4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Survei Tanah Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi utama sebagai dasar dalam proyek-proyek pengembangan wilayah. Makin banyak informasi yang diperoleh dari pelaksanaan survei pada skala yang besar akan memberikan manfaat yang lebih besar, tergantung dengan pelaksanaan survei yang dilakukan (Hakim et al. 1986). Survei tanah merupakan pekerjaan pengumpulan data kimia, fisik dan biologi di lapangan maupun di laboratorium dengan tujuan pendugaan lahan umum maupun khusus. Survei merupakan sebagian dari proyek, sedangkan proyek adalah suatu rangkaian kegiatan yang saling berkaitan untuk mencapai sasaran tertentu dan membutuhkan banyak sarana. Oleh karena itu agar survei dapat mencapai sasaran dengan biaya dan waktu seoptimal mungkin, perlu dilakukan perencanaan survei (Abdullah, 1993). Survei dan pemetaan tanah merupakan suatu kesatuan yang saling melengkapi dan saling memberi manfaat bagi peningkatan kegunaannya. Kegiatan survei dan pemetaan tanah menghasilkan laporan dan peta-peta. Laporan survei berisikan uraian secara terperinci tentang tujuan survei, keadaan fisik dan lingkungan lokasi survei, keadaan tanah, klasifikasi dan interpretasi kemampuan lahan serta saran/rekomendasi (Sutanto, 2005). Tujuan survei tanah adalah mengklasifikasikan, menganalisis dan memetakan tanah dengan mengelompokkan tanah-tanah yang sama dan hamper sama sifatnya ke dalam satuan peta tanah tertentu dengan mengamati profil tanah atas warna, struktur, tekstur, konsistensi, sifat-sifat kimia dan lain-lain (Hardjowigeno, 2003). Interpretasi terhadap hasil survei tanah bagi pengembang sampai saat ini meliputi: a. Pendugaan potensi produksi jenis-jenis tanaman utama pada setiap tipe tanah di bawah tingkat pengelolaan tertentu. b. Kebutuhan masukan (input) bagi setiap jenis tanaman, yakni sebesar input yang perlu bagi setiap level produksi yang diinginkan atau setiap tipe tanah tertentu. c. Kemungkinan perubahan perilaku setiap tipe tanah akibat irigasi. 5 d. Kemungkinan pembuatan drainase buatan. e. Pendugaan respon terhadap penggunaan pupuk dan kapur yang banyak dikonsumsi oleh sifat-sifat tanah yang permanen berdasarkan tingkat kesuburan yang ditunjukkan oleh uji tanah (Hakim et al. 1986). Tanah harus ditentukan sifat-sifatnya di lapangan dalam keadaan yang sewajar-wajarnya dengan melihat ciri-ciri morfologi yang merupakan hasil genesa tanah yang dipengaruhi oleh : iklim, vegetasi, topografi, bahan induk dan waktu. Jadi jenis tanah sebagai bagian dari permukaan bumi harus diketahui tempat dan penyebarannya (Darmawijaya, 1997). 2.2 Evaluasi Lahan Daya guna tanah untuk pertanian ditentukan oleh sejumlah faktor, yang terpenting diantaranya adalah kecuraman lereng yang menyangkut bahaya erosi,bahaya banjir, drainase, kelembaban, permeabilitas, kepadatan massa, reaksi kimia, tingkat salinitas, daya tampung air, struktur lapisan permukaan serta kesuburan alamiah tanah tersebut (Rayes, 2007). Berdasarkan sejumlah faktor tersebut suatu proses pendugaan potensi lahan untuk macam-macam penggunaan yang disebut dengan evaluasi lahan (Dent dan Young, 1981). Evaluasi lahan ini merupakan alat yang biasa digunakan dalam proyek perencanaan. Alat ini sangat fleksibel, bergantung pada keperluan dan komoditas wilayah yang hendak dievaluasi (Abdullah, 1993). Sementara itu kesesuaian lahan merupakan penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan lahan tertentu. Kelas kesesuaian lahan areal dapat berbeda tergantung dari tipe penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan (Sitorus, 1985). Menurut FAO (1976) kegiatan utama dalam mengevaluasi lahan adalah sebagai berikut: a. Konsultasi pendahuluan meliputi pekerjaan-pekerjaan persiapan antara lain penetapan yang jelas tujuan evaluasi, jenis data yang digunakan, asumsi yang akan digunakan mengevaluasi, daerah penelitian serta intensitas dan skala survei. b. Deskripsi dari jenis penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan dan persyaratan-persyaratan yang diperlukan. 6 c. Membandingkan jenis penggunaan lahan dengan tipe-tipe lahan yang ada. Ini merupakan proses penting dalam evaluasi lahan, dimana data penggunaan lahan serta informasi-informasi ekonomi dan sosial digabungkan dan dianalisis secara bersama-sama. d. Hasil dari empat butir tersebut adalah klasifikasi kesesuaian lahan. e. Penyajian dari hasil-hasil evaluasi. Selanjutnya, kerangka dasar evaluasi lahan menurut FAO (1967) terdiri dari kelas dan sub kelas sampai kategori satuan secara hirarki sebagai berikut: 1. Kelas S1: Sangat Sesuai (highly suitable), lahan tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan pengelolaan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti secara nyata terhadap produksinya dan tidak akan menaikkan masukan atas apa yang telah biasa dilakukan. 