BAB II TAUTOLOGI DAN PRINSIP

advertisement
BAB II
TAUTOLOGI DAN PRINSIP-PRINSIP PEMBUKTIAN
2.1
Pendahuluan
Pada bab ini akan dibicarakan rumus-rumus tautologi dan prinsip-prinsip pem-
buktian yang tidak saja digunakan di bidang matematika, tetapi juga dapat diterapkan dalam bidang lain, khususnya untuk mempertajam daya nalar. Topik
tersebut meliputi konvers, invers, kontrapoisi dan ingkaran kalimat, pengertian
tautologi dan kontradiksi beserta rumus-rumus dan pembuktiannya, serta penggunaan tautologi sebagai salah satu alat bukti yang sahih dan sangat penting di
bidang matematika. Metode pembuktin tersebut terdiri atas bukti langsung dan
bukti tak langsung.
Sebagai ”bahasa matematika” dan alat analisa masalah, topik ini sangat bermanfaat untuk berlatih dan mengasah cara berfikir yang logis dan sistematis, sehingga
mahasiswa memiliki ketajaman analisa, kemampuan beradaptasi yang tinggi, serta
daya sintesa yang baik dalam bidang matematika, maupun kehidupan sehari-hari.
Tautologi dan metode pembuktian yang dibahas akan selalu digunakan dalam
seluruh topik matematika pada jenjang-jenjang berikutnya.
Untuk itu setelah selesai mempelajari topik bahasan pada pertemuan minggu
ke-4 dan 5 ini diharapkan mahasiswa mempunyai learning Outcomes berupa:
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian ingkaran kalimat, konvers, invers
dan kontraposisi.
2. Mahasiswa dapat menyusun ingkaran kalimat, konvers, invers dan kontraposisi.
3. Mahasiswa dapat menerapkan ingkaran kalimat, konvers, invers dan kontraposisi.
4. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian, menyebutkan rumus-rumus
5. Mahasiswa dapat menentukan kebenaran suatu pernyataan menggunakan
rumus-rumus tautologi dan kontradiksi.
6. Mahasiswa dapat membuktikan kebenaran pernyataan menggunakan bukti
langsung atau bukti tak langsung (kemustahilan)
2.2
Tautologi
Di dalam logika kalimat semesta pembicaraannya adalah himpunan fakta-fakta
(peristiwa, situasi) yang merupakan unsur-unsur di luar bahasa. Agar kita dapat
membicarakan suatu peristiwa (fakta) tertentu dari semestanya kita memerlukan
suatu lambang. Lambang ini disebut kalimat konstan/konstanta yang ditulis
dengan ”A”, ”B” dan sebagainya.
Contoh 2.2.1 Jika ”Tono mahasiswa dengan IPK 3,5” mempunyai simbol ”A”
dan ”Tono berasal dari luar Jawa” mempunyai simbol ”B”, maka kalimat
1. ”Tono mahasiswa dengan IPK 3,5 dan berasal dari luar Jawa” mempunyai
simbol ”A ∧ B”.
2. ”Jika Tono berasal dari luar kota, maka Tono mahasiswa dengan IPK 3,5”
mempunyai simbol ”B ⇒ A”
Dalam hal ini simbol ”A”, ”B”, ”A ∧ B” dan ”B ⇒ A” merupakan konstanta
kalimat atau kalimat konstan.
Definisi 2.2.2 Simbol yang melambangkan sebarang fakta (peristiwa) disebut variabel kalimat, yang ditulis dengan ”p”, ”q”, ”r” dan sebagainya.
Contoh 2.2.3 Misalkan diberikan bentuk-bentuk
1. ”p ∧ q”
2. ”(p ∧ r) ⇒ q”
Masing-masing rangkaian tanda merupakan bentuk kalimat (statement form);
dan jika variabel ”p”, ”q” dan ”r” diganti dengan kalimat-kalimat konstan akan
berubah menjadi suatu pernyataan. Sebagai contoh pada kalimat ke-1,
1. Jika ”p” disubstitusi dengan kalimat ”Kuadrat bilangan real selalu non negatif”
”q” disubstitusi dengan kalimat ”Ada bilangan asli yang lebih kecil daripada
1”
Maka diperoleh pernyataan:
”Kuadrat bilangan real selalu non negatif dan ada bilangan asli yang lebih
kecil daripada 1”, yang bernilai salah.
