3.7 Pengetahuan Tradisional Pengetahuan tradisional di Kota Surabaya terbagi atas beberapa pemanfaatan potensi sumberdaya alam hayati yang ada di tiap-tiap Kecamatan di Surabaya. Beberapa pengetahuan tradisional ini mengarah pada pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya hayati yang banyak digunakan untuk pemanfaatan pangan, sandang, penggunaan tumbuhan maupun hewan sebagai obat, pemanfaatan tumbuhan untuk kerajinan, pengolahan limbah, dan kearifan lokal. Data yang didapatkan berupa data primer dan data sekunder. Dalam pengambilan data primer menggunakan tiga cara, yaitu penyebaran kuisioner, wawancara secara langsung pada pelaku kegiatan, dan pendalaman informasi dengan diskusi terbatas kepada warga. Sedangkan untuk data sekunder didapatkan dari data-data tiap Kecamatan dan Kelurahan di Kota Surabaya. Pemanfaatan sebagai Bahan Pangan Keanekaragaman hayati banyak dimanfaatkan dan diolah untuk berbagai kepentingan manusia, misalnya dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk bahan pangan. Bahan pangan yang berasal dari hasil-hasil pertanian, peternakan, dan perikanan biasanya diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi, meskipun ada juga yang dikonsumsi dalam bahan mentahnya. Trend pengolahan bahan pangan di Kota Surabaya tersebar di wilayah Barat dan Timur (Lampiran 14). Banyak masyarakat Kota Surabaya yang memanfaatkan bahan keanekaragaman hayati untuk diolah menjadi beberapa bahan makanan, misalnya untuk jenis tumbuhan seperti kedelai dibuat menjadi tempe dan tahu, sayuran seperti bayam dibuat keripik bayam, daun cincau dibuat untuk cincau, sayuran semanggi (makanan khas Surabaya), jamur tiram, beberapa buah dibuat sirup, bunga rosela dibuat teh dan sirup, kacang hijau dibuat isi bakpia, kacang tanah dibuat bumbu pecel, kentang dibuat keripik, beras ketan dibuat tape dan buah mangrove dibuat sirup, dodol dan tepung. Untuk jenis hewan seperti bandeng diolah menjadi bandeng presto, otak-otak dan abon; udang dan ikan diolah menjadi petis dan trasi; kerang, ikan payus dan udang diolah menjadi kerupuk; ceker ayam, usus, belut dan kulit ikan pari diolah menjadi keripik. 157 Pemanfaatan Tumbuhan sebagai TOGA Zaman dahulu manusia memanfaatkan alam sekitar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama jamu dan obat-obatan tradisional untuk mengatasi masalah kesehatan. Beragam jenis tumbuhan yang digunakan untuk ramuan jamu diambil dari akar-akaran, daun, bunga, buah, dan juga batang tumbuhan. Ramuan tersebut digunakan juga untuk menjaga kesehatan, mencegah berbagai macam penyakit, dan untuk mempercantik diri. Ilmu meramu berbagai macam jamu telah diturunkan oleh nenek moyang kita secara turun menurun hingga ke zaman sekarang. Selain mudah didapatkan, pengobatan menggunakan tanaman obat harganya relatif terjangkau. Dengan mengkonsumsi kembali bahan-bahan obat alami berarti masyarakat ikut melestarikan budaya daerah dan memanfaatkan sumber daya alam secara arif dan bijaksana. Kota Surabaya didiami oleh beberapa etnis suku, antara lain Jawa, Madura, Batak dan masih banyak lagi suku yang lain. Banyaknya etnis suku yang ada menyebabkan beragam pula cara pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya tanaman obat di sekitar. Di Kota Surabaya terdapat jenis-jenis tanaman obat yang digunakan, antara lain jahe, kunci, sirih, kunyit, dan lain-lain. Pengolahannya dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai jamu tradisional dan jamu non-tradisional. Jamu tradisional dibuat dari sari tumbuhan obat dan biasanya dijual dengan gendongan, sedangkan pembuatan jamu non-tradisional biasanya sudah disajikan secara instan tetapi tidak ditambahkan bahan pengawet sehingga aman untuk dikonsumsi. Trend pemanfaatan tumbuhan sebagai tanaman obat keluarga terdapat di wilayah Surabaya Barat dan Timur (Lampiran 15). Pemanfaatan Tumbuhan dan Hewan untuk Kerajinan Terdapat beberapa unsur dalam kehidupan masyarakat, salah satunya adalah unsur kebudayaan. Unsur kebudayaan yang hidup di masyarakat adalah kesenian. Suatu kesenian akan dapat berkembang karena didukung oleh masyarakatnya. Tiap daerah memiliki bentuk kesenian yang berbeda karena masyarakatnya juga berbeda. Salah satu bentuk kesenian yang ada di Kota Surabaya adalah seni kerajinan. 