(telaah kisah ibrahim as qs al-an`am 7 :74-83) skripsi

advertisement
PENDIDIKAN TAUHID
(TELAAH KISAH IBRAHIM AS Q.S. AL-AN’AM 7 :74-83)
SKRIPSI
Disusun Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd)
Oleh:
ALFRIDA DYAH SEPTIYANI
NIM: 111-13-131
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
i
ii
iii
iv
v
MOTTO
            
    
160. Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh
kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka dia
tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang
mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).
(Surat Al-An‟am 7:160)
vi
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah dengan izin Allah SWT skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik. Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1.
Ayah dan Ibuku tercinta yang senantiasa mencurahkan kasih sayang,
mendidik dari kecil sampai sekarang, dan doa restunya yang tidak pernah
putus serta naihat-nasihatnya.
2.
Keluarga besarku yang senantiasa memberikan semangat dan nasihat-nasihat
dalam meraih kesuksesan di dunia maupun di akhirat.
3.
Seluruh sahabatku yang telah memberikan goresan warna di setiap langkahku
serta terimakasih atas motivasi dan kebersamaan kita selama ini karena kalian
telah mengajarkanku bagaimana menjadi teman yang sesungguhnya dan
menghargai indahnya persahabatan.
4.
Teman-teman PAI angkatan 2013 senasib seperjuangan yang telah
memberikan kenangan-kenangan indah dalam kebersamaan kita selama ini.
5.
Teman-teman PPL SMP N 3 Salatiga dan KKN 2017 yang telah
mengajarkanku bagaimana menjalin kebersamaan dengan penuh tanggung
jawab.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan banyak rahmat dan hidayah-Nya, sehingga bisa menikmati indahnya
Islam di dunia ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan pada junjungan Nabi
Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan
hingga zaman yang terang benderang dan yang selalu dinantikan syafaatnya di
hari kiamat kelak. Segala syukur penulis panjatkan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “PENDIDIKAN TAUHID
(TELAAH KISAH IBRAHIM AS Q.S. AL-AN’AM 7: 74-83)”.
Alhamdulillah proses perjuangan dalam penyusunan skripsi ini telah
penulis lalui dengan baik. Tidak aka penggambaran lain yang dapat penulis
utarakan selain ucapan syukur yang tiada tara kepada Allah SWT kArena hanya
atas ridho dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan ikhlas
kepada:
1.
Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga bapak Dr. Rahmat
Hariyadi, M.Pd.
2.
Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Bapak Suwardi, M.Pd.
3.
Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Ibu Siti Rukhayati, M.Ag.
4.
Dosen pembimbing Bapak Muh. Hafidz, M.Ag. atas bimbingan, arahan dan
motivasi yang diberikan.
viii
ix
ABSTRAK
Septiyani, Alfrida Dyah. 2017. Pendidikan Tauhid Telaah Kisah Ibrahim as Q.S.
Al-An‟am 7: 74-83. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga. Pembimbing: Muh. Hafidz, M.Ag.
Kata kunci: Pendidikan Tauhid
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendidikan tauhid dalam Surat
Al-An‟am ayat 74-83. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini
adalah: 1) Bagaimana pendidikan tauhid berdasarkan telaah surat Al-An‟am ayat
74-83. 2) Implementasi pendidikan tauhid dalam pendidikan Islam.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research), yaitu studi
kepustakaan yang mengadakan penelitian dengan cara mempelajari dan membaca
literatur-literatur yang ada hubungannya dengan permasalahan yang menjadi
objek penelitian. Sumber data yang digunakan berasal dari data primer dan data
sekunder. Penelitian ini menggunakan metode tahlili, yaitu metode tafsir yang
menjelaskan ayat-ayat Al-Qur‟an dari seluruh aspeknya dan mengungkapkan
maksud-maksudnya secara terinci sesuai urutan ayat dan surat, mengemukakan
arti kosa kata yang diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat.
Adapun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: a. pendidikan tauhid
merupakan sistem pendidikan yang berusaha menumbuhkan dan menuntun
peserta didik untuk memiliki keyakinan dan kepercayaan dalam hati setiap
individual untuk beriman kepada Allah SWT. b. Pentingnya pendidikan tauhid,
agar di dalam jiwa manusia sejak kecil tertanam nilai-nilai tauhid dan menjadi
landasan dalam kehidupan sehari-hari. c. Terdapat tiga tujuan pendidikan tauhid
yang ditemukan penulis dalam ayat-ayat tersebut, pada ayat 75 yaitu berbunyi
agar Dia termasuk orang yang yakin, kemudian pada ayat 82 mereka itulah yang
akan mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang akan
mendapat petunjuk, dan terakhir pada ayat 83 yang berbunyi Kami tinggikan
siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Tiga tujuan pendidikan tauhid
tersebut ialah: agar termasuk orang yang yakin, agar mendapatkan keamanan dan
petunjuk, serta agar mendapatkan derajat. d. Beberapa metode yang dilakukan
oleh Nabi Ibrahim as dalam kisah ini adalah sebagai berikut: menegur,
mengarahkan, mencari sendiri, berdialog dan berdiskusi serta mengancam. Semua
metode
tersebut
di
terapkan
dengan
berani
dan
tegas.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN BERLOGO ............................................................................... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ............................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................................... v
MOTTO ......................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ......................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................viii
ABSTRAK .................................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………..xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 6
D. Penegasan Istilah ............................................................................. 6
E. Manfaat Penelitian .......................................................................... 9
F. Metode Penelitian
.......................................................................... 9
G. Sistematika Penulisan Skripsi .......................................................... 11
xi
BAB II DESKRIPSI QS AL-AN‟AM 7: 74-83
A. Redaksi Ayat dan Terjemahan Qs Al-An‟am 7: 74-83
.................. 13
B. Makna Mufrodat ............................................................................... 16
C. Isi Kandungan Qs Al-An‟am 7: 74-83
......................................... 26
BAB III ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH QS AL-AN‟AM 7: 74-83
A. Pengertian Asbãbun Nūzul ................................................................ 41
B. Asbabun Nuzul Surat Al-An‟am Ayat 74-83………………………. 41
C. Pengertian Munasabah……………………………………………… 42
D. Munasabah Surat Al-Baqarah dengan Surat Sebelum dan
Sesudahnya ...................................................................................... 42
E. Munasabah Surat Al-An‟am ayat 74-83 dengan Ayat Sebelum dan
Sesudahnya ...................................................................................... 53
BAB IV PENDIDIKAN TAUHID TELAAH KISAH IBRAHIM AS DALAM
SURAT AL-AN‟AM 7: 74-83
A. Analisis Pendidikan Tauhid Telaah Kisah Ibrahim As berdasarkan Qs
Al-An‟am……………………………….. ......................................... 56
B. Implementasi Pendidikan Tauhid dalam Pendidikan Islam ............... 61
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 67
B. Saran ................................................................................................ 69
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar SKK
2. Nota Pembimbing Skripsi
3. Lembar Konsultasi
4. Daftra Riwayat Hidup
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan manusia untuk
mengembangkan potensi manusia lain atau memindahkan nilai dan norma yang
dimilikinya kepada orang lain dalam masyarakat (Ali, 2008:180). Merujuk pada
pengertian
pendidikan
di
atas
bahwa
setiap
manusia
berhak
untuk
mengembangkan potensi dan mendidik orang lain agar dapat menyalurkan bakat
dan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Selain itu, juga memiliki
kemandirian dalam bersikap dan bertindak sehingga anak tersebut mempunyai
rasa tanggung jawab atas dirinya sendiri.
Langeveld (1976:18) mendenifisikan pendidikan sebagai setiap pergaulan
yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak dalam suatu keadaan dimana
pekerjaan mendidik itu berlangsung.
Sedangkan menurut Marimba (1989:19) pendidikan adalah bimbingan
atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan
rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Menurut Daulay (2004:153) pendidikan Islam adalah pendidikan yang
bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh
potensi manusia baik yang berbentuk jasmani dan rohani, serta menumbuhkan
hubungan yang harmonis setiap individu dengan Allah SWT, manusia lain, dan
alam semesta.
1
2
Pendidikan Islam sebagai alat untuk proses penyampaian informasi dalam
rangka pembentukan insan yang beriman dan takwa agar manusia menyadari
kedudukan, tugas dan fungsinya di dunia ini baik sebagai abdi maupun sebagai
khalifah-Nya di bumi. Agar selalu takwa dalam memelihara hubungannya
dengan Allah, dirinya sendiri, masyarakat dan alam sekitarnya (Ali, 2008:181).
Arifin (2014:22) mengemukakan pendidikan Islam juga berorientasi
untuk mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta mengembangan fitrah
(kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal
pertumbuhan dan perkembangannya. Karena, agama Islam merupakan way of
life yang menjamin kebahagiaan hidup pemeluknya di dunia dan di akhirat
(Shihab, 1996:33).
Agama Islam sebagai suatu konsep kehidupan yang mempunyai landasan
yang khas dan spesifik dibandingkan dengan agama lainnya. Karena komponen
utama agama Islam yaitu akidah, syari‟ah dan akhlak yang kemudian
dikembangkan oleh manusia dengan akal pikiran mereka yang didorong dengan
ilmu pengetahuan. Selain itu, Islam adalah agama yang monoteis (tauhid).
Maksudnya agama yang hanya menyembah satu Tuhan, yaitu Tuhan Yang Maha
Esa.
Al-Qur‟an diyakini sebagai firman-firman Allah SWT yang berisikan
petunjuk mengenai apa yang dikehendaki-Nya. Dalam memahami maksud
firman-firman Allah SWT sesuai dengan kemampuan manusia itulah yang
disebut tafsir (Shihab, 1996:152).
3
Salah satu kandungan ayat-ayat di dalam Al-Qur‟an berkisar tentang
tauhid. Dengan kesaksian ayat-ayat Al-Qur‟an dakwah terhadap tauhid dimulai
sejak diutusnya Nabi Adam as sampai Nabi Muhammad saw. yang mengajak
manusia pada pengesaan Allah SWT dengan mengucapkan kalimat “La ilaha illal
lah”; Tiada Tuhan melainkan Allah. Sebagaimana firman-Nya dalam surat AlAnbiyaa‟ ayat 25:
               
25. Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan
kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan
aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku".
Setiap kali terjadi kesyirikan pada manusia, Allah utus seorang Nabi
untuk mengembalikan manusia tersebut kepada tauhid dan beriman kepada-Nya,
dan mengikuti ajaran agama yang dibawa utusan Allah itu.
Tauhid merupakan inti ajaran agama Islam yang dijadikan sebagai dasar
bagi pembentukan karakter, serta pengembangan kepribadian manusia.
Pendidikan tauhid adalah seluruh kegiatan umat manusia di bidang pendidikan
yang menempatkan Allah sebagai sumbernya, karena Dia adalah Tuhan Rabb al„Alamin (Majid, 2014:4).
4
Selain itu tauhid juga berguna bagi kesehatan mental dan kebahagiaan
hidup. Karena tauhid itu sendiri memupuk dan mengembangkan fungsi-fungsi
jiwa dan memelihara keseimbangannya serta menjamin ketentraman batin
(Darajat, 1995:9).
Menurut Dahlan (1997:212) bidang tauhid yang menekankan sisi keesaan
Allah dengan semurni-murninya dan sebenar-benarnya, disebut dengan istilah
tauhid al-„uluhiyah. Dalam pengertian ini, Tuhan adalah predikat kepada Zat
yang wajib diyakini dan diimani oleh semua manusia. Adapun bidang tauhid
yang menekankan sisi kewajiban seorang hamba untuk senantiasa menunjukkan
pengakuan kehambaannya kepada Tuhan, disebut dengan tauhid al-„ubudiyyah.
Untuk memenuhi pengertian tauhid ini seorang hamba dituntut menunjukkan
keikhlasan dan kemurnian pengabdiannya semata-mata kepada Allah SWT.
Tauhid mempunyai peran yang besar terhadap kehidupan manusia, karena
dengan tauhidlah manusia dapat memahami arti dan tujuan hidup mereka.
Marlilah kita lihat secara seksama di lingkungan sekitar kita banyak manusia
yang hidup dengan tujuan yang tidak jelas, mereka bekerja siang-malam hanya
untuk mengumpulkan harta harta yang banyak. Harta bagi mereka ibarat tuhan
yang selalu diagungkan dan di nomer satukan.
Salah satu Nabi dan Rasul utusan Allah SWT yang mendapatkan amanah
dalam mengembangkan risalah Allah tersebut ialah Nabi Ibrahim as. Metode
yang dipakai Nabi Ibrahim as diabadikan didalam Al-Qur‟an yang sekaligus
sebagai simbol kepada manusia yang hidup dan hadir pada zaman ini, bahwa cara
5
yang dilakukan Nabi mulia tersebut perlu dikaji secara mendalam. Menurut tafsir
Al-Misbah kandungan surat Al-An‟am ayat 74-83 merupakan ayat-ayat yang
menuntun Nabi Muhammad saw dan umat Islam. Bagaimana bersikap terhadap
orang-orang musyrik yang mempersekutukan Allah SWT seperti dicontohkan
oleh pengalaman Nabi Ibrahim as ketika menghadapi persoalan yang sama agar
dapat diteladani (Shihab, 2001:154). Dan di jelaskan pula bahwasannya Nabi
Ibrahim as menemukan dan membina keyakinannya beserta kaumnya melalui
pencaharian dan pengalaman-pengalaman keruhanian yang dilaluinya dan hal ini
secara Qur‟ani terbukti bahwa beliau menemukan keesaan Allah SWT melalui
alam semesta (Shihab,1996:21). Sebagaimana yang diuraikan dalam surat AlAn‟am ayat 75:
      