2. Jika ”p” disubtitusi dengan kalimat ”Kuadrat bilangan real selalu non negatif”
”q” disubstitusi dengan kalimat ”Tidak ada bilangan asli yang lebih kecil daripada 1”
Maka diperoleh pernyataan:
”Kuadrat bilangan real selalu non negatif dan tidak ada bilangan asli yang
lebih kecil daripada 1”, yang bernilai benar.
Definisi 2.2.4 Bentuk-bentuk yang memuat variabel kalimat dan yang menyajikan hukum-hukum logika kalimat disebut tautologi.
Di dalam tautologi setiap penggantian dari semua variabel di dalamnya dengan
konstanta-konstanta kalimat akan menghasilkan suatu pernyataan yang bernilai
benar. Tentu saja dalam suatu penggantian, untuk masing-masing variabel (simbol) yang sama harus digantikan dengan konstanta kalimat yang sama.
Untuk melihat apakah suatu bentuk kalimat merupakan suatu tautologi atau
bukan dapat dilakukan dengan membuat tabel nilai kebenaran dari bentuk tersebut
dengan mendaftar semua kemungkinan (kombinasi ”p” dan ”q”) dari setiap nilai
kebenaran variabelnya.
Contoh 2.2.5 Diberikan bentuk-bentuk
1. ”p ∨ p̄”
2. ”(p ⇒ q) ⇔ (p̄ ∨ q)”.
Pada bentuk ke-1, apapun kalimat konstan yang menggantikan ”p” akan menghasilkan pernyataan yang bernilai benar
p
p̄
p ∨ p̄
T
F
F
T
T
T
Demikian juga pada kalimat ke-2. Hal ini dapat dilihat pada halaman...
Bentuk-bentuk kalimat yang memuat variabel kalimat yang selalu bernilai salah
untuk setiap penggantian variabel kalimat dengan kontanta kalimat disebut kontradiksi. Sebagai contoh bentuk
p ∧ p,
selalu bernilai salah untuk ”p” apapun sesuai tabel
p
p̄
p ∧ p̄
T
F
F
T
F
F
Ingkaran dari tautologi akan merupakan kontradiksi, sebab tautologi selalu bernilai
benar untuk setiap penggantian variabel kalimatnya, sehingga ingkarannya akan
selalu bernilai salah.
Selanjutnya, untuk membuktikan suatu bentuk kalimat merupakan tautologi
selain menggunakan tabel kebenaran dapat juga dilakukan dari luar tabel dengan
mengamati hasil dari tabel. Sebagai contoh akan dibuktikan
1. p =⇒ (p ∨ q), dan
2. (p =⇒ (q =⇒ r)) ⇐⇒ (q =⇒ (p =⇒ r))
Penyelesaian:
1. Bentuk ini merupakan implikasi, sehingga akan bernilai benar jika anteseden
bernilai salah atau konsekuen benar. Satu-satunya kemungkinkan yang dapat
membuat kalimat bernilai salah adalah anteseden yaitu ”p” bernilai benar.
Tetapi jika ”p” bernilai benar, maka sesuai nilai kebenaran dari disjungsi,
bentuk ”p ∨ q” pasti bernilai benar apapun ”q”. Akibatnya ”p =⇒ (p ∨ q)”
juga bernilai benar.
2. Bentuk kalimat ini merupakan biimplikasi, sehingga akan bernilai salah hanya
jika keduanya mempunyai nilai kebenaran yang berbeda.
Karena ”p’ dan ”q” merupakan variabel kalimat, maka hanya cukup dibuktikan salah satu sisi saja. Misalkan sisi sebelah kiri bernilai benar, maka ”p”
bernilai salah atau ”q =⇒ r” bernilai benar. Jika ”p” bernilai salah, maka
apapun ”r”, implikasi ”p =⇒ r” pasti bernilai benar, sehingga
”q =⇒ (p =⇒ r))”
pasti bernilai benar. Sedangkan jika ”q =⇒ r” bernilai benar, maka ”q”
bernilai salah atau ”r bernilai benar, sehingga bentuk
”q =⇒ (p =⇒ r))”
pasti bernilai benar.
Latihan 2.1
1. Tunjukkan dengan tabel kebenaran bentuk-bentuk kalimat berikut ini apakah
merupakan kalimat terbuka, tautologi atau kalimat yang selalu bernilai salah:
p ∨ F̄
p =⇒ p̄
p⇒p∧q
1.1
1.2
1.3
1.4 p ∧ q ∨ q
1.5 q̄ ⇐⇒ q
1.6 (q ∧ p) ⇒ q
2. Tanpa menggunakan pengisian tabel buktikan, bahwa bentuk-bentuk berikut
merupakan tautologi.
