PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner” Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017 PENDIDIKAN IPA DENGAN MODEL PAKEM Natural Science Education with PAKEM Model Sri Murni Soenarno Pendidikan Biologi, Fakultas Teknik, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indraprasta PGRI Jakarta Jl. Raya Tengah, Kelurahan Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur 13760 Hp: 08128060198 e-mail korespondensi : [email protected] ABSTRAK Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah pelajaran yang mengajarkan tentang fenomena alam di sekitar manusia. Disamping itu, IPA meletakkan landasan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guna meningkatkan minat dan bakat anak untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi maka diperlukan kesukaan anak untuk mendalami pelajaran IPA sejak usia muda. Untuk meningkatkan minat anak diperlukan model pembelajaran yang menyenangkan. Model Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) adalah model yang sesuai untuk pembelajaran IPA bagi peserta didik pada sekolah dasar. Salah satu teknik yang dapat digunakan adalah learning by game. Tulisan ini merupakan hasil pemikiran yang bertujuan untuk mengembangkan model pembelajaran terkait dengan upaya meningkatkan minat anak terhadap pelajaran IPA di sekolah dasar. Kata kunci: model PAKEM, pendidikan IPA, teknik learning by game. ABSTRACT Subjects of Natural Sciences (IPA) is a lesson that teaches about natural phenomena around humans. In addition, IPA lay the foundation of science and technology. In order to increase children's interest and talent to develop science and technology, it is necessary to deepen the child's favorite science lesson from a young age. To increase the interest of the child is required enjoyable learning model. Model Active, Creative, Effective and Fun (PAKEM) is an appropriate model for the science lesson for students in elementary school. One of the learning technique can be used on this model is learning by game technique. This paper is a result of thinking that aims to develop a learning model associated with efforts to improve the child's interest towards science subjects in primary schools. Keywords: learning by game technique, natural science education, PAKEM model. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah salah satu mata pelajaran di sekolah tingkat dasar (SD). IPA diajarkan di SD karena IPA mengajar tentang fenomena-fenomena alam di sekitar kehidupan manusia. Materi yang diajarkan di SD pun terkait dengan kehidupan sehari-hari anak-anak tersebut. Keterdekatan materi dengan kehidupan mereka sehari-hari akan mempermudah belajar anak sehingga mereka lebih mudah untuk memahami konsep-konsep IPA. IPA (sains) juga meletakkan dasar untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selanjutnya. Oleh karena itu, materi IPA yang diajarkan di SD pada umumnya adalah materi dasar agar lebih mudah untuk dipahami oleh anak-anak usia muda. Sebagaimana dinyatakan oleh Ratnaningrum et al. (2015) bahwa bidang studi bidang IPA/Biologi menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses sains. Demikian halnya dengan pernyataan Suharnanik (2014) bahwa pembelajaran IPA di SD merupakan sarana yang tepat untuk mempersiapkan para siswa agar dapat memperoleh pengetahuan-pengetahuan yang baru sehingga apa yang mereka peroleh dapat dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan Kurikulum 2013, mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam pada Kelas IV, V dan VI termasuk dalam Struktur Kurikulum dan memiliki Kompetensi Dasar masing–masing. Sedangkan untuk di kelas I, II, dan III konten mata pelajaran IPA terintegrasi ke dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (Kemendikbud, 2013). Persoalan yang timbul saat ini adalah peserta didik di SD masih kurang tertarik dengan mata