BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Faktor-faktor penyebab kecemasan 1. Terjadi perdarahan Perdarahan pada hamil tua (perdarahan antepartum) adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 29 minggu (Drmiftah, 2010). Menurut Bibilung (2008) Perdarahan yang terjadi pada 2-5% kehamilan disebabkan banyak faktor, diantaranya : a. Keadaan mulut Rahim misalnya ada perdarahan kontak akibat hubungan seksual, keganasan, infeksi dan waktu dimulainya persalinan b. Faktor plasenta c. Faktor pembekuan darah 2. Terjadi KPD KPD adalah ketuban pecah sebelum waktunya. Pada trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi Rahim dan gerakan janin. Pada trimester ketiga terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang (Kusmiyati, 2009). 3. Terjadi kelahiran bayi prematur Kelahiran bayi prematur adalah kelahiran bayi pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu. Kelahiran prematur disebabkan oleh 50% terjadi spontan, 30% akibat ketuban pecah dini. Ketuban pecah dini salah satu penyebab penting terjadinya kelahiran prematur (anggraini, 2011). Universitas Sumatera Utara B. Kecemasan 1. Pengertian Seseorang akan menderita gangguan cemas manakala yang bersangkutan tidak mampu mengatasi stressor psikososial yang dihadapinya (Hawari, 2001). Menurut Stuart dan Sudden (1998) dalam Astria (2009), kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya “anxiety” berasal dari Bahasa Latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci” yang berarti mencekik. Kecemasan merupakan perasaan individu dan pengalaman subjektif yang tidak dapat diamati secara langsung dan perasaan tanpa objek yang spesifik dipacu oleh ketidaktahuan dan didahului oleh pengalaman baru. 2. Gejala Klinis Cemas Menurut Hawari (2001) keluhan – keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan antara lain: a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut c. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat f. Keluhan-keluhan somatic, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya. Universitas Sumatera Utara 3. Tingkat Kecemasan Menurut Stuart and Sundeen (1998) dalam Astria (2009), klasifikasi tingkat kecemasan dibedakan menjadi empat, yaitu: a. Tingkat kecemasan ringan, ditandai dengan: 1) Respon fisiologis seperti ketegangan otot ringan. 2) Respon kognitif seperti lapang pandang meluas, memotivasi untuk belajar, kesadaran yang pasif pada lingkungan. 3) Respon tingkah laku dan emosi seperti suara melemah, otot-otot wajah relaksasi, mampu melakukan kemampuan/keterampilan permainan secara otomatis, ada perasaan aman dan nyaman. b. Tingkat kecemasan sedang, ditandai dengan: 1) Respon fisiologis seperti peningkatan ketegangan dalam batas toleransi, perhatian terfokus pada penglihatan dan pendengaran, kewaspadaan meningkat. 2) Respon kognitif seperti lapang persepsi menyempit, mampu memecahkan masalah, fase yang baik untuk belajar, dapat fokus pada hal-hal yang spesifik. 3) Respon tingkah laku dan emosi seperti perasaan tertantang dan perlu untuk mengatasi situasi pada dirinya, mampu mempelajari keterampilan baru. c. Tingkat kecemasan berat, ditandai dengan: 1) Respon fisiologis seperti aktivitas sistem saraf simpatik (peningkatan epinefrin, tekanan darah, pernapasan, nadi, vasokonstriksi, dan peningkatan suhu tubuh), diaphoresis, mulut kering, ingin buang air kecil, hilang nafsu makan karena penurunan aliran darah ke saluran pencernaan dan peningkatan produk glukosa oleh hati, perubahan sensori seperti penurunan kemampuan