2.1
2.2
2.3
2.4
2.3
(p ⇐⇒ q) =⇒ ((p ∧ r) ⇐⇒ (q ∧ r))
(p ⇐⇒ q) ⇐⇒ ((p =⇒ q) ∧ (q =⇒ p))
(p ⇐⇒ q) ⇐⇒ ((p̄ ∨ q) ∧ (q̄ ∨ p))
((p =⇒ q) =⇒ (q ∧ r =⇒ r ∧ p)
Rumus-rumus tautologi
Berikut ini diberikan rumus-rumus tautologi. Semua rumus dapat dibuktikan
dengan menggunakan metode tabel nilai.
Rumus 2.1 (Komutatif )
1. p ∧ q ⇐⇒ q ∧ p 2. p ∨ q ⇐⇒ q ∨ p
Bukti:
p
q
T
T
F
F
T
F
T
F
p∧q
q∧p
T ←→ T
F ←→ F
F ←→ F
F ←→ F
Rumus 2.2 (Distributif )
1. p ∧ (q ∨ r) ⇐⇒ (p ∧ q) ∨ (p ∧ r)
2. p ∨ (q ∧ r) ⇐⇒ (p ∨ q) ∧ (p ∨ r)
Bukti: Untuk 1.
p
q
r
q∧r
p ∨ (q ∧ r)
T
T
T
T
F
F
F
T
T
F
F
T
T
F
T
F
T
F
T
F
F
T
T
T
T
T
F
F
T
T
T
T
T
F
F
(p ∨ q) ∧ (p ∨ r) p ∨ q
←→
←→
←→
←→
←→
←→
←→
T
T
T
T
T
F
F
T
T
T
T
T
T
F
p∨r
T
T
T
T
T
F
F
Rumus 2.3 1.
2.
Rumus 2.4
p ∧ T ⇐⇒ T ∧ p ⇐⇒ p
p ∧ F ⇐⇒ F ∧ p ⇐⇒ F
1. p ∨ p̄ ⇐⇒ T
3.
4.
p ∨ F ⇐⇒ F ∨ p ⇐⇒ p
p ∨ T ⇐⇒ T ∨ p ⇐⇒ T
2. p ∧ p̄ ⇐⇒ F
Rumus 2.5 (Assosiatif ) 1. p∧(q∧r) ⇐⇒ (p∧q)∧r 2. p∨(q∨r) ⇐⇒ (p∨q)∨r
Bukti: Untuk 2.
p
q
r
p∨q
(p ∨ q) ∨ r)
p ∨ (q ∨ r)
q∨r
T
T
T
T
F
F
F
T
T
F
F
T
T
F
T
F
T
F
T
F
F
T
T
T
T
T
T
F
T
T
T
T
T
T
F
T
T
T
T
T
T
F
T
T
T
F
T
T
F
Rumus 2.6 (Identitas, negasi rangkap dan idempoten)
1. p ⇐⇒ p
3. p ∧ p ⇐⇒ p
2. p̄¯ ⇐⇒ p
4. p ∨ p ⇐⇒ p
Dua rumus berikut ini sudah dibicarakan di dalam Bab I.
Rumus 2.7 Hukum De Morgan
1. p ∧ q ⇐⇒ (p̄ ∨ q̄)
2. p ∨ q ⇐⇒ (p̄ ∧ q̄).
Bukti: Untuk 1.
Rumus 2.8 1.
p
q
p∧q
p∧q
p̄ ∨ q̄
p̄
q̄
T
T
F
F
T
F
T
F
T
F
F
F
F
T
T
T
F
T
T
T
F
F
T
T
F
T
F
T
p =⇒ q ⇐⇒ (p ∧ q̄)
2.
p ⇐⇒ q ⇐⇒ ((p ∧ q̄) ∨ (p̄ =⇒ q)).
Rumus 2.9 1. (T =⇒ p) ⇐⇒ p
3.
(p ⇐⇒ T ) ⇐⇒ p
2. (F =⇒ p) ⇐⇒ T
4.
(p ⇐⇒ F ) ⇐⇒ p̄
Rumus 2.10 Hubungan implikasi dan biimplikasi dengan negasi, konjungsi dan
disjungsi
1. (p =⇒ q) ⇐⇒ (p̄ ∨ q)
3. (p =⇒ q) ⇐⇒ ((p̄ ∨ q) ∧ (p ∨ q̄)
2. (p =⇒ q) ⇐⇒ p ∧ q̄
4. (p ⇐⇒ q) ⇐⇒ ((p ∧ q) ∨ (p̄ ∧ q̄)
Rumus 2.11 1.