pelajaran IPA. Pembelajaran IPA pada umumnya masih menggunakan metode ceramah. Kesulitan yang banyak dialami oleh guru-guru SD dalam mengajar adalah keterbatasan fasilitas untuk proses belajar mengajar (berdasarkan komunikasi lisan dengan guru-guru SD di Cibinong). Fasilitas yang umumnya tersedia di sekolah adalah papan tulis dan poster, namun ada juga sekolah yang menyediakan komputer dan LCD projector untuk proses belajar mengajarnya meskipun jumlahnya sedikit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Retno et al. (2016) bahwa masih sering terdengar keluhan dari para guru di lapangan tentang penerapan pembelajaran yang masih konvensional, salah satunya adalah belum bisa memanfaatkan lingkungan sekitar dalam pembelajarannya. Marina et al. (2015) menyatakan bahwa pembelajaran IPA di SD merupakan interaksi antara siswa Soenarno, Pendidikan IPA dengan Model PAKEM available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/ 125 PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner” Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017 dengan lingkungan sekitarnya sehingga pembelajaran IPA perlu mengutamakan peran siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Sedangkan menurut Suharnanik (2014), pembelajaran dengan penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan keaktifan siswa dalam mata pelajaran IPA. Guna meningkatkan minat dan bakat anak untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi maka diperlukan kesukaan anak untuk mendalami pelajaran IPA sejak usia muda. Untuk meningkatkan minat anak diperlukan model pembelajaran yang menyenangkan. Arti menyenangkan dalam hal ini adalah suasana belajar yang tidak menimbulkan rasa takut atau stres pada peserta didik, sehingga peserta didik akan belajar dengan serius tapi santai. Model Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan yang disingkat PAKEM adalah model yang sesuai untuk pembelajaran IPA bagi peserta didik pada sekolah dasar. Model PAKEM ini termasuk model pembelajaran kontesktual. Dalam rangka pencapaian situasi belajar yang menyenangkan, salah satu teknik yang dapat digunakan pada saat proses belajar mengajar adalah teknik learning by game, yakni belajar sambil bermain. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk mencari solusi dalam pendidikan IPA yang dapat membangkitkan minat peserta didik SD untuk mendalami IPA di kemudian hari. Manfaat dari pemikiran ini adalah terbentuknya landasan pengembangan proses belajar mengajar dalam pendidikan IPA dalam suasana yang menyenangkan bagi peserta didik di SD. KAJIAN PUSTAKA Kurikulum 2013 menggariskan penggunaan proses pembelajaran siswa aktif di tingkat sekolah dasar. Proses pembelajaran siswa aktif memerlukan waktu yang lebih panjang daripada proses pembelajaran penyampaian informasi karena peserta didik perlu latihan untuk mengamati, menanya, mengasosiasi, dan berkomunikasi. Proses pembelajaran yang dikembangkan menghendaki kesabaran guru dalam mendidik peserta didik sehingga mereka menjadi tahu, mampu dan mau belajar dan menerapkan apa yang sudah mereka pelajari di lingkungan sekolah dan masyarakat sekitarnya (Kemendikbud, 2013). Kurikulum sekolah dasar (SD)/ madrasah ibtidaiyah (MI) menggunakan pendekatan pembelajaran tematik integratif dari kelas I sampai kelas VI. Dalam pembelajaran tematik integratif, tema yang dipilih berkenaan dengan alam dan kehidupan manusia (Kemendikbud, 2013). Pembelajaran tematik yang mengaitkan beberapa mata pelajaran dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa, yakni siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipelajarinya (Saptaningrum et al., 2011). Djamarah (2011) menyatakan bahwa dalam masa usia siswa sekolah dasar, anak sudah siap menjelajahi lingkungannya, ia ingin mengetahui lingkungannya, tata kerjanya, bagaimana perasaan-perasaan, dan bagaimana ia dapat menjadi bagian dari lingkungannya. Kegiatan fisik ini mempunyai arti penting dalam kegiatan belajar, juga berperan untuk mendapatkan keterampilan-keterampilan tertentu. Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu pendidik mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi dunia peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (Iru & Arihi, 2012). Pembelajaran kontekstual ini dapat membuat peserta didik aktif dalam belajar, karena timbul rasa keingintahuan siswa untuk mendalami pengetahuan tersebut lebih lanjut. Model kontekstual merupakan konsep belajar yang beranggapan bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara ilmiah, artinya belajar akan lebih bermakna jika anak “bekerja” dan “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya (Kadir, 2013). Oleh karena peserta didik melakukan atau mengerjakan sesuatu dalam proses belajarnya, maka dia akan lebih mudah memahami pengetahuan baru yang diterimanya tersebut. Model pembelajaran PAKEM yang merupakan singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan termasuk model yang tergolong pembelajaran kontekstual. Menurut Iru & Arihi (2012), PAKEM adalah sebuah model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mengerjakan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan keterampilan dan pemahaman dengan penekanan kepada belajar sambil bekerja, sementara pendidik menggunakan berbagai sumber dan alat bantu belajar termasuk lingkungan supaya pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan efektif. Newman et al. (2004) melakukan penelitian tentang metode yang digunakan untuk pengajaran sains yakni inkuiri. Salah satu masalah dalam penelitiannya adalah adanya sciencephobia. Menurutnya banyak siswa dalam penelitian ini yang memiliki rasa takut terhadap sains atau malahan meremehkan sains. Saptaningrum et al. (2011) melakukan penelitian yang fokusnya adalah pada penjabaran model PAKEM dengan pendekatan tematik sains SD untuk menumbuhkan keterampilan berpikir. Penelitian tersebut mengharapkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang menyenangkan, sehingga kemampuan kognitifnya berkembang, khususnya keterampilan berpikir anak, sehingga dapat mengolah perolehan belajarnya, dapat menemukan bermacam-macam alternatif pemecahan masalah, membantu mengembangkan kemampuan logika, dan mengelompokkan serta mempersiapkan kemampuan berpikir logis dan kritis. Desain penelitian yang dilakukan oleh Saptaningrum et al. adalah bernuansa inkuiri dengan pendekatan bermain. Soenarno, Pendidikan IPA dengan Model PAKEM available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/ 126 PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner” Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017 Dalam suasana belajar yang menyenangkan diperkuat dengan teknik bermain akan lebih sesuai diterapkan bagi peserta didik di SD yang masih tergolong anak-anak yang masih suka bermain. Moursund (2007) menyatakan bahwa gagasan penting dalam menggunakan permainan dalam pembelajaran adalah adanya motivasi intrinsik dari siswa, yakni siswa terlibat dalam pembelajaran karena mereka ingin dilibatkan. Melalui permainan yang menyenangkan seseorang atau siswa akan mempelajari tentang sesuatu hal. Pendapat Morsund ini diperkuat oleh pendapat Sigurðardóttir. Sigurðardóttir (2010) menyatakan bahwa permainan itu menyenangkan untuk pembelajaran, karena permainan dapat membantu siswa yang tidak aktif (pasif) akibat kurangnya minat untuk belajar, menjadi aktif atau lebih aktif. Disamping itu, permainan dapat membantu para partisipan (siswa) membangun hubungan (relasi) dan merasa setara dengan sesamanya. PEMBAHASAN Mata pelajaran IPA termasuk mata pelajaran yang dianggap sulit bagi siswa SD. Anggapan ini timbul karena penggunaan metode ceramah saat guru mengajarkan materi-materi terkait IPA menjemukan siswa, dan dilanjutkan siswa harus