BAB I TAUTOLOGI DAN PRINSIP-PRINSIP PEMBUKTIAN Pada bab ini akan dibicarakan rumus-rumus tautologi dan prinsip-prinsip pembuktian yang tidak saja digunakan di bidang matematika, tetapi juga dapat diterapkan dalam bidang lain, khususnya untuk mempertajam daya nalar. 2.1 Tautologi Di dalam logika kalimat semesta pembicaraannya adalah himpunan fakta-fakta (peristiwa, situasi) yang merupakan unsur-unsur di luar bahasa, Agar kita dapat membicarakan suatu peristiwa (fakta) tertentu dari semestanya kita memerlukan suatu lambang. Lambang ini disebut kalimat konstan/konstanta yang ditulis dengan , , dan sebagainya. Jika “Tono mahasiswa dengan IPK 3,5” mempunyai simbol Contoh 2.1.1 “ ” dan “Tono berasal dari luar “Jawa” mempunyai simbol “ ”., maka kalimat, 1. “Tono mahasiswa dengan IPK 3,5” dan berasal dari luar “Jawa” mempunyai simbol “ ”. 2. “Jika Tono berasal dari luar kota, maka Tono mahasiswa dengan IPK 3,5” mempunyai simbol Dalam hal ini simbol “ ”, “ ”, “ . ” dan merupakan konstanta kalimat atau kalimat konstan. Simbol yang melambangkan sebarang fakta (peristiwa) disebut variabel) Definisi 2.1.2 kalimat, yang ditulis dengan Misalkan diberikan bentuk-bentuk. Contoh 2.1.3 1. dan sebagainya. . 2. Masing-masing rangkaian tanda merupakan bentuk kalimat (statement form); dan jika variabel diganti dengan kalimat-kalimat konstan akan berubah menjadi suatu pernyataan. Sebagai contoh pada kalimat ke-1, 1. Jika disubstitusi dengan kalimat: “Kuadrat bilangan real selalu non negatif” disubstitusi dengan kalimat “Ada bilangan asli yang lebih kecil daripada 1”. Maka diperoleh pernyataan: “Kuadrat bilangan awal selalu negatif dan ada bilangan asli yang lebih kecil daripada 1”, yang bernilai salah. 2. Jika disubstitusi dengan kalimat, “Kuadrat bilangan real selalu non negatif” disubstitusi dengan kalimat “Tidak ada bilangan yang lebih kecil daripada 1”. Maka diperoleh pernyataan: “Kuadrat bilangan real selalu non negatif dan tidak ada bilangan asli yang lebih kecil daripada 1”, yang bernilai benar. Contoh 2.1.4 Bentuk-bentuk yang memuat variabel kalimat dan yang menyajikan hukum-hukum logika kalimat disebut tautologi. Di dalam tautologi setiap penggantian dari semua variabel di dalamnya dengan konstanta-konstanta kalimat akan menghasilkan suatu pernyataan yang bernilai benar. Tentu saja dalm penggantian, untuk masing-masing variabel (simbol) yang sama harus digantikan dengan konstanta kalimat yang sama. Untuk melihat apakah suatu bentuk kalimat merupakan suatu tautologi atau bukan dapat dilakukan dengan membuat tabel nilai kebenaran dari bentuk tersebut dengan mendaftar semua kemungkinan (kombinasi dan ) dari setiap nilai kebenaran variabelnya. Contoh 2.1.5 Diberikan bentuk-bentuk, 1. 