THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 UAD, Yogyakarta MENGAJAR “SUKSES” (SUKA PROSES) MELATIH SISWA BERSIKAP ILMIAH Anatri Desstya1), Widya Perwira2), Annisa Nurul Halimah3) 1 FKIP PGSD, Universitas Muhammadiyah Surakarta email: [email protected] 2 FKIP PGSD, Universitas Muhammadiyah Surakarta email: [email protected] 3 FKIP PGSD, Universitas Muhammadiyah Surakarta email: [email protected] Abstract The lack of use of loan box of science in learning in primary schools shows that the teaching of science do not fit in nature. The purpose of community service for state of primary teachers Pajang I Surakarta is to improve teachers' understanding of science and how to use loan box for teaching sciensce accordance nature, in order to prepare: teaching "sukses (like process)" to train students to be scientific. The methods used: lectures, simulations and practices. Lecture method is used to present material about the nature of science, and introductory material about loan box of science in primary school. Simulation and practices implemented by determining the types of tools contained in loan box of science, designing experimental tools with loan boxes done group work and counseling. The results of the dedication of this: 1) 90% of teachers may show the components of the loan boxes of science, 2) Each of teacher’s group was able to design science experiments using loan boxes that has been provided, 3) The existence of the spirit and enthusiasm of teachers for designing experiments, 4) the absroption of the material has increased from 64.5% to 84.4%. Keywords: nature of science, loan box of science, like process PENDAHULUAN Kondisi dunia pendidikan saat ini bisa dikatakan berada pada tahap transformasi kurikulum, yaitu dari kurikulum 2006 (KTSP) menuju kurikulum 2013. Adanya elemen perubahan, salah satunya adalah pendekatan pembelajaran di Sekolah Dasar, yang semula berjalan dengan orientasi mata pelajaran, berubah menuju pembelajaran tematik terintegrasi. Satu tema diintegrasikan ke beberapa mata pelajaran. Dalam KTSP, IPA diberikan sebagai mata pelajaran, namun dengan diberlakukannya kurikulum 2013, IPA sebagai muatan materi yang masuk ke dalam tema tertentu. Pendidikan IPA di SD mempunyai tujuan untuk membelajarkan IPA sesuai dengan hakikatnya, yaitu sebagai produk, proses, dan sikap ilmiah. Dalam Permendikbud Nomor 67 Tahun 2013, menjelaskan tentang pengajaran dan pembelajaran IPA, yang menekankan pada discovery learning, yaitu belajar penemuan THE 5TH URECOL PROCEEDING dengan melakukan kerja ilmiah, dimulai dari observasi (pengamatan), penarikan kesimpulan, dan mengkomunikasikan. Pola aktivitas ini merupakan kegiatan dalam keterampilan proses sains, yang dalam hakikat IPA merupakan a way of investigation. Disebutkan juga tentang urgensi mata pelajaran IPA diajarkan kepada siswa SD/MI, yaitu agar mereka memiliki kemampuan untuk mengembangkan keterampilan proses untuk menginvestigasi alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. Dapat dilihat bahwa pada dasarnya, baik KTSP maupun Kurikulum 2013 menekankan pada keterampilan proses, yaitu keterampilan untuk menyelidiki sebuah kajian IPA untuk menemukan sebuah konsep. Ilmu Pengetahuan Alam sebagai produk berupa pengetahuan (apa yang ilmuwan temukan) (Gega, 2000) dalam Suparno (2001: 45). IPA merupakan sekumpulan konsep, fakta, teori, hukum–hukum ilmiah. Dalam menemukan 534 ISBN 978-979-3812-42-7 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 konsep-konsep dan produk ilmiah yang lain, dilakukan melalui serangkaian proses yang panjang, yang kita sebut sebagai metode ilmiah. Sebagai sikap, IPA merupakan body of knowledge yang dibuktikan melalui pendekatan keterampilan proses yang memerlukan sikapsikap ilmiah. Fisher (1975) dalam Suparno (2005: 67), IPA sebagai kumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui proses pengamatan, sehingga tidak bisa lepas dari kegiatan observasi. Dapat disimpulkan bahwa observasi dan eksperimen adalah kegiatan utama dalam mengajarkan IPA. Pernyataan ini diperkuat oleh Sund (1998) dalam Suparwoto & Mundilarto (1998). Guru sebagai seorang pendidik, dituntut untuk memberikan konsep-konsep IPA dengan cara memberikan pengalaman belajar bagi siswa, tidak hanya berceramah. Pengalaman belajar dalam hal mengobservasi dan bereksperimen bagi siswa, akan memberikan dampak positif. Belajar melalui pengalaman akan bertahan lebih lama dalam struktur kognitif siswa. Nyoman Kertiasa (1975), jika mengajarkan IPA tanpa eksperimen dan percobaan, sama halnya kita tidak mengajarkannya. Beberapa syarat awal, untuk bisa melaksanakan pengajaran IPA berbasis observasi eksperimen yaitu ketersediaan sarana prasarana (berupa media atau alat peraga) dan guru yang berkompeten dan memahami konsep yang akan diajarkan dengan menggunakan alat peraga ini. Umra Hi. A. Ambai, dkk (2012), menyimpulkan bahwa ada hubungan signifikan antara pembelajaran dengan menggunakan KIT IPA terhadap hasil belajar siswa. Kompetensi guru dalam membelajarkan IPA menggunakan KIT menentukan tingkat keberhasilan dalam penguasaan materi. Pemerintah telah mengupayakan alat peraga yang berupa KIT IPA. Bahkan beberapa sekolah di Surakarta mendapatkannya tanpa mengeluarkan biaya. Meninjau kembali kepada hakikatnya, IPA sebagai sekumpulan konsep, fakta, teori dan hukum, yang diperoleh melalui proses ilmiah. Untuk memenuhi tuntutan kurikulum yang telah diungkapkan di atas, maka guru sebagai pendidik dan pengajar, dituntut untuk mampu mengajarkan IPA melalui proses. Proses yang THE 5TH URECOL PROCEEDING UAD, Yogyakarta dapat diamati oleh siswa SD, akan membantu mereka dalam memahami sebuah konsep abstrak. Hal ini sesuai dengan teori perkembangan kognitif Piaget, anak SD berada pada tahap operasional konkrit (7-12 tahun). Siswa akan lebih mudah memahami sebuah konsep melalui pengalaman yang konkrit. SD Negeri Pajang I Surakarta merupakan satuan pendidikan pada jenjang dasar yang berlokasi di Jalan Transito No 18 Pajang, Laweyan, Surakarta. Sekolah ini berupaya untuk memberikan pembelajaran IPA bagi siswanya melalui penyediaan KIT IPA. Beberapa guru telah mencoba menggunakannya dalam dua atau tiga kali pembelajaran di kelas. Namun, setelah sekian lama, KIT IPA tersebut tidak pernah digunakan kembali. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan KIT IPA semakin rendah. Hal ini disebabkan beberapa guru : a. Tidak mengetahui dan memahami peralatan dalam KIT IPA SD. b. Belum terampil menggunakan alat peraga IPA dan menerapkannya di dalam pembelajaran. (Hasil wawancara, Januari 2016). Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan pelatihan penggunaan KIT IPA SD. Pelatihan tersebut ditujukan kepada para guru-guru, kepala sekolah serta dosen untuk memahami tentang KIT IPA dan cara menggunakannya untuk membelajarkan IPA sesuai hakikatnya, dalam rangka mempersiapkan diri: mengajar “ sukses” (suka proses) untuk melatih siswa bersikap ilmiah. Sekolah Dasar Negeri Pajang 1 Surakarta ini merupakan sekolah yang telah mengupayakan pembelajaran IPA melalui penyediaan KIT IPA. Sekolah telah memiliki KIT IPA sebanyak dua box, namun penggunaannya masih rendah. Sebuah konsep yang akan ditransfer oleh guru kepada siswa, memerlukan sebuah proses ilmiah yang sangat menentukan tingkat pemahaman siswa. Melalui serangkaian proses ilmiah, sikap ilmiah layaknya sebagai seorang ilmuwan (jujur, tekun, teliti, pantang menyerah, terbuka, objektif, dan lainnya) sangat menentukan keberhasilan percobaan ilmiah. Dengan rendahnya pemanfaatan KIT IPA, maka proses ilmiah yang seharusnya dilakukan juga rendah. 