2.
Rumus 2.12 1.
2.
(p ⇐⇒ q) ⇐⇒ ((p =⇒ q) ∧ (q =⇒ p))
((p =⇒ q) ∧ (q =⇒ r)) ⇐⇒ (p =⇒ r). (Sifat Transitif )
(p =⇒ (q =⇒ r)) ⇐⇒ (q =⇒ (p =⇒ r))
(p =⇒ (q =⇒ r)) ⇐⇒ ((p ∧ q) =⇒ r).
Rumus-rumus di atas dapat juga dijadikan dasar untuk membuktikan tautologitautologi bentuk lanjutan tanpa menggunakan pengisian tabel kebenaran. Sebagai
contoh akan dibuktikan :
Bukti:
(p =⇒ (q =⇒ r)) ⇐⇒ (q =⇒ (p =⇒ r)).
(p =⇒ (q =⇒ r))
R2.10.1
⇐⇒
p̄ ∨ (q̄ ∨ r)
⇕R2.5.2
(q̄ ∨ p̄) ∨ r)
R2.1.2
⇐⇒
(p̄ ∨ q̄) ∨ r)
R2.10.1
(q =⇒ (p =⇒ r))
⇕R2.5.2
q̄ ∨ (p̄ ∨ r)
⇐⇒
Suatu tautologi juga dapat dibuktikan dengan cara membawa bentuk kalimat
yang akan dibuktikan ekuipolen ke nilai benar (T) dengan menggunakan rumusrumus dasar.
Contoh 2.3.1 Buktikan, bahwa (p =⇒ q) =⇒ (q ∧ r =⇒ r ∧ p) merupakan tautologi.
Bukti:
(p =⇒ q) =⇒ (q ∧ r =⇒ r ∧ p)
R2.10.1
⇐⇒
p =⇒ q ∨ (q ∧ r =⇒ r ∧ p)
⇕R2.10.1
(p ∧ q) ∨ (q ∧ r) ∨ (r ∨ p)
Ingkaran
⇐⇒
p ∨ q ∨ (q ∧ r ∨ r ∧ p)
R2.2.2
(p ∧ q) ∨ ((q ∨ r) ∧ (r ∨ r) ∨ p
⇕R2.5.2
(p ∧ q) ∨ ((q ∧ r) ∨ r) ∨ p
⇐⇒
⇕R2.4.1
(p ∧ q) ∨ (q ∨ r) ∨ p
R2.3.1
⇐⇒
(p ∧ q) ∨ ((q ∨ r) ∧ T ) ∨ p
R2.4.1
((p ∨ q) ∧ T ) ∨ r ∨ p
⇕R2.5.2&R2.2.2
((p ∨ q) ∧ (q ∨ q)) ∨ r ∨ p
⇐⇒
⇕R2.3.1
(p ∨ p) ∨ q ∨ r
R2.5.2&R2.1.1
⇐⇒
(p ∨ q) ∨ r ∨ p
R2.4.2
T
⇕R2.4.1
T ∨q∨r
⇐⇒
Latihan 2.2 Buktikan, bahwa Rumus 2.1 - 2.12 di atas merupakan tautologi dengan menggunakan pengisian tabel. Jika mungkin buktikan juga tanpa menggunakan pengisian tabel.
2.4
Metode Pembuktian
Di dalam bidang matematika ada tiga hukum penting tautologi yang digunakan
sebagai metode pembuktian yaitu:
1. Modus Ponens
2. Hukum Kontraposisi
3. Reductio ad absurdum.
Modus ponens termasuk dalam bukti secara langsung. Sedangkan kontraposisi
dan reductio ad absurdum dipandang sebagai bukti tidak langsung. Pembuktian
suatu teori lebih diutamakan menggunakan bukti secara langsung.
2.4.1
Modus Ponens
Rumus 2.13
(p ∧ (p =⇒ q)) =⇒ q.
Hukum ini dapat disajikan dengan skema sebagai berikut
α
α
=⇒
β
β.
Jika implikasi ”α =⇒ β” merupakan fakta (hukum) yang benar dan fakta ”α”
terjadi, maka dapat disimpulkan fakta ”β” pasti terjadi.
Contoh 2.4.1 Buktikan, bahwa salah satu titik potong grafik fungsi dengan persamaan y = f (x) = 3x3 − 3x2 − 1 terhadap sumbu X berada di interval [1, 2].