2. Pada bentuk ke-1, apapun kalimat konstan yang menggantikan pernyataan yang bernilai benar. T F F T T T Demikian juga pada kalimat ke-2. hal ini dapat dilihat pada halaman .... akan menghasilkan Bentuk-bentuk kalimat yang memuat variabel kalimat yang selalu bernilai salah untuk setiap penggantian variabel kalimat dengan konstanta kalimat disebut kontradiksi. Sebagai contoh bentuk, , selalu bernilai salah untuk apapun sesuai tabel T F F T F F Ingkaran dari tautologi akan merupakan kontradiksi, sebab tautologi selalu bernilai benar untuk setiap penggantian variabel kalimatnya, sehingga ingkarannya akan selalu bernilai salah. Selanjutnya, untuk membuktikan suatu bentuk kalimat merupakan tautologi selain menggunakan tabel kebenaran dapat juga dilakukan dari luar tabel denga mengamati hasil dari tabel. Sebagai contoh akan dibuktikan. 1. dan 2. Penyelesaian: 1. Bentuk ini merupakan implikasi, sehingga akan bernilai benar jika anteseden bernilai salah atau konsekuen benar. Satu-satunya kemungkinan yang dapat membuat kalimat bernilai salah adalah anteseden yaitu jika bernilai benar. Tetapi bernilai benar, maka sesuai nilai kebenaran dari disjungsi, bentuk pasti bernilai benar apapun . Akhirnya juga bernilai benar. 2. Bentuk kalimat ini merupakan biimplikasi, sehingga akan bernilai salah hanya jika keduanya mempunyai nilai kebenaran yang berbeda. Karena dan merupakan variabel kalimat, maka hanya cukup dibuktikan salah satu sisi saja. Misalkan sisi sebelah kiri bernilai benar, maka salah atau implikasi bernilai benar. Jika bernilai bernilai salah, maka apapun pasti bernilai benar, sehingga, , pasti bernilai benar. Sedangkan jika salah atau bernilai benar, maka bernilai bernilai benar, sehingga bentuk, pasti benar. Latihan 2.1 1. Tunjukkan dengan tabel kebenaran bentuk-bentuk kalimat berikut ini apakah merupakan kalimat terbuka, tautologi atau kalimat yang selalu bernilai salah: 1.1 1.4 1.2 1.5 1.3 1.6 2. Tanpa menggunakan pengisian tabel pembuktian, q bentuk-bentuk berikut merupakan tautologi. 2.1 2.2 2.3 2.4 2.2 Rumus-rumus tautologi Di bawah ini diberikan rumus-rumus tautologi. Semua rumus dapat dibuktikan dengan menggunakan metode tabel nilai. Rumus 2.1 (Komutatif) 1. 2. Rumus 2.2 (Distributif) 1. 2. Rumus 2.3 1. 3. 2. 4. Rumus 2.4 1. 3. Rumus 2.5 (Asosiatif) 1. 2. Rumus 2.6 (Identitas, negasi rangkap dan idempoten) 1. 3. 2. 4. Dua rumus berikut ini sudah dibicarakan di dalam Bab I. Rumus 2.7 (Hukum De Morgan) 1. 2. Rumus 2.8 1. 2. Rumus 2.9 1. 3. ( 2. 4. Rumus 2.10 Hubungan implikasi dan biimplikasi dengan negasi, konjungsi dan disjungsi. 1. 3. ( 2. 4. Rumus 2.11 1. 2. (sifat transitif) Rumus 2.12 1. 2. Rumus-rumus di atas dapat dijadikan dasar untuk membuktikan tautologi-tautologi bentuk lanjutan tanpa menggunakan pengisian tabel kebenaran. Sebagai contoh akan dibuktikan: Bukti: !" ! #$$$% ! #$$% & '()( !" ! #$$$% Suatu tautologi juga dapat dibuktikan dengan cara membawa bentuk kalimat yang akan dibuktikan ekuipolen ke nilai benar (T) dengan menggunakan rumus-rumus dasar. Contoh 2.2.1 merupakan tautologi. Buktikan bahwa !" ! #$$$% Bukti : *+,-./.+ #$$$$$% #$$% 0! #$$% 1! #$$% 1! #$$% Latihan 2.2 Buktikan, bahwa Rumus 21. – 2.12 di atas merupakan tautologi dengan menggunakan pengisian tabel. Jika mungkin buktikan juga tanpa menggunakan pengisian tabel. 