2. Kelas S2: Sesuai (moderately suitable), lahan mempunyai pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat pengelolaannya yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan. 3. Kelas S3: Kurang Sesuai (marginally suitable), lahan mempunyai pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat pengelolaannnya yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan. 4. Kelas N: Tidak Sesuai (not suitable), lahan yang mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan/atau sulit diatasi. Dalam kesesuaian lahan dikenal kesesuaian lahan aktual yaitu kesesuaian lahan yang dilakukan pada kondisi penggunaan lahan sekarang tanpa masukan perbaikan dan kesesuaian lahan potensial yaitu kesesuaian lahan yang dilakukan pada kondisi setelah diberikan masukan perbaikan seperti: penambahan pupuk, pengairan atau terasering; tergantung dari jenis faktor pembatasnya. Penilaian kesesuaian lahan dilakukan dengan mencocokkan (matching) antara kualitas lahan dan karakteristik lahan (sifat fisik dan kimia lahan) sebagai parameter dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan atau persyaratan tumbuh tanaman atau komoditas pertanian yang dievaluasi (Djaenudin et al. 2003). 7 2.3 Karakteristik Lahan Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi, penggunaan karakteristik lahan untuk keperluan evaluasi lahan bervariasi. Karakteristik lahan yang digunakan adalah : temperatur udara, curah hujan, lamanya masa kering, kelembaban udara, drainase, tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah, kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, pH, H2O, C-organik, salinitas, alkalinitas, kedalaman bahan sulfidik, lereng, bahaya erosi, genangan, batuan di permukaan dan singkapan batuan (FAO, 1983). Secara singkat uraian masing-masing karakteristik sebagai berikut: o a. Temperatur udara: merupakan temperatur udara tahunan ( C). b. Curah hujan: merupakan curah hujan rerata tahunan yang dinyatakan dalam mm. c. Lamanya masa kering: merupakan jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun dengan jumlah curah hujan < 60 mm. d. Kelembaban udara: merupakan kelembaban udara rerata tahunan dan dinyatakan dalam %. e. Drainase: merupakan laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap aerasi udara dalam tanah. f. Tekstur: menyatakan istilah dalam distribusi partikel tanah halus dengan ukuran < 2 mm. g. Bahan kasar: menyatakan volume dalam persen dan adanya bahan kasar dengan ukuran > 2 mm. h. Kedalaman tanah: menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm yang dapat dipakai dalam perkembangan perakaran dari tanaman yang dievaluasi. i. KTK liat: menyatakan kapasitas tukar kation dari fraksi liat. j. Kejenuhan basa: jumlah basa-basa (NH4OAc) yang ada dalam 100 g contoh tanah. k. Reaksi tanah: nilai pH tanah; pada lahan kering yang dinyatakan dengan data 8 laboratorium, sedangkan pada lahan basah diukur di lapangan. l. C-organik: kandungan karbon organik tanah dinyatakan dalam %. m. Salinitas: kandungan garam terlarut pada tanah yang dicerminkan oleh daya hantar listrik, dinyatakan dalam dS/m. n. Alkalinitas: kandungan natrium dapat ditukar, dinyatakan dalam %. o. Kedalaman sulfidik: dalamnya bahan sulfidik diukur dari permukaan tanah sampai batas atas lapisan sulfidik, dinyatakan dalam cm. p. Lereng: menyatakan kemiringan lereng diukur dalam %. q. Bahaya erosi: bahaya erosi diprediksi dengan memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (reel erosion), dan erosi parit (gully erosion), atau dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun. r. Genangan: jumlah lamanya genangan dalam bulan selama satu tahun. s. Batuan di permukaan: volume batuan (dalam %) yang ada di permukaan tanah/lapisan olah. t. Singkapan batuan: volume batuan (dalam %) yang ada dalam solum tanah. Setiap satuan peta lahan/tanah yang dihasilkan dari kegiatan survei dan/atau pemetaan sumber daya lahan, karakteristik lahan dapat dirinci dan diuraikan yang mencakup keadaan fisik lingkungan dan tanahnya. Data tersebut digunakan untuk keperluan interpretasi dan evaluasi lahan bagi komoditas tertentu. 2.4 Keunggulan Komparatif Komoditas unggulan merupakan komoditas yang layak diusahakan karena memberikan keuntungan kepada petani, baik secara biofisik, sosial maupun ekonomi.Suatu komoditas layak dikembangkan jika komoditas tersebut diusahakan sesuai dengan zona agroekologinya, mampu memberi peluang berusaha, serta dapat dilakukan dan diterima masyarakat setempat sehingga berdampak pada penyerapan tenaga kerja dan secara ekonomi menguntungkan (Susanto dan Sirappa 2007). 