  
75.Dan Demikianlah kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda
keagungan
(Kami
yang
terdapat)
di
langit
dan
bumi
dan
(Kami
memperlihatkannya) agar dia termasuk orang yang yakin.
Dalam menyikapi semua keraguan itu, kita dapat mengatasinya dengan
mendalami pemahaman tentang agama yang kita anut. Berdasarkan uraian
tersebut, penulis akan mendeskripsikan dan menganalisa bagaimana pendidikan
tauhid melalui pendidikan yang akan penulis kemas dalam judul penelitian yaitu
6
“Pendidikan Tauhid (Telaah Kisah Nabi Ibrahim as Berdasarkan Q.S. Al-An‟am
7: 74-83).”
B. Rumusan Masalah
Mengacu latar belakang di atas, maka permasalahan yang dibahas adalah :
1. Bagaimana pendidikan tauhid dalam kisah Ibrahim as berdasarkan Surat AlAn‟am ayat 74-83?
2. Bagaimana implementasi pendidikan tauhid dalam pendidikan Islam?
C. Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengetahui pendidikan tauhid telaah cerita Ibrahim dalam Surat AlAn‟am ayat 74-83.
2.
Untuk mengetahui deskripsi tentang implementasi pendidikan tauhid dalam
pendidikan Islam.
D. Penegasan Istilah
1. Pendidikan Tauhid
Pendidikan dalam wacana keislaman popular dengan istilah tarbiyah.
Tarbiyah berasal dari kata ‫ جَرْ تِيَة‬- ْ‫ يَرْ تُى‬-‫ َرتَا‬yang memiliki makna bertambah,
tumbuh (Yunus, 2010:137). Artinya, pendidikan adalah usaha untuk
menumbuhkan dan mendewasakan peserta didik, baik secara fisik, psikis,
sosial maupun spiritual. (Mujtahid, 2011:3).
Secara etimologi pendidikan berasal dari kata didik; mendidik, yang
berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak
7
dan kecerdasan pikiran. Pendidikan adalah perbuatan (hal, cara, dsb) mendidik
(Poerwadarminta, 1982:250).
Sedangkan secara terminologi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2007:263) pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan.
Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara (Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI,
2006:5).
Purwanto (2004:10) berpendapat bahwa pendidikan ialah segala usaha
orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin
perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan.
Menurut Haris (1992: 27) tauhid menurut Islam ialah tauhid I‟tiqadiilmi (keyakinan teoritis) dan tauhid amali-suluki (tingkah laku praktis) atau
dengan istilah lain ialah dua ketauhidan yang tidak dapat dipisahkan antara
yang satu dengan yang lain: yaitu tauhid dan bentuk ma‟rifat (pengetahuan),
8
itsbãt (pernyataan), dan I‟tiqãd (keyakinan), qasd (tujuan) dan irãdah
(kehendak).
Secara
etimologi
tauhid
artinya
menyatukan,
menunggalkan,
mengesakan atau mengganggap satu (Hamdani, 2001:3).
Sedangkan, secara terminologi tauhid merupakan suatu prinsip
lengkap yang menembus seluruh dimensi serta mengatur seluruh aktivitas
makhluk (Shihab, 2014:69)
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan tauhid merupakan sistem
pendidikan yang berusaha menumbuhkan dan menuntun peserta didik untuk
memiliki keyakinan dan kepercayaan dalam hati setiap individual untuk
beriman kepada Allah SWT.
Al-Qur‟an Surat Al-An‟am 7:74-83
Secara etimologis, Al-Qur‟an berarti bacaan. Sedangkan secara
terminologi, Al-Qur‟an ialah kalam Allah SWT yang merupakan mu‟jizat
yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW, membacanya
adalah ibadah (Departemen Agama Rebublik Indonesia, 1965:23).
Surat Al-An‟am (binatang ternak) yang terdiri atas 165 ayat, termasuk
golongan surat Makkiyah, karena hampir seluruh ayat-ayatnya diturunkan di
Mekkah. Dinamakan Al-An‟am karena didalamnya disebut kata “An‟am”
dalam hubungan dengan adat istiadat kaum musyrikin, yang menurut mereka
binatang-binatang ternak itu dapat dipergunakan untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan mereka. Juga dalam surat ini disebutkan hukum-hukum yang
9
berkenaan dengan binatang ternak itu (Departemen Agama Republik
Indonesia, 1965:185).
E. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran terhadap wacana pendidikan
agama Islam tentang bagaiamana pendidikan tauhid sebagaimana yang
terkandung dalam Q.S. Al-An‟am 7:74-83.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi instansi pendidikan : Penelitian ini dapat menjadi rujukan tentang
bagaimana pendidikan tauhid telaah kisah Nabi Ibrahim as dalam Q.S.
Al-An‟am 7:74-83.
b. Bagi peneliti : Menambah wawasan serta sebagai bekal untuk menjadi
seorang pendidik.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk library research atau studi kepustakaan. Studi
kepustakaan yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode
pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan
penelitian (Zed, 2004:3).
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode dokumentasi.
Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
10
catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda,
dan sebagainya (Arikunto, 2010:274).
3. Sumber Data
Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan penulis, yaitu
sumber data primer dan sumber data sekunder.
a. Sumber data primer (primary research) ialah sumber data yang
bersumber langsung dengan subjek penelitian yang terdiri dari
Al-Qur‟an dan kitab-kitab tafsir Al-Qur‟an yang menjelaskan
surat Al-An‟am ayat 74-83, diantaranya:
1.
Al-Qur‟an dan Terjemahannya
2.
Tafsir Al-Maraghi
3.
Tafsir Al-Nur
4.
Tafsir Muyassar
5.
Tafsir Al-Misbah
b. Dan sumber data sekunder (Secondary Research), yaitu sumber
lain yang dijadikan sebagai sumber tambahan yang mendukung
penelitian ini. Yang terdiri dari, buku-buku yang membahas
mengenai tauhid, yaitu:
a) Membumikan Al-Qur‟an (Quraish Shihab)
b) Wawasan Al-Qur‟an (Quraish Shihab)
c) Dan lain sebagainya.
11
4. Metode Analisis Data
Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, langkah selanjutnya adalah
menganalisis data dengan menggunakan metode tahili. Metode tahili dapat
diartikan sebagai cara menjelaskan arti dan maksud ayat-ayat al-Qur‟an dari
sekian banyak seginya, dengan menjelaskan ayat demi ayat sesuai urutanurutannya di dalam mushhaf, melalui penafsiran kosa kata (ma‟an almufradat), penjelasan asbab al-nuzul (sebab-sebab turunya suatu ayat),
munasabat (keterkaitan ayat dengan ayat, surat dengan surat, dan seterusnya),
serta kandungan ayat tersebut, sesuai keahlian dan kecenderungan seorang
mufassir (Harahap, 2000: 17).
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam pembahasan penelitian, maka disusunlah
sistematika penulisan skripsi ini secara garis besar sebagai berikut :
Pada BAB I berisi Pendahuluan, bab ini akan mengemukakan tentang
latar belakang masalah, rumusan masalah,penegasan istilah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
Pada BAB II merupakan pemaparan hasil penelitian yang berupa
telaah terhadap Q.S. Al-An‟am 7:74-83 yang meliputi : deskripsi Q.S. AlAn‟am 5:74-83 yang disertai makna mufradat dan isi kandungan ayat tersebut.
Pada BAB III merupakan tafsir Q.S. Al-An‟am 7:74-83. Pada bab ini
peneliti akan menguraikan tentang tema penelitian yang meliputi munasabah
dan azbabun nuzul Q.S. Al-An‟am 7:74-83.
12
Pada BAB IV penulis lebih memfokuskan dalam inti pembahasan
yaitu menganalisis tentang Pendidikan Tauhid Telaah Kisah Nabi Ibrahim as
dalam Q.S. Al-An‟am 7:74-83.
Pada BAB V yaitu Penutup, Kesimpulan dan Saran. Pada bab ini
memuat kesimpulan penulis dari pembahasan skripsi ini, saran-saran dan
kalimat penutup yang sekiranya dianggap penting serta daftar pustaka.
BAB II
DESKRIPSI Q.S. AL-AN’AM 7 : 74-83
A. Redaksi Ayat dan Terjemahan Q.S. Al-An’am 7: 74-83
Dalam sub ini penulis akan menyajikan redaksi ayat surat Al-An‟am
yang menjadi obyek kajian penulis. Adapun redaksi ayat surat Al-An‟am beserta
terjemahannya disajikan dalam uraian berikut ini:
           
        
         
              
             
         
            
         
           
13
14
              
          
          
           
         
          
      