2.3 Metode Pembuktian Di dalam bidang matematika ada tiga hukum penting tautologi yang digunakan sebagai metode pembuktian yaitu: 1. Modus Ponens 2. Hukum Kontraposisi 3. Reductio ad absurdum Modus ponens termasuk dalam bukti secara langsung. Sedangkan kontraposisi dan reductio ad absurdum dipandang sebagai bukti tidak langsung. Pembuktian suatu teori lebih diutamakan menggunakan bukti secara langsung. 2.3.1 Modus Ponens Rumus 2.13 Hukum ini dapat disajikan dengan skema sebagai berikut. 2 3 4 Jika implikasi “2 3 35 merupakan fakta (hukum) yang benar dan fakta “25 terjadi, maka dapat disimpulkan fakta “35pasti terjadi. Contoh 2.3.1 Buktikan bahwa salah satu titik potong grafik fungsi denganpersamaan 6 7 8 9 7 :9 0 ; :9 ; < terhadap sumbu = berada di interval >< (?. Penyelesaian: Di dalam kalkulus berlaku sifat (implikasi) jika 8 kontinyu pada interval >@ A?, dan berlaku 8 @ dan 8 A berbeda tanda, maka dapat ditemukan B C >@ A?yang memenuhi 8 B 7 D. Jadi implikasi ini bernilai benar. Fungsi 6 7 8 9 7 :9 0 ; :9 ; < kontinyu pada >< (? dan 8 E D serta 8 B( F D Jadi anteseden implikasi terjadi, maka apat disimpulkan terdapat 9" C >< (? yang berakibat 8 9" 7 :9" ; < 7 D Jadi satu titik potong grafik fungsi 8 terhadap sumbu = berada di interval >< (?. 2.3.2 Hukum Kontraposisi Seringkali kita mengalami kesulitan untuk membuktikan bahwa peristiwa G terjadi dari diketahuinya fakta 4 . Untuk itu kita bisa menggunakan hukum kontraposisi. Rumus 2.1.4 Dengan kata lain, jika dari fakta G dapat dipastikan terjadinya 4 , maka dapat ditarik kesimpulan , bahwa dengan berlakunya fakta 4 dapat dipastikan G terjadi. Sebaliknya jika implikasi 4 G merupakan fakta yang benar, maka dapat diketahuinya G terjadi, dapat ditarik kesimpulan 4 pasti terjadi, seperti skema berikut ini. 2 4 3 G + Contoh 2.3.2 Buktikan, bahwa jika < H ;< Penyelesaian: Ingkaran J genap adalah J ganjil. akibatnya < H ;< + I D, maka J genap. ;< + 7 ;< Sehingga 7 D yang merupakan ingkaran dari < H ;< + ID jadi kontraposisinya dapat dibuktikan, sehingga kalimat aslinya secara tidak langsung juga terbukti. 2.3.3 Reductio ad absurdum Misalkan kita akan membuktikan pernyataan 4 , yaitu 4 . Dari pengandaian tersebut dengan penalaran yang sahih diturunkan suatu kontradiksi. Hal ini hanya mungkin terjadi kalau terjadi kesalahan pada pengandaian, sehingga pengandaian harus diingkar, yaitu “ 4K “. Berikut ini disajikan rumus-rumus tautologi yang merupakan bentuk-bentuk reductio ad absurdum: K L Rumus 2.15 M K M L Misalkan akan dibuktikan pernyataan 4 . Diandalkan 4 . Jika dari kalimat 4 dapat diturunkan G 4 G G , maka dapat disimpulkan 4 terjadi. G 2 Benar : Tautologi 4 G G Diturunkan dari 4 2 T : Modus Ponens Buktikan, bahwa N( bilangan irrasional. Contoh 2.3.3 Bukti : Yang akan dibuktikan pernyataan OP N( bilangan irrasional. Diandaikan O berlaku, dengan kata lain N( bilangan rasional. Di Q berlaku sifat untuk setiap bilangan rasional dapat dinyatakan dengan 7 R + , Dengan S dan J bilangan bulat, J I D dan S J yaitu faktor persekutuan terbesar dari S R dan J sama dengan 1. N( bilangan rasional, maka N( 7 , untuk suatu bilangan bulat S + dan J dengan J I D dan S J 7 < (Modus ponens), sehingga (J 7 N(J 7 S 7 SS Sesuai modus ponens dapat disimpulkan S 7 (B, dengan c bilangan bulat. Akibatnya (J 7 (B (B dan sesuai sifat konselasi berlaku JJ 7 J 7 (B , sama dengan J 7 (T untuk suatu bilangan bulat T Akibatnya S J U ( kontradiksi S J 7 < dan S J U ( Yang benar O P N( bilangan irrasional. Rumus 2.16 Untuk membuktikan 4 , terlebih dahilu diandaikan 4 . Jika dari pengandaian 2 K dapat diturunkan 4 , maka terjadi kontradiksi antara 4 (dari pengandaian) dengan 4 (hasil penurunan dari asumsi). Akibatnya pengandaian harus diingkar dan terbukti 4 , yaitu 2 4 4 2 4 4 “25 Diturunkan dari 4 2 Contoh 2.3.4 Benar : Tautologi T : Modus Ponens Di dalam himpunan semua bilangan bulat notasi 9! 9 V 9+ adalah simbol faktor persekutuan terbesar dari 9! 9 V 9+ , buktikan, Bahwa, 9 6 7 6 W 7 9 W 7< 9 6 W 7< Bukti Andaikan 9 6 W F < Karena 9 6 W faktor persekutuan 9, 6 dan W, maka 9 6 W X9 Y dan 9 6 W 6, sehingga 9 6 W Z 9 6 . Akibatnya : < E 9 6 dan terjadi kontradiksi dengan 9 6 7 < Contoh 2.3.5 Di dalam semesta himpunan semua bilangan berlaku sifat jika W bilangan prima dan W X@AY dengan @ dan A keduanya bulat, maka WX@Y atau WXA.Y Bukti Andaikan W [ A, Karena WXAA +\! Y maka sesuai sifat bilangan prima WXAY atau WXA +\! Y Oleh karena W [ A, maka WXA +\! Y dan A +\! 7 AA +\ Jadi WXA +\! Y WXA +\0 Y dan seterusnya. Pada akhirnya WXAY, sehingga dapat : disimpulkan WXA.Y Rumus 2.1.7 Misalkan kita akan membuktikan implikasi 4 4 G . Ingkaran 4 G adalah G sehingga dari ingkaran tersebut dapat ditarik kesimpulan G terjadi. Jika dapat dibuktikan G , maka terjadi kontradiksi, 4 G 4 G G 4 T : Tautologi T : “G Diturunkan dari 4 G 2 Contoh 2.3.6 G G 3 T : Modus Ponens Denagn semesta pembicaraan himpunan semua bilangan real, buktikan bahwa jika untuk setiap C U 0 berlaku @]^_A H C, maka a Z b. Bukti : Misalkan, 2 : Untuk setiap ` U 0 berlaku a Z b + C, dan 3 : a Z b, Sehingga yang akan dibuktikan adalah implikasi “2 4 G berlaku. Jadi 4 a Z b + C tetapi .\c 3”, diandaikan G terjadi, yaitu untuk setiap C U 0 memenuhi F a Akibatnya ba F D Dipilih C yang sama dengan , maka C > 0 dan @ Z AHC7 A H @;A ( Akibatnya (@ Z (A H @ ; A , sehingga @ Z A, yaitu terbukti G . Sesuai 3”. tautologi terbuktilah “2 Rumus 2.18 Misalkan kita akan membuktikan implikasi “2 “2 Ingkaran “2 3” adalah G , sehingga dari ingkaran tersebut dapat ditarik kesimpulan “25 terjadi. Jika dapat dibuktikan 4 , maka terjadi kontradiksi, sehingga “2 “2 3”. G harus diingkar dan terjadilah 3”. 4 4 G 4 4 G 4 G T : Tautologi T : “4 Diturunkan dari 4 2 3 G T : Modus Ponens Buktikan bahwa jika @ dan A positif bilangan real positif, maka, Contoh 2.3.7 ! @ H A U N@A , Penyeleseaian : 1. Bukti secara posisitf : karena @ dan A positif, maka @ A @ H A dan @;A positif, sehingga, @HA U @HA ; @;A = @HA @ H (@A H A U d@A ! 1 @HA U @A ! @HA U N@A ; @ ; (@A H A 2. Bukti tidak langsung : Misalkan 2 : @ dan A positif, dan G e ! @HA U N@A 35 Diandaikan ingkaran “2 Berarti yang harus dibuktikan adalah “2 2 3 terjadi, maka @ dan A positif, tetapi Akibatnya ! 