitu pertama pada bintang yang tergambar pada ayat 76-78 “ dia melihat pada bintang, bulan dan matahari”. Pencariannya akan Tuhan adalah bentuk proses pencarian kebenaran juga sekaligus sebagai pendidikan pada dirinya sendiri beserta kaumnya. Selanjutnya pada ayat 79, Nabi Ibrahim as berkata “Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar” ini merupakan pembenaran yang dilakukan beliau kepada kaumnya. Setelah Nabi Ibrahim as menolak untuk tidak menyekutukan Allah dengan apa yang disembah oleh kaumnya, maka ia meluruskan apa yang salah dengan menunjukkan kebenaran atau jalan yang lurus. Kedua hal inilah hujjah (argument yang kuat) yang dimaksudkan pada ayat 83 yang diberikan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim as untuk digunakan sebagai tameng untuk menhadapi kaumnya. Pada ayat 80-81 merupakan penjelasan perbebatan antara Nabi Ibrahim as dengan kaumnya. Beliau dengan tegas dan berani menunjukkan perlawanan kepada kaumnya atas perbuatan syirik. Seluruh apa yang disampaikan beliau merupakan bimbingan dan pelurusan dari perbuatan mereka yang salah agar menjadi lurus atau benar. Perlawanan Nabi Ibrahim as pada kesyirikan juga merupakan bagian dari pendidikan tauhid. Dan hal ini dapat dijadikan sebagai suri tauladan yang baik bagi orang tua dan guru dalam proses pendidikan pada zaman ini. 60 Bila kita bandingan pendidikan tauhid yang terdahulu dengan pendidikan sekarang, maka kita akan mendapatkan perbedaan pada objek pelaksanaan pendidikan tauhid. Pendidikan tauhid Nabi Ibrahim as diperuntukkan kepada kaumnya secara turun-temurun yang menyembah berhala. Hal ini menunjukkan bahwa yang beliau didik adalah orang yang awam tauhidnya. Sedangkan pendidikan tauhid pada zaman sekarang, lebih condong diperuntukkan kepada kaum muslimin yang sejak kecil telah mengenyam pendidikan tauhid di keluarganya. Karena pendidikan tauhidnya belum sempurna dan bahkan sering kali menyimpang dari ajaran Islam, maka perlu adanya bimbingan dan arahan agar sempurna pendidikan tauhidnya. Misalkan, seseorang yang telah beriman dan percaya kepada Allah SWT masih juga mempercayai bahwasanya pohon beringin didepan rumahnya memiliki kekuatan. Pada dasarnya pendidikan tauhid tidaklah diperuntukkan kepada kaum muslimin saja, karena sejatinya pendidikan tauhid itu di berikan kepada manusia di muka bumi ini yang telah menyimpang dari fitrah bertauhid dan bagi yang telah bertauhid agar ketauhid-annya lebih sempurna. Disamping terdapat perbedaan pada objek pendidikan, juga terdapat subjek pendidikan. Pada umumnya pendidikan itu disampaikan oleh orang yang lebih tua, dan lebih berpengalaman serta banyak ilmunya dari pada yang didiknya (objek). Namun dalam kisah ini, justru Nabi Ibrahim as lah yang menyampaikan pendidikan tauhid kepada ayahnya. Meskipun demikian Nabi 61 Ibrahim as lebih banyak pengetahuannya dibandingkan dengan ayahnya, karena beliau mendapatkan petunjuk dari Allah. Sekarang ini, sering kita jumpai pendidikan tauhid hanya ada di tempat-tempat tertentu saja, seperti madrasah dan majelis (pengajian) saja. Bahkan pada umunya para orang tua pun menyerahkan sepenuhnya anak mereka kepada lembaga pendidikan untuk di didik pendidikan tauhidnya serta tanggung jawab guru akan kemurnian aqidah anak tersebut. Dari kisah Nabi Ibrahim as inilah, telah menginspirasi kita agar pendidikan tauhid dapat dilakukan dimana saja (tidak terbatas tempat), diberikan kepada siapa saja (tidak terbatas umur itu tua atau muda dan agama). Setiap manusia mempunyai tanggung jawab akan meyeru dan mengamalkan pendidikan tauhid kepada dirinya sendiri dan orang lain. B. Implementasi Pendidikan Tauhid dalam Pendidikan Islam Setelah penulis membahas analisis pendidikan tauhid telaah kisah nabi Ibrahim as dalam surat Al-An‟am ayat 