BAB V PENUTUP Identitas merupakan hal yang penting

advertisement
BAB V
PENUTUP
Identitas merupakan hal yang penting karena identitas merupakan
pemahaman tentang diri sendiri. Kebanyakan masyarakat tidak hanya terdiri
dari satu tradisi budaya tunggal, tetapi dari sejumlah kelompok budaya yang
berinteraksi dengan berbagai cara dalam suatu kerangka kerja nasional yang
lebih luas. Masyarakat majemuk muncul akibat aneka peristiwa sejarah,
termasuk kolonisasi (satu budaya oleh budaya lain), pembentukan bangsa
(dengan menempatkan batas-batas sekitar sejumlah kelompok budaya yang
pilah) dan migrasi (para individu dan kelompok-kelompok untuk tinggal di
negara lain).
Stereotype, sikap, dan diskriminasi dapat diterapkan ke pemahaman dan
resolusi persoalan-persoalan yang muncul dalam masyarakat majemuk secara
budaya. Stereotype menjadi alat psikologis bermanfaat yang terdapat dalam
masyarakat multikultural. Karena sikap yang terlalu fanatik akan budayanya
sendiri lalu mengesampingkan kelompok budaya lain sehingga terjadi
overgeneralization dan menjadi sebuah evaluasi negatif (sikap dan prasangka)
yang ditujukan kepada anggota kelompok yang bersangkutan. Dengan adanya
stereotype yang serampangan atau terjadinya evaluasi negatif terhadap
kelompok budayanya, stereotype sebetulnya membuat kita sadar untuk
waspada serta memilah informasi yang penting untuk dipegang dalam interaksi
multikultural sehari-hari.
Taylor (1981) telah menguji beberapa aspek ”yang secara sosial
diharapkan” dari pembuatan stereotype yang mencerminkan daya tarik timbal
balik, bahkan para anggota dari masing-masing kelompok memelihara melalui
stereotype, hal etnik yang membedakan diri mereka dengan yang lain (Taylor,
1981, hal. 164). Situasi yang mengandung keinginan menjalin hubungan positif
dan pembedaan kelompok ini telah kita temukan sebagai suatu modus integrasi
hubungan dalam masyarakat majemuk.
153
Sikap adalah sebuah ciri yang paling mendasar dalam masyarakat
majemuk, seperti sikap etnis yang mungkin muncul di antara anggota
kelompok ingroups dan kelompok outgroups. Ada kecenderungan yang
konsisten terhadap ethnosentrisme (penilaian terhadap kelompok sendiri selalu
lebih tinggi daripada terhadap kelompok lain), suatu derajat komunalitas yang
tinggi (kecenderungan berbagi pandangan yang berasal dari “kedudukan” tiap
kelompok dalam suatu masyarakat majemuk), dan suatu derajat resiproksitas
atau keseimbangan dalam evaluasi timbal balik yang sedang.
Diskriminasi memang harus ditemukan dalam suatu masyarakat
multikultural. Sebenarnya mungkin individu atau kelompok-kelompok yang
berbeda secara budaya di dorong oleh masyarakat yang lebih luas untuk
memelihara perbedaan-perbedaan yang ada pada diri mereka dengan tujuan
untuk mengecualikan mereka dari interaksi dan partisipasi sehari-hari dalam
kehidupan ekonomi, politik, dan pendidikan masyarakat. Hanya dalam modus
integrasi, dimana masyarakat terbuka terhadap dan menerima keinginankeinginan seorang individu atau kelompok, dan dimana individu tersebut bebas
memilih tingkatan yang mereka pilih atas pemeliharaan budaya dan partisipasi
dalam masyarakat yang lebih luas, baru lah dipertimbangkan tidak ada
diskriminasi. Faktor eksternal seperti diskriminasi adalah suatu proses penentu
penting posisi suatu kelompok dalam masyarakat.
