BAB II LANDASAN TEORI II.1. Kerangka Teori II.1.1. Pengertian

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1.
Kerangka Teori
II.1.1. Pengertian Akuntansi
Terdapat beberapa jenis akuntansi yaitu akuntansi keuangan, akuntansi biaya,
akuntansi manajemen, namun dapat dilihat pengertian atau arti dari akuntansi itu sendiri.
Menurut pendapat Weygandt, Kieso, Kimmel (2011:4) akuntansi diartikan sebagai
sebuah sistem informasi yang mengidentifikasi, mencatat, dan mengkomunikasikan
kejadian-kejadian ekonomi dalam organisasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Ditambahkan oleh Reeve, Warren dan Duchac (2007:7) menyatakan bahwa “Accounting
is an information system that provides reports to stakeholder about the economic
activities and condition of business”, akuntansi adalah sebuah sistem informasi yang
menyediakan laporan mengenai aktivitas ekonomi dan keadaan bisnis kepada pemegang
kepentingan. Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa akuntansi adalah
sebuah proses yang berfokus terhadap penangkapan kejadian-kejadian ekonomi,
kemudian mencatat kejadian yang berpengaruh terhadap finansial, merangkumnya dan
melaporkan hasilnya kepada pihak yang berkepentingan.
II.1.2. Akuntansi Lingkungan
II.1.2.1. Perkembangan Akuntansi Lingkungan
Keadaan teknologi pada kehidupan manusia tentu mempengaruhi keseimbangan
lingkungan hidup yang berada disekitar manusia. Perkembangan teknologi yang pesat
seperti saat revolusi industri menimbulkan suatu gaya hidup yang baru yang kadang kala
11
ikut mencemari keberadaan lingkungan hidup. Munculnya kapitalisme yang dipelopori
oleh Amerika Utara membuat pandangan bahwa manusia tidak perlu menghitung biaya
terhadap air, tanah, udara dan sumber daya alam lain karena manusia memilikinya dalam
jumlah yang sangat besar. Manusia hanya perlu menghitung transaksi jual beli semata
(Rubenstein (1989), dalam Halim, Irawan, 1998). Akuntansi tidak dapat menghitung
biaya konsumsi sumber daya alam esensial, karena tidak semua biaya tersebut dapat
diukur dalam skala moneter.
Pada tahun 1992, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadakan Konferensi
Lingkungan dan Pembangunan atau Earth Summit di Rio de Janeiro untuk membahas
pembangunan yang berkelanjutan. Seperti yang tercantum dalam preamble of agenda21, sebuah rencana telah disepakati oleh lebih dari 178 pemerintah yang hadir. Dalam
konferensi tersebut membahas tentang semakin besar kesadaran akan masalah
lingkungan akan meningkatkan kesejahteraan di masa mendatang. Agenda 21
merekomendasikan agar negara-negara menerapkan akuntansi lingkungan (INTOSAI
Working Group on Environmental Auditing, 2010).
II.1.2.2. Perkembangan Akuntansi Lingkungan di Indonesia
Berdasarkan artikel yang dimuat dalam majalah Akuntan Indonesia Edisi No.3
bulan November tahun 2007, menyinggung tentang bagaimana peran akuntan terhadap
lingkungan
yang
makin
memprihatinkan.
Ketua
Ikatan
Akuntan
Indonesia
Kompartemen Akuntan Manajemen (IAI-KAM) yang juga merupakan Direktur
Eksekutif National Center for Sustainability Reporting (NCSR) Ali Darwin, Ak, MSc
melihat ada empat hal mengapa penekanan terhadap isu lingkungan semakin signifikan
akhir-akhir ini. Pertama, ukuran perusahaan yang ukuran perusahaan yang semakin
12
besar. Menurut Ali, semakin besar perusahaan, diperlukan akuntabilitas yang lebih
tinggi pula dalam pembuatan keputusan berkaitan dengan operasi, produk dan jasa yang
dihasilkan oleh perusahaan. Kedua, aktivis dan LSM semakin tumbuh. LSM bidang
lingkungan hidup telah tumbuh dengan pesat di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Kegiatan yang dilakukan oleh aktivis lingkungan hidup semakin kompleks dan
berkualitas. Mereka akan mengungkapkan sisi negatif perusahaan yang berkaitan dengan
isu lingkungan hidup dan akan berjuang menuntut tanggungjawab atas kerusakan
lingkungan atau dampak sosial yang ditimbulkan oleh operasi perusahaan. Ketiga,
reputasi dan citra perusahan. Perusahaan-perusahaan dewasa ini menyadari bahwa
reputasi, merk, dan citra perusahaan merupakan isu strategis yang bernilai tinggi dan
harus dilindungi. Keempat, kemajuan teknologi komunikasi yang berkembang sangat
cepat. Isu lingkungan dan sosial yang berdampak negatif akan menyebar dan dapat
diakes dengan mudahnya melalui teknologi. Ali mengungkapkan pentingnya dilakukan
pembangunan berkelanjutan oleh setiap perusahaan karena perusahaan harus
mempunyai komitmen yang tinggi untuk menjalankan tanggung jawab sosial dan
lingkungannya.
Di Jepang laporan lingkungan muncul sejak tahun 1993. Kesadaran untuk
menerbitkan laporan itu meningkat setelah di tahun 2001. Pemerintah Jepang kemudian
mengeluarkan pedoman penyusunan laporan lingkungan. Hasilnya, pada tahun 2003
lebih dari 380 perusahaan besar di Jepang telah mengeluarkan laporan lingkungan. Dari
100 perusahaan terbesar di Jepang, 78% di antaranya telah menerbitkan laporan
lingkungan pada tahun 2003. Jepang merupakan negara yang paling peduli terhadap
penerbitan laporan keberlanjutan. Banyak perusahaan di Indonesia yang telah
melaksanakan aktivitas CSR di lapangan. Akan tetapi belum banyak yang
13
mengungkapkan aktivitas tersebut dalam sebuah laporan. Beberapa perusahaan ada yang
mengungkap informasi lingkungan dan tanggung jawab sosialnya dalam laporan tahunan
perusahaan, namun ada juga yang membuat laporan secara terpisah.
Perkembangan laporan berkelanjutan di Indonesia berjalan lambat. Tidak ada
undang-undang yang mewajibkan pembuatan laporan tersebut di Indonesia. Diperlukan
waktu dan kesiapan dalam sistem pendukung seperti adanya standar laporan yang dapat
diterima serta ketersediaan tenaga yang berkompeten dalam menyusun laporan
keberlanjutan (Majalah Akuntan Indonesia, 2007:11).
II.1.2.3. Definisi Akuntansi Lingkungan
Dalam Environmental Accounting Guidelines yang dikeluarkan oleh menteri
lingkungan Jepang (2005:3) dinyatakan bahwa akuntansi lingkungan mencakup tentang
pengidentifikasian biaya dan manfaat dari aktivitas konservasi lingkungan, penyediaan
sarana atau cara terbaik melalui pengukuran kuantitatif, serta untuk mendukung proses
komunikasi yang bertujuan untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan,
memelihara hubungan yang menguntungkan dengan komunitas dan meraih efektivitas
dan efisiensi dari aktivitas konservasi lingkungan. Ditambahkan pengertian dari US EPA
(1995) akuntansi lingkungan sebagai aspek dari sisi akuntansi manajemen, mendukung
keputusan manajer bisnis dengan mencakup penentuan biaya, keputusan desain produk
atau proses, evaluasi kinerja serta keputusan bisnis lainnya.
II.1.2.4. Tujuan Akuntansi Lingkungan
Peran dan tujuan akuntansi lingkungan terbagi menjadi dua, yaitu internal dan
eksternal (Environmental Accounting Guidelines, Japan, 2005).
14
Gambar 2.1.
Fungsi Internal dan Eksternal Akuntansi Lingkungan
Sumber: Environmental Accounting Guidelines, explanation 03
1. Fungsi internal
Sebagai salah satu tahap dalam sistem informasi lingkungan perusahaan, fungsi
internal memungkinkan untuk mengatur biaya konservasi lingkungan dan menganalisa
biaya lingkungan dengan manfaatnya, dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi
aktivitas konservasi lingkungan
terkait dengan keputusan yang dibuat. Akuntansi
lingkungan dapat berfungsi sebagai alat manajemen yang digunakan manajer dan unit
bisnis terkait.
2.
Fungsi Eksternal
Dengan mengungkapkan hasil pengukuran kuantitatif dari kegiatan konservasi
lingkungan, fungsi eksternal memungkinkan sebuah perusahaan untuk mempengaruhi
keputusan stakeholder, seperti konsumer, mitra bisnis, investor, dan masyarakat lokal.
15
Diharapkan bahwa publikasi dari akuntansi lingkungan dapat memenuhi tanggung jawab
perusahaan dalam akuntabilitas stakeholder dan digunakan untuk evaluasi dari
konservasi lingkungan.
Intinya adalah bahwa akuntansi lingkungan bertujuan untuk meningkatkan
jumlah informasi yang relevan yang dibuat untuk pihak yang memerlukan dan dapat
digunakan. Kesuksesan dari akuntansi lingkungan tidak tergantung dari bagaimana
perusahaan mengklasifikasikan biaya yang terjadi di perusahaan.