74-83, maka penulis akan menyajikan implementasi pendidikan tauhid dalam pendidikan Islam, yaitu sebagai berikut: 1. Pendapat pentingnya Pendidikan Tauhid Dalam kisah Nabi Ibrahim as ini, beliau mengajak kaumnya untuk mengamalkan tauhid dan meninggalkan segala bentuk penyembahan yang menyekutukan Allah, agar mendapatkan petunjuk dan perlindungan Allah. Maka Nabi Ibrahim as diutus oleh Allah 62 untuk mengajarkan pendidikan tauhid kepada kaumnya yang telah berbuat syirik. Apabila kita melihat kisah di atas, maka terlihat perbedaan antara pendapat pendidikan tauhid pada zaman terdahulu dengan yang sekarang. Pendapat yang terdahulu untuk menunjukkan umat manusia dalam mengawali hidup keberagamaannya. Dan berbeda dengan sekarang, pendidikan tauhid berorientasi meluruskan kembali pemahaman manusia akan makna tauhid yang sebenarnya. Karena pendidikan tauhid itu sendiri pun merupakan landasan dari ajaran Islam. Lembaga pendidikan yang pertama ialah di dalam keluarga sebelum halnya anak didik di bimbing di lembaga formal terlebih dahulu ia di didik di keluarga dengan penanaman nilai-nilai tauhid oleh kedua orang tuanya melalui pengajaran baca tulis AlQur‟an, melaksankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Selain itu ia juga mendapatkan pengajaran di lembaga formal seperti sekolahan, disana anak didik di bimbingan untuk pembiasaan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai ketauhidan dan sesuai ajaran Islam. Di masyarakat pun juga seperti halnya tersebut, melalui pengajaran di TPQ atau majelis-majelis yang ada di lingkungan tempat tinggal anak tersebut. 63 2. Tujuan Terdapat tiga tujuan pendidikan tauhid yang ditemukan penulis dalam ayat-ayat tersebut, pada ayat 75 yaitu berbunyi agar Dia termasuk orang yang yakin, kemudian pada ayat 82 mereka itulah yang akan mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang akan mendapat petunjuk, dan terakhir pada ayat 83 yang berbunyi Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Tiga tujuan pendidikan tauhid tersebut ialah: agar termasuk orang yang yakin, agar mendapatkan keamanan dan petunjuk, serta agar mendapatkan derajat. Yang pertama, untuk mendapatkan keyakinan akan keesaan Allah terlebih dulu manusia mengenal dan mengetahui siapa Tuhannya dengan melalui penglihatan dan perenungan atas ciptaanNya di alam semesta ini. Maka pendidikan tauhid ini bertujuan untuk mengantarkan manusia yang tidak percaya akan adanya Tuhan akan menjadi percaya dan bagi manusia yang percaya maka, akan bertambah pula keyakinannya terhadap Allah SWT. Kedua, apabila manusia tidak memperoleh ketenangan batin dalam dirinya dan petunjuk, ia akan selalu memiliki rasa khawatir dan ketakutan. Dengan demikian ia akan berperilaku menyimpang dari ajaran Islam karena ia tidak memiliki arah tujuan kehidupannya. Disinilah pendidikan tauhid mengantarkan manusia untuk selalu 64 bertawakal kepada Allah SWT dan menyerahkan segala sesuatunya hanya kepada Allah, sehingga ia ikhlas dalam menjalani apa yang ia kerjakan. Dengan keikhlasan maka manusia itu akan mendapatkan ketenangan dalam batinya karena di dalam hatinya memiliki Allah SWT. Ketiga, setelah manusia mendapatkan keyakinan akan keesan Allah ia mendapatkan petunjuk dan rasa aman dalam dirinya karena hatinya telah terarah dan memiliki Allah, maka ia akan ditinggikan derajatnya. Yang sebelumnya ia tidak memiliki derajat maka ia akan mendapatkan derajat karena usahanya sendiri. Pendidikan tauhid merupakan landasan dari pendidikan agama Islam yang memiliki tujuan agar pendidikan Islam tersebut memenuhi kebutuhan hidup manusia berdasarkan nilai-nilai ketauhidan. Sehingga manusia dapat menjalin hubungan yang baik antara dirinya sendiri, Allah SWT serta sesame manusia dalam kehidupan seharihari. 