menghafal isi materi-materi tersebut. Hal inilah yang menyebabkan peserta didik menganggap mata pelajaran IPA sebagai mata pelajaran yang tidak menyenangkan. Jika seorang anak sudah menganggap suatu ilmu itu menakutkan atau istilah yang digunakan oleh Newman et al. (2004) adalah sciencephobia, maka akan sulit bagi individu tersebut untuk menyukai dan menguasai ilmu pengetahuan tersebut. Pada akhirnya individu yang bersangkutan tidak berminat untuk mendalami pengetahuan tersebut. Dalam rangka mengembangkan literasi siswa terhadap sains dan teknologi, guru yang ingin memperbaiki suasana dalam proses belajar mengajar IPAnya perlu mengubah model pembelajarannya. Model konvensional dengan metode ceramah yang biasa dilakukan oleh guru memang efisien dari segi waktu, karena guru dapat mengatur waktu pembelajaran dengan target kurikulum yang diharapkan. Namun tidak efektif dari segi literasi terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi karena siswa akan cepat bosan dengan model pembelajaran ceramah, yakni transfer pengetahuan satu arah dari guru kepada siswanya. Hal ini berarti siswa pasif dalam proses belajar mengajar, yang dilakukan oleh siswa hanyalah mendengar, mencatat dan menghafal. Besar kemungkinan hafalan tersebut akan cepat lupa dari ingatan para siswa setelah tidak digunakan lagi. Model kontekstual yang mengharuskan siswa aktif dalam proses belajar mengajar memang membutuhkan ekstra waktu dibandingkan dengan model konvensional, tetapi siswa dapat lebih memahami pengetahuan baru yang mereka peroleh, dengan kata lain, hasilnya lebih efektif daripada penggunaan metode ceramah. Pemahaman siswa timbul dari keaktifan mereka melakukan sesuatu, tidak tertutup kemungkinan dari trial and error atau sikap coba-coba tersebut menimbulkan pemahaman tertentu. Siswa pun akan terbiasa untuk mampu menerima kegagalan jika pekerjaannya belum mencapai target yang diinginkan. Siswa sekolah dasar sudah memiliki rasa ingin tahu akan lingkungannya, disamping itu fisik mereka pun sudah mendukung untuk melakukan berbagai macam aktivitas dalam proses belajar mengajar. Guru dapat membuat rencana pembelajaran yang berbentuk kombinasi antara metode ceramah dan metode-metode yang berbasis model kontekstual. Apa pun juga penyampaian materi bersifat konsep masih tetap diberikan dalam bentuk ceramah, namun contoh-contohnya disampaikan sesuai kenyataan hidup siswa sehari-hari. Dalam lingkungan pesisir, siswanya diberi contoh-contoh yang berkaitan dengan kehidupan nelayan dan perikanan. Demikian halnya dengan siswa-siswa yang tinggal di lingkungan perkotaan atau lingkungan perdesaan seperti pertanian, contoh-contoh yang diberikan disesuaikan dengan situasi dan kondisi lokal. Pembelajaran IPA yang terlalu serius akan menimbulkan rasa tidak nyaman bagi siswa, antara lain rasa cemas atau rasa tidak mampu menyerap materi yang diajarkan. Perasaan-perasaan negatif ini akan menekan batin siswa, sehingga timbul perasaan takut atau perasaan meremehkan terhadap pelajaran IPA (sciencephobia). Penggunaan model PAKEM diharapkan dapat mengurangi bahkan menghilangkan sciencephobia pada siswanya. Penciptaan suasana yang menyenangkan dengan teknik pembelajaran yang tepat adalah cara yang dapat digunakan untuk memperbaiki situasi belajar IPA yang membosankan. Teknik learning by game merupakan suatu bentuk model pembelajaran PAKEM. Dalam teknik ini siswa belajar dalam kondisi yang menyenangkan, serius tetapi tetap santai karena mereka belajar sambil bermain. Pembelajaran IPA pun akan berjalan efektif, sesuai dengan tujuan yang diharapkan, yakni literasi di bidang IPA dan teknologi, siswa akan senang mempelajari dan mendalami IPA dan teknologi. Dengan demikian, tujuan pendidikan IPA pun akan tercapai, yakni individu yang menyukai dan ingin mendalami ilmu pengetahuan alam. Teknik learning by game juga merupakan suatu bentuk model