II.1.2.5. Ruang Lingkup Akuntansi Lingkungan
Akuntansi lingkungan bertujuan mengukur biaya dan manfaat sosial sebagai
akibat dari aktivitas perusahaan dan pelaporan prestasi perusahaan (Halim, Irawan,
1998). Akuntansi lingkungan adalah sebuah alat fleksibel yang dapat diterapkan dalam
skala penggunaan dan cakupan ruang lingkup yang berbeda. Skala yang digunakan
tergantung dari kebutuhan, kepentingan, tujuan, dan sumber daya perusahaan.
Permasalahan dalam menentukan ruang lingkup akuntansi lingkungan adalah bagaimana
perusahaan dapat menentukan biaya lingkungan yang muncul akibat aktivitas bisnisnya
yang mana biaya tersebut terkadang tidak dapat diukur secara akuntansi. Semakin luas
cakupannya perusahaan mungkin akan mengalami kesulitan dalam mengukurnya,
berikut ilustrasinya:
16
Gambar 2.2.
Spektrum Pengukuran Biaya Lingkungan
Easier to measure
More difficult to measure
Sumber: US EPA, An Introduction to Environmental Accounting As A Business Management Tool
(1995)
II.1.2.6. Sistem Akuntansi Lingkungan
Konsep sistem akuntansi lingkungan dapat diterapkan oleh perusahaan dalam
skala yang besar maupun skala kecil dalam setiap industri dalam sektor manufaktur dan
jasa. Penerapan akuntansi lingkungan harus dilakukan dengan sistematis atau didasarkan
pada kebutuhan perusahaan. Keberhasilan dalam penerapan akuntansi lingkungan
terletak pada komitmen manajemen dan keterlibatan fungsional (Ikhsan, 2008). Sebuah
perusahaan tidaklah terlepas dari tanggung jawab lingkungan, karena itu diperlukan
suatu cara untuk mengintegralkan biaya lingkungan misalnya konsep eksternalitas
dimana konsep ini melihat dampak langsung aktivitas suatu entitas terhadap lingkungan
sosial, non-sosial dan ekologis. Langkah awal yang dapat dilakukan terkait biaya
lingkungan adalah dengan mengategorikan jenis biaya terkait dengan memerhatikan
beberapa aspek seperti lokasi situs limbah, jenis limbah berbahaya, metode pembuangan,
dan lainnya. Biaya lingkungan mengandung biaya yang eksplisit dan implisit. Biaya
implisit seperti biaya yang timbul akibat potensi kewajiban yang muncul.
17
Sistem penilaian biaya lingkungan dapat membantu memperbaiki keputusankeputusan yang terkait dengan keputusan bauran produk, pemilihan input produksi,
penilaian pencegahan pencemaran, evaluasi pengelolaan limbah serta penentuan harga
produk. Terdapat beberapa cara untuk mengetahui biaya-biaya lingkungan perusahaan
yaitu dengan mengadopsi sistem akuntansi konvensional, activity based costing, full cost
accounting dan total cost assessment (Halim, Irawan, 1998).
II.1.2.6.1. Pengertian Biaya Lingkungan
Dalam tulisan An Introduction to Environmental Accounting As A Business
Management Tool (1995) yang disusun oleh United States Environmental Protection
Agency (US EPA) menyebutkan jika biaya-biaya yang terjadi di perusahaan dapat
terbagi menjadi beberapa kelompok:
1.
Conventional Costs
Biaya menggunakan bahan baku, utilitas, barang modal, dan pasokan biasanya
dibahas dalam akuntansi biaya dan penganggaran modal, tetapi tidak dipertimbangkan
sebagai biaya lingkungan. Penurunan penggunaan dan sedikitnya limbah yang
dihasilkan dari bahan baku, utilitas, barang modal, serta pasokan yang ramah lingkungan
dapat mengurangi degradasi lingkungan dan penggunaan dari sumber daya yang tidak
dapat diperbarui. Penting untuk memperhitungkan biaya tersebut sebagai keputusan
bisnis, dengan melihat apakah biaya tersebut dikatakan sebagai biaya lingkungan atau
tidak.
18
2.
Potentially Hidden Costs
Potentially hidden costs adalah biaya-biaya yang mungkin berpotensi tersembunyi
dari manajer. Diantaranya adalah upfront environmental costs¸ yang terjadi sebelum
proses operasi. Biaya ini dapat mencakup biaya untuk rancangan produk ramah
lingkungan, kualifikasi pemasok, evaluasi peralatan pengendalian pencemaran alternatif,
dan sebagainya.
3.
Contingent Costs
Contingent costs atau biaya kontinjensi adalah biaya yang mungkin atau tidak
mungkin terjadi di masa depan. Misalnya biaya untuk kompensasi atas kecelakaan
pencemaran lingkungan, denda dan hukuman pelanggaran peraturan di masa depan atau
biaya tak terduga lainnya atas konsekuensi di masa depan.
4.
Image and Relationship Costs
Beberapa biaya lingkungan dapat disebut “less tangible” atau “tangible” karena
biaya ini dikeluarkan untuk mempengaruhi persepsi manajemen, pelanggan, karyawan,
masyarakat, dan regulator. Biaya ini juga dapat disebut sebagai biaya “citra perusahaan”.
Biaya kategori ini dapat termasuk biaya pelaporan lingkungan tahunan dan kegiatan
hubungan masyarakat, biaya yang dikeluarkan sukarela untuk kegiatan lingkungan
seperti menanam pohon, dan biaya yang dikeluarkan untuk program penghargaan atau
pengakuan.
Sedangkan Environmental Accounting Guidelines (2005) menyatakan bahwa
biaya lingkungan yang terkait adalah biaya konservasi lingkungan. Biaya konservasi
19
lingkungan mengacu pada biaya dan investasi yang diukur dalam nilai moneter,
dialokasikan untuk pencegahan, pengurangan dan penghindaran dampak lingkungan,
penghapusan dampak lingkungan, restorasi akibat bencana, dan lainnya.
II.1.2.7. Pelaporan Akuntansi Lingkungan
Pengungkapan
yang
dilakukan
dalam
akuntansi
lingkungan
harus
mencerminkan keadaan aktual perusahaan. Data aktual yang diungkapkan berguna untuk
memberikan pemahaman yang konsisten kepada stakeholder tentang data akuntansi
lingkungan tersebut. Format yang digunakan untuk pelaporan didasarkan pada
Environmental Accounting Guidelines merinci cara pengungkapan yang dilakukan
perusahaan dari data akuntansi yang dikumpulkan oleh perusahaan.
1.
Biaya konservasi lingkungan (kategori disesuaikan dengan kegiatan bisnis).
Contoh pengungkapan yang dilakukan Toshiba:
20
Tabel 2.1.
Biaya Konservasi Lingkungan (2010)
Category
Description
Investment
Costs
Business area costs
Reduction in environmental impact
6.868 (494)
23.296 (-1.475)
Upstream/downstream costs
Green procurement, recycling, etc.
1.736 (1.103)
2.909 (404)
Administration costs
Environmental education, EMS
maintenance, tree planting on
factory grounds, etc.
Development of environmentally
conscious products, etc.
436 (135)
5.590 (-1.894)
333 (-322)
17.286 (-1.349)
18 (-1)
112 (-77)
763 (763)
6.043 (5.309)
10.154 (2.172)
55.236 (918)
R&D costs
Public relations costs
Environmental
costs
Total
damage
Support for local environmental
activities, donations, etc.
restoration
Restoration of polluted soil, etc.
Sumber: www.toshiba.co.jp
Keterangan: Unit dalam million yen (angka dalam tanda kurung menunjukkan kenaikan atau penurunan dari tahun sebelumnya).
21
1.
Keuntungan konservasi lingkungan.
Contoh pengungkapan yang dilakukan Toshiba:
Tabel 2.2.
Keuntungan Konservasi Lingkungan (2010)
Category
(A) Actual
benefits *
(B) Assumed
benefits *
Description
Benefits that are
represented
as
monetary values,
such as reductions
in electricity and
water charges
Reduction
in
environmental
impact that are
converted
into
monetary values
Amounts
9.534 (-5.914)
Calculation method
The amount of money, such as electricity charges and waste disposal costs, that was
saved compared with the previous year, plus earning from the sale of objects with
value.
-122.854 (157.304)
31,.069 (-3.381)
The amount of money was calculated by multiplying the cadmium equivalent value of
each substance obtained from environmental standards and the American Conference
of Govermental Industrial Hygienist Treshold Limit Value (ACGIH-TLV) by damage
compensation for cadmium pollution. This method of calculation provides a means of
showing year-on-year reductions in the environmental impact on the atmosphere,
hydrosphere and soil and make it possible to compare the environmental impact of
different substances using the same standard by converting the impact into monetary
values.