74.
Dan (Ingatlah) di waktu Ibrahim Berkata kepada bapaknya, Aazar,
"Pantaskah
kamu
menjadikan
berhala-berhala
sebagai
tuhan-tuhan?
Sesungguhnya Aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata."
75. Dan Demikianlah kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan
(Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar
dia termasuk orang yang yakin.
76. Ketika malam Telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata:
"Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak
suka kepada yang tenggelam."
15
77. Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku".
tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku
tidak memberi petunjuk kepadaku, Pastilah Aku termasuk orang yang sesat."
78. Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku,
Ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai
kaumku, Sesungguhnya Aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.
79. Sesungguhnya Aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan
langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan Aku
bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.
80.
Dan dia dibantah oleh kaumnya. dia berkata: "Apakah kamu hendak
membantah tentang Allah, padahal Sesungguhnya Allah Telah memberi
petunjuk kepadaku". dan Aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahansembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali di kala Tuhanku
menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. pengetahuan Tuhanku meliputi
segala sesuatu. Maka apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran
(daripadanya) ?"
81. Bagaimana Aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan
(dengan Allah), padahal kamu tidak mempersekutukan Allah dengan sembahansembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu untuk
mempersekutukanNya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih
berhak memperoleh keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui?
16
82. Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka
itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
83.
Dan Itulah hujjah kami yang kami berikan kepada Ibrahim untuk
menghadapi kaumnya. kami tinggikan siapa yang kami kehendaki beberapa
derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.
B. Makna Mufradat
Setelah penulis menyajikan redaksi ayat surat Al-An‟am yang menjadi
obyek kajian penulis, maka selanjutnya penulis menyajikan kosa kata yang
terdapat dalam surat Al-An‟am tersebut. Adapun kosa kata yang terdapat dalam
surat tersebut sebagai berikut:
1. Mufradat Ayat 74
ِٔ ‫ِِلَ ِت ْي‬
berasal dari kata dasar
‫ َواىِ ُد‬-‫ أَب‬-‫أَتُى‬
yang berarti bapak, ayah
(Yunus, 2010:32). Dalam ayat ini terdapat sindiran nabi Ibrahim as terhadap
bapaknya yang bernama Azar beserta kaumnya yang menjadikan berhalaberhala sebagai tuhannya (Al-Maraghi, 1992:289-290).
‫اَصْ َْا ًٍا‬
berasal dari kata
ٌَ َْ‫ص‬
َ ‫اى‬
yang berarti berhala (Yunus,
2010:222). Dalam ayat ini berhala-berhala itu yang dijadikan sebagai tuhan
oleh bapak dan kaumnya nabi Ibrahim as (Al-Maraghi, 1992:289).
َ‫ قَىْ ٍَل‬berasal dari kata ً ْ‫ قَى‬yang berarti kaum, orang banyak, sekawan
manusia (Yunus, 2010:361). Dalam ayat ini kaum atau pengikut ayah nabi
17
Ibrahim as yang sama-sama menyembah berhala dan dalam kesesatan yang
nyata dari jalan lurus (Al-Maraghi, 1992:290).
‫ضيَو‬
َ
berasal dari kata
‫ض َالىۃ‬
َ -‫ضالَه‬
َ -‫ضو‬
َ ‫اى‬
yang berarti sesat,
kesesatan (Yunus, 2010:230). Dalam ayat ini yang dimaksud sesat ialah kaum
nabi Ibrahim as yang menyembah berhala yang berada dalam kesesatan nyata
dari jalan Allah SWT (Al-Maraghi, 1992:290).
2. Mufradat Ayat 75
ُ ِ‫ يَ َْي‬- َ‫ ٍَيَل‬yang berarti
َ‫ ٍَيَ ُنىْ ت‬berasal dari kata ً‫ ٍَ َْيِ َنة‬-ً‫ ٍَيَ َنة‬-‫ ٍُ ْي ًنا‬-‫ ٍَيِ ًنا‬-‫ل‬
memiliki, mempunyai sesuatu (Yunus, 2010:428). Dalam ayat ini, malakût
dipahami dalam arti kekuasaan dan kepemilikan yang amat kukuh lagi
sempurna. Kepemilikan Allah terhadap langit dan bumi, yakni seluruh alam
raya, kekuasaan dan wewenang penuh dalam mengaturnya serta tidak dapat
dialihkan atau dicabut oleh pihak lain sebagaimana kepemilikan makhluk
(Shihab, 2009:509-510).
َِ‫اى َُىْ قِِْ ْي‬
berasal dari kata
ِْ‫يَقِي‬
yang berarti yakin, tidak syak, tidak
ragu (Yunus, 2010:509). Dalam ayat ini, nabi Ibrahim as supaya memperoleh
keyakinan yang kuat dalam iman atau kepercayaannya kepada Allah SWT
(Shihab, 2009:510-511).
18
3. Mufradat Ayat 76
‫َرتي‬
berasal dari kata
‫َرب‬
yang berarti Tuhan, tuan, yang punya
(Yunus,2010:136). Dalam ayat ini yang dimaksud Tuhan ialah sebuah bintang
yang dilihat nabi Ibrahim as (Al-Maraghi, 1992:292).
‫ أُ ِحة‬berasal dari kata ‫حُثا‬-‫يَ َحة‬-‫ َحة‬yang berarti mengasihi, mencintai
(Yunus, 2010:95). Dalam ayat ini nabi Ibrahim as tidaklah menyukai sesuatu
yang tenggelam (Al-Maraghi, 1992:292).
َِ‫ ِْلًفِيِ ْي‬berasal dari kata ً‫ أُفُىْ ِل‬-‫ يَؤْفِ ُو‬-‫ أَفَ َو‬yang berarti terbenam, lenyap
(Yunus, 2010:45). Dalam ayat ini, ketika bintang terbenam dan menghilang
nabi Ibrahim as mengatakan bahwa sesungguhnya beliau tidak suka apa yang
terbenam dan mengilang. Perkataan ini disampaikan karena orang yang sehat
fitrahnya tidak akan menyukai sesuatu yang hilang, dan tidak pula merasa
kesepian karena kehilangannya (Al-Maraghi, 1992:292).
4. Mufradat Ayat 77
‫از ًغا‬
ِ َ‫ت‬
berasal dari kata
‫ تُ ُس ًغا‬-‫ تَ ُس ًغا‬-‫ يَ ْث ُس ُغ‬-‫تَ َس َغ‬
yang berarti terbit
(Yunus, 2010:64). Dalam ayat ini, ketika pemulaan terbitnya bulan, nabi
Ibrahim as mengatakan bahwa bulan adalah tuhannya. Perkataan itu
disampaikannya ketika beliau melihat bulan pada malam berikutnya (AlMaraghi, 1992:293).
19
‫ًرت ِّي‬
‫َرب‬
berasal dari kata
yang berarti Tuhan, tuan, yang punya
(Yunus, 2010:136). Yang dimahsud Tuhan dalam ayat ini ialah sebuah bulan
yang dilihat nabi Ibrahim as pada malam berikutnya (Al-Maraghi, 1992: 293).
ًِ ْ‫ ْاىقَى‬berasal dari kata ً ْ‫ قَى‬yang berarti kaum, orang banyak, sekawan
manusia (Yunus, 2010:361). Dalam ayat ini, terdapat sindiran pada kaumnya
atas kesesatannya menyembah selain Allah Ta‟ala. Dan disinilah sindiran
meningkat karena hujjah lawan bicara telah terpojok dengan pembuktian
pertama, sehingga keyakinan mereka ternodai (Al-Maraghi, 1992:294).
5. Mufradat Ayat 78
ً‫از َغة‬
ِ َ‫ت‬
berasal dari kata
‫ تُ ُس ًغا‬-‫ تَ ُس ًغا‬-‫ يَ ْث ُس ُغ‬-‫تَ َس َغ‬
yang berarti terbit
(Yunus, 2010:64). Dalam ayat ini, ketika nabi Ibrahim as melihat matahari
beliau sambil menunjuknya dan mengatakan bahwa matahari adalah tuhannya.
Dikarenakan matahari lebih besar dari bintang dan bulan, serta lebih terang
cahayannya. Disini tampak nabi Ibrahim as memperpanjang argumentasinya
untuk menyudutkan kaumnya setelah sindiran yang dikhawatirkan beliau akan
mereka sangkal. Selain itu juga terdapat pendahuluan untuk menegakkan
hujjah dan tahapan untuk memancing perhatian mereka agar mau
mendengarkan pembicaraan beliau (Al-Maraghi, 1992:294).
ْ َ‫اَفَي‬
‫ث‬
berasal dari kata
ً‫ أُفُىْ ل‬-‫ يَؤْفِ ُو‬-‫اَفَ َو‬
yang berarti terbenam, lenyap
(Yunus, 2010:45). Dalam ayat ini, matahari terbenam sebagaimana yang
20
lainnya menghilang. Kemudian nabi Ibrahim as memutar balik dan mengulurulur pembicaraan dengan penuh kelembutan hingga sampai kepada apa yang
beliau kehendaki dengan cara yang terbaik dan halus, sambil membebaskan
diri dari sesembahan-sesembahan yang kaumnya jadikan tuhan selain Allah
Ta‟ala (Al-maraghi, 1992:294-295).
ًِ ْ‫يَقَى‬
berasal dari kata ً ْ‫ قَى‬yang berarti kaum, orang banyak, sekawan
manusia (Yunus, 2010:361). Dalam ayat ini, kaum nabi Ibrahim as yang
berada pada kesesatan yang sedang didebat beliau karena kebodohannya
menyekutukan Allah (Al-Maraghi, 1992:295).
َُ ْ‫جُ ْش ِر ُمى‬
berasal dari kata
ً‫ َش ِر ِمة‬-ً‫ ِش ُر َمة‬-‫ َش ِر ًما‬-‫ك‬
ُ ‫ يَ َش َر‬-ُٓ ‫ك‬
َ ‫َش ِر‬
berarti bersekutu, berserikat dengan dia (Yunus, 2010:196). Dalam ayat ini,
nabi Ibrahim as setelah melihat bintang, bulan dan matahari tenggelam beliau
melepaskan diri dari penyembahan yang dipersekutukan dengan Tuhan Yang
Maha Esa (Shihab, 2009:516).
6. Mufradat Ayat 79
‫َحِْ ْيفًا‬
berasal dari kata
‫ َحِْيْف‬yang berarti yang lurus, betul (Yunus,
2010:110). Dalam ayat ini, nabi Ibrahim as berserah diri menghadapkan
dirinya di dalam beribadah hanya kepada Tuhan yang menciptakan langit dan
bumi, serta yang lainnya. Dan beliau cenderung kepada agama yang lurus (AlMaraghi, 1992:295).
21
َِ‫ْاى َُ ْش ِر ِم ْي‬
berasal dari kata
ُ ‫ يَ ْش َر‬- ُٓ ‫ك‬
ً‫ َش ِر ِمۃ‬-ً‫ ِشرْ َمۃ‬-‫ َش ِر ًما‬-‫ك‬
َ ‫َش ِر‬
yang berarti bersekutu, berserikat dengan dia (Yunus, 2010:196). Dalam ayat
ini, nabi Ibrahim as tidaklah termasuk ke dalam orang-orang yang
menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu apapun sebagaimana yang
dilakukan kaumnya (Al-Maraghi, 1992:296).
7. Mufradat Ayat 80
ُِ ْ‫أَجُ َحآجى‬
berasal dari kata
‫َحاخة‬
yang memiliki arti hujjah, dalil,
keterangan (Yunus, 2010:97). Dalam ayat ini, hujjah diartikan sesuatu yang
digunakan oleh salah satu di antara dua pihak yang berbantah untuk
mengulur-ulur pembicaraan dalam menetapkan dakwaan atau menyangkal
dakwaan lawan bicara (Al-Maraghi, 1992:300).
َُ ْ‫جُ ْش ِر ُمى‬
berasal dari kata
ُ ‫ يَ ْش َر‬-ُٓ ‫ك‬
ً‫ َش ِر ِمۃ‬-ً‫ ِشرْ َمۃ‬-‫ َش ِر ًما‬- ‫ك‬
َ ‫َش ِر‬
yang berarti bersekutu, berserikat dengan dia (Yunus, 2010:196). Dalam ayat
ini, nabi Ibrahim as tidak takut kepada tuhan-tuhan yang dijadikan sekutu oleh
kaumnya untuk mendatangkan bahaya kepada beliau (Al-Maraghi, 1992:301).
ًٌ ‫ِع ْي‬
berasal dari kata
‫ ِع ْي ًَا‬- ٌُ ِ‫ َي ْعي‬-ٌَ ِ‫َعي‬
yang berarti mengetahui
sesuatu (Yunus, 2010:277). Dedeng Rosidin mengutip dari Al-Maraghi
menjelaskan bahwa kata „allama dengan alhamahu (memberi ilham),
maksudnya Allah memberi ilham kepada Nabi Ibrahim as untuk mengetahui
jenis-jenis yang telah diciptakan beserta zat, sifat dan nama-namanya.
22
Sedangkan Ash-Shawi, menjelaskan dengan makna alqa (memberikan atau
menuangkan), maksudnya Allah memberikan atau menuangkan ilmu ke dalam
hati Nabi Ibrahim as. Secara konteks, „allama menunjukkan adanya tadrij
(tahapan), bahwa penyampaian itu dilakukan melalui tahap demi tahap. Akan
tetapi, pada ayat ini menunjukkan secara sekaligus. Secara struktur, „allama
mempunyai dua objek, baik disebut ataupun tidak. Jika dilihat dari jabatan
kata dalam kalimat, tersusun dari
fi‟il (pekerjaan), hal ini berarti
menunjukkan pada pekerjaan mengajar, atau proses belajar mengajar yang
didalamnya terdapat teknik dan metode mengajar. Fa‟il (yang melakukan
pekerjaan), di sini berarti menunjukkan pengajar (guru) yang melakukan
pekerjaan mengajar. Maf‟ul bih pertama (objek pertama) menunjukkan murid
yang menerima pelajaran, dan maf‟ul bih kedua (objek kedua) menunjukkan
materi yang diajarkan. Jadi, dalam ta‟lim tersirat beberapa unsur penting,
yaitu guru, murid, proses pembelajaran dan materi pelajaran (Rosidin,
2003:67-68).
8. Mufradat Ayat 81
ٌْ ُ‫اَ ْش َر ْمح‬
berasal dari kata
ُ ‫ يَ ْش َر‬-ُٓ ‫ك‬
ً‫ َش ِر ِمۃ‬-ً‫ ِشرْ َمۃ‬-‫ َش ِر ًما‬- ‫ك‬
َ ‫َش ِر‬
yang berarti bersekutu, berserikat dengan dia (Yunus, 2010:196). Dalam ayat
ini, nabi Ibrahim as tidak takut akan makhluk yang dijadikan kaumnya untuk
menyekutukan Allah SWT. Karena yang dijadikan sekutu itu tidaklah
mendatangkan manfaat dan kemudaratan (Al-Maraghi, 1992:303).
23
ِِْ ‫فَ ِر ْيقَي‬
berasal dari kata ‫ق‬
َ ‫ فَ ِر ْي‬yang berarti kumpulan orang banyak
(Yunus, 2010:314). Dalam ayat ini, kata tersebut mengandung pengertian dua
golongan yang terdiri atas golongan orang-orang bertauhid yang beribadah,
takut dan berharap hanya kepada Allah semata; dan golongan orang-orang
musyrik yang membesarkan pengaruh sebagian sebab, sehingga mereka
menjadikan banyak Tuhan yang disembah, serta kepada sebagiannya mereka
menyandarkan datangnya manfaat dan kemudaratan, seperti kepada matahari,
bulan, dan malaikat (Al-Maraghi, 1992:304).
ِِ ٍْ َ‫تِاْل‬
berasal dari kata
ُ‫ أَ ٍَا‬-ٍِْ َ‫أ‬
keamanan, kesentosaan (Yunus,
2010:49). Dalam ayat ini, terdapat dua golongan yang mendapatkan keamanan
yaitu golongan orang-orang bertauhid yang beribadah, takut dan berharap
hanya kepada Allah semata; dan golongan orang-orang musyrik yang
membesarkan pengaruh sebagian sebab, sehingga mereka menjadikan banyak
tuhan yang disembah, serta kepada sebagiannya mereka menyandarkan
datangnya manfaat dan kemudaratan, seperti matahari, bulan dan bintang (AlMaraghi, 1992:304).
9. Mufradat Ayat 82
ٌُ‫ إِ ْي َََْه‬berasal dari kata ‫ إِي ََاًّا‬-ُِ ٍِ ‫ ي ُْؤ‬-َِ ٍَ َ‫أ‬
yang berarti beriman,
percaya (Yunus, 2010:49). Dalam ayat ini, beriman adalah kepercayaan yang
teguh yang timbul akibat pengetahuan dan keyakinan (Assegaf, 2014:38).
24
ْ ٍَ -‫ ظُ ْي ًَا‬-‫ ظُيُ ًَا‬-ٌُ ِ‫ظي‬
ْ َ‫ ي‬-ٌَ َ‫ ظَي‬yang memiliki
ٌ‫ تِظُ ْي‬berasal dari kata ‫ظيِ ََة‬
arti aniaya, menganiaya (Yunus, 2010:248). Dalam ayat ini, yang dimaksud
dengan dzalim ialah syirik (Shihab, 2009:524). Menurut Darajat (1995:54)
Syirik adalah suatu yang abstrak.
ُِ ٍْ َ‫ْاِل‬
berasal dari kata
ُ‫ أَ ٍَا‬-ٍِْ َ‫أ‬
yang memiliki arti keamanan,
kesentosaan (Yunus, 2010:49). Dalam ayat ini yang dimaksud aman ialah
aman dari azab Allah (Al-Maraghi, 1992:1266).
10. Mufradat Ayat 83
‫حُجحُ َْا‬
berasal dari kata
‫َحا َجۃ‬
yang memiliki arti hujjah, dalil,
keterangan (Yunus, 2010:97). Yang dimaksud hujjah dalam ayat ini ialah
hujjah yang Allah tunjukkan dan berikan kepada Ibrahim as, agar dia dapat
memberikan keterangan yang jelas kepada kaumnya (Al-Maraghi, 1992:306).
ِٔ ٍِ ْ‫ قَى‬berasal dari kata ً ْ‫ قَى‬yang berarti kaum, orang banyak, sekawan
manusia (Yunus, 2010:361). Dalam ayat ini, terdapat ketegasan hujjah untuk
menetapkan yang haq dan membatalkan yang batil, yang diberikan dan
tunjukkan Allah Ta‟ala kepada nabi Ibrahim as, agar beliau dapat memberikan
keterangan yang jelas kepada kaumnya (Al-Maraghi, 1992:306).
‫ َد َر َجات‬berasal dari kata ‫ َد َر َخة‬yang memiliki arti pangkat, martabat
(Yunus, 2010:125). Dalam ayat ini, Allah SWT mengangkat derajat siapapun
25
di antara hamba-hambanya yang dikehendaki beberapa derajat, yang
sebelumnya mereka tidak berada pada suatu derajat (Al-Maraghi, 1992:306).
C. Isi Kandungan Q.S. Al-An‟am : 74-83
1. Kandungan Q.S. Al-An‟am: 74-83 Secara Umum
Surat Al-An‟am terdiri atas 165 ayat. Dan termasuk golongan surat
Makkiyyah, karena hampir seluruh ayat-ayatnya diturunkan di Mekkah dekat
sebelum hijrah. Dinamakan Al-An‟am karena didalamnya disebut kata
“An‟am” yang berarti binatang ternak: unta, sapi, biri-biri, dan kambing. Serta
dalam hubungannya dengan adat-istiadat kaum musyrikin, yang menurut
mereka binatang-bintang ternak itu dapat dipergunakan untuk mendekatkan
diri kepada Tuhan mereka. Selain itu dalam surat ini disebutkan juga hukumhukum yang berkenaan dengan bintang ternak itu.
Isi pokok ajarannya ialah:
Keimanan: bukti-bukti keesaan Allah serta kesempurnaan sifat-sifatNya: kebenaran kenabian Nabi Muhammad saw; penyaksian Allah atas
kenabian Ibrahim, Ishaq, Yaqub, Nuh, Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa,
Harun, Zakaria, Yahya, Isa, Ilyas, Alyasa‟, Yunus, dan Luth; penegasan
tentang adanya risalah dan wahyu serta hari pembalasan dan hari kebangkitan;
kepalsuan peryataan orang-orang musyrik dan keingkaran mereka terhadap
hari kiamat.
26
Hukum-hukum: larangan mengikuti adat-istiadat yang dibuat oleh
kaum Jahiliyah; makanan yang halal dan yang haram; wasiat yang sepuluh
dari Al-Qur‟an, tentang tauhid keadilan, dan hukum-hukum; larangan mencaci
maki Allah.
Kisah: kisah umat-umat yang menentang Rasul-rasul; kisah
pengalaman Nabi Muhammad saw dan para Nabi pada umumnya; cerita Nabi
Ibrahim as membimbing kaumnya kepada tauhid.
Dan lain-lain: sikap kepala batu kaum musyrikin; cara seorang Nabi
memimpin umatnya; bidang-bidang kerasulan dan tugas-tugas Rasul-Nya;
tantangan kaum musyriin untuk melemahkan Rasul; kepercayaan orang-orang
musyrik terhadap jin, syaitan, dan malaikat; beberapa prinsip keagamaan dan
kemasyarakata; nilai hidup duniawi (Departemen Agama Republik Indonesia,
1965:185).
2. Kandungan Q.S.Al-An‟am 7:74-83
Dalam pembahasan ini penulis akan memaparkan isi dari kandungan
ayat yang dikaji, yaitu pada surat Al-An‟am ayat 74-83 menurut
tiga
pendapat mufassir, yakni pandangan dari tafsir Al-Maraghi, An-Nur,
Muyassar yakni sebagai berikut:
1.
Surat Al-An‟am ayat 74
a.
Tafsir al-Maraghi
Surat
Al-An‟am
ayat
74,
dijelaskan
dalam
ayat
ini
diungkapkan percakapan antara nabi Ibrahim as dengan bapaknya
27