pembelajaran kontekstual. Teknik ini menyebabkan materi-materi dikaitkan langsung dengan kehidupan sehari-hari siswa SD yang masih cenderung suka bermain. Teknik learning by game ini dibuat dalam bentuk permainan-permainan yang bermuatan pendidikan. Teknik ini dikembangkan tidak berdiri sendiri tetapi dengan mengombinasikannya dengan metode lainnya. Dengan demikian tidak ada metode tunggal yang digunakan dalam proses belajar mengajar IPA. Dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), guru sudah membuat skenario atau rancangan model, strategi dan metode apa saja yang digunakan saat mengajar mata pelajaran IPA. Skenario ini dibuat agar pembelajaran bersifat fleksibel dalam pelaksanaannya. Soenarno, Pendidikan IPA dengan Model PAKEM available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/ 127 PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner” Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017 Jika siswa sudah mengalami kejenuhan, guru dapat segera mengganti metode yang dilakukannya. Di sini diperlukan kemampuan guru untuk mengatur waktu yang disesuaikan dengan materi yang harus disampaikan. Permainan yang digunakan dalam pembelajaran IPA di SD adalah permainan yang sederhana dan tidak membutuhkan biaya yang mahal untuk pengadaannya. Permainan tersebut dapat dilakukan dalam kelas (indoor) atau di luar kelas (outdoor). Permainan tebak-tebakan dapat dilakukan dalam kelas, permainan ini merupakan cara untuk mengingat kembali (recall) materi pelajaran sebelumnya. Meskipun tampaknya merupakan bentuk penghafalan materi namun cara penyampaiannya seperti bentuk permainan, bukan sekedar tanya-jawab antara guru dan siswa. Permainan ini dapat diterapkan baik untuk kelas-kelas rendah (kelas 1, 2 atau 3) maupun untuk kelas-kelas tinggi (kelas 4, 5 atau 6). Permainan di luar kelas seperti pengenalan mata angin yang dikombinasikan dengan kepekaan pendengaran. Siswa dapat diajak ke luar kelas, lalu mereka berkonsentrasi mendengarkan suara-suara yang ada di lingkungan mereka, berdasarkan mata angin, lalu mereka mencatat atau bahkan menggambar simbol-simbol dari suara-suara yang didengar tersebut. Permainan ini cocok diaplikasikan untuk kelas-kelas tinggi di SD, karena pelajaran mereka sudah tingkat lanjut. Permainan-permainan sederhana dan murah ini dapat mendekatkan peserta didik sekolah dasar terhadap lingkungannya atau berinteraksi dengan lingkungannya. Siswa pun akan terbiasa untuk peka terhadap lingkungan dan alam sekitarnya. Jenis permainan bisa sama, tetapi semakin tinggi kelasnya semakin rumit tugas yang diberikan. Dengan demikian, guru dapat mempersiapkan berbagai materi-materi ajarnya dengan bahan atau alat bantu yang sama. Pendidik pun dapat mengajak peserta didiknya untuk membuat berbagai permainan yang sederhana dengan sumber daya yang mereka peroleh dari sekitarnya. Kreativitas pendidik dan peserta didik dapat dikembangkan melalui teknik learning by game ini. Tidak tertutup kemungkinan timbul gagasan dari peserta didik sehingga mereka mengusulkan berbagai hal kepada gurunya untuk pengembangan berbagai bentuk permainan sebagai alat bantu pendidikan. Dengan demikian, siswa akan menyenangi pelajaran sains dan secara tidak langsung mereka akan mulai belajar tentang teknologi, dimulai dari penerapan teknologi sederhana dahulu. PENUTUP Kesimpulan Pengembangan literasi anak terhadap ilmu pengetahuan alam (sains) dan teknologi memerlukan pendidikan IPA yang menyenangkan bagi siswa. Pendidikan IPA membutuhkan proses belajar mengajar dalam suasana yang menyenangkan bagi peserta didik sekolah dasar sehingga dapat menarik minat mereka untuk belajar lebih lanjut. Pendidik di tingkat sekolah dasar dapat lebih fleksibel dalam mengelola proses belajar mengajar IPA di tingkat sekolah dasar dan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar. Dengan demikian akan tercipta