Environmental impact reduction benefits through the life cycle of products are
evaluated in physical quantity units and monetary units (amounts of money). The life
cycle of product includes (1) procurement of materials, (2) manufacturing, (3)
transportation, (4) use, (5) shipment, (6) recycling and (7) proper disposal. Toshiba’s
environmental impact accounting focuses on environmental impact reduction benefits
during the use of products. Energy saving benefits are calculated by using the following
equation: Benefits (yen): ∑[(annual power consumption of the previous product model
– annual power consumption of the current product model) x number of products sold
annualy x benchmark unit price of electricity]
Benefits accruing from investments in environmental structures such as dikes, designed
to prevent the pollution of soil and groundwater are evaluated as benefits of preventing
potential risks. Risk prevention benefits are calculated for each capital investment item
(C) Customer
benefits *
Reduction
in
environmental
impact during the
use of products
that are calculated
in
terms
of
monetary values
54.519 (14.632)
(D) Risk
prevention
benefits
Reduction
in
environmental
risks
compared
891 (-1.134)
22
Category
Description
with conditions
prior
to
investments that
are calculated in
terms of monetary
values
Total
Sumber: www.toshiba.co.jp
23
Amounts
-58.090 (149.900)
96.013 (4.203)
Calculation method
using the following equation: Risk prevention benefits= Quantity of chemical
substances safely stored x Standard amount of money required for purification and
restoration x Number of potential accidents. Values calculated using our own standards
were used for the calculation of the standard amount of money required for purification
and restoration and pottential accidents in order to assess risks resulting from chemical
leaks.
Tabel 2.2. 1
Catatan: (A), (B), (C)*
(A) Actual benefits (2010)
Item
Energy
Waste
Water
Reductions in environmental
impact
297.660 gigajoule
-19.576 ton
446 (thousand m3)
Total
Benefits measured in monetary
values (in millions of yen)
2.979
6.349
205
9.534
(B) Assumed benefits (2010)
Item
Benefits
from
reductions in the amount
of chemical discharged
Reductions in environmental
impact
-1.853 ton
556 ton
Benefits measured in monetary
values (in millions of yen)
-122.854
31.069
(C) Customer benefits (2010)
Item
Environmental impact
reduction
benefits
during the uses of
products
24
Reductions in environmental
impact
7.258.716 ton (CO2)
Benefits measured in monetary
values (in millions of yen)
54.519
2.
keuntungan ekonomi terkait dengan kegiatan konservasi lingkungan.
Contoh pengungkapan yang dilakukan Canon:
Tabel 2.3
Tabel Keuntungan Ekonomi Terkait dengan Konservasi Lingkungan (2010)
Revenue
Cost Reduction
Details of Effect
Sales revenue from waste recycling
Energy expense reduction from energy
conservation
Expense reduction from green
Monetary Value
1.45
1.77
0.00
procurement
Waste
handling
reduction
from
expense
resource
1.13
conservation and recycling
Total
Sumber:www.canon.com
25
4.35
II.1.3. Definisi Lingkungan
Menurut UU Nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup,
lingkungan hidup diartikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Ditambahkan oleh Djajadiningrat (1997), lingkungan alam adalah suatu kumpulan
sumber kompleks yang berkisar di antara kategori yang dapat diperbarui dan tidak dapat
diperbarui.
II.1.3.1. Sistem Manajemen Lingkungan
Sistem manajemen lingkungan adalah sebuah proses dan praktik yang
memungkinkan organisasi untuk mengurangi dampak lingkungan yang dihasilkan akibat
aktivitas bisnisnya dan untuk meningkatkan efisiensi operasinya (www.epa.gov).
Penerapan manajemen lingkungan di suatu perusahaan membutuhkan departemen
lingkungan untuk melakukannya. Departemen lingkungan yang dikelola oleh
manajemen lingkungan memastikan unsur-unsur lingkungan yang dipertimbangkan
dalam setiap aktivitas perusahaan. Berkaitan dengan akuntansi lingkungan, integrasi
antara manajemen lingkungan dengan strategi bisnis perusahaan membutuhkan sarana,
yaitu sistem manajemen lingkungan yang kerangkanya dapat didasari oleh ISO 14001.
26
II.1.4. Definisi Sustainability (Keberlanjutan)
Kuhlman (2010) dalam Rustika (2011:24) menyatakan bahwa konsep
sustainability awal mulanya tercipta dari pendekatan ilmu kehutanan. Istilah
sustainability berarti suatu upaya untuk tidak akan pernah memanen lebih banyak
daripada kemampuan panen hutan pada kondisi normal. Sebuah kata yang berasal dari
bahasa Jerman nachhaltigkeit yang berarti keberlanjutan mengandung makna yang
berarti upaya untuk melestarikan sumber daya alam untuk masa depan.
Menurut US EPA, sustainability atau keberlanjutan didasarkan pada sebuah
prinsip sederhana yang dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang kita butuhkan untuk
kelangsungan hidup dan kesejahteraan hidup yang secara langsung maupun tidak
langsung terhadap lingkungan alam (www.epa.gov). Keberlanjutan menciptakan dan
memelihara sebuah kondisi dimana manusia dan alam dapat hidup secara harmonis,
yang memungkinkan memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi dan lainnya dari generasi
saat ini dan generasi mendatang. Keberlanjutan sangat penting untuk memastikan bahwa
kita akan tetap memiliki sumber daya untuk melindungi kesehatan manusia dan
lingkungan.
II.1.4.1. Keberlanjutan Perusahaan (Corporate Sustainability)
Konsep sustainability mulai dikenalkan secara global oleh sebuah entitas yang
bernama Brutland Commision pada kegiatan pelaporan Our Common Future yang
diselenggarakan oleh World Commission on Environment and Development (WCED,
1987). WCED menghubungkan sustainability dengan integritas lingkungan dan sosial
dengan membuat sebuah istilah bernama sustainable development yang didefinisikan
27
sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kebutuhan
generasi mendatang (WCED, 1987, p.43 dalam Linnenluecke, Griffiths, 2010).
Berdasarkan definisi oleh WCED, berkembanglah suatu istilah yang berkaitan dengan
keadaaan
perusahaan
yaitu
corporate
sustainability.
Corporate
sustainability
digambarkan sebagai integrasi dari sosial, lingkungan, kultur, pengambilan keputusan,
strategi dan operasi (Berger, Cunningham, & Drumwright, 2007 dalam Linnenluecke,
Griffiths, 2010).
Mengacu terhadap pendapat Marrewijk dalam jurnalnya yang berjudul
Concepts and definitions of CSR and corporate sustainability: Between agency and
communion (2003), menyatakan bahwa banyak pendapat yang menyamakan arti antara
Corporate Sustainability Reporting (CSR) dengan corporate sustainability. Marrewijk
berpendapat CSR adalah fenomena seperti transparansi, dialog stakeholder dan
pelaporan berkelanjutan sementara corporate sustainability berfokus terhadap
penciptaan nilai, manajemen lingkungan, sistem produksi ramah lingkungan, human
capital management dan lainnya.
II.1.5. Akuntansi Lingkungan, Sistem Manajemen Lingkungan dan Sustainability
Perusahaan
Akuntansi lingkungan mengidentifikasi biaya dan manfaat terkait konservasi
lingkungan. Dari kegiatan yang dilakukan oleh akuntansi lingkungan maka akan tersedia
sebuah informasi mengenai lingkungan yang mana informasi tersebut akan dikelola oleh
manajemen lingkungan. Survey yang dilakukan oleh Florida dan Davidson (2001) dalam
Morrow, Rondonelli (2002), penggerak terkuat bagi perusahaan dalam menjalankan
28
sistem manajemen lingkungan adalah environmental improvement (91.9%), diikuti oleh
peluang mencapai tujuan perusahaan (88.7%), manfaat ekonomi dan kinerja bisnis
(87.1%), peraturan daerah dan lingkungan (85.5% dan 83.9%)
serta peningkatan
hubungan sosial (85.5%). Dapat disimpulkan bahwa motivasi yang dilakukan oleh
manajemen lingkungan dapat mempengaruhi pencapaian sustainability perusahaan.
II.1.6. Environmental Management Accounting (EMA)
II.1.6.1. Akuntansi Keuangan Konvensional
Akuntansi keuangan konvensional perusahaan terdiri dari:
1.
Akuntansi keuangan (pembukuan, neraca keseimbangan, konsolidasi, audit
laporan keuangan dan pelaporan)
2.
Akuntansi biaya (disebut juga akuntansi manajemen)
3.
Indikator dan statistik perusahaan (orientasi masa lalu)
4.
Budgeting (orientasi masa depan)
5.
Penilaian investasi (orientasi masa depan)
Pembukuan dan akuntansi biaya menyediakan data dasar untuk instrument lain.
Akuntansi biaya dapat digunakan untuk menelusuri pengeluaran, biaya, indikator,
investasi dan penghematan untuk melindungi lingkungan tapi tidak secara sistematis.
Akuntansi biaya merupakan alat utama untuk keputusan manajemen internal seperti
product pricing dan hal tersebut tidak diatur oleh hukum. Sistem informasi internal ini
berkaitan dengan beberapa pertanyaan seperti berapa biaya produksi untuk produk yang
berbeda dan berapa harga produk tersebut. Untuk manajemen lingkungan, biaya yang
berkaitan dapat ditelusuri dan dialokasikan ke produk dan pusat biaya. Di sisi lain,
akuntansi keuangan dirancang untuk memberikan informasi kepada shareholder
29
eksternal dan pihak yang mempunyai otoritas kuat dalam menerima informasi aktual
ekonomi perusahaan. Akuntansi keuangan dan pelaporannya diatur dalam hukum negara
dan standar akuntansi internasional. Mereka mengatur bagaimana item spesifik harus
diperlakukan, misalnya investasi lingkungan yang harus dikapitalisasi atau diakui
sebagai beban, dimana ada potensi provisi ataupun ketika kewajiban kontinjensi harus
diungkap.