Identitas etnis sendiri merupakan atribut yang sudah melekat pada
kelompok-kelompok komunitas dengan ciri khas tertentu. Identitas seperti ini
biasanya sudah melekat secara mendasar dan akan menjadi penanda paling
dominan dalam berbagai aktivitas etnis tersebut. Identitas etnis menjadi sebuah
ikatan yang sangat kuat sebagai pembeda dengan etnis lain. Identitas etnis
muncul dari sebuah rangkaian proses interaksi antara masing-masing
anggotanya maupun dengan kelompok lainnya. Proses seperti ini adalah sebuah
proses yang panjang bagi kelompok etnis tersebut untuk menunjukkan
keberadaan mereka dengan ciri khas yang mereka bawa. Termasuk dalam hal
ini adalah penguatan identitas etnis yang dilakukan oleh keturunan etnis Arab
di Surakarta. Diketahui bahwa di Surakarta sendiri diwarnai oleh beberapa
154
etnis seperti Cina, Arab, India, dan etnis-etnis asli Indonesia lainnya. Peneliti
merasa kajian mengenai etnis Arab patut menjadi bahasan karena etnis Arab
juga cukup dominan di Surakarta.
Sebuah realitas umum juga menunjukkan bahwa pembauran dan
adaptasi antara etnis Arab dengan kelompok lokal cukup berhasil dan
berlangsung baik. Etnis Arab memiliki kemampuan beradaptasi dengan
kelompok lokal walaupun secara pemukiman mereka hidup mengelompok
dalam satu wilayah dan dikenali sebagai perkampungan Arab. Mereka bahkan
menguasai budaya lokal seperti pemahaman dan fasih dengan bahasa
kelompok lokal, namun identitas dan ciri khas etnisnya tetap terlihat. Meskipun
masih ada beberapa individu yang tidak dapat berbaur dengan kelompok lokal
dan terlalu fanatik dengan etnisnya sendiri. Sangat disayangkan ketika ada
individu atau kelompok etnis yang memiliki sikap tersebut karena mereka tidak
mengetahui seperti apa perjalanan panjang kelompok etnis mereka sehingga
bisa bertahan hidup dengan perbedaan etnis yang mereka bawa.
Kelompok etnis tertentu beradaptasi dan berusaha membaur dengan
kelompok lokal tanpa menghilangkan nilai-nilai budaya mereka sendiri dapat
terbilang cukup sulit di tengah masyarakat yang multikultural. Karena jika
masing-masing individu tidak memiliki sikap yang kuat terhadap identitasnya
maka nilai-nilai budaya yang seharusnya dibawa dapat hilang begitu saja
terbawa oleh budaya lain yang lebih menonjol. Sikap etnosentris dan fanatik
terhadap etnis dan budaya sendiri membuat penolakan terhadap kelompok
outgroups. Mungkin sikap seperti itu di sebabkan awalnya karena kelompok
etnis tersebut merasa bahwa mereka adalah sebuah kelompok minoritas lalu
timbul ketakutan akan ancaman-ancaman kelompok dominan kemudian
membuat mereka berusaha untuk memperkuat diri sendiri dan kelompoknya
dengan sikap yang terbuka dengan kelompok sendiri dan berusaha menarik diri
dengan kelompok dominan.
Dari sisi komunikasi ingroups, keturunan etnis Arab di Surakarta dari
hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar dari mereka sulit untuk
berkomunikasi dengan lingkungan di luar lingkungan mereka atau bisa
155
dikatakan sangat selektif untuk memilih lawan bicara dan dengan siapa mereka
berkomunikasi. Dalam beberapa faktor dalam komunikasi ingroups ada faktor
yang tidak menunjukkan bahwa faktor tersebut menjadi penguatan identitas
kultural, seperti pada faktor bahasa. Bahasa yang mereka gunakan lebih kepada
bahasa lokal daerah setempat atau bahasa Jawa Solo, penguasaan bahasa Arab
juga dikenal sebagai bahasa Arab Pasar Kliwon, yang sebenarnya pun bahasa
Arab tersebut mengalami pergeseran lafal dari lafal yang seharusnya.