suasana belajar yang tidak menjemukan bagi peserta didik, yakni suasana yang serius tetapi santai. Teknik learning by game dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran IPA di tingkat sekolah dasar. Teknik ini memanfaatkan lingkungan sekitar dan sumber daya lokal sebagai sumber belajarnya. Disamping itu, teknik ini dapat membangkitkan kreativitas siswa dalam membuat alat bantu pendidikan berbentuk permainan-permainan. Dengan demikian tujuan pendidikan IPA dengan model pembelajaran PAKEM dapat tercapai. Saran Hasil pemikiran ini dapat dijadikan landasan untuk penelitian pendidikan berupa eksperimen di SD/MI. Namun demikian, dalam artikel ini masih banyak kelemahan dalam landasan teorinya. DAFTAR RUJUKAN Djamarah, S.B. (2011). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Iru, L. & Arihi, L.O.S. (2012). Pendekatan, Metode, Strategi, dan Model-model Pembelajaran. Bantul: Multi Presindo. Kadir, A. (2013). Konsep Pembelajaran Kontekstual Di Sekolah. Dinamika Ilmu 13 (3). Retrieved from http://journal.iainsamarinda.ac.id/index.php/dinamika_ilmu/ . [Kemendikbud] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Kurikulum 2013. Kompetensi Dasar. Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Marina, C. Rofieq, A., & Wahyuni, S. (2015). Peningkatan Hasil Belajar Materi Penyesuaian Makhluk Hidup Dalam Pembelajaran Kooperatif Metode Think-Pair-Share Dipadu Dengan Metode Picture And Picture Pada Siswa Kelas V-A SD Muhammadiyah 8 Dau Malang. Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia. 1 (1), 71-77. Retrieved from http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jpbi/ Moursund, D. (2007). Introduction to Using Games in Education: A Guide for Teachers and Parents. Oregon: University of Oregon. Retrieved from http://pages.uoregon.edu/moursund/Books/ . Newman, W.J., Abell, S.K., Hubbard, P.D., McDonald, J., Otaala J. & Martini, M. (2004). Dilemmas of Teaching Inquiry in Elementary Science Methods. Journal of Science Teacher Education. 15(4). 257– 279. Retrieved from Soenarno, Pendidikan IPA dengan Model PAKEM available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/ 128 PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner” Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017 http://web.stanford.edu/dept/SUSE/projects/ireport /. Ratnaningrum, D.A., Chamisijatin, L., & Widodo, N. (2015). Penerapan Pembelajaran Guided Inquiry Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar IPA Pada Siswa Kelas VIII-A SMP Muhammadiyah 2 Batu. Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia. 1 (2), 230-239. Retrieved from http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jpbi/ . Retno, R.S. & Yuhanna, W.L. (2016). Pembelajaran Konsep Dasar IPA Dengan Scientific Inquiry Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir, Bekerja Dan Bersikap Ilmiah Pada Mahasiswa. Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia. 2 (1), 1-9. Retrieved from http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jpbi/ . Saptaningrum, E., Kusdaryani, W. & Refiane, F. (2011). Model Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif Menyenangkan Melalui Pendekatan Tematik Untuk Pembelajaran Sains. Jurnal Penelitian Pembelajaran Fisika. 2 (1), 34-44. Retrieved from http://e-jurnal.ikippgrismg.ac.id/index.php/JP2F/ . Sigurðardóttir, S.D. (2010). The use of games in the language classroom. Sigillum Universitatis Islandiae. Retrieved from http://skemman.is/stream/get Suharnanik, L. (2014). Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA (Pokok Bahasan Sistem Tata Surya) Melalui Pendekatan Kontekstual Pada Siswa Kelas VI C SDN Tanggul Wetan 02 Jember. Pancaran Pendidikan. 3 (2), 175-184. Retrieved from http://jurnal.unej.ac.id/index.php/pancaran/ . Soenarno, Pendidikan IPA dengan Model PAKEM available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/ 129