II.1.6.2. Akuntansi Manajemen Lingkungan (EMA)
Permasalahan utama dalam akuntansi manajemen lingkungan adalah bahwa kita
tidak mengerti definisi standar dari biaya lingkungan. banyak versi dari biaya
lingkungan, ada yang menyebutnya disposal cost, investment cost,
dan terkadang
external cost. Faktanya, biaya-biaya lingkungan tidak sepenuhnya dicatat sehingga
menimbulkan penyimpangan untuk perbaikan, proyek perlindungan lingkungan yang
bertujuan untuk mencegah emisi dan limbah dengan menggunakan bahan baku dan
bahan pendukung yang lebih baik serta menggunakan bahan operasional yang aman juga
tidak diimplementasikan. Manfaat lingkungan dan ekonomi yang akan didapat tidak
diperhitungkan. Pihak yang terlibat seringkali tidak menyadari bahwa limbah dan emisi
yang dihasilkan oleh limbah akan lebih mahal dibanding pembuangan limbah itu sendiri.
Akuntansi manajemen lingkungan menyajikan sebuah kombinasi pendekatan yang
menyediakan transisi data dari akuntansi keuangan dan akuntansi biaya untuk
meningkatkan efisiensi produk, mengurang dampak lingkungan dan mengurangi biaya
perlindungan lingkungan. Akuntansi manajemen lingkungan juga meliputi persiapan dan
provisi dari biaya lingkungan serta memberikan informasi kinerja perusahaan bagi
stakeholder internal maupun eksternal. Informasi ini dapat diagregasikan untuk
30
pengambilan keputusan pada setiap level keputusan yang berbeda dalam perusahaan.
Struktur dan konsistensi dari sistem informasi merupakan hal yang dapat mempengaruhi
kualitas dan kredibilitas data yang disajikan.
Tabel II.4
What is EMA?
Accounting in Monetary Units
Accounting in Physical Units
Conventional
Environmental Management Accounting
Other Assessment
Accounting
Tools
Monetary EMA
Physical EMA
DATA ON THE CORPORATE LEVEL
Conventional
Transition
Material flow balances
Production planning
Bookkeeping
environmental part from on the corporate level
systems, stock
bookkeeping and cost
for mass, energy and
accounting systems
accounting
water flow.
DATA ON THE PROCESS/COST CENTER AND PRODUCT/COST CARRIER LEVELS
Cost accounting
Activity based material
Material flow balances
Other environmental
flow cost accounting
on the process and
assessments,
product levels
measures,
and
evaluation tools
BUSINESS APLICATION
Internal use for
Internal use for statistics, Internal use for
Other internal use for
statistics, indicators,
indicators, calculating
environmental
cleaner production
calculating savings,
savings, budgeting and
management systems
projects and
budgeting and
investment appraisal of
and performance
ecodesign
investment appraisal
environmental costs
evaluation,
benchmarking
External financial
reporting
External disclosure of
External reporting
environmental
(EMA statement,
expenditures,
corporate environmental
investments and
report, sustainability
liabilities
report)
NATIONAL APPLICATIION
National income
National accounting on
National resource
accounting by
investments and annual
accounting
statistical agency
environmental costs of
industry, externalities
costing
Sumber: Environmental Management Accounting Procedures and Principles
31
Other external
reporting to statistical
agencies, local
governments, etc.
II.1.6.2.1. Material Flow Balance on Corporate Level
Dasar dari perbaikan kinerja lingkungan adalah dengan membuat catatan arus
material dalam kilogram dengan sebuah analisis input-output. Jumlah input-output
dalam level perusahaan dibuat dalam tahunan atau setiap bulannya dan dihubungkan
dengan pembukuan, akuntansi biaya, sistem pembelian dan penyimpanan. Dengan
adanya biaya yang terkait dengan lingkungan, pembuangan dan kebutuhan untuk
meningkatkan efisiensi material dalam persaingan pasar, pelacakan dan penelusuran arus
material dalam perusahaan telah menjadi alat utama untuk mendeteksi potensi perbaikan
dalam pencegahan limbah dan produksi yang lebih baik. Akuntansi manajemen
lingkungan yang berhasil adalah akuntansi manajemen lingkungan dapat menangkap
semua informasi dari data yang telah diperoleh yang akan digunakan untuk analisa lebih
lanjut.
32
Gambar 2.3.
Ilustrasi material flow
Sumber: Environmental Management Accounting Procedures and Principles
II.1.7. Hasil Penelitian Terdahulu
Belum banyak penelitian yang dilakukan untuk membahas masalah akuntansi
lingkungan, namun sudah cukup terlihat perkembangan-perkembangan atas penelitian
tersebut. Berikut akan dibahas beberapa penelitian terdahulu yang digunakan sebagai
acuan utama penelitian ini juga sebagai bahan pendukung lainnya.
II.1.7.1. Environmental accounting in Fiji, an extended case study of the Fiji Sugar
Corporation (Sumit K. Lodhia, 1999)
Penelitian yang dilakukan oleh Sumit K Lodhia merupakan bahan acuan utama
dari penelitian yang peneliti susun. Sumit K. Lodhia melakukan evaluasi atas praktik
akuntansi lingkungan di Fiji Sugar Corporation (FSC). FSC didirikan oleh Undangundang Parlemen pada tahun 1972 dan mulai beroperasi pada 1973. Pemegang
sahamnya terdiri dari pemerintah untuk badan hukum, perusahaan publik lokal dan
33
individu. Munculnya keseriusan atas masalah lingkungan di Pulau Pasifik Selatan seperti
Fiji, membuat hal tersebut
mencari suatu cara dimana praktik akuntan melalui
mekanisme yang dapat disebut akuntansi lingkungan dapat berkontribusi untuk
meningkatkan kesadaran lingkungan. Para akuntan dapat memainkan peran melalui
pengelolaan lingkungan dan pelaporan lingkungan. Penelitian ini akan mempelajari dan
mengevaluasi praktik akuntansi dari segi manajemen lingkungan dan mekanisme
pelaporan lingkungan. Suatu cara juga dilakukan untuk menentukan peran akuntan
dalam mekanisme ini. Untuk keperluan penelitian ini, pengembangan akuntansi
lingkungan divisualisasikan dalam tiga tahap. Pada tahap pertama, organisasi
menetapkan kebijakan lingkungan, yang pada dasarnya adalah dokumen yang
menguraikan serangkaian tujuan atau target bahwa strategi lingkungan yang diterapkan
dimaksudkan untuk dicapai. Kebijakan ini digunakan untuk menentukan tanggung jawab
organisasi terhadap lingkungan. Tahap selanjutnya terdiri dari pemetaan dari rencana
lingkungan dan struktur dimana organisasi bertujuan untuk memenuhi tujuan dari
kebijakan lingkungan tersebut. Semua kegiatan yang mengakibatkan pengendalian
lingkungan didasarkan pada rencana ini dan struktur, dan audit lingkungan seringkali
merupakan bagian integral dari kegiatan ini. Proses ini melibatkan pelaksanaan
kebijakan lingkungan dan mencakup semua kegiatan keuangan dan non-keuangan yang
dapat dilakukan oleh akuntan. Pemerhati lingkungan (environmentalist) juga mungkin
terlibat selama tahap ini. Tahap terakhir melibatkan pencatatan dan pelaporan hasil
kegiatan kontrol lingkungan yang dilakukan pada tahap kedua. Pengungkapan dari
praktik akuntansi lingkungan dapat diungkap dalam laporan tahunan atau laporan
lingkungan yang terpisah.
34
Keberadaan akuntansi lingkungan menyiratkan bahwa akuntan dapat
mempunyai peran dalam permasalahan lingkungan. Kegiatan usaha secara umum
berkontribusi terhadap degradasi lingkungan, dan terlebih industri manufaktur. Dengan
demikian disarankan agar kegiatan bisnis juga harus memainkan peran utama dalam
mengurangi degradasi lingkungan. Peran akuntan dalam menangani masalah lingkungan
ini dapat dipertimbangkan melalui kemampuan manajerial akuntan, terutama yang
berhubungan dengan pengukuran kinerja dan evaluasi, audit dan pelaporan.
Keterampilan tertentu seorang akuntan juga dapat dimanfaatkan dalam audit lingkungan,
atau dalam evaluasi independen dari kinerja lingkungan perusahaan. Penelitian ini
membahas strategi pengelolaan lingkungan di Fiji Sugar Corporation. Melalui
mekanisme internal, organisasi dapat menyusun informasi lingkungan yang akan
diungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Metode penelitian yang digunakan
adalah dengan menganalisis laporan tahunan terbaru (1998) perusahaan lokal yang
terdaftar dan menunjukkan bahwa FSC adalah satu-satunya perusahaan publik di Fiji
yang mengungkapkan informasi lingkungan dalam laporan tahunan perusahaannya. Saat
pertama, hal ini membuat perusahaan terlihat sebagai calon yang baik untuk melakukan
analisis yang mendalam tentang strategi lingkungan akuntansi. Namun demikian, dalam
hal dokumen, studi praktek pelaporan lingkungan FSC telah membatasi dirinya sendiri
dan perusahaan tidak mengungkapkan kinerja lingkungannya melalui media komunikasi
lainnya . Selain itu, wawancara semi-terstruktur dan diskusi diadakan dengan seorang
akuntan senior (Responden A) dan manajemen senior staf lingkungan di FSC
(Responden B). Diskusi informal dan wawancara tidak terstruktur juga dilakukan
dengan beberapa akuntan lain dan personil manajemen lingkungan di perusahaan.