Penyelesaian: Di dalam kalkulus berlaku sifat (implikasi) jika f kontinu pada
interval [a, b], dan berlaku f (a) dan f (b) berbeda tanda, maka dapat ditemukan
c ∈ [a, b] yang memenuhi f (c) = 0. Jadi implikasi ini bernilai benar.
Fungsi y = f (x) = 3x3 −3x2 −1 kontinu pada [1, 2] dan f (1) < 0 serta f (2) > 0.
Jadi anteseden implikasi terjadi, maka dapat disimpulkan terdapat xo ∈ [1, 2] yang
berakibat
f (x0 ) = 3x30 − 3x20 − 1 = 0
Jadi salah satu titik potong grafik fungsi f terhadap sumbu X berada di interval
[1, 2].
2.4.2
Hukum Kontraposisi
Seringkali kita mengalami kesulitan untuk membuktikan bahwa peristiwa ”β”
terjadi dari diketahuinya fakta ”α”. Untuk itu kita bisa menggunakan hukum
kontraposisi
Rumus 2.14
(p =⇒ q) ⇐⇒ (q̄ =⇒ p̄).
Dengan kata lain, jika dari fakta ”β̄” dapat dipastikan terjadinya ”ᾱ”, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa dengan berlakunya fakta ”α” dapat dipastikan ”β”
terjadi. Sebaliknya jika implikasi ”α =⇒ β” merupakan fakta yang benar, maka
dengan diketahuinya ”β̄” terjadi, dapat ditarik kesimpulan ”ᾱ” pasti terjadi, seperti
skema berikut ini:
α
=⇒
β
β̄
ᾱ
Contoh 2.4.2 Buktikan, bahwa jika 1 + (−1)n ̸= 0, maka n genap.
Penyelesaian: Ingkaran n genap adalah n ganjil. Akibatnya (−1)n = −1, sehingga 1 + (−1)n = 0 yang merupakan ingkaran dari 1 + (−1)n ̸= 0. Jadi kontraposisinya dapat dibuktikan, sehingga kalimat aslinya secara tidak langsung juga
terbukti.
2.4.3
Reductio ad absurdum
Misalkan kita akan membuktikan pernyataan ”α”. Untuk itu diandaikan yang
berlaku adalah ingkaran dari ”α”, yaitu ”ᾱ”. Dari pengandaian tersebut dengan
penalaran yang sahih diturunkan suatu kontradiksi. Hal ini hanya mungkin terjadi
kalau terjadi kesalahan pada pengandaian, sehingga pengandaian harus diingkar,
yaitu ”ᾱ”.
Berikut ini disajikan rumus-rumus tautologi yang merupakan bentuk-bentuk
reductio ad absurdum:
Rumus 2.15
(p̄ =⇒ (q ∧ q̄)) =⇒ p.
Misalkan akan dibuktikan penyataan ”α”. Diandaikan ”α”. Jika dari kalimat
”α” dapat diturunkan ”β ∧ β”, maka dapat disimpulkan ”α” terjadi.
α =⇒ (β ∧ β) =⇒
α
α =⇒ (β ∧ β)
Benar : Tautologi
Diturunkan dari ”α”
α
T : Modus Ponens
√
2 bilangan irrasional.
√
Bukti:Yang akan dibuktikan pernyataan P : 2 bilangan irrasional. Diandaikan
√
P̄ berlaku, Dengan kata lain 2 bilangan rasional. Di Q berlaku sifat untuk setiap
Contoh 2.4.3 Buktikan, bahwa
bilangan rasional r dapat dinyatakan dengan
r=
m
,
n
dengan m dan n bilangan bulat, n ̸= 0 dan (m, n) yaitu faktor persekutuan terbesar
√
√
dari m dan n sama dengan 1. 2 bilangan rasional, maka 2 = m
, untuk suatu
n
bilangan bulat m dan n dengan n ̸= 0 dan (m, n) = 1 (Modus ponen), sehingga
√
2n2 = ( 2n)2 = m2 = mm.
Sesuai modus ponen dapat disimpulkan, m = 2c, dengan c bilangan bulat. Akibatnya 2n2 = (2c)(2c) dan sesuai sifat kanselasi berlaku nn = n2 = 2c2 , sehingga
n = 2d untuk suatu bilangan bulat d. Akbiatnya (m, n) ≥ 2, kontradiksi (m, n) = 1
√
dan (m, n) ≥ 2. Yang benar P̄¯ : 2 bilangan irrasional.
Rumus 2.16
(p̄ =⇒ p) =⇒ p.