Penguatan identitas kultural yang paling kuat dalam kelompok ingroups
adalah perkawinan antar etnis Arab. Agar keturunan mereka tidak terputus dan
tetap mempertahankan nama serta golongan mereka. Misalnya saja untuk
perempuan keturunan etnis Arab, karena mereka tidak membawa nama
keluarga (nama keluarga hanya diturunkan untuk pihak laki-laki saja), agar
keturunan dan darah Arab mereka tidak terputus mereka harus menikah dengan
sesama etnis Arab atau laki-laki Arab agar keturunan mereka memiliki nama
keluarga Arab. Menurut mereka, perbedaan budaya dapat menciptakan
kesulitan dalam berkomunikasi, khususnya dalam hal menyatukan perbedaan
kultur dalam sebuah perkawinan.
Berdirinya sekolah Diponegoro yang mayoritas siswa-siswinya adalah
keturunan etnis Arab di Surakarta juga menjadi bukti bahwa sejak dulu etnis
mereka sudah melakukan penguatan identitas kultural dengan membawa dan
memperkenalkan budaya Arab. Keturunan etnis Arab di Solo mempercayai
bahwa peninggalan berupa sekolah serta Masjid adalah sebuah identitas
kultural. Jika melihat etnis Arab di Solo sudah pasti orang akan “mencap”
sebagai Arab Pasar Kliwon, padahal hal tersebut belum tentu benar adanya,
oleh sebab itu Kampung Arab Pasar Kliwon menjadi sangat ikonik sebagai
daerah atau kawasan untuk orang-orang Arab di Solo.
Keturunan etnis Arab di Surakarta juga sangat ketat dalam urusan
Agama, sehingga ketatnya peraturan dalam lingkungan Pasar Kliwon membuat
Kampung Arab tersebut menjadi ekslusif. Di Pasar Kliwon sendiri akan sangat
tabu jika melihat laki-laki dan perempuan saling berdekatan atau terlihat
sedang bersama di tempat terbuka karena akan menimbulkan konotasi negatif
156
bagi kelompok ingroups. Peraturan atau norma yang berkedok budaya seperti
itu sudah diperkenalkan sejak dini atau sejak mereka bersekolah khususnya di
sekolah Arab Diponegoro. Ketatnya peraturan di sekolah tersebut merupakan
sebuah bentuk komunikasi untuk memperkenalkan dan membentuk pola
budaya yang menjadi identitas kultural.
Dengan melakukan penguatan identitas kultural yang awalnya dibentuk
dari kelompok ingroups adalah sebuah bentuk komunikasi kepada kelompok
outgroups karena tanpa di sadari kelompok outgroups pada akhirnya menjadi
sebuah pola dan sebuah identitas terhadap etnis yang melakukan penguatan
identitas kultural.
Identitas kultural
di pahami oleh individu etnis tersebut melalui
pengenalan dari pihak keluarga atau orang tua yang menjadi penentu apakah
individu
tersebut
nantinya
menjadi
individu
yang
kuat
dalam
hal
mempertahankan identitas budayanya atau orangtua dan pihak keluarga yang
tidak memahami akan peran dan asal-usul budaya akan menciptakan individu
yang tidak melakukan penguatan identitas kultural dengan syarat dan kondisi
yang seharusnya dalam budaya tersebut. Dalam hal ini, setiap anggota
kelompok ingroups memiliki pengetahuan akan budaya tersebut melalui
pelajaran serta pengamatan dimana mereka dibesarkan, karena lingkungan
dapat mempengaruhi identitas seseorang. Kampung Arab Pasar Kliwon
Surakarta
merupakan
salah
satu
contoh
dimana
lingkungan
dapat
mempengaruhi identitas seseorang, terlihat dari peraturan yang dapat mengikat
dan membentuk karakter serta pribadi keturunan etnis Arab di Pasar Kliwon.
157
Download