3. Metode Dalam ayat 74 terdapat metode peneguran dan arahan yang baik terhadap kekeliruan bapak dan kaumnya dalam menyembah berhala. Dan dalam hal ini, perlu adanya pembenaran agar tidak selamanya kesalahan itu diperbuat. 65 Selanjutnya (perumpamaan) pada yang ayat 76-78 terdapat menyebutkan Nabi metode Ibrahim as amtsal dalam menggunakan benda-benda langit dalam perumpamaannya untuk menjelaskan keesaan Allah SWT. Beliau mengajarkan pendidikan tauhid ini dengan sendirinya yang ia mulai dari proses mencari, memperhatikan, menerungkan dan hasilnya beliau menemukan jawaban apa yang ia cari. Itu semua agar kaumnya meniru apa yang telah di contohkan oleh Nabi Ibrahim as . Pada awalnya Nabi Ibrahim as menyamakan dirinya sama dengan kaumnya yang menyembah benda-benda langit, seolah-olah ia juga menyembah benda-benda sebagai Tuhan. Ini bertujuan untuk memudahkan ia menyangkal hujjah kaumnya. Pada umunya manusia hanyalah percaya kepada orang yang sepemahaman dan sepemikiran dengan mereka. Maka dengan cara inilah Nabi Ibrahim as berdakwah untuk membangun fitrah manusia dan menggerakan akal pikiran mereka. Pada ayat 80 terdapat metode dialog dan diskusi yaitu perdebatan anatara Nabi Ibrahim as dengan kaumnya yang samasama berargumen untuk menegakkan hujjah mereka dalam percaya kepada Allah SWT. Dan yang terakhir pada ayat 81, dijelaskan seolah-olah Nabi Ibrahim as telah mengancam kaumnya yang telah berbuat syirik 66 terhadap Allah SWT. Metode ini ialah targhib wa tarhib yaitu metode dengan mengancam kepada kaumnya yang telah berbuat syirik dan akan mendapatkan hukuman atas apa yang mereka perbuat. Dalam pendidikan sekarang metode hukuman ini diberikan kepada peserta didik yang berbuat salah agar jera dirinya dan tidak mengulangi perbuatan yang salah tersebut. Pada dasarnya semua metode yang digunakan Nabi Ibrahim as ini sesuia dengan apa yang diperintahkan Allah SWT pada firmanNya dalam surat An-Nahl ayat 125: 125. Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Pada pembahasan ini penulis akan menarik kesimpulan mengenai analisis pendidikan tauhid sesuai pada ayat-ayat yang dikaji yaitu, pada surat Al-An‟am ayat 74-83 sebagai berikut: a. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan tauhid merupakan sistem pendidikan yang berusaha menumbuhkan dan menuntun peserta didik untuk memiliki keyakinan dan kepercayaan dalam hati setiap individual untuk beriman kepada Allah SWT. b. Pentingnya pendidikan tauhid, agar di dalam jiwa manusia sejak kecil tertanam nilai-nilai tauhid dan menjadi landasan dalam kehidupan sehari-hari. c. Terdapat tiga tujuan pendidikan tauhid yang ditemukan penulis dalam ayat-ayat tersebut, pada ayat 75 yaitu berbunyi agar Dia termasuk orang yang yakin, kemudian pada ayat 82 mereka itulah yang akan mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang akan mendapat petunjuk, dan terakhir pada ayat 83 yang berbunyi Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Tiga tujuan 67 68 pendidikan tauhid tersebut ialah: agar termasuk orang yang yakin, agar mendapatkan keamanan dan petunjuk, serta agar mendapatkan derajat. d. Beberapa metode yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as dalam kisah ini adalah sebagai berikut: menegur, mengarahkan, mencari sendiri, berdialog dan berdiskusi serta mengancam. Semua metode tersebut di terapkan dengan berani dan tegas. B. Saran Pendidikan Islam yang pada dasarnya sebagai wahana penanaman pendidikan tauhid kepada manusia harus sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Sehingga peserta didik dapat memperoleh keimanan yang kuat sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari dan juga menjadi pribadi yang selalu taqwa kepada Allah SWT. Dari penelitian ini, penulis menyarankan sebagai berikut: 1. Untuk pendidik Bagi pendidik dalam proses kegiatan belajar mengajar hendaknya tidak hanya mentransfer ilmu tetapi juga disertai usaha sungguh-sungguh untuk mengoptimalkan penanaman pendidikan tauhid kepada peserta didik agar agar tercapai tujuan pendidikan. 