yang bernama Azar. Sesungguhnya ayah beserta kaumnya sama-sama
menyembah berhala ini berada dalam kesesatan yang nyata dari jalan
lurus. Berhala-berhala ini adalah patung-patung yang dipahat mereka
dari batu, dibuat dari kayu, atau logam, sedang derajat mereka lebih
tinggi dan mulia daripadanya. Tidak layak bagi orang yang berakal
untuk menyembah apa yang sebanding dengan penciptaannya,
dikarenakan tidak mendatangkan manfaat maupun kemudaratan (AlMaraghi, 1992:289-290).
b.
Tafsir An-Nur
Dalam ayat 74 dijelaskan, kebatilan apa yang diperbuat
kaumnya. Maka nabi Ibrahim as berkata kepada ayahnya yang
bernama Azar sambil mengingkari kemusyrikannya serta kaumnya
yang menyembah berhala dengan meninggalkan penyembahannya
terhadap Allah SWT (Ash-Shiddieqy, 2000:1261).
c.
Tafsir Muyassar
Dalam ayat ini mengandung pelajaran bagaimana seorang anak
mendakwahi ayahnya, yakni dimulai dari dasar-dasar tauhid
(pengesaan Allah SWT), sikap loyal (kesetiaan) hanya kepada Allah
SWT dan kasih sayang kepada sang ayah, meski dia seorang musyrik
sekalipun (Al-Qarni, 2008:603).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa ini merupakan permulaan nabi
Ibrahim as untuk memimpin bapak dan kaumnya kepada agama
28
tauhid. Selain itu juga sindiran terhadap kaumnya yang berada pada
kesesatan yang menyembah berhala.
2.
Surat Al-An‟am ayat 75
a.
Tafsir Al-Maraghi
Dalam
ayat
ini
dijelaskan
bahwasanya
Allah
telah
memperlihatkan kebenaran kepada nabi Ibrahim as tentang perkara
bapak dan kaumnya, bahwa mereka benar-benar di dalam kesesatan
yang nyata, lantaran beribadah kepada berhala dan patung.
Diperlihatkan padanya berupa alam semesta dan segala isinya.
Supaya dengan itu, beliau dapat menegakkan hujjah terhadap orangorang musyrik yang sesat, dan supaya dia sendiri termasuk orangorang yang benar-benar yakin sampai ke tingkat „ainul-yaqin (AlMaraghi, 1992:290-291).
b.
Tafsir An-Nur
Dijelaskan bahwa Allah telah memperlihatkan kebenaran
kepada Ibrahim tentang perkara bapak dan kaumnya, bahwa mereka
benar-benar berada di dalam kesesatan yang nyata, lantaran beribadah
kepada berhala dan patung. Allah perlihatkan kepadanya alam
semesta beserta isinya untuk membuktikan keesaan Allah dan
kebenaran kodrat-Nya.Yang demikian itu supaya Nabi Ibrahim as
menjadikan keesaan Allah sebagai hujjah dalam menghadapi kaum
29
musyrikin dan beliau memperoleh keyakinan yang kuat (AshShiddieqy, 2000:1261).
c.
Tafsir Muyassar
Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa Allah pun telah memberi
taufik kepada nabi Ibrahim as untuk menempuh jalan hidayah.
Diperlihatkan pula kerajaan yang agung dan keindahan ciptaan yang
tampak, disertai ayat-ayat yang menunjukkan keagungan kuasa dan
kesempurnaan kebijaksanaan-Nya yang ada di langit dan di bumi
kepada nabi Ibrahim as, agar di dalam hatinya tertanam keimanan.
(Al-Qarni, 2008:603-604).
Jadi dalam ayat ini, dapat disimpulkan bahwa Allah telah
memperlihatkan tanda-tanda keagungannya yang diciptakan di langit
maupun dibumi yang membuktikan keesaan Allah SWT serta
digunakan hujjah untuk menghadapi kaumnya yang berada di
kesesatan dan digunakan agar beliau mendapatkan keyakinan yang
kuat.
3. Surat Al-An‟am ayat 76-78
a.
Tafsir Al-Maraghi
Dalam ayat ini di jelaskan ketika Allah mulai memperlihatkan
langit dan bumi kepadanya, yakni: ketika malam telah gelap, dia
memandang langit. Dilihatnya sebuah bintang besar yang menonjol
dari bintang-bintang lainnya, karena sinarnya yang berkilauan, yaitu
30
bintang Jupiter yang merupakan tuhan bagi sebagian penyembah
bintang dari bangsa Yunani dan Romawi Kuno. Ketika melihat itu,
Ibrahim berkata: “Inilah Tuhanku”. Perkataan ini dikemukakannya
dalam forum perdebatan dan adu argumentasi dengan kaumnya,
sebagai permulaan pengingkarannya terhadap mereka.
Tatkala bintang itu terbenam dan menghilang, dia berkata, “
Sesungguhnya aku tidak menyukai apa yang terbenam dan
menghilang”. Perkataan ini disampaikan karena orang yang berakal
tidak akan menyukai sesuatu yang hilang.
Malam berikutnya ketika beliau melihat permulaan terbitnya
bulan dari balik ufuk, dia berkata, “Inilah Tuhanku”. Perkataan itu
disampaikannya dengan nada menceritakan apa yang biasa mereka
katakan, untuk membatalkan perkataan sebelumnya.
Ketika bulan itu tenggelam sebagaimana halnya bintang,
padahal bulan tampak lebih besar dan cahayanya lebih terang. Dia
berkata sambil mendengarkannya kepada orang-orang disekitarnya,
“Sekiranya Tuhanku tidak memberiku petunjuk dan taufik untuk
mencapai
kebenaran
dalam
mentauhidkan-Nya,
tentulah
aku
termasuk kaum zalim yang tidak mencapai kebenaran dalam hal itu.
Di sini terdapat sindiran yang lebih pantas dikatakan karena kesesatan
kaumnya, dan sindiran meningkat karena hujjah lawan bicara telah
terpojok dengan pembuktian pertama.
31
Ketika Ibrahim melihat matahari, dia berkata, “ Yang aku lihat
sekarang, inilah Tuhanku! Ia lebih besar dari bintang dan bulan.”
Tampak di sini, bahwa Ibrahim memperpanjang argumentasinya
untuk menyudutkan mereka. Dalam pembicaraannya terdapat pula
pendahuluan untuk
menegakkan
hujjah,
dan tahapan untuk
memancing perhatian mereka agar mau mendengarkan pembicaraan
sesudah sindiran yang dikhawatirkan akan mereka sangkal.
Setelah matahari itu terbenam, sebagaimana yang lain
menghilang, dia memutar balik dan mengulur-ulur pembicaraan
dengan penuh kelembutan hingga sampai kepada apa yang dia
kehendaki dengan cara yang baik dan halus, sambil membebaskan
diri dari sembahan-sembahan yang mereka jadikan Tuhan selain
Allah (Al-Maraghi, 1992:291-295).
b.
Tafsir An-Nur
Ayat 76 dijelaskan, manakala Allah mulai memperlihatkan
kepada Ibrahim pemerintahan langit dan bumi, maka pada
permulaannya sesudah memasuki malam yang gelap, Ibrahim
menyaksikan adanya sebuah bintang yang besar di antara bintangbintang yang lain, yang melimpahkan kepada alam ini sinar
cahayanya, yaitu bintang Yupiter yang merupakan tuhan terbesar bagi
bangsa Yunani dan Romawi Kuno yang diikuti oleh kaum Ibrahim
(Ash-Shiddieqy, 2000:1261-1262).
32
Ayat 77 dijelaskan, ketika Ibrahim melihat bulan pada malam
berikutnya manakala bulan terbit yang sinarnya memenuhi alam,
beliau mengatakan: “Inilah Tuhanku”. Dia lebih berhak dari bintang
yang telah lalu. Manakala bulan itu terbenam dan Ibrahim berkata
kembali: “ Sungguh, jika Tuhanku tidak menunjuki aku, tentulah aku
menjadi kaum yang sesat” (Ash-Shiddieqy, 2000:1262).
Ayat 78 dijelaskan, manakala Ibrahim as melihat matahari
terbit dan dia merupakan bintang yang paling besar, yang
membangkitkan cahaya dan gerak, menghilangkan rasa dingin, dan
Ibrahim as berkata lagi: “Ini Tuhanku”. Setelah matahari tenggelam,
ia pun berkata kembali: “Wahai kaumku, aku terlepas apa yang kamu
persekutukan” (Ash-Shiddieqy, 2000:1262).
c.
Tafsir Muyassar
Dalam ayat ini dijelaskan ketika malam tiba Ibrahim as
menyaksikan bintang yang bersinar terang. Dia berkata kepada
kaumnya, “Ini adalah Rabb-ku.” Tatkala bintang tenggelam, Ibrahim
as pun berkata, “ Aku tidak suka ilah yang menghilang.” Maksudnya,
bintang tidak pantas menjadi tuhan, karena tidak selalu hadir.
Padahal, tuhan harus tetap berdiri tegak dan hidup mengayomi semua
jiwa serta terus-menerus mengurus makhluk.
Lalu, tatkala Ibrahim as melihat bulan terbit dengan cahayanya
yang bersinar, dia berkata agar kaaumnya beralih dari pandangan
33
mereka yang sesat, “ Bulan ini adalah Rabb-ku.” Ketika bulan telah
pergi, Ibrahim as pun memohon petunjuk dari Rabb-nya dengan suara
lantang, “Apabila Rabb-ku tidak memberi petunjuk kebenaran bagiku
tentang siapakah Tuhan yang berhak ku sembah, niscaya aku kan
menjadi orang yang sesat dari jalan yang lurus dan menyimpang dari
kebenaran, karena menyekutukan Allah SWT. Kemudian, tatkala
melihat matahari telah terbit, dia berkata kepada kaumnya dengan
kepiaawaiannya memberi contoh dan berargumen, “Matahari ini
adalah Rabb-ku, dia telah besar daripada bulan dan bintang. Namun,
ternyata mataharipun akhirnya tenggelam”. Jadi, dia tidak pantas
disembah. Kalau begitu, aku kembali kepada Allah SWT dan berlepas
diri dari penyembahan selain Allah SWT. Karena yang berhak
disembah hanyalah Allah SWT semata (Al-Qarni, 2008:604-605).
Jadi dapat disimpulkan dalam ayat tersebut ini, terdapat suatu
sindiran terhadap kebodohan kaumnya bahwa penyembahan terhadap
bintang-bintang, bulan matahari dan berhala merupakan kesesatan.
Nabi Ibrahim as memperpanjang argumentasinya untuk menyudutkan
kaumnya agar tidak menyangkal pembicaraannya dan yang kedua
beliau memutar balik serta mengulur pembicaraan untuk menjelaskan
apa yang beliau kehendaki. Barulah kemudian beliau membebaskan
diri dari sembahan-sembahan kaumnya.
34
4.
Tafsir surat Al-An‟am ayat 79
a.
Tafsir Al-Maraghi
Dalam ayat 79 ini, dijelaskan setelah membebaskan diri dari
kemusyrikan kaumnya, Ibrahim as berkata: “Sesungguhnya aku
menghadapkan diriku di dalam beribadah hanya kepada Tuhan yang
menciptakan langit dan bumi, serta menciptakan makhluk yang
lainnya (Al-Maraghi, 1992:295).
b.
Tafsir An-Nur
Ayat 79 dijelaskan, nabi Ibrahim as membebaskan diri dari
kemusyrikan kemudian beliau menghadapkan dirinya kepada Tuhan
yang menciptakan langit dan bumi, serta beliau lebih condong kepada
kebenaran (Ash-Shiddieqy, 2000:1262).
c.
Tafsir Muyassar
Dalam
ayat
ini,
dijelaskan
sesungguhnya
Ibrahim
as
menghadapkan pandangannya kepada Rabb-nya Yang Maha Esa,
Yang Menciptakan langit dan bumi. Inilah inti dan dasar ajaran
agama. Yakni berkeyakinan dan berprinsip tauhid serta berlepas diri
dari musuh-musuh Allah SWT (Al-Qarni, 2008:605-606).
Jadi dalam ayat ini, nabi Ibrahim as pertama-tama beliau
berlepas diri dari kemusyrikan kaumnya, barulah kemudian
menyerahkan dirinya dengan ikhlas kepada Allah SWT yang
menjadikan alam, serta beliau lebih cenderung kepada kebenaran.
35
5. Tafsir ayat 80
a.
Tafsir Al-Maraghi
Dalam ayat ini, dijelaskan kaumnya membantahnya dalam
perkara tauhid. Mereka mengatakan, bahwa menjadikan tuhan-tuhan
itu tidak bertentangan dengan keimanan kepada Allah Yang
Menciptakan langit dan bumi, karena mereka adalah para pemberi
syafa‟at di sisi-Nya. Seorang yang taqlid tidak berhak untuk
mengemukakan hujjahnya, tetapi cukup membantah dan menyangkal
(Al-Maraghi, 1992:301-302).
b.
Tafsir An-Nur
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa nabi Ibrahim as tidak takut
kepada apa yang kaumnya persekutukan dengan Allah. Sebab sesuatu
yang
dipersekutukan
dengan
Allah
tidaklah
mendatangkan
kemudaratan dan tidak pula mendatangkan manfaat. Kecuali jika
Allah menghendaki supaya nabi Ibrahim as untuk mendapatkan suatu
kemudaharatan
dari
berhala-berhala
tersebut
(Ash-Shiddieqy,
2000:1265).
c.
Tafsir Muyassar
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Ibrahim as didebat oleh
kaumnya dalam masalah penyembahan. Beliau tidak takut terhadap
tuhan-tuhan kalian yang sembah. Bahaya darinya tidak akan sampai
36
kepadaku, kecuali atas kehendak Allah SWT; karena Rabb-ku
mengetahui segala sesuatu, tidak ada yang gaib bagi-Nya. Mengapa
kalian tidak merenungkan, sehingga kalian mengetahui bahwa hanya
Allah SWT semata yang berhak disembah? Sedangkan yang lain
tidak behak (Al-Qarni, 2008:606).
Jadi, meskipun beliau dibantah oleh kaumnya nabi Ibrahim as
tidak takut kepada ancaman atau sesuatu yang digunakan untuk
menakut-nakutinya. Karena berhala-berhala yang mereka sembah
tidaklah mendatangkan mudaharat dan memberi manfaat bagi mereka
sekaligus nabi Ibrahim as. Sebab kekuasaan tertinggi hanya dimiliki
oleh Allah SWT.
6. Tafsir ayat 81
a.
Tafsir Al-Maraghi
Dalam ayat ini, dijelaskan bagaimana mungkin Ibrahim as
takut kepada makhluk yang kalian sekutukan dengan Allah, sedang
kalian tidak takut menyekutukan Allah. Dan di sini dijelaskan pula
terdapat dua golongan yakni, golongan orang-orang yang bertauhid
yang beribadah, takut dan berharap hanya kepada Allah semata; dan
golongan orang-orang musyrik yang membesarkan pengaruh,
sehingga mereka menjadikan banyak tuhan yang disembah, serta
mereka menyandarkan datangnya manfaat dan kemudaratan, seperti
kepada matahari, bulan, dan bintang (Al-Maraghi, 1992:303-304).
37
b.
Tafsir An-Nur
Dalam ayat 81 dijelaskan, pengakuan Nabi Ibrahim As yang
tidak takut dengan apa yang dipersekutukan kaumnya dengan Allah
yang sama sekali tidak memberi mudaharat dan maanfaatnya.
Sedangkan kaum nabi Ibrahim as tidak takut mempersekutukan Allah
dengan sesuatu yang tidak ada keterangannya tentang itu (AshShiddieqy, 2000:1265).
c.
Tafsir Muyassar
Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa bagaimana Ibrahim bisa
merasa takut, sementara sembahan kaumnya itu tidak mampu
membahayakan ataupun memberi manfaat. Sedangkan mereka sendiri
tidak takut terhadap Rabb-ku Yang Maha Esa. Beliau mendesak
kaumnya untuk memberitau kepadanya jika mereka mengetahui
jawabannya bahwa orang yang hanya menyembah Allah SWT
sematalah yang lebih pantas untuk merasa aman dan selamat (AlQarni, 2008:607).
Jadi, dapat disimpulkan bahwasanya disini terdapat desakan
bagi mereka untuk mengakui yang benar atau diam dalam kebodohan.
6. Tafsir ayat 82
a.
b.
Tafsir Al-Maraghi
38
Dalam ayat ini, dijelaskan sesungguhnya orang-orang yang
beriman
kepada
Allah
Ta‟ala
dan
tidak
mencampuradukan
keimanannya dengan kezaliman yang besar, yaitu mempersekutukan
Allah, maka mereka akan mendapatkan keamanan. Keamanan yang
berupa keamanan dari azab allah yang menimpa orang musyrik dan
ibadahnya tidak diridai oleh Allah (Al-Maraghi, 1992:305-306).
c.
Tafsir An-Nur
Dalam ayat ini, dijelaskan orang-orang yang beriman akan
Allah SWT, dan Rasul-Nya, menjalani yang benar dan tidak
mencampuri iman mereka dengan kezaliman, seperti syirik. Itulah
orang-orang yang akan mendapat keamanan yang sempurna didunia
dan akhirat (Ash-Shiddieqy, 2000:1266).
d.
Tafsir Muyassar
Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa orang-orang yang beriman
kepada Allah SWT dan mengikuti rasul-Nya dengan ikhlas dan
meneladani
Rasulullah
SAW
(mutaâba‟ah)
serta
tidak
mencampuradukkan keimanan mereka dengan kemusyrikan akan
diberikan oleh Allah SWT rasa aman dari ketakutan dan kesedihan.
(Al-Qarni, 2008:907).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa orang yang beriman kepada
Allah Ta‟ala dan tidak mencampuradukan keimananya dengan syirik,
39
mereka akan mendapatkan keamanan dari azab Allah serta
mendapatkan kedudukan yang tinggi.
7. Tafsir Ayat 83
a.
Tafsir Al-Maraghi
Dalam ayat ini, dijelaskan ketegasan hujjah yang Allah
tunjukkan dan berikan kepada Ibrahim as, agar dia dapat
memberikan keterangan yang jelas kepada kaumnya. Sesungguhnya,
Allah mengangkat derajat siapa pun di antara hamba-hamba-Nya
yang
dikehendaki.
Allah
meninggikan
derajat
orang
yang
mempunyai derajat kasbiyah (derajat yang bisa diusahakan) kepada
tingkatanya. Juga memberikan kepada orang yang mempunyai
derajat wahbiyah ( bersifat pemberian, yaitu kenabian) suatu
tingkatan yang tidak diberikan kepada selainnya. (Al-Maraghi,
1992:306-307).
b.
Tafsir An-Nur
Dalam
ayat
ini,
dijelaskan
bahwasanya
Allah
telah
memberikan hujjah kepada Ibrahim as untuk menghadapi kaumnya.
Dan Allah mengangkat siapa saja yang dikehendaki untuk diangkat
derajatnya (Ash-Shiddieqy, 2000:1266-1267).
c.
Tafsir Muyassar
Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa inilah argumentasi Allah
yang telah diajarkan kepada rasul Allah yakni Ibrahim as, sehingga
40
dia berhasil mengalahkan kaumnya. Allah-lah yang meninggikan
hamba-hamba-Nya yang dikehendaki dengan ilmu dan hikmah
beberapa derajat melebihi orang lain (Al-Qarni, 2008:608).
Jadi, dapat disimpulkan bahwasanya ketegasan hujjah yang
digunakan untuk menetapkan kebaikan dan membatalkan yang
buruk. Serta janji Allah yang akan mengangkat suatu derajat
hambanya yang dikehendaki yang mau berusaha untuk berubah.
BAB III
ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH SURAT AL-AN’AM 7:74-83
A. Asbâbun Nuzūl
1. Pengertian Asbâbun Nuzūl
Secara bahasa kata asbâb berasal dari bahasa arab yaitu
‫َسثَة‬
yang
berarti sebab, karena (Yunus, 2010:161). Sedangkan nuzūl adalah berasal dari
kata
ً‫ُّ ُسوْ ِل‬-‫يَ ْْ ِس ُه‬-‫َّ َس َه‬
yang berarti turun (Yunus, 2010:448). Budihardjo
(2012:21) mengutip dalam Quraish Shihab bahwasanya secara istilah asbâbun
nuzūl adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya ayat, dimana
ayat tersebut menjelaskan pandangan Al-Qur‟an tentang peristiwa yang terjadi
atau mengomentarinya.
2. Asbabun Nuzul Surat Al-An’am 7:74-83
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Zaid bin
Aslam
         