Sebuah analisis konten longitudinal laporan perusahaan tahunan FSC dan analisis artikel
35
surat kabar yang menggambarkan aspek kinerja lingkungannya melengkapi wawancara
tersebut. FSC menggunakan akuntansi lingkungan sebagai mekanisme untuk
menunjukkan akuntabilitas kepada para pemegang saham untuk melegitimasi operasi
serta meningkatkan citra publiknya. Perusahaan juga telah mengembangkan program
akuntansi lingkungan dalam upaya untuk menghindari kontinjensi yang tidak terduga di
masa depan, karena meminimalkan dampak lingkungan dari operasi sekarang lebih baik
daripada menimbulkan denda yang berlebihan serta kerusakan di masa depan.
Pemeriksaan sistem manajemen lingkungan FSC menunjukkan bahwa akuntan tidak ada
yang terlibat dengan cara apapun dalam pembentukan kebijakan lingkungan dan
pemetaan dari rencana dan struktur dasar kebijakan untuk memenuhi tujuan lingkungan.
Mereka yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian lingkungan dilakukan
oleh bagian produksi perusahaan. Keterlibatan akuntan jauh lebih terbatas, keterlibatan
utama akuntan FSC adalah dalam pengungkapan informasi lingkungan dalam laporan
tahunan. Peran akuntan FSC dalam operasi internal dari sistem manajemen lingkungan
tidaklah signifikan. Akuntan tidak memberikan kontribusi untuk program lingkungan.
Analisis atas praktik akuntansi lingkungan di FSC menunjukkan bahwa FSC hanya
memusatkan perhatian pada permasalahan hukum lingkungan sehubungan dengan
kegiatan perusahaan dibandingkan dengan usaha untuk meningkatkan hubungan dengan
stakeholder yang mungkin akan berpengaruh terhadap bisnisnya.
Praktik akuntansi lingkungan di FSC mengisolasi akuntan dari peran yang dapat
diambilnya dengan mengabaikan pengukuran dari kinerja lingkungan. Akuntan dalam
organisasi ini harus menyingkirkan peran konservatif tradisional mereka dan
menggunakan kemampuan penilaian pengukurannya untuk membuat perusahaan lebih
dapat dipertanggungjawabkan terhadap publik. Praktik akuntansi konvensional FSC
36
juga akan perlu untuk memasukkan faktor lingkungan. Prosesnya jelas membutuhkan
perbaikan yang meliputi: identifikasi biaya lingkungan dan manfaat, penghapusan
persyaratan
akuntansi
konvensional
yang
bertentangan
dengan
pembangunan
berkelanjutan, perkiraan risiko lingkungan dan kontinjensi, pertimbangan serius
mengenai implikasi lingkungan dari investasi, dan pengembangan sistem manajemen
lingkungan. Perusahaan ini dapat menyajikan informasi tentang kebijakan lingkungan
dan hasil pengukuran kinerja lingkungan, serta versi ringkas dari laporan lingkungan,
serta pola dan tren dalam pembangunan berkelanjutan selama beberapa tahun. Pelaporan
ini dapat berupa kuantitatif maupun kualitatif. Sebuah klasifikasi yang disarankan untuk
pengungkapan lingkungan dalam laporan tahunan perusahaan FSC:
1) Pernyataan Misi Lingkungan Hidup Rincian
2) Rincian Dampak Lingkungan Perusahaan
3) Kebijakan Lingkungan
4) Rincian Audit Lingkungan dan Kontrol Aktivitas Lingkungan lainnya
5) Hasil dari Kegiatan Kontrol Lingkungan dan tindakan harus dilakukan
6) Catatan Kepatuhan dengan Undang-undang Lingkungan dan standar lainnya
Jelas, meskipun akuntan memiliki peran penting dalam pengelolaan lingkungan
dan pelaporan, mereka harus pindah dari peran mereka yang tradisional konservatif,
perubahan tertentu dalam praktek kontemporer harus terjadi sebelum suatu gerakan
radikal terjadi.
II.1.7.2. How Does Environmental Accounting Information Influence Attention and
37
Investment?, Alewine and Stone (2010)
Peningkatan atas pentingnya data lingkungan menimbulkan kekhawatiran
tentang penyajian akuntansi dan pengungkapannya (Hutchison 2000), merupakan
penggunaan yang tepat dalam keberhasilan pelaksanakan strategi lingkungan perusahaan
(Perego dan Hartmann 2009), aplikasi yang tepat dalam pengembangan dari pelaporan
penuh sistem biaya lingkungan (Herbohn 2005), dan dapat mempengaruhi keputusan
investasi. Sebagai contoh, sebuah perusahaan dengan tujuan lingkungan strategis harus
mencakup metrik lingkungan dalam mengevaluasi investasi (Brown, Dillard, dan
Marshall 2005; Yuthas 2005). Oleh karena itu, ada manfaat potensial dalam merancang
evaluasi sistem akuntansi manajerial, termasuk data lingkungan dalam balanced
scorecard (BSC) yang dalam beberapa bentuk mungkin merupakan salah satu
mekanisme untuk menggabungkan data lingkungan ke dalam pemiilihan investasi.
Dalam literatur BSC, data lingkungan secara tradisional telah dimasukkan dengan judul
yang lebih umum dibandingkan dengan sustainability dan tanggung jawab sosial
perusahaan. Dua metode telah diusulkan untuk termasuk data lingkungan dan
keberlanjutan dalam scorecard (disebut "sustainability" BSC, atau SBSC): (1)
menambahkan perspektif baru yang kelima yaitu "keberlanjutan", versus (2)
memasukkan data sustainbaility kedalam empat perspektif yang ada (Dias-Sardinha et
al. 2002). BSC (Kaplan dan Norton 1993) membantu beberapa fungsi manajerial,
termasuk unit dan evaluasi kinerja karyawan, dan pemilihan investasi. Secara
tradisional, BSC menganalisis keputusan bisnis dari empat perspektif: keuangan,
pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Data biaya
akuntansi lingkungan sering kali berisi atribut yang terlihat asing bagi manajer
38
menggunakannya (misalnya, lihat Johnson 1998). Data akuntansi lingkungan biasanya
berhubungan dengan proses produksi, dan seringkali berupa data non finansial misalnya,
emisi nitrogen dioksida (dalam ton).
Sebuah pertanyaan penting yang berkenaan dengan data lingkungan adalah
bagaimana akuntansi dapat membantu pengambil keputusan dalam mengintegrasikan
data non finansial yang unik, seperti metrik lingkungan, dengan metrik BSC yang lebih
tradisional. Studi ini mengkaji efek terhadap perhatian dan investasi dari: (a)
penggabungan data lingkungan ke dalam BSC dan (b) pemisahan penyajian data
lingkungan dari BSC. Peserta secara acak diberikan satu dari tiga kondisi, mereka
mengalokasikan dana di antara dua investasi: sebuah fasilitas produksi yang ramah
lingkungan dan tidak ramah lingkungan. Pengontrolnya atau BSC, terkandung BSC
tradisional tanpa data lingkungan. Penyajian SBSC dimanipulasi dalam dua kondisi: data
lingkungan yang dimasukkan dalam empat perspektif BSC tradisional atau ditambahkan
sebagai dimensi baru yang kelima. Studi ini memberikan kontribusi terhadap BSC dan
literatur akuntansi lingkungan dengan memberikan informasi tentang bagaimana
penyajian BSC dan masuknya data non-finansial, metrik lingkungan dapat membantu
perusahaan mencapai tujuan lingkungan yang strategis. Oleh karena itu, tulisan ini
menunjukkan apa dan bagaimana untuk penggabungan data non-finansial di scorecard
dapat mempengaruhi pertimbangan dan investasi. Metrik informasi akuntansi
lingkungan
yang
unik
dan
non-tradisional
menyajikan
tantangan
(misalnya
ketidakbiasaan) ketika data ini dikombinasikan dengan metrik keuangan tradisional
dalam pengambilan keputusan. Alewine dan Stone menggunakan hipotesis yang searah
dan bertentangan, tergantung dari relevansi yang diberikan literatur penelitian. Alewine
dan Stone mengusulkan prediksi yang bertentangan ketika literature tidak dapat
39
mendukung arah prediksi terkait dengan proses kognitif individu dengan format
penyajian data yang berbeda. Jika literatur yang mendasarinya jelas, maka akan
diusulkan hipotesis yang searah. Pertama, membuat prediksi dengan membandingkan
scorecard tradisional yang mencakup data lingkungan, yaitu SBSC. Dengan
menambahkan data lingkungan ke scorecard tradisional mungkin dapat meningkatkan
perhatian karena: 1) terdapat banyak data yang relevan untuk diproses, dan, 2) ada
edukasi bisnis terhadap individu, seperti peserta dan manajer bisnis yang umumnya
kurang akrab dengan lingkungan dibandingkan dengan metrik keuangan. Karena tidak
jelasnya prediksi, Alewine dan Stone menyajikan hipotesis yang bertentangan untuk
menguji spekulasi:
H1a: Ketika mengevaluasi scorecard bagi perusahaan yang menekankan dua tujuan atas
kesuksesan finansial dan kepedulian terhadap lingkungan, individu akan mengerahkan
usaha yang lebih kognitif dengan menggunakan SBSC (yang berisi data lingkungan)
dbandingkan dengan BSC (yang mengecualikan data lingkungan) (karena diperlukan
lebih banyak usaha untuk memproses data tambahan ).
