BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini tingkat perkembangan ekonomi baik di Indonesia maupun dunia semakin pesat. Hal ini ditandai dengan globalisasi di segala bidang yang diiringi pula oleh tingginya lalu lintas uang dan barang dalam arus perdagangan serta semakin pesatnya pertarungan bisnis. Perkembangan ekonomi ini tidak dapat terpisahkan dari perkembangan teknologi, pendidikan dan sosial budaya. Salah satu kebutuhan yang tidak kalah penting di era globalisasi dengan tingkat perkembangan ekonomi, teknologi, pendidikan dan sosial budaya yang sangat pesat ini adalah kebutuhan akan jasa pengiriman barang. Pada mulanya jasa pengiriman barang di Indonesia dimonopoli oleh Pos Indonesia. Namun, sejak berubahnya status Pos Indonesia dari Perum (Perusahaan Umum) menjadi PT (Perseroan Terbatas) pada tahun 1995, mulai bermunculan jasa pengiriman barang dari pihak swasta seperti Tiki, JNE, DHL, dan sebagainya. Jasa pengiriman barang mempunyai peran yang sangat penting karena banyaknya penduduk yang saling mengirim barang dari tempat yang berjauhan. Selain itu perkembangan teknologi juga mendukung pentingnya jasa ini. Saat ini penjualan tidak hanya dilakukan dengan tatap muka tetapi juga secara online. Data dari APJII (Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia) menunjukkan bahwa pengguna internet di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 63 juta. Diperkirakan pada tahun 2015 jumlah tersebut menembus 139 pelanggan, jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat. Perkembangan internet yang sangat pesat tersebut diikuti dengan menjamurnya jual beli online (Hartanto, 2009). Jual beli online ini mengharuskan barang dikirimkan ke tempat tujuan. Dengan begitu, meningkatnya jual beli online ini otomatis akan diikuti dengan meningkatnya kebutuhan transportasi barang dari satu tempat ke tempat lain. 1 2 Melihat fenomena tersebut tidak aneh jika banyak bermunculan perusahaan jasa pengiriman barang. Berdasarkan data dari Asperindo (Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia), pada tahun 2012 jasa pengiriman swasta di DIY mengalami peningkatan sebesar 40%. Di awal tahun 2013 jumlah jasa pengiriman di DIY mencapai sekitar 100 perusahaan. Semakin banyaknya perusahaan jasa pengiriman barang yang tersedia membuat perusahaan-perusahaan ini harus bersaing dengan sangat ketat. Menurut Pratiwi (2010) fenomena menjamurnya perusahaan jasa pengiriman barang ini membuat perusahaan berlomba lomba melakukan penciptaan nilai dengan melakukan berbagai aktivitas yang dapat mendongkrak nilai perusahaannya seperti meningkatkan kualitas layanan, melakukan promosi, dan sebagainya. Pelayanan jasa pengiriman barang akan sangat erat hubungannya dengan kepuasan pelanggan sebagai pemakai jasa pengiriman. Pelayanan yang diberikan juga berpengaruh terhadap penentuan jasa pengiriman barang. Salah satu aspek yang meningkatkan kepuasan pelanggan sebuah perusahaan jasa pengiriman barang adalah kemampuannya untuk mengirimkan barang ke tujuan tepat waktu tanpa mengalami keterlambatan (Yusdiana, 2008). Semakin tingginya ekspektasi pelanggan terhadap kualitas layanan membuat banyak perusahaan pengiriman yang tidak bertahan. Hanya perusahaan yang benar-benar mempunyai nilai yang baik yang akan bertahan. Salah satu perusahaan jasa pengiriman barang yang saat ini masih bertahan adalah PT. Pos Indonesia (Persero), yang merupakan salah satu perusahaan BUMN. Sebagai perusahaan BUMN, Pos Indonesia dituntut untuk meningkatkan pelayanannya baik di perkotaan maupun pedesaan apalagi perusahaan ini telah didukung dengan jaringan infrastruktur terluas jika dibandingkan dengan perusahaan lain. Saat ini terdapat 4.076 kantor pos dengan sebarannya di 24.000 titik layanan dan telah mencakup 100 persen kota dan kabupaten di Indonesia serta telah menjangkau hampir seluruh kecamatan (Pos Indonesia, 2014). Namun sayangnya saat ini Pos Indonesia semakin tersaingi oleh perusahaan-perusahaan sejenis dari pihak swasta. 