Untuk membuktikan ”α”, terlebih dahulu diandaikan ”α”. Jika dari pengandaian ”α” dapat diturunkan ”α”, maka terjadi kontradiksi antara ”α” (dari pengandaian) dengan ”α” (hasil penurunan dari asumsi). Akibatnya pengandaian
harus diingkar dan terbukti ”α”, yaitu ”α”.
(α =⇒ α) =⇒
α
α =⇒ α
Benar : Tautologi
”α” diturunkan dari ”α”
α
T : Modus Ponens
Contoh 2.4.4 Di dalam himpunan semua bilangan bulat notasi (x1 , x2 , · · · , xn )
adalah simbol faktor persekutuan terbesar dari x1 , x2 , · · · , xn . Buktikan, bahwa
(x, y) = (y, z) = (x, z) = 1 =⇒ (x, y, z) = 1.
Bukti: Andaikan (x, y, z) > 1. Karena (x, y, z) faktor persekutuan x, y dan z,
maka (x, y, z)|x dan (x, y, z)|y, sehingga (x, y, z) ≤ (x, y). Akibatnya 1 < (x, y)
dan terjadi kontradiksi dengan (x, y) = 1.
Contoh 2.4.5 Di dalam semesta himpunan semua bilangan bulat berlaku sifat
jika z bilangan prima dan z|ab, dengan a dan b keduanya bulat, maka z|a atau z|b.
Buktikan, bahwa jika z|bn dengan n bulat positif, maka z|b.
Bukti: Andaikan z ̸ |b. Karena z|bbn−1 , maka sesuai sifat bilangan prima z|b atau
z|bn−1 . Oleh karena z ̸ |b, maka z|bn−1 , dan bn−1 = bbn−2 . Jadi z|bn−2 , z|bn−3 , dan
seterusnya. Pada akhirnya z|b, sehingga dapat disimpulkan z|b.
Rumus 2.17
((p ∧ q̄) =⇒ q) =⇒ (p =⇒ q).
Misalkan kita akan membuktikan implikasi ”α =⇒ β”. Ingkaran ”α =⇒ β”
adalah ”α ∧ β”, sehingga dari ingkaran tersebut dapat ditarik kesimpulan ”β”
terjadi. Jika dapat dibuktikan ”β”, maka terjadi kontradiksi.
((α ∧ β) =⇒ β)
=⇒
(α =⇒ β) T : Tautologi
T : ”β” diturunkan dari ”α ∧ β”
(α =⇒ β) =⇒ β
α =⇒ β
T : Modus Ponens
Contoh 2.4.6 Dengan semesta pembicaraan himpunan semua bilangan real, buktikan bahwa jika untuk setiap ϵ ≥ 0 berlaku aleqb + ϵ, maka a ≤ b.
Bukti: Misalkan
α : Untuk setiap ϵ ≥ 0 berlaku a ≤ b + ϵ, dan
β : a ≤ b,
sehingga yang akan dibuktikan adalah implikasi ”α =⇒ β”. Diandaikan α =⇒ β
berlaku. Jadi α ∧ β terjadi, yaitu berlaku untuk setiap ϵ ≥ 0 memenuhi a ≤ b + ϵ,
tetapi a > b. Akibatnya a − b > 0. Dipilih ϵ yang sama dengan
a−b
,
2
maka ϵ > 0
dan
a−b
.
2
Akibatnya 2a ≤ 2b + (a − b), sehingga a ≤ b, yaitu terbukti ”β”. Sesuai tautologi
a≤b+ϵ=b+
tebuktilah ”α =⇒ β”.
Rumus 2.18
((p ∧ q̄) =⇒ p̄) =⇒ (p =⇒ q).
Misalkan kita akan membuktikan implikasi ”α =⇒ β”. Ingkaran ”α =⇒ β”
adalah ”α ∧ β”, sehingga dari ingkaran tersebut dapat ditarik kesimpulan ”α”
terjadi. Jika dapat dibuktikan ”α”, maka terjadi kontradiksi, sehingga ”α ∧ β”
harus diingkar dan terjadilah ”α =⇒ β”.
((α ∧ β) =⇒ α)
=⇒
(α =⇒ β) T : Tautologi
T : ”α” diturunkan dari ”α ∧ β”
(α =⇒ β) =⇒ α
α =⇒ β
T : Modus Ponens
Contoh 2.4.7 Buktikan, bahwa jika a dan b bilangan real positif, maka
√
1
(a + b) ≥ ab.