H1b: Ketika mengevaluasi scorecard bagi perusahaan yang menekankan dua tujuan atas
kesuksesan finansial dan kepedulian terhadap lingkungan,, individu akan mengerahkan
upaya kognitif total yang sama dengan menggunakan SBSC (yang berisi data
lingkungan) dengan BSCs (yang mengecualikan data lingkungan) (karena keterbatasan
memori jangka pendek menghalangi pengolahan data lebih lanjut).
H1 menyatakan apakah perhatian terhadap scorecard meningkat ketika terdapat lebih
banyak informasi seperti metrik lingkungan yang dimasukkan
kedalam scorecard
tradisional. Tapi apakah dengan menambahkan data lingkungan ke BSC akan
mempengaruhi keputusan investasi? Jika data lingkungan adalah keputusan yang
40
relevan, maka SBSC harus meningkatkan investasi yang ramah lingkungan
dibandingkan dengan BSC. Jika penggunaan SBSC meningkatkan perhatian pada (H1a)
dan investasi investasi ramah lingkungan, hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
SBSC meningkatkan investasi ramah lingkungan dengan meningkatkan upaya investasi.
Sebaliknya, jika penggunaan investasi meningkat SBSC dalam investasi ramah
lingkungan tetapi tidak meningkatkan perhatian (H1b), hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan SBSC meningkatkan investasi yang ramah lingkungan dengan menginduksi
pengambil keputusan untuk menggunakan pendekatan heuristik, seperti agregasi data
(Miller 1956), untuk mengurangi beban memori jangka pendek sementara data
lingkungan masih diproses. Dua tes hipotesis dengan menggunakan SBSC maupun BSC
akan mengubah investasi.
H2: Ketika mengevaluasi scorecard bagi perusahaan yang menekankan dua tujuan atas
kesuksesan finansial dan kepedulian terhadap lingkungan, individu akan membuat
keputusan investasi yang lebih ramah lingkungan menggunakan SBSC dibandingkan
BSC.
Jika tujuan pengelolaan lingkungan strategis dikomunikasikan kepada para pengambil
keputusan (Kaplan dan Wisner 2009), data lingkungan harus dipisahkan yaitu dengan
memasukkan perspektif yang ke lima, perspektif SBSC kemungkinan akan
meningkatkan upaya dan perhatian. Hal ini menunjukkan:
H3: Ketika mengevaluasi suatu investasi dengan SBSC, individu akan menghabiskan
lebih Total usaha (waktu) pada data lingkungan ketika data lingkungan berada dalam
perspektif kelima daripada ketika data lingkungan yang dimasukkan dalam empat
perspektif BSC tradisional. Demikian pula, perubahan investasi mungkin hasil dari artipenting yang berbeda dari data lingkungan dalam perspektif kelima dibandingkan
41
tertanam dalam empat perspektif BSC tradisional. Secara khusus, penyajian data
akuntansi lingkungan sebagai kategori yang terpisah harus meningkatkan arti penting,
yang dapat meningkatkan bobot keputusannya (Boeree 2000; Wertheimer 1944). Oleh
karena itu, disajikan hipotesis yang menantang untuk menguji pernyataan ini:
H4a: Ketika mengevaluasi SBSCs bagi perusahaan yang menekankan dua tujuan atas
kesuksesan finansial dan kepedulian terhadap lingkungan, individu akan membuat
keputusan investasi yang lebih ramah lingkungan dengan perspektif ke lima
dibandingkan dengan empat perspektif SBSC (karena arti penting data lingkungan yang
dipisahkan akan meningkatkan bobot keputusannya).
H4b: Ketika mengevaluasi SBSCs bagi perusahaan yang menekankan dua tujuan atas
kesuksesan finansial dan kepedulian terhadap lingkungan, individu tidak akan membuat
keputusan investasi yang lebih ramah lingkungan.
Manipulasi: Ada dua variabel independen dalam penelitian ini, adanya (SBSC) atau
tidak adanya (BSC) data lingkungan dalam scorecard, dan dalam SBSC, penyajian data
empat atau lima perspektif. Karena itu, ada tiga kondisi scorecard:
1) BSC (kontrol) kondisi: empat perspektif, tidak ada data lingkungan, yaitu
scorecard tradisional.
2) SBSC dengan data lingkungan yang dimasukkan dalam empat perspektif
scorecard tradisional.
3) SBSC dengan perspektif ke lima yang terpisah.
Metodenya dengan menggunakan 168 siswa universitas negeri di AS untuk
berpartisipasi dalam percobaan berbasis internet yang menggunakan perangkat lunak
yang dikembangkan. Peserta secara acak diberikan satu dari tiga kondisi dalam desain
antar peserta. Kasus ini menggambarkan sebuah perusahaan dengan dua tujuan strategis:
42
mencapai keberhasilan keuangan dan menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan.
Dua alternatif investasi disajikan pada sisi-sisi pada scorecard. terdapat empat
pengukuran di setiap perspektif scorecard, dan setiap pengukuran juga berisi nilai target
yang dibantu manajer dalam menentukan apakah kinerja alternatif pada pengukuran
mencapai
tujuan perusahaan. Untuk perspektif
pelanggan, bisnis internal, serta
pembelajaran dan pertumbuhan, salah satu alternatif akan mencapai target di dua dari
empat metrik, sedangkan alternatif lainnya mencapai target dalam dua metrik lainnya.
Peserta pertama menyelesaikan survei demografi (model setelah Libby, Salterio, dan
Webb 2004) yang mencakup lamanya pengalaman bekerja, usia, jenis kelamin, latar
belakang perguruan tinggi, dan pengalaman akuntansi. Selanjutnya, peserta secara acak
akan ditempatkan dalam suatu kondisi dan memberikan ringkasan singkat dari konsep
BSC dan tujuan yang dimaksud dari penghubungan pengukuran evaluasi atas tujuan
strategis bisnis. Peserta dites pada konsep BSC, mereka tidak bisa melanjutkan sampai
mereka benar menjawab lima pertanyaan. Peserta kemudian diberi tujuan strategis bisnis
perusahaan ABC, dan dua tujuan strategis menekankan kewajiban perusahaan terhadap
kesuksesan finansial dan kepedulian terhadap lingkungan. Peran mereka adalah sebagai
seorang manajer atascperusahaan ABC, mereka berinvestasi berdasarkan tujuan strategis
perusahaan dan informasi yang disajikan dalam BSC. Data yang disajikan dalam BSC
termasuk tujuan perusahaan untuk berbagai metrik serta nilai metrik yang diproyeksikan
untuk dua peluang investasi yang berbeda
Hasil penelitian menunjukkan bahwa data lingkungan yang dipisahkan dalam
perspektif scorecard kelima tidak mengarah pada keputusan yang lebih berbobot
(Kaplan dan Wisner 2009; Lipe dan Salterio 2002) dan dapat menyebabkan kurang
efisiensi, karena memakan lebih banyak waktu. Ditemukan bahwa terdapat lebih banyak
43
perhatian ketika data akuntansi lingkungan disajikan secara terpisah, namun peningkatan
perhatian ini tidak meningkatkan investasi. Satu keuntungan dari BSC adalah
kemampuannya untuk menggabungkan data keuangan non-tradisional ke dalam proses
evaluasi bisnis (Kaplan dan Norton, 1993). Hal ini terutama bermanfaat bagi perusahaan
yang ingin untuk memasukkan pertimbangan lingkungan dalam evaluasi investasi
karena data lingkungan sering disajikan dalam bentuk data yang non-finansial. Karena
tidak ada perbedaan dalam bobot keputusan yang terjadi meskipun perhatian lebih
ditempatkan pada data lingkungan yang terpisah dalam scorecard, penelitian ini
menunjukkan bahwa penggabungan data non-finansial secara efektif kedalam sebuah
scorecard merupakan hal yang penting untuk diperhatikan bagi perancang sistem
akuntansi.
II.1.7.3. Analisis Pengaruh Penerapan Akuntansi Manajemen Lingkungan dan
Strategi Terhadap Inovasi Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan
Manufaktur yang terdapat di Jawa Tengah) - (Novia Rustika, 2011)
Inovasi produk sesuai perkembangan teknologi menjadi tumpuan utama
perusahaan untuk bersaing di pasar. Hampir semua perusahaan kini berlomba-lomba
untuk mengeluarkan produk terbaru sesuai dengan perkembangan saat ini. Akan tetapi,
inovasi terkadang tidak bergandengan dengan dampak yang dihasilkan perusahaan
sehingga diperlukan juga adanya inovasi proses dalam menghasilkan suatu produk agar
tidak terjadi risiko lingkungan. Peningkatan kesadaran tentang isu-isu lingkungan telah
mendorong
organisasi
untuk
menggunakan
akuntansi
manajemen
lingkungan
(environmental management accounting, EMA), yang dikatakan memberikan banyak
44
manfaat bagi pengguna termasuk peningkatan inovasi. Tulisan ini bertujuan untuk
menyelidiki masalah bagaimana pengaruh EMA terhadap peningkatan inovasi. Hal ini
juga ditujukan untuk mengkaji peran strategi dengan menggunakan EMA dan inovasi.