535 ISBN 978-979-3812-42-7 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 Dan dikhawatirkan, sebuah konsep yang harus dipahami siswa tidak bisa diterima dengan baik. Dengan demikian, sebagai pendidik harus mempunyai bekal untuk membelajarkan IPA dengan memberikan pengalaman secara langsung secara inkuiri ilmiah, dengan melibatkan keterampilan proses sains. KAJIAN LITERATUR a. IPA dan Pembelajaran di Sekolah Dasar Chiappetta (2012: 121), hakikat IPA adalah sebagai way of thinking (cara berfikir), a way of investigation (cara untuk melakukan penyelidikan), dan a body of knowledge (sekumpulan pengetahuan). Sebagai cara berfikir, IPA merupakan aktivitas mental (berfikir) bagi orang-orang yang menekuni bidang yang sedang dikaji. Kegiatan mental sebagai cara berfikir didorong oleh rasa ingin tahu untuk memahami fenomena alam. Sebagai cara untuk melakukan penyelidikan, IPA memberikan gambaran tentang pendekatanpendekatan dalam menyusun pengetahuan. Sebagai body of knowledge (tubuhnya pengetahuan), IPA merupakan susunan yang sistematis dari hasil temuan yang dilakukan para ilmuan, yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori maupun model, ke dalam kumpulan pengetahuan sesuai dengan bidang kajian, misalnya biologi, kimia, dan fisika. Pembelajaran IPA di sekolah dasar yang sesuai dengan Permendiknas No 22 Tahun 2006, diharapkan mempunyai 5 kompetensi sebagai berikut: 1) menguasai pengetahuan tentang berbagai jenis dan perangai lingkungan alam dan lingkungan buatan dalam kaitan dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari; 2) mengembangkan keterampilan proses sains; 3) mengembangkan wawasan, sikap dan nilai-nilai yang berguna bagi siswa untuk meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari; 4) mengembangkan kesadaran tentang keterkaitan yang saling mempengaruhi kemampuan sains dan teknologi dengan keadaan lingkungan serta pemanfaatannya bagi kehidupan nyata seharihari; dan 5) mengembangkan kemampuan siswa untuk menerapkan IPTEK serta keterampilan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi. THE 5TH URECOL PROCEEDING UAD, Yogyakarta Dalam membelajarkan IPA di sekolah dasar, guru harus memperhatikan hakikat IPA dan karakteristik siswanya. Bagaimana IPA sebagai way of thinking, a way of investigation dan a body of knowledge akan dibelajarkan pada siswa sekolah dasar, yang berada pada tahap perkembangan operasional konkrit. Pada tahap ini, anak usia sekolah dasar masih memerlukan benda konkrit untuk membantu pengembangan kemampuan intelektualnya. Dengan demikian, guru dapat menggunakan benda-benda konkrit dalam kegiatan-kegiatan utama pada pengajaran IPA disekolah dasar yang meliputi: mengamati, mengklasifikasi, mengukur, menggunakan angka-angka dalam perhitungan sederhana, berkomunikasi dan menarik kesimpulan. Anak sekolah dasar akan terampil dalam kegiatankegiatan di atas jika guru terus memberikan bekal dengan menerapkan pembelajaran yang berorientasi pada kegiatan-kegiatan tersebut. Dengan demikian, akan terbentuklah sikap ilmiah yang berhubungan dengan tindakantindakan sosial yang diharapkan (Bandiyah, 1997: 11). b. KIT IPA SD KIT (komponen instrumen terpadu) IPA SD merupakan bagian-bagian dari suatu instrumen/ alat yang penggunannya saling dipadukan antara komponen yang satu dengan yang lain, dan digunakan dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar. KIT IPA SD merupakan suatu alat peraga yang diproduksi dan dikemas dalam kotak unit pengajaran, yang menyerupai rangkaian peralatan uji coba keterampilan proses pada bidang studi IPA, yang dilengkapi dengan buku pedoman penggunaannya (Citron, P, 2015: 15). KIT Ilmu Pengetahuan Alam atau loan boxes merupakan salah satu dari media tiga dimensi, yang dapat memberi pengalaman yang mendalam dan pemahaman yang lengkap akan benda-benda nyata (Wibawa & mukti, 1992: 52). ”Loan boxes merupakan kotak yang mempunyai bentuk dan besarnya sesuai dengan keperluan”. ”Kotak ini diisi dengan item-item yang 536 ISBN 978-979-3812-42-7 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 berhubungan dengan unit pelajaran” (Hamalik, 1982: 157). Alat peraga yang berupa KIT Ilmu Pengetahuan Alam adalah kotak yang berisi alat-alat Ilmu Pengetahuan Alam (Shadely, 1994:124). Seperangkat peralatan Ilmu Pengetahuan Alam tersebut mengarah pada kegiatan yang berkesinambungan atau berkelanjutan. Sebagai alat yang dirancang dan dibuat secara khusus ini maka dapat diartikan bahwa ”alat peraga Kit Ilmu Pengetahuan Alam merupakan suatu sistem yang didesain atau dirancang secara khusus untuk suatu tujuan tertentu” (Berta, 1996: 40). Smaldino dalam Anitah (2009: 58) menyatakan bahwa media KIT merupakan kumpulan bahan-bahan yang