2. Untuk lembaga pendidikan Lembaga pendidikan sebagai fasilitas dimana terdapat interaksi antara pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Sebuah lembaga pendidikan harus menafsirkan tujuan utama pendidikan yaitu untuk 69 mengembangkan dan menanamkan pendidikan tauhid kepada peserta didik. Sehingga peserta didik memiliki keimanan yang kuat untuk dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. 3. Untuk penulis Bahwa hasil dari analisis tentang pengembangan potensi manusia melalui pendidikan Islam dalam Q.S. Al-An‟am 7: 74-83 ini masih banyak kekurangannya, maka dari itu diharapkan ada peneliti baru yang mengkaji ulang dari hasil penulisan ini. DAFTAR PUSTAKA Ali, Mohammad Daud. 2008. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Al-maraghi, Ahmad Mushthafa. 1992. Terjemah Tafsir Al-MAraghi JUz VII. Semarang: Toha Putra Semarang. Al-Qarni, „Aidh. 2008. Tafsir Muyassar. Jakarta: Qisthi Press. Arifin, M. 2014. Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: PT Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta. Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2000. Tafsir Al-Qur‟anul Majid AnNuur Juz 7. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra. Assegaf, Abd. Rachman. 2014. Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif – Interkonektif. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Budiharjdo. 2012. Pembahasan Ilmu-ilmu Al-Qur‟an. Yogyakarta: LOKUS. Dahlan, Abd. Rahman. 1997. Kaidah-kaidah Penafsiran Al-Qur‟an. Bandung : Mizan. Darajat, Zakiah. 1995. Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah. Bandung: Ruhama Daulay, Haidar Putra. 2004. Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta: Kencana. Departemen Agama Republik Indonesia. 1965. Al Qur‟an dan Terjemahannya. Jakarta: Jamunu. Departemen Agama Republik Indonesia. 1986. Al-Qur‟an dan Tafsirnya. Jakarta:PT. PERTJA. Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 70 71 Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI. 2006. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI: Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI. Hamdani, M. 2001. Pendidikan Ketuhanan dalam Islam. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Harahap, Sahrin. 2000. Metodologi Studi dan penelitian Ilmu-ilmu Ushuluddin. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Langeveld, M.J. 1976. Paedagogik: Teoritis-Sistematis. Jakarta: IST. Majid, Abd. 2014. Pendidikan Berbasis Ketuhanan: Membangun Manusia Berkarakter. Bogor: Ghalia Indonesia. Marimba, Ahmad D. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT. Al-Ma‟arif. Mujtahid. 2011. Reformasi Pendidikan Islam. Malang: UIN-Maliki Press. Poerwadarminta. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Purwanto, Ngalim. 2004. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Qardhawi, Yusuf. 1992. Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan. Terjemahan oleh Abd. Rahim Haris, Surabaya: Pustaka Progressif. Rosidin, Dedeng. Akar-akar pendidikan dalam Al-Qur‟an dan Al-Hadits, Bandung: Pustaka Umat, 2003. Shihab, Muhammad Quraish. 1996. Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan. 1996. Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu‟I atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan. 2014. Lentera Al-Qur‟an : Kisah dan Hikmah Kehidupan. Bandung: Mizan. Yunus, Mahmud. 2010. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: PT Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah. Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 72 73 74 75 76 77