3 Hal ini dapat terlihat dari salah satu unit Pos Indonesia yaitu unit logistik yang hanya menguasai kurang lebih 4% dari total pangsa pasar pengiriman logistik di Indonesia (Nirwan, 2009). Sebagai salah satu BUMN pada jasa pengiriman barang, Pos Indonesia pernah memonopoli usaha ini dan mencapai masa kejayaannya. Namun sejak tahun 1995 kondisi Pos mulai memburuk dikarenakan bermunculannya jasa pengiriman barang dari pihak swasta. Pada tahun 1998, kondisi buruk Pos diperparah dengan krisis moneter dan masuknya teknologi komunikasi seperti telpon selular dan internet. Kedua teknologi tersebut mampu menggantikan surat/kartu pos/telegram untuk berkomunikasi. Dalam Panduan Praktis Marketing Communications PT. Pos Indonesia tahun 2010 yang tercantum dalam jurnal penelitian Negara & Balgies (2012) disebutkan bahwa persaingan antara Kantor Pos, perusahaan-perusahaan pengiriman swasta, dengan teknologi komunikasi yang modern menempatkan PT. Pos Indonesia pada kedudukan yang marjinal. Kehidupan iklim bisnis yang mengalami perubahan dari waktu ke waktu membuat para pelaku bisnis merasa dituntut agar mampu menyesuaikan diri mengahadapi perubahan-perubahan tersebut. Adanya perubahan iklim bisnis tersebut juga membuat PT. Pos Indonesia mengalami tantangan yang cukup berat. Hal ini ditandai dengan menurunnya citra perusahaan yang berdampak pada menurunnya kinerja laba sejak tahun 1999 sampai dengan 2005. Berdasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, terdapat beberapa hal yang membuat konsumen umumnya tidak puas terhadap jasa layanan pos, antara lain waktu tempuh surat dari pengirim sampai penerima, kecepatan petugas melayani konsumen yang akan mengirim surat, dan kemampuan petugas menyelesaikan keluhan pengirim surat. Salah satu permasalahan utama yang dialami BUMN yang bergerak di jasa pengiriman uang dan barang ini adalah seringnya terjadi keterlambatan pengiriman atau waktu tempuh surat dari pengirim sampai penerima yang tidak sesuai standar yang telah ditetapkan oleh kantor pos. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan 4 dengan mengambil sampel di Kantor Pos Besar Yogyakarta, terdapat rata-rata 50 aduan dalam satu hari dan 78,98% dari total aduan tersebut adalah masalah keterlambatan pengiriman benda pos. Sebesar 71,93% penyebab keterlambatan tersebut berasal dari internal perusahaan. Faktor internal tersebut dapat berupa petugas maupun sistem yang diterapkan di jaringan perusahaan tersebut yang ternyata masih kurang optimal (Purwati, 2012). Saat ini PT. Pos Indonesia (Persero) terutama MPC Yogyakarta menetapkan jadwal penjemputan dan pengiriman barang berdasarkan beberapa pertimbangan. Beberapa diantaranya adalah waktu penutupan kantor pos cabang, pola kedatangan armada penjemput dari pusat, dan rekomendasi dari kantor pos pusat. Kantor pos pusat sendiri merupakan kantor pos yang menjadi pusat kegiatan perposan dan pengambilan keputusan. Kantor pos pusat terletak di Bandung, Jawa Barat. Sampai saat ini, MPC Yogyakarta belum mempertimbangkan pola kedatangan benda pos pada masing-masing kantor pos cabang dalam penentuan jadwal penjemputan maupun pengiriman benda pos. Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa PT. Pos Indonesia (Persero) masih memiliki permasalahan dalam memenuhi permintaan pelanggan untuk mengirimkan barang dengan tepat waktu. Terdapat beberapa langkah dalam alur pemrosesan benda pos. Berdasarkan data dari hasil lacak nomor kiriman, benda pos penjemputannya dilakukan lebih awal yaitu pukul 14.30 WIB tidak mengalami keterlambatan sementara benda pos yang penjemputannya dilakukan pukul 17.00 WIB mengalami keterlambatan. Oleh karena itu dalam penelitian ini yang menjadi fokus permasalahan adalah analisis jadwal penjemputan benda pos dari Mail Processing Center (MPC) ke kantor pos cabang. Saat ini di MPC telah terdapat jadwal penjemputan dan pengiriman benda pos ke kantor pos cabang. Namun dalam jadwal tersebut belum mempertimbangkan pola dan tingkat kedatangan benda pos di kantor pos cabang. 