 
41
42
82. Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan
mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa seorang musyrik menyerang
seorang Muslim dan membunuhnya, kemudian menyerang Muslim lainnya
dan membunuhnya pula, lalu menyerang yang lainnya lagi
serta
membunuhnya pula, kemudian ia bertanya kepada Nabi saw.: “Apakah
diterima Islamnya setelah perbuatannya tadi? Rasulullah saw.menjawab:
“Ya”. Kemudian ia memukul kudanya dan menyerbu fihak musuh Islam serta
membunuh beberapa orang, kemudian ia sendiri terbunuh.
Menurut Bakr bin Sawadah para sahabat menganggap ayat ini turun
berkenaan dengan peristiwa orang itu yang menegaskan bahwa iman
seseorang yang tidak dicampuri syirik dijamin keamanannya oleh Allah SWT
(Shaleh, 1990:207).
B. Munasabah
1. Pengertian Munasabah
Kata munâsabah berasal dari ‫سثَۃ‬
َ
‫ ٍَُْا‬- ُ‫يَُْا ِسة‬-‫ َّا َسة‬yang berarti
hubungan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Munâsabah berarti
muqârabah atau kedekatanan kemiripan. Sedangkan secara istilah
munâsabah adalah kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam
43
Al-Qur‟an baik pada surat maupun pada ayat-ayat yang menghubungkan
antara uraian yang satu dengan yang lainnya (Budihardjo, 2012:39).
2. Munãsabah surat Al-An’am dengan surat sebelum dan sesudahnya
a. Munãsabah surat Al-An‟am dengan surat Al-Maidah (Depag RI,
1965:184).
Munãsabãh atau kesesuaian antara surat Al-An‟am dengan
surat Al-Maidah , ada dalam beberapa poin. Pertama, pada masingmasing surat menjelaskan tentang perintah nabi Musa as dan nabi
Ibrahim as kepada kaumnya untuk beriman dan taat kepada Allah.
Pada surat Al-An‟am dijelaskan kisah
nabi Ibrahim as kaum
musyrikin untuk beriman dan taat kepada Allah, seperti dalam ayat 74:
           