mendengar, nyeri, pupil dilatasi, ketegangan otot dan kaku. Universitas Sumatera Utara 2) Respon kognitif seperti lapang persepsi sangat menyempit, sulit memecahkan masalah, fokus pada satu hal. 3) Respon tingkah laku dan emosi seperti lapang personal meluas, aktifitas fisik meningkat dengan penurunan mengontrol, contoh meremas tangan, jalan bolak-balik. Perasaan mual dan kecemasan mudah meningkat dengan stimulus baru seperti suara. Bicara cepat atau mengalami blocking, menyangkal, dan depresi. d. Tingkat panik, ditandai dengan: 1) Respon fisiologis seperti pucat, dapat terjadi hipotensi, berespon terhadap nyeri, bising dan stimulus eksternal menurun. Koordinasi motorik buruk. Penurunan aliran darah ke otot skeletal. 2) Respon kognitif seperti tidak terkontrol, gangguan berpikir secara logis, tidak mampu memecahkan masalah. 3) Respon tingkah laku dan emosi seperti perasaan marah, takut dan segan. Tingkah laku menjadi tidak biasa seperti menangis dan menggigit. Suara menjadi lebih tinggi, lebih keras, bicara cepat dan blocking. 4. Alat Ukur Kecemasan Menurut Hawari (2001) untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali orang menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRS-A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gajala yang lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0 – 4, artinya adalah: Nilai 0 = tidak ada gejala 1 = gejala ringan Universitas Sumatera Utara 2 = gejala sedang 3 = gejala berat 4 = gejala berat sekali Penilaian atau pemakaian alat ukur ini dilakukan oleh dokter (psikiater) atau orang yang telah dilatih untuk menggunakannya melalui teknik wawancara langsung. Masing-masing nilai angka (score) dari ke 14 kelompok gajala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui tingkat kecemasannya. 5. Penanggulangan Kecemasan Menurut skripsi Darse (2006) Karena kecemasan merupakan emosi yang sangat tidak menyenangkan. Kecemasan tidak akan dapat dihadapi dalam jangka waktu yang lama. Kita termotivasi kuat untuk melakukan sesuatu guna meredakan keadaan yang tidak menyenangkan tersebut. Setiap individu mengembangkan berbagai macam cara untuk mengatasi situasi yang menimbulkan kecemasan dan perasaan cemas itu sendiri. Ada dua cara utama untuk menanggulangi kecemasan. Cara pertama menitikberatkan pada masalah : individu menilai situasi yang menimbulkan kecemasan dan kemudian melakukan sesuatu untuk mengubah atau menghindarinya. Cara kedua menitik beratkan pada emosi : individu berusaha mereduksi perasaan cemas melalui berbagai macam cara dan tidak secara langsung menghadapi masalah yang menimbulkan kecemasan itu. Kedua tindakan ini dirancang untuk menanggulangi masalah tersebut. C. Hubungan Seksual 1. Pengertian hubungan seksual Hubungan seksual adalah aktivitas seksual yang berkaitan dengan sistem reproduksi yang melibatkan gamet pria dan wanita (Dorland, 2002). Selain itu, Universitas Sumatera Utara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), hubungan seksual adalah yang berhubungan dengan persetubuhan antara pria dan wanita. 