2
Penyelesaian:
1. Bukti secara positif : Karena a dan b positif, maka a2 , b2 , a + b dan (a − b)2
posistif, sehingga
(a + b)2 ≥ (a + b)2 − (a − b)2 = (a2 + 2ab + b2 ) − (a2 − 2ab + b2 )
(a + b)2 ≥ 4ab
1
(a + b)2 ≥ ab
4
√
1
(a + b) ≥
ab
2
2. Bukti tidak langsung : Misalkan
α : a dan b positif,
dan
β : 12 (a + b) ≥
√
ab.
Berarti yang harus dibuktikan adalah ”α =⇒ β”. Diandaikan ingkaran
”α =⇒ β”, yaitu ”α ∧ β” terjadi. Maka
√
a dan b positif, tetapi 12 (a + b) < ab.
Akibatnya 14 (a2 + 2ab + b2 ) = 41 (a + b)2 < ab, sehingga a2 + 2ab + b2 < 4ab.
Jadi
(a − b)2 = a2 − 2ab + b2 < 0,
yang berarti a kompleks atau b kompleks, yaitu ingkaran dari a dan b real
positif, sehingga terbukti ”α =⇒ β”.
Rumus 2.19
p̄ =⇒ (p =⇒ q).
Dari tautologi ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa dari sesuatu yang salah
pernyataan apapun dapat dibuktikan (Ex falso sequitur quod libet). Hal ini
berakibat, di bidang matematika jika terjadi suatu kontradiksi α dan α, maka
pernyataan matematika sebarang β (berbentuk rumus, teorema, hukum dan sebagainya) dapat dibuktikan bernilai benar.
α
=⇒ (α =⇒ β)
α
T : Tautologi
T : Karena ketentuan
α =⇒ β
T : Modus Ponens
α
T : Karena ketentuan
β
T : Modus ponens
Latihan 2.3
1. Buktikan, bahwa bentuk-bentuk berikut merupakan tautologi, jika mungkin
tanpa menggunakan tabel.
1.1 p =⇒ ((p =⇒ q) =⇒ q))
1.2 p =⇒ ((p ∨ q) =⇒ q) Modus tollendo ponens
1.3 ((p ∧ q) =⇒ r) ⇐⇒ ((r ∧ q) =⇒ p)
1.4 ((p =⇒ q) ∧ (r =⇒ s)) =⇒ ((p ∧ r) =⇒ (q ∧ s))
1.5 (p =⇒ q) =⇒ (q ∧ r =⇒ r ∧ p)
2. Buktikan secara langsung maupun dengan reductio ad absurdum, bahwa
banyaknya bilangan-bilangan prima adalah tak berhingga.
3. Buktikan, bahwa jika 12 (1 + (−1)n ) ganjil, maka n genap.
√
4. Buktikan, bahwa jika p bilangan prima, maka p merupakan irrasional.
5. Diketahui segitiga sama sisi ABC dengan panjang sisi
1 terletak pada bujur sangkar AP QR, yaitu B
terletak pada P Q dan C pada QR. Buktikan, bahwa
luas segitiga BQC sama dengan jumlah luas segitiga
AP B dan ARC.
6. Buktikan dengan reductio ad absurdum, bahwa akar-akar persamaan
xn + a1 xn−1 + · · · + an−1 x + an = 0
bernilai bulat atau irrsional.
7. Tunjukkan, bahwa di dalam himpunan semua bilangan bulat pernyataanpernyataan berikut ekuivalen
1. (x, y, z) = 1
2. (x, z) = 1
3. (y, z) = 1
4.
5.
(x, y) = 1
(x, y) = (y, z) = (x, z) = 1.
8. Dengan menggunakan pengetahuan di mata kuliah kalkulus buktikan, bahwa
perpotongan grafik fungsi dengan persamaan y = 3x3 − 3x2 − 1 terhadap
sumbu X hanya ada tepat satu titik.
9. Buktikan secara langsung maupun dengan reduction ad absurdum, bahwa
jika n bulat dan n2 habis dibagi 2, maka n juga habis dibagi 2.
10. Misalkan diketahui αi , dengan i = 1, · · · , n adalah penyataan-pernyataan.
Tunjukkan, bahwa untuk membuktikan
α1 ⇐⇒ α2 ⇐⇒ · · · ⇐⇒ αn
cukup dibuktikan
α1 =⇒ α2 =⇒ · · · =⇒ αn =⇒ α1
11. Diberikan 80 koin mata uang, terdiri dari 79 koin asli dengan bobot sama
dan 1 koin palsu dengan bobot lebih berat. Dengan menggunakan timbangan berlengan sama, tentukan jumlah minimal banyaknya penimbangan dan
bagaimana cara menimbangnya agar akhirnya diketahui koin yang palsu.