    
74.
Dan (Ingatlah) di waktu Ibrahim Berkata kepada
bapaknya, Aazar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala
sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya Aku melihat kamu dan kaummu
dalam kesesatan yang nyata."
44
Dalam surat Al-Maidah dijelaskan kisah nabi Musa as yang
memerintah kaum Yahudi untuk beriman dan taat kepada Allah
terdapat pada ayat 20-21, yaitu:
         
         
  
        
     
20. Dan (Ingatlah) ketika Musa Berkata kepada kaumnya:
"Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika dia mengangkat
nabi nabi diantaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka,
dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya
kepada seorangpun diantara umat-umat yang lain".
21. Hai kaumku, masuklah ke tanah Suci (Palestina) yang
Telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang
(karena takut kepada musuh), Maka kamu menjadi orang-orang yang
merugi.
45
Kedua, pada masing-masing surat menjelaskan larangan untuk
memakan binatang yang haram. Pada surat Al-An‟am dijelaskan
larangan untuk tidak memakan makanan yang haram terdapat pada
ayat 121, yaitu:
           
      
   
121. Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang
tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.Sesungguhnya
perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya
syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka
membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya
kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.
Dalam surat Al-Maidah larangan untuk tidak memakan
binatang haram dijelaskan pada ayat 3, yaitu:
         
      
         
46
          
        
         
         
3. Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging
babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang
tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam
binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan
(diharamkan
bagimu)
yang
disembelih
untuk
berhala.
dan
(diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi
nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orangorang kafir Telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu
janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada
hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi
agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa. Karena kelaparan tanpa
sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.
47
b. Munasabah surat Al-An‟am dengan surat Al-A‟raf (Depag RI,
1965:218).
Munãsabãh atau kesesuaian antara surat Al-An‟am dengan
surat Al-A‟raf , ada dalam beberapa poin. Pertama, pada masingmasing surat menjelaskan tentang kisah yaitu nabi Ibrahim as, nabi
Nuh as, nabi Hud as, nabi Shaleh as, nabi Luth as, nabi Syu‟aib as dan
nabi Musa as yang menyeru kepada kaumnya untuk beriman dan taat
kepada Allah. Pada surat Al-An‟am dijelaskan kisah nabi Ibrahim as
kaum musyrikin untuk beriman dan taat kepada Allah, seperti dalam
ayat 74:
          
     
74.
Dan (Ingatlah) di waktu Ibrahim Berkata kepada
bapaknya, Aazar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala
sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya Aku melihat kamu dan kaummu
dalam kesesatan yang nyata."
Dalam Surat Al-A‟raf dijelaskan kisah-kisah nabi Nuh as, nabi
Hud as, nabi Shaleh as, nabi Luth as, nabi Syu‟aib as yang menyeru
kepada kaumnya untuk beriman dan taat kepada Allah, terdapat pada
ayat 59, 65, 73, 80, dan 85 yaitu:
48
          
         
59. Sesungguhnya kami Telah mengutus Nuh kepada
kaumnya lalu ia berkata: "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali
tak ada Tuhan bagimu selain-Nya." Sesungguhnya (kalau kamu tidak
menyembah Allah), Aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar
(kiamat).
            
     
65. Dan (Kami Telah mengutus) kepada kaum 'Aad saudara
mereka, Hud. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali
tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka Mengapa kamu tidak
bertakwa kepada-Nya?"
          
           
49
           
    
73. Dan (Kami Telah mengutus) kepada kaum Tsamud
saudara mereka shaleh. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah,
sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya Telah
datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhammu. unta betina Allah
Ini menjadi tanda bagimu, Maka biarkanlah dia makan di bumi Allah,
dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apapun, (yang
karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih."
         
   
80. Dan (Kami juga Telah mengutus) Luth (kepada kaumnya).
(Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu
mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan
oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?"
         
          
50
      
         
   
85. Dan (Kami Telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan
saudara mereka, Syu'aib. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah,
sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya Telah
datang
kepadamu
bukti
yang
nyata
dari
Tuhanmu.
Maka
sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu
kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya,
dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan
memperbaikinya. yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul
kamu orang-orang yang beriman".
        
           
       
104. Dan Musa berkata: "Hai Fir'aun, Sesungguhnya Aku Ini
adalah seorang utusan dari Tuhan semesta Alam,
51
105. Wajib atasku tidak mengatakan sesuatu terhadap Allah,
kecuali yang Hak. Sesungguhnya Aku datang kepadamu dengan
membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, Maka lepaskanlah Bani
Israil (pergi) bersama aku".
Kedua, pada bagian akhir surat Al-An‟am, Allah menyatakan
bahwa orang yang berbuat kebajikan akan diganjar sepuluh kali lipat
dan yang berbuat kejahatan akan dibalas sekadar perbuatannya
terdapat pada ayat 160:
          
      
160. Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya
(pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa
perbuatan jahat Maka dia tidak diberi pembalasan melainkan
seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak
dianiaya (dirugikan).
Untuk menentukan kadar kebajikan dan kejahatan itu ada
timbangannya, maka Allah mengemukakan dibagian muka surat AlA‟raf, bahwa timbangan pada hari itu ialah kebenaran dan keadilan.
Siapa yang berat timbangannya ialah orang yang beruntung dan siapa
52
yang ringan timbangannya ialah orang yang merugi, terdapat pada ayat
8-9:
        
       
     
8. Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), Maka
barangsiapa berat timbangan kebaikannya, Maka mereka Itulah
orang-orang yang beruntung.
9.
Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, Maka
Itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan
mereka selalu mengingkari ayat-ayat kami.
Ketiga, bagian akhir surat Al-An‟am, Allah mengatakan bahwa
Al-Qur‟an adalah kitab pedoman yang benar, dijalan lurus dan
diberkahi, maka umat manusia diperintahkan mengikutinya, terdapat
pada ayat 155:
        
53
155. Dan Al-Quran itu adalah Kitab yang kami turunkan yang
diberkati, Maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi
rahmat.
Sedangkan pada bagian permulaan surat Al-A‟raf, Allah
mengulangi lagi perintah itu dan melarang mengikuti selainnya,
terdapat pada ayat 2,3:
          
         
        