2. Frekuensi hubungan seksual Menurut Andik (2007) dalam Kusumaningtiyas (2008) frekuensi hubungan seksual selama kehamilan Menurut Ed. Wheat, MD dalam bukunya yang berjudul Intended for pleasure menulis, frekuensi rata-rata hubungan seksual selama kehamilan adalah: a. Trimester I : 2 kali perminggu b. Trimester II : 3 kali perminggu c. Trimester III : 1 kali perminggu Hubungan seksual dari tiap trimester kehamilan menurut Suryoprajogo (2008) dalam Aini (2013) adalah: a. Hubungan Seksual pada Trimester Pertama (0-12 minggu) Selama tiga bulan pertama kehamilan wanita yangmengalami mual muntah karena pengaruh hormon terjadinyapeningkatan hormon progresteron, sehingga merasakan dorongan seksualnya menurun yang mengakibatkan berkurangnya frekuensi semua aktivitas seksual. Keadaan ini mudah dipahami, karena mual dan muntah yang terjadi dapat menimbulkan gangguan bagi kesehatan tubuh secara umum. Meskipun terdapat bermacam - macam variasi dari masing - masing pasangan, pola ketertarikan seksual pada trimester pertama kehamilan tetaplah umum. Tidak mengherankan jika pada awal kehamilan terjadi penurunan minat terhadap seks. b. Hubungan Seksual pada Trimester Kedua (12-24 minggu) Selama trimester kedua 80% wanita hamil merasakan dorongan seksual. Banyak laki-laki yang senang melakukan hubungan seksual ketika pasangannya hamil saat trimaster ini. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya dorongan seksual dari istri. Universitas Sumatera Utara Sebab lain karena temperatur vagina menjadi lebih hangat pada masa kehamilan sehingga menimbulkan rangsangan seksual yang lebih besar. Meskipun tidak selalu minat untuk berhubungan seks umumnya mulai meningkat pada trimester kedua ini. Pada masa ini, secara fisik dan psikologi istri dan pasangan sudah lebih dapat menyesuaikan diri pada berbagai perubahan yang terjadi karena kehamilan. Tubuh calon ibu yang telah dapat menerima dan terbiasa dengan kondisi kehamilan membuatnya dapat menikmati aktivitas dengan muntah dan segala rasa tidak enak biasanya sudah jauh berkurang dan tubuh terasa tidak nyaman. Selain itu, pada masa ini kehamilan juga belum terasa besar serta memberatkan seperti pada trimester ketiga dan suasana hati yang jauh lebih baik dari trimester pertama membuat gairah lebih meningkat. Bagi para suami, di masa ini pasangan mereka terlihat lebih menarik dibanding sebelumnya. Kepercayaan diri yang meningkat membuat calon ibu terlihat lebih cantik, ditunjang dengan kulit dan rambut yang semakin ”bercahaya” karena pengaruh hormon kehamilan. Namun, ada juga suami yang mengalami penurunan gairah karena khawatir berhubungan intim dapat menganggu kesehatan ibu hamil atau janin, perasaan cemas bakal segera menjadi ayah, atau bahkan perasaan tidak enak karena merasa si janin ”menyaksikan” acara bercinta tersebut. c. Hubungan Seksual pada Trimester Ketiga (25-36 minggu) Selama tiga bulan terakhir masa kehamilan, kelelahan yang terasa meningkat karena kehamilan yang semakin besar, mengakibatkan dorongan seksual dan reaksi seksual menurun. Akibatnya frekuensi hubungan seksual menjadi banyak berkurang. Saat persalinan semakin dekat, umumnya hasrat libido kembali menurun, terkadang bahkan lebih drastis dibandingkan dengan saat trimester pertama. Perut yang kian membuncit membatasi gerakan dan posisi nyaman saat berhubungan intim. Rasa Universitas Sumatera Utara nyaman sudah jauh berkurang. Pegal di punggung dan pinggul, tubuh bertambah berat dengan cepat, nafas lebih sesak (karena besarnya janin mendesak dada dan lambung), dan kembali merasa mual menyebabkan menurunnya minat seksual. 12 Selain itu, perut yang besar, kaki bengkak, dan wajah sembap membuat calon ibu merasa tidak hot lagi di mata pasangan. Perasaan itu pun semakin kuat jika suami juga enggan untuk berhubungan seks, meski hal itu sebenarnya karena ia merasa tidak tega atau khawatir melukai calon ibu dan janin. 