5 1.2. Rumusan Masalah Saat ini PT. Pos Indonesia (Persero) terutama cabang Yogyakarta masih memiliki permasalahan dalam memenuhi permintaan pelanggan untuk mengirimkan barang dengan tepat waktu. Berdasarkan latar belakang, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keterlambatan termasuk dari internal kantor pos sendiri. Faktor internal ini dapat berasal dari petugas maupun sistem yang diterapkan kantor pos saat ini. Salah satu sistem yang diterapkan adalah penjemputan dan pengiriman benda pos. Saat ini di MPC telah terdapat jadwal penjemputan dan pengiriman benda pos ke kantor pos cabang. Namun dalam jadwal tersebut belum mempertimbangkan pola kedatangan barang di masing-masing kantor pos cabang. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan analisis jadwal penjemputan benda pos yang dilakukan oleh MPC Yogyakarta dengan mempertimbangkan tingkat dan pola kedatangan benda pos di masing-masing kantor pos cabang. 1.3. Asumsi dan Batasan Masalah Masalah yang akan diselesaikan dalam penelitian ini memiliki batasan-batasan sebagai berikut: 1. Penelitian ini akan dilakukan pada satu perusahaan jasa pengiriman barang, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero) area Yogyakarta 2. Kantor pos yang akan diteliti pola kedatangan barangnya adalah kantor pos dengan tingkat pengiriman atau demand yang tinggi 3. Penelitian hanya dilakukan pada kiriman retail, yaitu kiriman yang dikirim oleh perorangan, tidak meliputi kiriman korporat, yaitu kiriman dari perusahaan yang telah bekerja sama dengan Pos Indonesia. 4. Penelitian hanya dilakukan untuk kiriman berupa paket dan surat tidak meliputi kiriman lain 5. Penelitian hanya dilakukan pada analisis penjadwalan penjemputan benda pos, tidak meliputi pengiriman benda pos 6 6. Penelitian hanya dilakukan pada armada yang dimiliki MPC Yogyakarta, tidak meliputi armada yang dimiliki Kantor Pos Pusat yang menjemput kiriman ke MPC Yogyakarta 7. Clustering kantor pos cabang dan agen pos dilakukan oleh MPC Yogyakarta 8. Penelitian ini belum mempertimbangkan prioritas kiriman. Asumsi yang digunakan pada penelitian ini antara lain: 1. Jalan yang dilewati armada tidak macet dan armada bergerak dengan kecepatan konstan 2. Pada beberapa kantor pos yang tidak mempunyai alamat lengkap, jarak dihitung dari titik tengah wilayah kecamatan dimana kantor pos tersebut berada 3. Minimasi jarak rute distribusi belum tentu berkorelasi langsung dengan biaya transportasi karena dalam penelitian ini belum memperhatikan aspek kepadatan lalu lintas dan kontur lintasan yang ditempuh 4. Kapasitas armada penjemput tidak terbatas 5. Benda pos yang masuk ke kantor pos cabang pada satu hari akan diangkut semua pada hari itu juga 6. Semua benda pos yang masuk ke MPC pada satu hari akan diproses dan diangkut ke tujuan berikutnya pada hari itu juga 7. Pengambilan data dengan pengamatan di KPC dilakukan pada hari Selasa, Rabu dan Kamis. Hari lain diasumsikan mempunyai pola data yang sama. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. membangun model sistem penjadwalan penjemputan benda pos di MPC Yogyakarta 7 2. membandingkan sistem yang sekarang diterapkan di MPC Yogyakarta dengan sistem hasil penelitian 1.5. Manfaat Penelitian Model yang dibangun dan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini dapat digunakan oleh pihak MPC untuk melakukan evaluasi penjadwalan penjemputan benda pos yang telah diterapkan saat ini. Selain itu model tersebut juga dapat digunakan untuk melakukan penjadwalan ulang, dengan demikian diharapkan PT. Pos Indonesia (Persero) dapat mengurangi keterlambatan, meminimalkan biaya sekaligus meningkatkan kepuasan pelanggan.