2. Ini adalah sebuah Kitab yang diturunkan kepadamu, Maka
janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu
memberi peringatan dengan Kitab itu (kepada orang kafir), dan
menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman.
3. Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan
janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. amat
sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).
3. Munãsabah surat Al-An’am 7: 74-83 dengan Ayat sebelum dan
sesudahnya
Surat Al-An‟am 7: 74-83 memiliki munãsabah (korelasi) dengan ayat
sebelum dan sesudahnya. Adapun hubungan antara ayat sebelum dan
54
sesudahnya dalam ayat ini terjadi keterpaduan jalinan antara ayat-ayat
dalam satu tema. Ayat yang berkaitan dengan tema tersebut dimulai dari
ayat 73, bahwa dari ayat tersebut Allah mengajak manusia untuk
memikirkan kejadian alam semesta ini agar terbuka pikirannya serta
menyakini, bahwa kejadian alam semesta ini tentu ada yang menciptakan,
yaitu Allah SWT. Selain itu Allah juga menegaskan bahwa saat
menciptakan alam semesta semua berjalan menurut kehendak-Nya, tak
ada kesulitan apapun dan tak ada yang dapat mengubahnya. Serta
memberikan keterangan tentang kekuasaan-Nya, untuk memberikan
pengertian kepada seluruh manusia bahwa tidak ada sesuatu pun yang
terlepas dari pengetahuan-Nya. Ini dijadikannya sebagai perantara untuk
mendekatkan diri kepada-Nya. Kemudian pada ayat 74-75, dijelaskan
Allah telah memperintahkan kepada Nabi Muhammad saw agar
mengingatkan orang-orang musyrik kepada kisah nenek moyangnya yang
mereka muliakan, yaitu Nabi Ibrahim as yang mengajak manusia untuk
beragama tauhid dan menjauhi penyembahan berhala yang membawa
manusia kepada kesesatan, dengan disertai alasan-alasan yang kuat. Jagat
raya dan seluruh isinya serta hokum yang berlaku di dalamnya, cukup kuat
untuk menjadi bukti keesaan Allah dan kabatilan perbuatan orang-orang
musyrik.
Allah
juga
memberikian
penjelasan,
bagaimana
Dia
menampakkan keagungan ciptaan-Nya di langit dan di bumi, semua itu
menjadi bukti adanya kekuasaan Allah yang dapat dipahami oleh manusia
55
jika mereka mau berpikir sesuai dengan fitrahnya. Dengan ini dapat
dijadikan bukti ketika menghadapi orang-orang yang sesat, dan menjadi
pegangannya agar termasuk orang-orang yang meyakini keesaan Allah
(Depag, 2009:158-162).
Namun Ibrahim as belum bisa mengambil pelajaran dan masih mencari
tuhannya seperti dijelaskan pada
ayat 76-78, dari pengamatan nabi
Ibrahim as melalui benda-benda langit seperti bintang, bulan, dan matahari
bukanlah Tuhan melainkan makhluk ciptaan-Nya. Maka tidak pantas
seseorang mendewakan makhluk Allah yang tidak kekal da mengalami
perubahan. Dengan itu beliau mengajak kaumnya untuk beragama tauhid
menggunakan pikiran untuk mengakui keesaan-Nya. Dan pada ayat 79
dijelaskan, bahwasanya Nabi Ibrahim as berdakwah kepada kaumnya
untuk memperhatikan keindahan ciptaan Allah itu untuk membenarkan
agama tauhid dan meninggalkan kemusyrikan. Kemudian beliau berserah
diri kepada Allah semata (Depag, 2009:164-165).
Nabi
Ibrahim
as
dibantah
oleh
kaumnya
pada
saat
beliau
menyampaikan agama tauhid karena beliau mengemukakan kesalahan
agama mereka Walaupun dalam kenyataannya Ibrahim as ditentang oleh
kaumnya yang masih menyembah berhala namun beliau tidak takut
dengan berhala-berhala yang disembah kaumnya karena berhala tersebut
tidaklah mendatangkan manfaat dan mudarat sedikit pun kepada Nabi
Ibrahim as seperti yang dijelaskan pada ayat 80-81.
56
Dan pada ayat 82 dijelaskan bahwasanya Allah memberikan
penjelasan kepada siapakah yang berhak mendapatkan keamanan, apakah
orang-orang musyrik atau orang-orang yang beriman? Maka jawabanya
ialah orang-orang yang tidak memcampuradukan keimanan mereka
dengan syirik. Selanjutnya pada ayat 83 merupakan penjelasan dari ayat
sebelumnya bahwa hujjah yang diberikan Allah kepada Nabi Ibrahim as
untuk menghadapi kaumnya agar kembali kepada kebenaran. Dan janji
Allah kepada manusia siapa yang berusaha untuk berubah menjadi lebih
baik maka Allah akan meninggikan derajat mereka yang dikehendaki-Nya.
Dan seperti halnya Nabi Ishak, Ya‟qub, Nuh, Daud, Sulaiman, Ayyub,
Yusuf, Musa dan Harun yang ditinggikan derajatnya seperti yang
dijelaskan pada ayat 84, semua itu merupakan keturunan-keturunan Nabi
Ibrahim as yang saleh (Depag, 2009:165-170).
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Analisis Pendidikan Tauhid Telaah Kisah Ibrahim as dalam Surat AlAn’am ayat 74-83
Pendidikan keimanan dalam Al-Qur‟an merupakan salah satu ruang
lingkup dan poros pendidikan Islam, yang membawa individu untuk
merealisasikan taqwa dalam diri seseorang, sebagai tujuan utama pendidikan
Islam. Berkaitan dengan hal tersebut (Majid, 2014:4) menyatakan pendidikan
tauhid adalah seluruh kegiatan umat manusia di bidang pendidikan yang
menempatkan Allah sebagai sumbernya, karena Dia adalah Tuhan Rabb al„Alamin.
Pendidikan keimanan itu sendiri mencakup seluruh kewajiban yang
menetapkan bagi seorang hamba untuk beriman kepada Allah, malaikatmalaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir serta qada‟ dan
qadar. Seorang yang beriman senantiasa akan hidup dalam keselamatan
beserta Tuhannya, dirinya, dan semua makhluk Allah, dia akan hidup pula
berdasarkan petunjuk dari Allah sebagaimana datang dalam kitab-kitab-Nya,
mendapatkan petunjuk dalam hidupnya di dunia dan ridho atas hukum Allah
dan kekuasaan-Nya, baik atau buruk, bahagia di akhirat dengan surga seluas
langit dan bumi (Hafidz, 2009:81).
57
58
Pada pembahasan ini penulis akan memaparkan analisis pendidikan
tauhid sesuai pada ayat-ayat yang dikaji yaitu, pada surat Al-An‟am ayat 7483 sebagai berikut:
Apabila kita merujuk pada surat Al-An‟am ayat 74, diungkapkan
percakapan antara Nabi Ibrahim as dengan bapaknya Azar. Beliau
menegaskan bahwasanya dirinya telah melihat bapaknya dan kaumnya
terjerumus ke dalam kesesatan yang nyata, jauh menyimpang dari jalan lurus.
Nabi Ibrahim as menegur dan meluruskan mereka serta mengajak untuk tidak
menyekutukan Allah dengan berhala-berhala yang mereka sembah.
Jika Allah tidak menunjukkan kepada Nabi Ibrahim as arahan atau
bimbingan-Nya agar ia mendekati kebenaran, maka ia bersama bapak dan
kaumnya terus melakukan perbuatan syirik. Oleh karena itu, Allah
membimbing Nabi Ibrahim as agar mencari kebenaran dengan melihat tandatanda kekuasaan Allah yang telah diperlihatkan kepada beliau di langit dan di
bumi. Sama seperti layaknya pendidikan, pendidikan haruslah dimunculkan,
ditunjukkan dan disebarluaskan, sehingga manusia dapat mengetahui sesuatu
yang benar dan yang salah. Dari pendidikan itulah, mereka dapat menentukan
jalan manakah yang akan mereka tempuh untuk menuju kehidupan yang layak
didunia dan diakhirat.
Pada ayat selanjutnya, ia berkata kepada kaumnya mengenai
keraguannya pada benda-benda yang dijadikan kaumnya sebagai tuhan.
Keraguan tersebut di ungkapkan dan dijelaskan dengan argument yang kuat.
59
Keraguan Nabi Ibrahim as di mulai dengan pencariannya dengan konsep
Tuhan pada benda-benda yang ada di langit, yaitu pertama pada bintang yang
tergambar pada ayat 76-78 “ dia melihat pada bintang, bulan dan matahari”.
Pencariannya akan Tuhan adalah bentuk proses pencarian kebenaran juga
sekaligus sebagai pendidikan pada dirinya sendiri beserta kaumnya.
Selanjutnya pada ayat 79, Nabi Ibrahim as berkata “Sesungguhnya
aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi,
dengan cenderung kepada agama yang benar” ini merupakan pembenaran
yang dilakukan beliau kepada kaumnya. Setelah Nabi Ibrahim as menolak
untuk tidak menyekutukan Allah dengan apa yang disembah oleh kaumnya,
maka ia meluruskan apa yang salah dengan menunjukkan kebenaran atau jalan
yang lurus. Kedua hal inilah hujjah (argument yang kuat) yang dimaksudkan
pada ayat 83 yang diberikan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim as untuk
digunakan sebagai tameng untuk menhadapi kaumnya.
Pada ayat 80-81 merupakan penjelasan perbebatan antara Nabi
Ibrahim as dengan kaumnya. Beliau dengan tegas dan berani menunjukkan
perlawanan kepada kaumnya atas perbuatan syirik. Seluruh apa yang
disampaikan beliau merupakan bimbingan dan pelurusan dari perbuatan
mereka yang salah agar menjadi lurus atau benar. Perlawanan Nabi Ibrahim as
pada kesyirikan juga merupakan bagian dari pendidikan tauhid. Dan hal ini
dapat dijadikan sebagai suri tauladan yang baik bagi orang tua dan guru
dalam proses pendidikan pada zaman ini.
60
Bila kita bandingan pendidikan tauhid yang terdahulu dengan
pendidikan sekarang, maka kita akan mendapatkan perbedaan pada objek
pelaksanaan pendidikan tauhid. Pendidikan tauhid Nabi Ibrahim as
diperuntukkan kepada kaumnya secara turun-temurun yang menyembah
berhala. Hal ini menunjukkan bahwa yang beliau didik adalah orang yang
awam tauhidnya. Sedangkan pendidikan tauhid pada zaman sekarang, lebih
condong diperuntukkan kepada kaum muslimin yang sejak kecil telah
mengenyam pendidikan tauhid di keluarganya. Karena pendidikan tauhidnya
belum sempurna dan bahkan sering kali menyimpang dari ajaran Islam, maka
perlu adanya bimbingan dan arahan agar sempurna pendidikan tauhidnya.
Misalkan, seseorang yang telah beriman dan percaya kepada Allah SWT
masih juga mempercayai bahwasanya pohon beringin didepan rumahnya
memiliki kekuatan. Pada dasarnya pendidikan tauhid tidaklah diperuntukkan
kepada kaum muslimin saja, karena sejatinya pendidikan tauhid itu di berikan
kepada manusia di muka bumi ini yang telah menyimpang dari fitrah
bertauhid dan bagi yang telah bertauhid agar ketauhid-annya lebih sempurna.
Disamping terdapat perbedaan pada objek pendidikan, juga terdapat
subjek pendidikan. Pada umumnya pendidikan itu disampaikan oleh orang
yang lebih tua, dan lebih berpengalaman serta banyak ilmunya dari pada yang
didiknya (objek). Namun dalam kisah ini, justru Nabi Ibrahim as lah yang
menyampaikan pendidikan tauhid kepada ayahnya. Meskipun demikian Nabi
61
Ibrahim as lebih banyak pengetahuannya dibandingkan dengan ayahnya,
karena beliau mendapatkan petunjuk dari Allah.
Sekarang ini, sering kita jumpai pendidikan tauhid hanya ada di
tempat-tempat tertentu saja, seperti madrasah dan majelis (pengajian) saja.
Bahkan pada umunya para orang tua pun menyerahkan sepenuhnya anak
mereka kepada lembaga pendidikan untuk di didik pendidikan tauhidnya serta
tanggung jawab guru akan kemurnian aqidah anak tersebut.
Dari kisah Nabi Ibrahim as inilah, telah menginspirasi kita agar
pendidikan tauhid dapat dilakukan dimana saja (tidak terbatas tempat),
diberikan kepada siapa saja (tidak terbatas umur itu tua atau muda dan
agama). Setiap manusia mempunyai tanggung jawab akan meyeru dan
mengamalkan pendidikan tauhid kepada dirinya sendiri dan orang lain.
B. Implementasi Pendidikan Tauhid dalam Pendidikan Islam
Setelah penulis membahas analisis pendidikan tauhid telaah kisah nabi
Ibrahim as dalam surat Al-An‟am ayat 74-83, maka penulis akan menyajikan
implementasi pendidikan tauhid dalam pendidikan Islam, yaitu sebagai
berikut:
1. Pendapat pentingnya Pendidikan Tauhid
Dalam kisah Nabi Ibrahim as ini, beliau mengajak kaumnya
untuk mengamalkan tauhid dan meninggalkan segala bentuk
penyembahan yang menyekutukan Allah, agar mendapatkan petunjuk
dan perlindungan Allah. Maka Nabi Ibrahim as diutus oleh Allah
62
untuk mengajarkan pendidikan tauhid kepada kaumnya yang telah
berbuat syirik.
Apabila kita melihat kisah di atas, maka terlihat perbedaan
antara pendapat pendidikan tauhid pada zaman terdahulu dengan
yang sekarang. Pendapat yang terdahulu untuk menunjukkan umat
manusia dalam mengawali hidup keberagamaannya. Dan berbeda
dengan sekarang, pendidikan tauhid berorientasi meluruskan kembali
pemahaman manusia akan makna tauhid yang sebenarnya.
Karena pendidikan tauhid itu sendiri pun merupakan landasan
dari ajaran Islam. Lembaga pendidikan yang pertama ialah di dalam
keluarga sebelum halnya anak didik di bimbing di lembaga formal
terlebih dahulu ia di didik di keluarga dengan penanaman nilai-nilai
tauhid oleh kedua orang tuanya melalui pengajaran baca tulis AlQur‟an, melaksankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Selain itu ia juga mendapatkan pengajaran di lembaga formal
seperti sekolahan, disana anak didik di bimbingan untuk pembiasaan
berperilaku sesuai dengan nilai-nilai ketauhidan dan sesuai ajaran
Islam. Di masyarakat pun juga seperti halnya tersebut, melalui
pengajaran di TPQ atau majelis-majelis yang ada di lingkungan
tempat tinggal anak tersebut.
63
2. Tujuan
Terdapat tiga tujuan pendidikan tauhid yang ditemukan penulis
dalam ayat-ayat tersebut, pada ayat 75 yaitu berbunyi agar Dia
termasuk orang yang yakin, kemudian pada ayat 82 mereka itulah
yang akan mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang
yang akan mendapat petunjuk, dan terakhir pada ayat 83 yang
berbunyi Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa
derajat. Tiga tujuan pendidikan tauhid tersebut ialah: agar termasuk
orang yang yakin, agar mendapatkan keamanan dan petunjuk, serta
agar mendapatkan derajat.
Yang pertama, untuk mendapatkan keyakinan akan keesaan
Allah terlebih dulu manusia mengenal dan mengetahui siapa
Tuhannya dengan melalui penglihatan dan perenungan atas ciptaanNya di alam semesta ini. Maka pendidikan tauhid ini bertujuan untuk
mengantarkan manusia yang tidak percaya akan adanya Tuhan akan
menjadi percaya dan bagi manusia yang percaya maka, akan
bertambah pula keyakinannya terhadap Allah SWT.
Kedua, apabila manusia tidak memperoleh ketenangan batin
dalam dirinya dan petunjuk, ia akan selalu memiliki rasa khawatir dan
ketakutan. Dengan demikian ia akan berperilaku menyimpang dari
ajaran Islam karena ia tidak memiliki arah tujuan kehidupannya.
Disinilah pendidikan tauhid mengantarkan manusia untuk selalu
64
bertawakal kepada Allah SWT dan menyerahkan segala sesuatunya
hanya kepada Allah, sehingga ia ikhlas dalam menjalani apa yang ia
kerjakan. Dengan keikhlasan maka manusia itu akan mendapatkan
ketenangan dalam batinya karena di dalam hatinya memiliki Allah
SWT.
Ketiga, setelah manusia mendapatkan keyakinan akan keesan
Allah ia mendapatkan petunjuk dan rasa aman dalam dirinya karena
hatinya telah terarah dan memiliki Allah, maka ia akan ditinggikan
derajatnya. Yang sebelumnya ia tidak memiliki derajat maka ia akan
mendapatkan derajat karena usahanya sendiri.
Pendidikan tauhid merupakan landasan dari pendidikan agama
Islam yang memiliki tujuan agar pendidikan Islam tersebut memenuhi
kebutuhan hidup manusia berdasarkan nilai-nilai ketauhidan.
Sehingga manusia dapat menjalin hubungan yang baik antara dirinya
sendiri, Allah SWT serta sesame manusia dalam kehidupan seharihari.
3. Metode
Dalam ayat 74 terdapat metode peneguran dan arahan yang
baik terhadap kekeliruan bapak dan kaumnya dalam menyembah
berhala. Dan dalam hal ini, perlu adanya pembenaran agar tidak
selamanya kesalahan itu diperbuat.
65
Selanjutnya
(perumpamaan)
pada
yang
ayat
76-78 terdapat
menyebutkan
Nabi
metode
Ibrahim
as
amtsal
dalam
menggunakan benda-benda langit dalam perumpamaannya untuk
menjelaskan keesaan Allah SWT.
Beliau mengajarkan pendidikan tauhid ini dengan sendirinya
yang ia mulai dari proses mencari, memperhatikan, menerungkan dan
hasilnya beliau menemukan jawaban apa yang ia cari. Itu semua agar
kaumnya meniru apa yang telah di contohkan oleh Nabi Ibrahim as .
Pada awalnya Nabi Ibrahim as menyamakan dirinya sama
dengan kaumnya yang menyembah benda-benda langit, seolah-olah
ia juga menyembah benda-benda sebagai Tuhan. Ini bertujuan untuk
memudahkan ia menyangkal hujjah kaumnya.
Pada umunya manusia hanyalah percaya kepada orang yang
sepemahaman dan sepemikiran dengan mereka. Maka dengan cara
inilah Nabi Ibrahim as berdakwah untuk membangun fitrah manusia
dan menggerakan akal pikiran mereka.
Pada ayat 80 terdapat metode dialog dan diskusi yaitu
perdebatan anatara Nabi Ibrahim as dengan kaumnya yang samasama berargumen untuk menegakkan hujjah mereka dalam percaya
kepada Allah SWT.
Dan yang terakhir pada ayat 81, dijelaskan seolah-olah
Nabi Ibrahim as telah mengancam kaumnya yang telah berbuat syirik
66
terhadap Allah SWT. Metode ini ialah targhib wa tarhib yaitu metode
dengan mengancam kepada kaumnya yang telah berbuat syirik dan
akan mendapatkan hukuman atas apa yang mereka perbuat. Dalam
pendidikan sekarang metode hukuman ini diberikan kepada peserta
didik yang berbuat salah agar jera dirinya dan tidak mengulangi
perbuatan yang salah tersebut.
Pada dasarnya semua metode yang digunakan Nabi Ibrahim as
ini sesuia dengan apa yang diperintahkan Allah SWT pada firmanNya dalam surat An-Nahl ayat 125:
        