3. Fisiologi Seks Menurut Yulaikha (2009) fisiologis terhadap seks antara ibu hamil dan wanita tidak hamil. Terdapat empat fase reaksi seksual, antara lain: a. Fase gairah seksual Labia mayora 1) Nulipara/tidak hamil: pembesaran labia mayora sama. 2) Multipara: labia mayora lebih membesar daripada nulipara. Labia minora: null dan multipara sama dan terjadi pembesaran 2-3 kali. b. Fase plateau Lanjutan dari fase gairah seksual menuju orgasmus. 1) Terjadi perubahan warna kulit labia minora dari warna merah muda menjadi merah sekali bersamaan dengan orgasme. 2) Umumnya, wanita hamil dan tidak hamil sama pada fase ini. c. Fase orgasmus 1) Merupakan puncak dari respons seksual. 2) Pada wanita hamil, terjadi kontraksi 1/3 distal dari vagina dan uterus. 3) Selama trimester III, khususnya pada minggu ke-4 terakhir ke-hamilan, uterus mengalami spasme tonik, di samping ritme kontraksi yang teratur. Universitas Sumatera Utara d. Fase resolusi 1) Umumnya pada ibu hamil, kembalinya darah tidak seluruhnya karena tingkat ketegangan seksual ibu hamil lebih tinggi diban-dingkan wanita tidak hamil. 2) Perasaan bahagia tidak mengurangi ketegangan untuk beberapa waktu 13 4. Posisi Seks yang Aman saat Hamil Menurut Ningsih & Arifah (2012) Beberapa posisi seks saat hamil yang aman dan tidak mengganggu janin: a. Posisi Wanita di atas Posisi ini adalah posisi sanggama yang paling nyaman bagi wanita hamil, sebab ia dapat mengontrol kedalaman penetrasi. b. Posisi Duduk Hubungan intim dengan posisi duduk biasanya dilakukan pada kehamilan pertengahan atau lanjut, di mana tidak memerlukan banyak gerakan. Pia duduk dan wanita duduk di atasnya saling berhadapan atau membelakangi yang pria bila perut sudah sangat besar. Posisi ini juga memungkinkan wanita untuk mengontrol kedalaman penetrasi. c. Setengah Duduk Dengan tidak menekan perut, posisi ini mengharuskan ibu hamil telentang dan membuat sikap seperti duduk, sedangkan suami berlutut dengan satu kaki menahan berat badannya. Beberapa wanita yang senang dengan posisi ini sebelum hamil, dapat meletakkan kedua kaki di atas pundak suaminya untuk menciptakan multiorgasme. Hal yang paling penting dari semua posisi seks selama kehamilan ini adalah jangan meletakkan beban berat. Beberapa wanita hamil mungkin mengalami kondisi fisik yang kurang memungkinkan untuk berhubungan seks. Hal ini bisa saja dipicu Universitas Sumatera Utara oleh beberapa faktor yang dapat membahayakan janin. Pada saat seperti itu seharusnya tidak berhubungan seks dalam jangka waktu tertentu (Ningsih & Arifah, 2012). Menurut Daniarti (2010) ada 4 posisi hubungan seks yang dianjurkan bagi ibu hamil, antara lain: a. Posisi sendok kembar Posisi ini dapat menjadi sangat intim. Istri dan suami tidur pada satu sisi tubuh. Suami berada di belakang istri, keduanya menekuk tubuh seperti huruf C dan penis dimasukkan dari belakang. b. Istri tidur di salah satu sisi tempat tidur dengan kaki menyentuh lantai, sedangkan suami berdiri berhadapan. Pada posisi ini penis dapat dimasukkan jauh ke dalam, namun harus secara perlahan dan hati-hati. c. Posisi sama sisi Posisi ini sangat baik dilakukan pada kehamilan trimester akhir, karena mampu mengontrol tekanan dan berat kandungan. Suami dan istri tidur saling berhadapan di sisi masing-masing. Kaki suami masuk di bawah kaki istri (kaki istri dapat lurus atau ditekuk), dan penis dimasukkan dengan berbagai sudut. Variasi lain adalah istri tidur berbaring dan suami dari salah satu sisi istri. Letakkan kaki istri lebih dekat kepada kaki suami. Sang suami dapat memasukkan penisnya dari belakang atau menyamping. d. Istri berada di atas Posisi ini