Kerentanan dan Ketahanan Sekolah dalam Manajemen Risiko Bencana Berbasis Gender [email protected] Gender – Ekologi (Basher, 2008) • Bencana yang lahir dari perubahan alam mempengaruhi hidup jutaan orang setiap tahunnya. Membunuh jutaan anak-anak dan mengakibatkan kerugian ekonomi yang besar. • Bencana alam sangat mengubah hidup mereka yang miskin khususnya kelompok perempuan dan anak-anak perempuan. • Akar penyebabnya adalah kerentanan kelompok perempuan yang diasosiasikan dengan kemiskinan struktural, kerugian politik dan ekonomi, eksploitasi lingkungan dan kesadaran yang kurang akan penanganan bencana dalam pembelajaran di sekolah-sekolah yang rentan terhadap bencana alam. Elaina Enarson et.al (2007) • Ketika terjadi bencana, perempuan tidak menjadi prioritas. Hak Asasi Manusia perempuan dan anak-anak perempuan sering diabaikan dalam krisis lingkungan dan krisis pasca bencana. • Hilangnya perspektif gender dalam penanganan dan tanggap bencana telah mengubah hidup anak-anak perempuan. • Bantuan-bantuan yang bersifat khusus untuk perempuan bahkan tidak ada, misalnya pembalut, alat bantuan melahirkan, dan bantuan gizi untuk ibu hamil dan menyusui. • Tsunami Aceh, perempuan dan anak-anak perempuan empat kali lipat lebih banyak menjadi korban karena mereka tidak bisa berenang dan karena mereka memilih untuk menyelamatkan anakanak dan rumahnya. • Perspektif gender harus masuk dalam kebijakan penanganan manajemen risiko bencana, jika tidak ingin mengabaikan separuh penduduk dunia, yaitu perempuan. Vatza (2004) • Risiko kebencanaan diukur melalui dua hal, yaitu kerentanan dan ketahanan. • Risiko kebencanaan tidak bisa dilepaskan dari bagaimana perempuan rentan terhadap bencana dan bagaimana perempuan mengatasi risiko kebencanaan. • Rumah tangga dan sekolah merupakan rumah pertama bagi perempuan dan anak-anak perempuan dimana mereka mendapatkan bencana kali pertama. Merapi • Merapi (2.968 mdpl) merupakan gunung api teraktif di dunia dengan siklus erupsi 2- 5 tahun sekali. • Posisi Merapi tepat di Jantung peradaban Pulau Jawa yang padat penduduk. Setidaknya setengah juta jiwa tinggal di kawasan risiko tinggi bencana. • Erupsi besar Merapi mengubah secara langsung kehidupan sosial, politik, budaya dan ekonomi masyarakat Jawa. • Mitologi Jawa meyakini erupsi sebagai tanda perubahan jaman, situasi politik, pertanda munculnya bencana lainnya yang lebih besar. Ancaman Bahaya • Letusan Merapi tahun 1006 mengakibatkan Kerajaan Medang atau Mataram Kuno harus pindah ke Jawa Timur • Letusan 15-20 April 1872 dianggap sebagai letusan terkuat dalam catatan geologi modern, menghancurkan semua desa di elevasi 1000 dpl • Letusan 1930 menghancurkan 13 desa, 23 desa rusak, 1.369 jiwa meninggal. • Letusan 1960 membuat desa-desa di radius 4 kilometer dari puncak hilang. • Letusan 2010 mengakibatkan setidaknya 341 jiwa meninggal, 368 jiwa rawat inap; 3.307 rumah, sekolah, puskesmas dan pasar rusak; 61.154 jiwa mengungsi. Nilai kerugian mencapai Rp 4,23 triliun. • Ancaman lahar dingin disepanjang DAS Apu, Trising, Senowo, Blongkeng, Batang, Woro, dan Gendol. Jiwa & Kesehatan Sumber pendapatan & ekonomi Kerusakan Lingkungan Rumah tangga & struktur masyarakat Fasilitas dan pelayanan publik (perumahan, jalan, jembatan, sekolah, puskesmas) 156 sekolah rusak, 1.882 guru & 18.345 siswa mengungsi I. JAWA TENGAH • Kawasan Rawan Bencana (KRB) III meliputi 3 Kabupaten, 5 Kecamatan dan 25 Desa = 53.585 Jiwa. - MAGELANG : 3 Kecamatan, 19 Desa = 39.595 Jiwa - Kec. Srumbung, 8 Desa : NGABLAK, KEMIREN, KALI URANG, NGARGOSUKO, MRANGGEN, TEGALRANDU, SRUMBUNG, NGLUMUT = 18.905 jiwa - Kec. Dukun 7 Desa: KRINJING, KENINGAR, SENGI, PATEN, KALIBENING, NGARGOMULYO,MANGUNSUKO = 19.885 JIWA - Kec. Sawangan 3 Desa: WONOLELE, KETEP, KEPUHAN = 805 jiwa - KLATEN : Kecamatan Kemalang, 4 Desa: BALERANTE, SIDOREJO, TEGALMULYO, KENDALSARI = 5.627 jiwa - BOYOLALI : Kecamatan Selo, 3 Desa: TLOGOLELE, JRAKAH, KLAKAH = 8.263 jiwa II. DI JOGJAKARTA (4.672 H) Kawasan Rawan Bencana (KRB) III: 8 dusun di kecamatan Ngemplak & Cangkringan Kabupaten Sleman :Kinahrejo, Ngrangkah, Umbulharjo, Petung, Kaliadem, Jambu, Kopeng, Kalitengah Lor dan Desa Glagah Rejo. Manajemen Bencana • Strategi utama di dalam manajemen risiko bencana adalah dengan mengelola hazard, menurunkan kerentanan (vulnerability) dan meningkatkan kapasitas & ketahanan korban (capacity & resilience) • Perspektif gender (perempuan, anak-anak, manula & diffable) dan lingkungan menuntun respon yang tepat atas korban. • Seluruh proses tersebut dimulai dari rumah dan sekolah. Situasi dan kondisi masyarakat yang lemah karena bencana atau situasi sosial (kerusakan dan kehilangan material/ immaterial) a. Lokasi tinggal/sekolah b. Bangunan Hunian &Sekolah c. Konflik di Masyarakat/sekolah d. Kelemahan pengetahuan & keahlian dalam mengelola bencana/Kurikulum/gender perspektif. e. Prilaku masyarakat & budaya Sekolah KERENTANAN Pengetahuan, keahlian, sumber daya dan kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat yang dapat digunakan untuk mengurangi dampak resiko bencana. • Kepemilikan •Ketersediaan makan dan pendapatan/sumber daya dasar. • Keluarga dan dukungan masyarakat • Pengetahuan lokal masyarakat • Tanggungjawab pemerintah/otoritas • Organisasi masyarakat/komite Kapasitas Tantangan • Perspektif gender belum digunakan didalam manajemen sekolah dan manajemen risiko bencana di kawasan Merapi. • Sekolah darurat belum terintegrasi dengan pemenuhan kebutuhan dasar dan infrastruktur seperti dapur umum, shelter, pusat pelayanan kesehatan, trauma healing serta panduan mitigasi bencana. • Inisiatif lokal di dalam manajemen sekolah darurat belum dilembagakan dalam bentuk dukungan kurikulum dan kebijakan pembangunan dalam perspektif gender. • Belum terfokus ke kepentingan anak.