Namun ada keterbatasan penelitian dalam mengeksplorasi penerapan akuntansi
manajemen lingkungan yang berfokus pada pengaruh potensial pada proses internal
dalam sebuah perusahaan, seperti pengembangan inovasi (Ferreira et al, 2009).
Berdasarkan argumen yang telah disampaikan sebelumnya, menjadi bukti bahwa
penerapan Akuntansi Manajemen Lingkungan (EMA) memberikan banyak manfaat bagi
penggunanya (perusahaan). Salah satu manfaat yang mungkin terjadi dari penerapan
EMA yaitu adanya inovasi yang dilakukan perusahaan untuk mengurangi dampak
lingkungan.
Terdapat tiga kerangka teoritis dalam penelitian ini. Kerangka pemikiran
penelitian 1 menunjukkan hubungan antara strategi prospektor dan penerapan EMA
terhadap inovasi produk dengan R&D effort sebagai variabel control. Sedangkan
kerangka pemikiran penelitian 2 menunjukkan pengaruh strategi prospektor dan
penerapan EMA terhadap inovasi produk dengan R&D effort sebagai variabel control.
Sedangkan kerangka penelitian yang 3 menunjukkan hubungan antara strategi dan
penerapan EMA. Goselin (1997) dalam Ferreira et al. (2009) menemukan bahwa strategi
prospektor dapat dikaitkan dengan penerapan manajemen aktivitas. Goselin juga
menyimpulkan bahwa strategi yang diikuti oleh organisasi menentukan kebutuhan
inovasi yang berkaitan dengan kegiatan pengelolaan dan cenderung mengadopsi
akuntansi inovasi. Dengan demikian penggunaan EMA dapat dikatakan sangat besar
dalam organisasi yang melakukan strategi prospector karena dapat membantu sebuah
organisasi yang inovatif. Oleh karena itu, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
45
H1: Terdapat hubungan positif antara strategi prospektor dan penggunaan EMA.
Pada dasanya, tujuan perusahaan yang menerapkan strategi prospektor, tujuan
utamanya adalah pasar (Miles dan Snow, 1978 dalam Ferreira et al., 2009). Hal ini dapat
dilihat ketika sebuah perusahaan merespon dengan cepat hal-hal atau isu yang berkaitan
dengan kebutuhan pasar. Oleh karena itu, semakin besar tekanan yang terjadi di pasar,
diharapkan perusahaan dapat meningkatkan inovasi produk mereka agar tetap bertahan
di pasar tersebut. Dengan demikian hipotesis yang dapat diajukan adalah sebagai
berikut: H2a: Terdapat hubungan positif antara strategi prospector dengan inovasi
produk.
Meskipun perhatian utama perusahaan adalah pasar, perusahaan juga
cenderung akan meningkatkan efisiensi produksi. Dalam meningkatkan efisiensi
produksi, perusahaan akan menghubungkannya dengan sumber daya yang dimiliki. Jika
tidak, perusahaan akan sulit mencapai tujuan profitabilitasnya. Oleh karena itu, hipotesis
yang dapat diajukan adalah sebagai berikut:
H2b: Terdapat hubungan positif antara strategi prospector dengan inovasi proses.
Karena
manfaat
yang
diberikan
EMA,
organisasi
akan
cenderung
menggunakan teknik ini untuk mencapai tujuan organisasinya sebagai bagian dari SPM
dengan cara meningkatkan dan mempertahankan keunggulan kompetitif yang dimiliki
oleh sebuah organisasi. Salah satu caranya adalah dengan melakukan inovasi. Terdapat
perbedaan antara inovasi proses dengan inovasi produk dimana keduanya saling
melengkapi untuk meningkatkan profitabiltas perusahaan (Athey Schmutzler, 1995
dalam Ferreira et al., 2009). Selain itu, baik inovasi produk maupun inovasi proses dapat
mempengaruhi biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan. Dengan kata lain, penggunaan
EMA mungkin terkait dengan penciptaan inovasi produk dan inovasi proses yang dapat
46
meningkatkan daya saing dan posisi perusahaan. Atas dasar tersebut, maka peneliti
mengajukan hipotesis yang kedua yaitu:
H3a: ada hubungan positif antara penggunaan EMA dan inovasi produk
H3b: ada hubungan positif antara penggunaan EMA dan inovasi proses
Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur berskala besar
yang dapat dilihat dari jumlah karyawan yang dipekerjakan. Menurut Badan Pusat
Statistik, kategori perusahaan besar adalah perusahaan yang memiliki jumlah karyawan
lebih dari seratus pekerja. Sampel yang akan digunakan adalah perusahaan yang
bersedia mengisi kuesioner yang diberikan peneliti baik secara langsung maupun
melalui link person. Sebelum memberikan kuesioner, peneliti akan mengumpulkan data
perusahaan yang akan dijadikan sampel kemudian melakukan hubungan via telepon.
Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data primer (primary data). Metode
pengumpulan data yang akan ditempuh dalam upaya pengumpulan data menggunakan
survey method, data yang digunakan dalam penelitian diperoleh dengan pendistribusian
kuesioner yang diberikan kepada responden secara langsung maupun melaui jaringan
link person. Data penelitian yang akan dianalisis menggunakan alat analisis yang terdiri
dari uji kualitas data, uji validitas, uji reabilitas, uji non respon bias, uji asumsi klasik,
uji normalitas, uji multikolonearitas, uji heteroskedastisitas, analisis regresi berganda, uji
hipotesis, uji koefisien determinasi (R2) dan uji statistik F. Kesimpulan yang dapat
ditarik dari temuan ini adalah bahwa penerapan EMA dan strategi memiliki pengaruh
positif pada inovasi produk dan inovasi proses. Hasil penelitian ini pada umumnya
mendukung hipotesis pada perusahaan manufaktur di Jawa Tengah.
47
II.1.7.4. Environmental Business Accounting in Four Finnish Case Companies,
Follow-Up Study between 1996 and 2005 (Anna Kumpulainen, 2005)
Environmental Business Accounting (EBA) adalah alat yang meliputi akuntansi
fisik atas beban lingkungan yang dihasilkan, evaluasi dampak lingkungan, dan akuntansi
keuangan dari biaya lingkungan internal perusahaan (Pohjola 1999). Di Finlandia, salah
satu upaya pertama untuk mendefinisikan sistem EBA adalah penelitian disertasi doktor
Tuula Pohjola (1999) yang merancang model EBA untuk konsumsi energi, transportasi
dan rantai logistik. Model ini diuji dalam sepuluh proyek percontohan yang dijalankan di
enam perusahaan di Finlandia antara tahun 1995 dan 1996. Tujuan dari tesis master ini
adalah untuk mencatat perkembangan dalam manajemen lingkungan dan praktik EBA di
empat perusahaan pada kasus awal. Penelitian lanjutan dilakukan dengan meninjau
literatur terkait, mewawancarai perwakilan perusahaan, mempelajari laporan perusahaan
dan akhirnya menganalisis data kualitatif yang dikumpulkan. Arti penting dari penelitian
ini adalah, selain merekam perkembangan perusahaan dan pentingnya proyek
percontohan Pohjola, juga menjelaskan alasan mengapa beberapa kasus, perusahaan
berhasil melanjutkan environmental business accounting dan sebagian tidak. Informasi
ini berguna ketika akan merencanakan penelitian di masa depan, dan ketika merancang
dan menerapkan metode EBA dan alat yang digunakan dalam perusahaan. Penelitian ini
bertujuan untuk mencatat perkembangan dalam praktik manajemen lingkungan dan
environmental business accounting di empat perusahaan yang sama pada saat
berpartisipasi dalam penelitian disertasi doktor Tuula Pohjola antara tahun 1995 dan
tahun 1996. Kondisi saat ini dari praktik masing-masing perusahaan dibandingkan
dengan situasi di akhir studi pertama. Kelengkapan praktik perusahaan pada kasus EBA
48
saat ini dievaluasi dengan membandingkannya dengan temuan dari literatur yang ada
dan pedoman EBA serta mengamati pemanfaatan informasi EBA dalam pelaporan
perusahaan.