1 @ H (@A H A ! 71 @HA ! @HA E N@A. E @A, sehingga Jadi @;A 35 yaitu 7 @ ; (@A H A E D @ H (@A H A E d@A yang berarti @ kompleks atau A kompleks, yaitu ingkaran dari @ dan A real positif, 35 sehingga terbukti “2 Rumus 2.19 Dari tautologi ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa dari sesuatu yang salah pernyataan apapun dapat dibuktikan (Ex falso sequitur quod libet). Hal ini berakibat, di bidang matematika jika terjadi suatu kontradiksi 2 dan 4 , maka pernyataan matematika sebarang 3 (berbentuk rumus, teorema, hukum dan sebagainya) dapat dibuktikan bernilai benar. 4 4 4 G T : Tautologi T : karena ketentuan T : Modus Ponens T : karena ketentuan T : Modus Ponens Latihan 2.3 1. Buktikan, bahwa bentuk-bentuk berikut merupakan tautologi, jika mungkin tanpa menggunakan tabel. 1.1. 1.2. Modus toilendo ponens 1.3. f 1.4. f 1.5. 2. Buktikan secara langsung maupun dengan reductio ad absurdum, bahwa banyaknya bilangan-bilangan prima tak terhingga. 3. Buktikan bahwa jika ! 4. Buktikan bahwa jika < H ;< Oi', yaitu ganjil maka J genap. bilangan prima, maka g merupakan irrasional. 5. Diketahui segitiga sama sisi sangkar + h dengan panjang sisi 1 terletak pada bujur terletak pada Oi dan h pada i'. Buktikan bahwa luas segitiga ih sama dengan jumlah luas segitiga O dan 'h. 6. Buktikan dengan reductio ad absurdum, bahwa akar-akar persamaan, 9 + H @! 9 +\! H j H @+\! 9 H @+ 7 D bernilai bulat atau irrasional. 7. Tunjukkan, bahwa di dalam himpunan semua bilangan bulat pernyataanpernyataan berikut ekuivalen. 1. 9 6 W 7 < 4. 9 6 7 < 2. 9 W 7 < 5. 9 6 7 6 W 7 9 W 7 < 3. k l 7 < 8. Dengan menggunakan pengetahuan di mata kuliah kalkulus, buktikan bahwa perpotongan grafik fungsi dengan persamaan 6 7 :9 0 ; :9 ; < terhadap sumbu = hanya ada tepat satu titik. 9. Buktikan secara langsung maupun dengan reductio ad absurdum, bahwa jika J bulat dan J habis dibagi 2, maka J juga habis dibagi 2. 10. Misalkan diketahui @m , dengan n7< V J adalah pernyataan-pernyataan. Tunjukkan, bahwa untuk membuktikan @! @ j @+ cukup dibuktikan @! @ j @+ @! 11. Diberikan 80 koin mata uang, terdiri dari 79 koin asli dengan bobot sama dan 1 koin palsu dengan bobot lebih berat, Dengan menggunakan timbangan berlengan sama, tentukan jumlah minimal banyaknya penimbangan dan bagaimana cara menimbangnya agar akhirnya diketahui koin yang palsu. 12. Lima buah kartu yaitu: A, B, C, D, E akan diberi nomor dari 0, 1, 2, 3 atau 4 tanpa ada yang sama dan dimulai dari kartu paling kiri, A. Misalnya A diberi nomor o. kemudian kartu paling kanan diletakkan di sebelah kiri kartu paling kiri, berturutturut E, D, dan seterusnya sampai sebanyak d ; o kartu. Kemudian kartu paling kiri diberi nomor ], yaitu satu diantara 0, 1, 2, 3, 4 selain o; selanjutnya secara berturutan dari kartu paling kanan, d ; ] kartu dipindahkanke sebelah kiri kartu yang paling kiri. Jika proses dilanjutkan dengan cara tersebut tunjukkan, bahwa langkah penomoran akan gagal. belum lengkap hal buku 24