12. Lima buah kartu yaitu: A, B, C, D, E akan diberi nomor dari 0, 1, 2, 3 atau
4 tanpa ada yang sama dan dimulai dari kartu paling kiri, A. Misalnya A
diberi nomor k. Kemudian kartu paling kanan diletakkan disebelah kiri kartu
paling kiri, berturut-turut E, D dan seterusnya sampai sebanyak 4 − k kartu.
Kemudian kartu paling kiri diberi nomor l, yaitu satu di antara 0, 1, 2, 3, 4
selain k; selanjutnya secara berurutan dari kartu paling kanan, 4 − l kartu
dipindahkan ke sebelah kiri kartu yang paling kiri. Jika proses dilanjutkan
dengan cara tersebut tunjukkan, bahwa langkah penomoran akan gagal.
Tes Formatif II-1
PENGANTAR LOGIKA MATEMATIKA DAN HIMPUNAN
Topik Bahasan
Hari/tanggal
Waktu
Sifat
: TAUTOLOGI DAN METODE PEMBUKTIAN
:
: 60 menit
: Buku Tertutup
Dosen : Budi S.
1. Tanpa menggunakan tabel kebenaran tunjukkan/selidikilah kebenaran
pernyataan-pernyataan berikut ?
1.1. (p ⇒ q) ⇐⇒ (q̄ ⇒ p̄)
1.2. (p ⇒ (q ∧ q̄)) ⇔ ((p ⇒ q) ⇔ (q ∨ p̄))
2. Dengan menggunakan tabel kebenaran selidikilah kebenaran dari
2.1. (p ⇒ q ⇒ r ⇒ p̄) ⇒ p̄
2.2. p ⇔ (p̄ ⇒ (q ∧ q̄))
Ingat: p ⇒ q ⇒ r yang dimaksud p ⇒ q dan q ⇒ r
Tes Formatif II-2
PENGANTAR LOGIKA MATEMATIKA DAN HIMPUNAN
Topik Bahasan
Hari/tanggal
Waktu
Sifat
: TAUTOLOGI DAN METODE PEMBUKTIAN
:
: 60 menit
: Buku Tertutup
Dosen : Budi S.
Petunjuk: Kerjakan 2 (dua) soal dari 3 (tiga) soal
1. Tunjukkan, bahwa
√
√
3 + 2 adalah bilangan irasional.
2. Buktikan, bahwa grafik fungsi f dengan persamaan
f (x) = 3x4 + 2x2 + x − 10
memotong sumbu X paling sedikit di dua titik yang berbeda.
3. Diketahui p1 , p2 , dan p3 adalah tiga buah bilangan prima. Buktikan, bahwa
(p2 p3 − 1)p1 + (p1 p3 )p2 ̸= (p1 p2 )p3 .
Kunci Jawaban
1. Tes Formatif II-1:
Perhatikan kembali proses pembuktian pada contoh-contoh dalam pembahasan
2. Tes Foematif II-2, No. 1:
√
√
Perhatikan pembuktian dalam Contoh 2.4.3. Perlakukan 3 seperti 2.
√
√
Gunakan reductio ad absurdum, dengan mengndaikan 3 + 2 rasional
3. Tes Formatif II-2, No. 2:
Fungsi f kontinu di seluruh bilangan real. Artinya grafik fungsi tidak pernah
terpotong.
f (0) = −10 < 0 rm f (2) = 38 > 0
Grafik f menghubungkan ke dua titik, berarti grafik f akan memotong sumbu
X di interval [0, 2]
Selanjutnya, f (−1) < 0 dan f (−100) > 0, sehingga grafik f pasti memotong
sumbu X di interval [−100, −1].
Karena interval [−100, −1] dan [0, 2] terpisah, maka minimal ditemukan dua
titik potong.
Komentar Dan Pengayaan
1. Mahasiswa dinyatakan menguasai topik bahasan ini jika dapat mengerjakan
Latihan secara mandiri paling sedikit 80% teori tautologi dan teknik pembuktikan. Tapi untuk mendukung kuliah matematika selanjutnya, maka mahasiswa harus mampu menggunakan metode pembuktian secara baik di bidang
matematika.
2. Kemampuan mahasiswa dianggap cukup atau lebih jika dapat mengerjakan
Tes Foematif II-2 secara mandiri dalam waktu yang ditentukan
3. Untuk melatih kemampuan pembuktian disarankan untuk berlatih mengerjakan soal-soal Olimpiade yang bisa diakses melalui http://www.imo-official.org,
atau belajar teori logika di http://www.philosopie.uni-osnabrued.de
Download