Dalam sebuah perusahaan, environmental business accounting pada dasarnya
dapat diimplementasikan dalam tiga cara yang berbeda: 1) dengan memperluas
informasi ekonomi konvensional dengan biaya lingkungan serta keuntungannya, 2)
dengan memperkenalkan indikator lingkungan yang terpisah, atau 3) dengan
memperkenalkan
sistem
akuntansi
lingkungan
paralel
(Finlandia
administrasi
lingkungan 2005d). Semua pengelolaan lingkungan yang sukses juga EBA,
membutuhkan tujuan yang jelas, tindakan yang efektif dan pemantauan terus menerus,
serta sumber daya dan komitmen (Qualitas Fennica 2004). Tuula Pohjola memulai
disertasi doktoralnya penelitian tentang akuntansi bisnis lingkungan di jatuh tahun 1994
setelah menyelidiki masalah logistik perusahaan jasa dan menyaksikan sejumlah sumber
daya yang terbuang. Tujuan dari disertasi Pohjola adalah untuk memberikan metode
baru untuk mempertimbangkan keterkaitan faktor lingkungan, proses dan faktor
keuangan yang berhubungan dengan keputusan bisnis (Pohjola 1999). Berdasarkan
model aspek lingkungan Pohjola, model ini membutuhkan dua elemen, sistem untuk
menganalisis kinerja lingkungan saat ini, legislatif, biaya lingkungan internal dan
alternatif untuk meningkatkan isu-isu lingkungan, dan sebuah sistem untuk menganalisa
dan mengelola proses pengambilan keputusan lingkungan. Tahap pertama dari kerangka
pemodelan lingkungan Pohjola adalah untuk mengidentifikasi, menganalisis, mengelola
dan melaporkan faktor-faktor untuk menentukan kinerja lingkungan saat ini dari proses
bisnis dan dampak keuangan akibat aspek lingkungan dalam sebuah perusahaan. Tahap
kedua mencakup penentuan kinerja lingkungan saat ini dalam kaitannya dengan output
49
dari proses operasional dan kinerja keuangan dari aspek lingkungan yang diukur dengan
legislatif dan biaya lingkungan internal. Kinerja keuangan dari aspek lingkungan
didefinisikan sebagai hubungan antara legislatif dan biaya lingkungan internal dan
output dari proses dan faktor lingkungan dalam kaitannya dengan polusi yang
dihasilkan. Biaya kewajiban lingkungan tidak diperhitungkan dalam model lingkungan
generik, tetapi diperkirakan berdasarkan risiko lingkungan yang dinilai, beban
lingkungan yang dihasilkan dan faktor-faktor keuangan yang ditentukan (Pohjola 1999).
Pohjola juga merancang modul simulasi yang didasarkan pada deskripsi proses bisnis
dalam model lingkungan generik. EBA dapat dimanfaatkan tidak hanya untuk
pengelolaan lingkungan tetapi juga untuk menyediakan keputusan manajemen yang
lebih baik. Penelitian ini menggunakan metodologi studi kasus karena tujuannya adalah
untuk melakukan penelitian lanjutan untuk studi kasus yang dilakukan oleh Tuula
Pohjola (1999). Penelitian menggunakan data sekunder, yaitu data yang digunakan
untuk literatur dikumpulkan terlebih dahulu dengan mempelajari disertasi doktor Tuula
Pohjola dan laporan kasus terkait yang tidak diterbitkan, kedua dengan membaca
literatur ilmiah, peraturan pemerintah dan pedoman sukarela yang berkaitan dengan
environmental business accounting. Literatur mencakup. buku teks, artikel dalam jurnal
ilmiah, makalah konferensi dan presentasi yang diadakan di beberapa seminar
pengelolaan lingkungan di Finlandia. Sebagian besar artikel serta peraturan dan
pedoman dikumpulkan melalui internet. Data primer untuk studi kasus dikumpulkan
dengan mengunjungi perusahaan diantara Februari dan April 2005, dan melakukan
wawancara dengan personil yang bertanggung jawab atas manajemen lingkungan. Juga
dilakukan wawancara semi-terstruktur, dan penggunaan kuesioner. Ada kasus di mana
informasi tentang beberapa perkembangan manajemen lingkungan atau praktik EBA
50
hilang antara tahun 1996 dan 2005 ketika individu yang bertanggung jawab telah
berganti. Dalam kasus ini, mantan orang yang bertanggung jawab dihubungi melalui
telepon dan wawancara singkat dengan menggunakan pertanyaan terbuka. Data primer
juga dikumpulkan dengan mempelajari laporan tahunan dan lingkungan dari perusahaan
dan situs web mereka.
Data penelitian dianalisis hanya menggunakan metode kualitatif. Data
penelitian empiris dikategorikan dalam table Excel sesuai dengan pertanyaan
wawancara. Setiap perusahaan dinilai secara terpisah untuk setiap elemen. Jika
perusahaan tidakmelakukan apa-apa pada setiap elemen tertentu, diberi nilai 0 (nol).
Sebaliknya, jika perusahaan yang dievaluasi memiliki elemen yang terkandung dalam
praktik EBA , akan menerima nilai 3. Tingkat terbaik yaitu tingkat 3 dievaluasi sebagai
praktik terbaik saat ini dan tapi bukan yang benar-benar terbaik karena praktik EBA
akan terus berkembang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pentingnya percontohan sistem EBA
yang dilakukan Pohjola belum menunjukkan banyaknya pemanfaatan praktik EBA,
namun lebih terhadap dasar bagaumana mempertimbangkan permasalahan lingkungan
dalam perusahaan.
Proses implementasi EBA di perusahaan harus didukung agar
terlihat manfaat dari praktik tersebut. Selain cara baru dan metode-metode, sebuah
perusahaan akan lebih membutuhkan sebuah pedoman yang komprehensif dan mudah
diterapkan dan siapa yang akan dilibatkan dalam kegiatan EBA.
51
Tabel 2.5
Tabel Ringkasan Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti
Sumit K. Lodhia
(1999)
Judul Penelitian
Environmental
accounting in Fiji, An
extended case study of
the
Fiji
Sugar
Corporation
Pertanyaan Penelitian
Evaluasi atas praktik akuntansi dari
segi manajemen lingkungan dan
mekanisme pelaporan lingkungan di
Fiji Sugar Corporation (FSC).
Metode
Analisis laporan tahunan
terbaru perusahaan (1998)
dan
wawancara
semiterstruktur dengan pihak
terkait.
Alewine dan Stone
(2010)
How
Does
Environmental
Accounting
Information Influence
Attention
and
Investment?
Studi ini mengkaji efek terhadap
perhatian dan investasi dari: (a)
penggabungan data lingkungan ke
dalam
BSC
yang
disebut
sustainability balanced scorecard
(SBSC) dan (b) informasi akuntansi
lingkungan perusahaan.
Novia Rustika (2011)
Analisis
Partisipan
(mahasiswa)
memilih satu dari dua
investasi
dengan
menggunakan
BSC.
Partisipan secara acak
diberikan satu dari tiga
kondisi BSC: (a) tidak ada
data lingkungan (BSC
tradisioanal),
(b)
data
lingkungan
dimasukkan
kedalam BSC tradisional
(empat perspektif) , (C)
data
lingkungan
dimasukkan kedalam BSC
secara
terpisah
(lima
perspektif BSC).
Metode survey dan metode
52
Pengaruh
1.
Untuk menyelidiki adakah
Hasil dan Saran
FSC
hanya
memusatkan
perhatian pada permasalahan
hukum lingkungan sehubungan
dengan kegiatan perusahaan
dibandingkan dengan usaha
untuk meningkatkan hubungan
dengan
stakeholder
yang
mungkin akan berpengaruh
terhadap bisnisnya. Akuntan
dalam organisasi ini harus
menyingkirkan peran konservatif
tradisional
mereka
dan
menggunakan
kemampuan
penilaian pengukurannya untuk
membuat perusahaan lebih dapat
dipertanggungjawabkan terhadap
publik.
Peningkatan perhatian terjadi
disaat data lingkungan disajikan
terpisah dalam BSC namun tidak
ada
korelasinya
dengan
peningkatan
investasi.
Kebanyakan partisipan tidak
mengerti tentang BSC yang
menyebabkan hasil yang kurang
memuaskan, pengetahuan yang
lebih baik tentang metrik
lingkungan tentu akan membuat
hasil yang lebih baik.
Penerapan EMA (environmental
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Penerapan Akuntansi
Manajemen
Lingkungan
dan
Strategi
Terhadap
Inovasi
Perusahaan
(Studi Empiris pada
Perusahaan
Manufaktur
yang
terdapat
di
Jawa
Tengah)
Anna Kumpulainen
(2005)
Environmental
Business Accounting
in Four Finnish Case
Companies, FollowUp Study between
1996 and 2005
53
Pertanyaan Penelitian
pengaru strategi dengan
penerapan
EMA
(environmental
management accounting).
2.
Untuk menyelidiki apakah
penerapan EMA memiliki
pengaruh terhadap inovasi
perusahaan.
3.
Untuk menyelidiki apakah
strategi memiliki pengaruh
dengan inovasi perusahaan.
1. Bagaimana
manajemen
lingkungan di perusahaan
terbentuk antara tahun
1996 dan 2005?
2. Bagaimana environmental
business accounting di
perusahaan terbentuj antara
tahun 1996 dan 2005? Apa
yang menjadi pemicu pada
pembentukannya?
3. Bagaimana environmental
business
accounting
dimanfaatkan
dalam
pelaporan lingkungan pada
perusahaan di tahun 2005?
Metode
analisis regresi berganda
dengan tingkat signifikansi
5%.
Hasil dan Saran
management accounting) dan
strategi
memiliki
pengaruh
positif pada inovasi produk dan
inovasi
proses.
Metode kualitatif
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pentingnya percontohan
sistem EBA yang dilakukan
Pohjola belum menunjukkan
banyaknya pemanfaatan praktik
EBA, namun lebih terhadap
dasar
bagaumana
mempertimbangkan
permasalahan lingkungan dalam
perusahaan.
Proses
implementasi
EBA
di
perusahaan harus didukung agar
terlihat manfaat dari praktik
tersebut.
Download