9 Syafruddin et al. (2004) menyatakan,penetapan komoditas unggulan di suatu wilayah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi usaha tani dan memacu perdagangan antardaerah dan antarnegara. Selanjutnya Rachman (2003) menyatakan, pada era pasar bebas, hanya komoditas yang diusahakan secara efisien dari sisi teknologi dan sosial ekonomi serta mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif yang mampu bersaing secara berkelanjutan dengan komoditas yang sama dari wilayah lain. Penentuan komoditas unggulan penting karena ketersediaan dan kemampuan sumber daya alam, modal, dan SDM untuk menghasilkan dan memasarkan semua komoditas yang diproduksi di suatu wilayah secara simultan relatif terbatas (Susanto dan Sirappa 2007). Keunggulan komparatif komoditas dari suatu daerah tercipta dari interaksi antara kelimpahan sumber daya (biofisik), penguasaan teknologi, dan kemampuan manajerial dalam kegiatan pengembangan komoditas yang bersangkutan. Keunggulan komparatif wilayah dapat diketahui berdasarkan analisis finansial dan metode location quotient (LQ). Salah satu pendekatan yang dikembangkan Badan Litbang Pertanian untuk menentukan komoditas unggulan adalah dengan metode LQ. Nilai LQ >1 artinya sektor basis, yaitu komoditas ‘x’ di suatu wilayah memiliki keunggulan komparatif (produksi melebihi kebutuhan sehingga dapat dijual ke luar wilayah). Nilai LQ = 1 artinya sektor nonbasis, yaitu komoditas ‘x’ di suatu wilayah tidak memiliki keunggulan (produksi hanya cukup untuk konsumsi sendiri). Nilai LQ < 1 artinya sektor nonbasis, yaitu komoditas ‘x’ pada suatu wilayah tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri sehingga perlu pasokan dari luar wilayah. Susanto dan Sirappa (2007) menyatakan, penentuan komoditas unggulan berdasarkan analisis LQ kurang memperhitungkan luas lahan untuk usaha tani suatu komoditas, namun lebih menekankan pada kecenderungan peningkatan luas panen dan produksi dibanding produksi komoditas lainnya. 2.5 Syarat Tumbuh Tanaman Palawija a. Kacang Tanah (Arachis hypogea) Tanaman kacang tanah tidak terlalu menuntut persyaratan lingkungan yang 10 ideal. Namun demikian, untuk tumbuh dan berproduksi dengan baik tanaman ini memerlukan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Syarat itu antara lain tanah yang gembur, pH 6.0 - 6.5, agak lembap. dan berdrainase baik. Tanah yang berdrainase buruk akan meyebabkan akar dan polong busuk. Sebaliknya jika terlalu kering pertumbuhan merana dan polong tidak terbentuk (Danarti dan Najiyati, 1995). Di Indonesia, tanaman Kacang Tanah cocok ditanam didataran rendah yang berketinggian dibawah 500 m dpl. lklim yang dibutuhkan tanaman kacang tanah adalah bersuhu tinggi antara 25°C-32°C, sedikit lembab (RH 65% - 75%), curah hujan 800 mm -1300 mm per tahun, tempat terbuka. Tanaman kacang tanah membutuhkan tanah yang berstruktur ringan, seperti tanah regosol, andosol, latosol dan alluvial. Kacang tanah dapat dibudidayakan di lahan sawah berpengairan, sawah tadah hujan, lahan kering tadah hujan. Kacang tanah memberikan hasil terbaik jika ditanam ditanah remah dan berdrainase baik, terutama di tanah berpasir. Tanah bertekstur ringan memudahkan penembusan dan perkembangan polong. Ketersediaan kalsium tanah sangat diperlukan agar biji dapat tumbuh deengan baik. Hal ini juga sama dengan pertumbuhan pada kacang hijau (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). b. Kacang Hijau (Phaseolus radiatus) Kacang hijau memiliki daya adaptasi yang luas. Di daerah kering atau pada musim kemarau dimana kedelai dan kacang tanah tumbuh merana, tanaman ini masih mampu berproduksi dengan baik. Namun demikian, pada awal pertumbuhannya hingga menjelang berbunga membutuhkan kelembapan tanah yang cukup (Danarti dan Najiyati, 1995). Kacang hijau memerlukan iklim dengan curah hujan optimal 50 mm-200 mm o o per bulan, temperatur 25 C-27 C dengan kelembaban udara 50% - 80% dan cukup mendapat sinar matahari. Tekstur tanah yang sesuai adalah liat berlempung banyak mengandung bahan organik, aerasi dan drainase yang baik dengan struktur tanah gembur, dan pH 5.8 - 7.0 optimal 6.7 (BPTP Sulsel, 2008). Kacang Hijau dapat dibudidayakan di lahan sawah berpengairan, sawah tadah hujan, lahan kering tadah hujan. Kacang tanah memberikan hasil terbaik jika ditanam ditanah remah dan berdrainase baik, terutama di tanah berpasir. Ketersediaan kalsium tanah sangat diperlukan agar biji dapat tumbuh baik.