merupakan posisi yang dapat memuaskan pada trimester akhir. Posisi ini aman selama penis tidak masuk terlalu dalam pada vagina. Universitas Sumatera Utara 5. Hal – hal yang di larang melakukan hubungan seksual selama kehamilan Menurut Yulaikha (2009) bahwa hubungan seksual tidak dilarang selama kehamilan, kecuali pada keadaan-keadaan tertentu seperti : a. Terdapat tanda-tanda infeksi (nyeri atau panas) b. Sering terjadi abortus/premature c. Terjadi perdarahan per vaginam pada saat koitus d. Pengeluaran cairan (air ketuban) yang mendadak D. Ibu Hamil 1. Defenisi Ibu Hamil Gravida adalah wanita yang sedang hamil. Keadaan kesehatan ibu hamil sangat memepengaruhi kehidupan janin. Untuk melahirkan bayi yang sehat ibu hamil harus mempunyai kesehatan yang optimal. Menurut Manuaba (1998) Gravida terbagi atas dua bagian yaitu: 1) Primigaravida adalah wanita yang hamil untuk pertama kalinya. Ciri – cirinya adalah payudara tegang, puting susu runcing, perut tegang menonjol, striase livide, perineum utuh, vulva menonjol, hymen perforatus, vagina sempit, dengan rugae, portio runcing dan tertutup. 2) Multigravida adalah wanita yang pernah hamil dan melahirkan bayi cukup bulan. Ciri – cirinya adalah payudara lembek dan bekas dan menggantung, puting susu tumpul, perut lembek dan menggantung, striase livide dan ablikan, perineum terdapat bekas robekan, vulva terbuka, karunkulemirtiformis,vagina longgar tanpa rugae,portio tumpul dan terbagi dalam bibir depan – belakang. Universitas Sumatera Utara E. Kehamilan 1. Defenisi Kehamilan adalah pertemuan antara sperma dan sel telur yang menandai awal kehamilan (Kusmiyati, 2009). Kehamilan adalah dimulainya konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu ) dihitung dari hari pertama sampai terakhir. Oleh karena dalam tubuh ada sesuatu yaitu individu 16 itu yang tumbuh dan berkembang untuk menyesuaikan diri, dengan adanya individu tubuh mengadakan perubahan,memberi tempat, kesempatan dan jaminan untuk tumbuh dan berkembang sampai saatnya dilahirkan (Prawirohardjo, 2007). Pada kehamilan ada tiga trimester(kusmiyati, 2009) yaitu: a. Trimester I Trimester pertama sering dikatakan sebagai masa penentuan.pada trimester ini seorang ibu akan selalu mencari tanda-tanda untuk lebih meyakinkan bahwa dirinya memang hamil.setiap perubahan yang terjadi pada tubuhnya akan selalu diperhatikan dengan seksama.Hasrat untuk melakukan hubungan seks,pada trimester pertama berbeda-beda.Walaupun beberapa wanita mengalami gairah seks yang lebih tinggi,kebanyakan mereka mengalami penurunan libido selama periode ini. b. Trimester II Trimester II sering disebut sebagai periode pancaran kesehatan ,saat ibu merasa sehat.ini disebabkan selama trimester ini umumnya wanita sudah merasa baik dan terbebas dari ketidaknyamanan kehamilan. Pada trimester ini pula ibu dapat merasakan gerakan bayinya ,dan ibu mulai merasakan kehadiran bayinya sebagai seseorang diluar dari dirinya sendiri. c. Trimester III Universitas Sumatera Utara Trimester ketiga sering disebut sebagai periode penantian.pada periode ini wanita menanti kehadiran bayinya sebagai dari dirinya,dia menjadi tidak sabar untuk segera melihat bayinya.ketakutan seorang ibu terlihat selama trimester ketiga wanita mungkin khawatir terhadap hidupnya dan bayinya, ibu mulai merasa takut akan rasa sakit dan bahaya fisik yang akan timbul pada waktu melahirkan. Pada pertengahan trimester tiga ,hasrat seksual tidak setinggi pada trimester kedua karena abdomen menjadi sebuah penghalan Universitas Sumatera Utara