158 Seni kerajinan di Kota Surabaya dengan menggunakan tumbuhan sebagai bahan bakunya adalah salah satu cara untuk mengolah bahan tak berguna menjadi barang yang lebih bernilai harganya. Salah satu bahan tumbuhan yang digunakan adalah klobot (kulit) jagung yang telah dikeringkan dan dirangkai menjadi pernak-pernik hiasan, atau paket pernikahan, enceng gondok dibuat menjadi kerajinan berupa tas, vas bunga, dan dompet. Untuk kerajinan menggunakan bahan hewan, digunakan kulit ikan dan cangkang kerang menjadi kerajinan kulit dan kerang, dan untuk kulit sapi serta domba digunakan sebagai bahan pembuat sepatu. Trend pemanfaatan hewan untuk kerajinan terdapat di wilayah Surabaya Utara dan Selatan, sedangkan trend pemanfaatan tumbuhan terdapat di wilayah Surabaya Barat dan Pusat (Lampiran 16). Pengelolaan Limbah Tumbuhan Limbah merupakan masalah banyak orang yang kadang sulit mencari penyelesaiannya. Upaya pemanfaatan limbah menjadi sesuatu yang lebih bernilai ekonomis mulai dilakukan oleh beberapa orang sebagai upaya pelestarian lingkungan. Salah satu upaya pemanfaatan limbah tumbuhan yaitu limbah daun dan sayuran dikelola menjadi kompos untuk penghijauan lingkungan. Selain itu limbah dari sayur-sayuran, buah, nasi, air kelapa, air tebu dapat diolah menjadi pupuk cair, salep, pembersih lantai, dan penghilang bau. Limbah mangrove (ranting, kayu, buah, daun, biji dari pohon mangrove yang telah gugur) di Surabaya dimanfaatkan menjadi berbagai macam produk olahan, antara lain bahan pewarna batik, sabun pencuci piring dan pencuci pakaian, keripik, dan lain-lain. Trend pengelolaan limbah tumbuhan terdapat di wilayah Surabaya Barat dan Timur (Lampiran 17). Kearifan Lokal Wilayah Surabaya Barat terdapat daerah pesisir pantai utara yang sebagian masyarakatnya bermata pencaharian nelayan. Masyarakat di wilayah ini menangkap ikan dengan menggunakan peralatan sederhana yang terbuat dari bambu bernama “turus”. Alat ini digunakan turun-temurun sejak 159 jaman dahulu. Penangkapan ikan menggunakan turus ini dimaksudkan agar hanya menangkap ikan-ikan besar saja tanpa melukai ikan-ikan kecil. Hal ini merupakan suatu bentuk kearifan lokal masyarakat untuk turut serta melestarikan konservasi lingkungan. Daerah pesisir wilayah Surabaya Timur (Kecamatan Rungkut) terdapat ekosistem mangrove yang mempunyai fungsi ekologis yang penting. Salah satu cara yang digunakan oleh pemerhati lingkungan untuk melestarikan tanaman mangrove yaitu dengan membeli kain batik yang bahannya menggunakan limbah dari tanaman mangrove sendiri. Membeli satu kain batik berarti ikut menanam satu pohon mangrove. Hasil dari penjualan kain batik tersebut sebagian dananya digunakan untuk membeli bibit pohon mangrove (Lampiran 18). Pemanfaatan untuk Budidaya Kota Surabaya terdapat beberapa tempat budidaya, seperti budidaya ikan, unggas, dan hewan pengerat. Jenis ikan yang banyak dibudidayakan di Surabaya adalah ikan lele. Dinas Pertanian Kota Surabaya banyak memberikan bantuan bibit lele kepada masyarakat untuk dibudidayakan dan hasilnya dapat dinikmati oleh masyarakat yang mengelolanya, salah satunya adalah Kecamatan Wiyung. Selain lele juga dibudidayakan ikan mas, mujair, gurame, nila, dan tombro. Di Kecamatan Wiyung juga terdapat tumbuhan yang sudah jarang ditemukan di Kota Surabaya seperti menua (sejenis srikaya tetapi kulit buah halus) dan markisa. Kota Surabaya juga terdapat budidaya burung seperti burung love bird, perkutut, kenari, Black Trout, eldersanger, dan murai batu. Selanjutnya burung-burung ini dimanfaatkan untuk dijual sebagai burung hias. Selain burung, hewan yang dijual untuk kesenangan hobi adalah kucing, hamster, dan landak kecil. Selain budidaya hewan untuk dijual sebagai hobi, pembudidayaan hewan juga dimanfaatkan sebagai bahan penelitian yaitu tikus putih. Trend pembudidayaan hewan ini tersebar di wilayah Surabaya Barat dan Timur (Lampiran 19). 160 Status keberadaan masing-masing pengetahuan tradisional tersebut sampai saat ini belum ada pengakuan resmi melalui Peraturan Daerah maupun Peraturan Walikota Surabaya. Namun untuk status tumbuhan dan satwa telah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 06 Tahun 2004 tentang Perlindungan, Pengendalian serta Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa. 161