            
   
125.
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada pembahasan ini penulis akan menarik kesimpulan mengenai
analisis pendidikan tauhid sesuai pada ayat-ayat yang dikaji yaitu, pada surat
Al-An‟am ayat 74-83 sebagai berikut:
a. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan tauhid merupakan sistem
pendidikan yang berusaha menumbuhkan dan menuntun peserta didik
untuk memiliki keyakinan dan kepercayaan dalam hati setiap
individual untuk beriman kepada Allah SWT.
b. Pentingnya pendidikan tauhid, agar di dalam jiwa manusia sejak kecil
tertanam nilai-nilai tauhid dan menjadi landasan dalam kehidupan
sehari-hari.
c. Terdapat tiga tujuan pendidikan tauhid yang ditemukan penulis dalam
ayat-ayat tersebut, pada ayat 75 yaitu berbunyi agar Dia termasuk
orang yang yakin, kemudian pada ayat 82 mereka itulah yang akan
mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang akan
mendapat petunjuk, dan terakhir pada ayat 83 yang berbunyi Kami
tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Tiga tujuan
67
68
pendidikan tauhid tersebut ialah: agar termasuk orang yang yakin, agar
mendapatkan keamanan dan petunjuk, serta agar mendapatkan derajat.
d. Beberapa metode yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as dalam kisah ini
adalah sebagai berikut: menegur, mengarahkan, mencari sendiri,
berdialog dan berdiskusi serta mengancam. Semua metode tersebut di
terapkan dengan berani dan tegas.
B. Saran
Pendidikan Islam yang pada dasarnya sebagai wahana penanaman
pendidikan tauhid kepada manusia harus sesuai dengan tujuan pendidikan itu
sendiri. Sehingga peserta didik dapat memperoleh keimanan yang kuat sebagai
pedoman dalam kehidupan sehari-hari dan juga menjadi pribadi yang selalu
taqwa kepada Allah SWT.
Dari penelitian ini, penulis menyarankan sebagai berikut:
1. Untuk pendidik
Bagi pendidik dalam proses kegiatan belajar mengajar hendaknya tidak
hanya mentransfer ilmu tetapi juga disertai usaha sungguh-sungguh untuk
mengoptimalkan penanaman pendidikan tauhid kepada peserta didik agar agar
tercapai tujuan pendidikan.
2. Untuk lembaga pendidikan
Lembaga pendidikan sebagai fasilitas dimana terdapat interaksi antara
pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Sebuah lembaga
pendidikan harus menafsirkan tujuan utama pendidikan yaitu untuk
69
mengembangkan dan menanamkan pendidikan tauhid kepada peserta didik.
Sehingga peserta didik memiliki keimanan yang kuat untuk dijadikan pedoman
dalam kehidupan sehari-hari.
3. Untuk penulis
Bahwa hasil dari analisis tentang pengembangan potensi manusia
melalui pendidikan Islam dalam Q.S. Al-An‟am 7: 74-83 ini masih banyak
kekurangannya, maka dari itu diharapkan ada peneliti baru yang mengkaji
ulang dari hasil penulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad Daud. 2008. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Al-maraghi, Ahmad Mushthafa. 1992. Terjemah Tafsir Al-MAraghi JUz VII.
Semarang: Toha Putra Semarang.
Al-Qarni, „Aidh. 2008. Tafsir Muyassar. Jakarta: Qisthi Press.
Arifin, M. 2014. Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu pendekatan Praktik. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2000. Tafsir Al-Qur‟anul Majid AnNuur Juz 7. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.
Assegaf, Abd. Rachman. 2014. Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru
Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif – Interkonektif. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Budiharjdo. 2012. Pembahasan Ilmu-ilmu Al-Qur‟an. Yogyakarta: LOKUS.
Dahlan, Abd. Rahman. 1997. Kaidah-kaidah Penafsiran Al-Qur‟an. Bandung :
Mizan.
Darajat, Zakiah. 1995. Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah. Bandung:
Ruhama
Daulay, Haidar Putra. 2004. Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia. Jakarta: Kencana.
Departemen Agama Republik Indonesia. 1965. Al Qur‟an dan Terjemahannya.
Jakarta: Jamunu.
Departemen Agama Republik Indonesia. 1986. Al-Qur‟an dan Tafsirnya. Jakarta:PT.
PERTJA.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
70
71
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI. 2006. Undang-Undang
dan Peraturan Pemerintah RI: Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Departemen Agama RI.
Hamdani, M. 2001. Pendidikan Ketuhanan dalam Islam. Surakarta: Muhammadiyah
University Press.
Harahap, Sahrin. 2000. Metodologi Studi dan penelitian Ilmu-ilmu Ushuluddin.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Langeveld, M.J. 1976. Paedagogik: Teoritis-Sistematis. Jakarta: IST.
Majid, Abd. 2014. Pendidikan Berbasis Ketuhanan: Membangun Manusia
Berkarakter. Bogor: Ghalia Indonesia.
Marimba, Ahmad D. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT. Al-Ma‟arif.
Mujtahid. 2011. Reformasi Pendidikan Islam. Malang: UIN-Maliki Press.
Poerwadarminta. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Purwanto, Ngalim. 2004. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Qardhawi, Yusuf. 1992. Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan. Terjemahan oleh
Abd. Rahim Haris, Surabaya: Pustaka Progressif.
Rosidin, Dedeng. Akar-akar pendidikan dalam Al-Qur‟an dan Al-Hadits, Bandung:
Pustaka Umat, 2003.
Shihab, Muhammad Quraish. 1996. Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran
Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan.
1996. Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu‟I atas
Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan.
2014. Lentera Al-Qur‟an : Kisah dan Hikmah
Kehidupan. Bandung: Mizan.
Yunus, Mahmud. 2010. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: PT Mahmud Yunus Wa
Dzurriyyah.
Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
72
73
74
75
76
77
Download