BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara daratan dan lautan. Wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air dan masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin. Untuk wilayah laut di pesisir mencakup bagian lautan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto, 1976). Kordi (2012), menjelaskan ekosistem mangrove berada di antara wilayah pesisir bagian daratan dan lautan yang mengalami perubahan secara terus menerus, sehingga berbagai biota di kawasan mangrove memiliki kemampuan untuk berinteraksi dan beradaptasi secara berkesinambungan karena merupakan suatu ekosistem yang khas dan unik. Ekosistem mangrove termasuk dalam ekosistem pantai yang terdapat pada perairan tropik dan subtropik, serta menjadi penyangga sistem kehidupan fauna akuatik karena menjadi tempat berasosiasinya sejumlah biota air. Pada ekosistem ini serasah daun mangrove yang terdekomposisi (detritus) akan menjadi nutrien yang dimanfaatkan oleh hewan pemakan detritus (detrivorus) seperti species ikan dan crustacea (Supriharyono, 2007). Pengaruh dan tekanan terhadap habitat mangrove yang bersumber dari keinginan manusia untuk mengkonversi areal hutan mangrove menjadi areal pemukiman, industri perikanan dan pertanian menyebabkan eksploitasi berlebihan terhadap hutan mangrove sehingga dapat 1 2 mengakibatkan kerusakan ekologi di pesisir, salah satunya di pesisir Muncar Kawasan Teluk Pangpang Kabupaten Banyuwangi. Sejak tahun 2000, lembaga pemerintah dan non pemerintah telah banyak melakukan rehabilitasi dengan penanaman mangrove di sekitar kawasan tersebut akibat kerusakan hutan mangrove yang cukup parah oleh berbagai hal, seperti perambahan hutan untuk pembukaan lahan tambak, kayu bakar, bahan bangunan, pembuatan jangkar perahu dan lain-lain. Hasil penelitian Biswas et al. (2008), luas ekosistem mangrove di Kawasan Teluk Pangpang menggunakan citra Satelit Landsat pada tahun 1989 adalah ± 207,5 ha mengalami peningkatan menjadi ± 282,8 ha pada tahun 2011. Kawasan Teluk Pangpang adalah salah satu pesisir yang menjadi pusat (central) kegiatan perikanan laut di Kabupaten Banyuwangi. Keberadaan mangrove di kawasan tersebut memiliki peran penting sebagai habitat fauna, perlindungan fisik untuk garis pantai, spawning, nursery dan feeding ground bagi beberapa spesies ikan dan udang-udangan. Selain itu ekosistem mangrove juga berfungsi sebagai sarana pengolahan air limbah alami, sehingga mencegah pencemaran pesisir. Pengembangan kegiatan perikanan yang bertujuan untuk peningkatan pendapatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan budidaya tambak, alat tangkapan ikan, pelabuhan, industri pengolahan ikan akan mengancam kelestarian ekosistem mangrove. Tekanan lingkungan akibat aktivitas manusia tersebut dapat mengurangi fungsi ekologis mangrove dan mengganggu keberadaan fauna akuatik yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove di Kawasan Teluk Pangpang, sehingga dapat mempengaruhi potensi fauna akuatik di ekosistem hutan mangrove. Dinas 3 Kelautan dan Perikanan Banyuwangi mencatat bahwa produksi penangkapan ikan di Muncar dalam 10 tahun terakhir yaitu tahun 2003 sebesar 33.896.220 Kg mengalami penurunan menjadi 21.466.872 Kg pada tahun 2013. Onu La Ola (2008), dalam penelitiannya menerangkan kerusakan mangrove di Wakatobi untuk pemukiman dari tahun 1985-2001 seluas 2,5 ha mengalami penurunan produksi ikan belanak sebesar 218,75 kg/tahun. Penelitian lainnya, kondisi mangrove di muara C.A. Leuweng Sancang mempengaruhi tingginya jumlah dan keragaman ikan sebanyak 6 jenis, dibandingkan muara TNUK sebanyak 43 jenis karena kerusakan mangrove akibat penebangan, pembukaan lahan pertanian serta adanya pendangkalan akibat longsoran sungai (Dewantoro, 2009). Penurunan hasil tangkapan serta keragaman jenis ikan erat kaitannya dengan keberadaan kondisi ekosistem mangrove dikarenakan biota akuatik kehilangan daerah untuk reproduksi, pengasuhan dan tempat mencari makan. Atas dasar hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai potensi fauna akuatik ekosistem hutan mangrove di Kawasan Teluk Pangpang Kabupaten Banyuwangi. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimanakah tingkat indeks nilai penting dan keanekaragaman jenis vegetasi pada ekosistem hutan mangrove di Kawasan Teluk Pangpang, Kabupaten Banyuwangi? 2. Bagaimanakah tingkat kelimpahan, biomassa, keanekaragaman dan kemerataan fauna akuatik di Kawasan Teluk Pangpang, Kabupaten Banyuwangi? 4 3. Bagaimanakah pola penyebaran fauna akuatik ekosistem hutan mangrove di Kawasan Teluk Pangpang, Kabupaten Banyuwangi? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini yaitu : 1. Mengetahui tingkat indeks nilai penting dan keanekaragaman jenis pada ekosistem hutan mangrove di Kawasan Teluk Pangpang, Kabupaten Banyuwangi. 2. Menganalisis tingkat kelimpahan, biomassa, keanekaragaman dan kemerataan fauna akuatik di Kawasan Teluk Pangpang, Kabupaten Banyuwangi. 3. Menganalisis pola penyebaran fauna akuatik ekosistem hutan mangrove di Kawasan Teluk Pangpang, Kabupaten Banyuwangi. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat: 1. Bagi masyarakat sebagai bahan informasi yang bermanfaat dan bahan masukan dalam upaya konservasi biota laut yaitu fauna akuatik yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove. 2. Bagi pemerintah sebagai bahan informasi dalam melaksanakan kebijakankebijakan pemerintah terhadap potensi fauna akuatik sehingga dapat menjadi masukan dalam mengambil kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove. 3. Bagi mahasiswa sebagai bahan literatur dengan kajian-kajian lebih lanjut dalam potensi fauna akuatik kaitannya dengan keberadaan vegetasi mangrove di masa yang akan datang.