berisi lebih dari satu jenis media yang diorganisasikan untuk satu topik tertentu. Depdikbud (1996) menyatakan bahwa KIT IPA merupakan peralatan praktikum yang dapat membantu guru dalam melakukan percobaan dan praktikum dalam proses belajar mengajar IPA. Sebagai alat peraga, KIT IPA memiliki beberapa kegunaan, yaitu : 1) dapat membantu siswa untuk berfikir logis dan sistematis sehingga mereka pada akhirnya mempunyai pola pikiran yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, 2) membantu guru dalam memberikan penjelasan konsep, merumuskan dan membentuk konsep, melatih siswa dalam keterampilan memberi/percobaan, penguatan konsep pada siswa, melatih siswa dalam pemecahan masalah, mendorong siswa berfikir kritis (Winata putra, 1999 : 272). Kedudukan KIT IPA dalam pembelajaran IPA mempunyai kedudukan sangat penting, yaitu : (1) Membantu mengembangkan konsepkonsep Ilmu Pengetahuan Alam; (2) Sebagai media dapat memberi dasar yang konkrit untuk berpikir sehingga dapat mengurangi terjadinya verbalisme; (3) Memberikan pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan mandiri; dan (4) Menimbulkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan. Tim SEQIP (2003), menyebutkan beberapa kelebihan pembelajaran yang menggunakan KIT IPA : 1) Penggunaannya dapat dilakukan di dalam kelas maupun di lingkungan sekolah, 2) Peralatan dan percobaan dikembangkan THE 5TH URECOL PROCEEDING UAD, Yogyakarta berdasarkan proses pembelajaran tertentu, 3) Percobaan dengan menggunakan KIT IPA dapat diselesaikan dalam waktu 15 sampai 20 menit, 4) proses pembelajaran menjadi aktif dan menyenangkan. Ditinjau dari subjek yang menggunakan, KIT IPA dirancang untuk siswa, yang diperlukan oleh kelompok-kelompok siswa yang diperlukan untuk percobaan, dan KIT IPA bagi guru, yang digunakan untuk peragaan dalam pembelajaran. KIT IPA ini didesain untuk pembelajaran di kelas 4, 5, dan 6. KIT IPA terdiri atas beberapa komponen, yaitu a) alat-alat untuk melakukan percobaan, b) gambar peraga untuk peragaan, c) daftar nama-nama benda dan bahan-bahan yang diperlukan untuk melakukan percobaan, d) buku pedoman penggunaan alat. Di dalam masingmasing buku pedoman penggunaan KIT IPA memuat sub pokok bahasan yang dapat diajarkan. Dalam setiap sub pokok bahasan terdiri atas: tujuan percobaan, pengertian yang harus ditanamkan, bahan pengajaran, alat dan bahan belajar mengajar, kegiatan belajar mengajar, lembar pengamatan, dan kunci lembar pengamatan. Dalam pengabdian ini, KIT yang digunakan berbentuk kotak merah, memuat 68 jenis peralatan yang terbagi sesuai dengan pokok bahasan. Kotak tersebut diberi penyekat didalamnya sesuai dengan bentuk alatnya, untuk menjaga jangan sampai terjadi benturan diantara media tersebut. Berikut gambarnya: Gambar 1. Bagian-bagian dalam KIT IPA SD 537 ISBN 978-979-3812-42-7 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 Tema percobaan di Kelas IV meliputi: udara, alat pernafasan, rangka, dan bunyi. Di kelas V, tema percobaan meliputi tumbuhan, pencernaan manusia, cahaya, pesawat sederhana, energi, dan panas. Dan di kelas VI : makhluk hidup, populasi, alat indera, magnet, listrik, jantung, dan hati. Dalam pelaksanaan pengabdian masayarakat ini, diambil sampel materi dari masing-masing kelas, yaitu materi bunyi, pesawat sederhana, dan listrik. METODE a. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pengabdian masyarakat melalui pelatihan KIT IPA ini dilaksanakan di SD Negeri Pajang I Surakarta, pada hari Senin tanggal 11 Januari 2016. b. Peserta Peserta dari pelatihan KIT IPA ini adalah 20 guru Sekolah Dasar Negeri Pajang I Surakarta. c. Pelaksanaan. Pelaksanaan kegiatan pengabdian ini adalah: 1. Tahap Persiapan Tahap persiapan ini melalui tahapan: survey masalah, pemantapan dan penentuan mitra sasaran, menyusun proposal, penyusunan bahan dan materi pelatihan, yang berupa makalah untuk kegiatan pelatihan penggunaan KIT IPA SD, dan administrasi dan perizinan. 2. Tahap Pelaksanaan Kegiatan utama pengabdian masyarakat meliputi : a. Penyajian materi tentang hakikat IPA dan KIT IPA b. Diskusi dan tanya jawab tentang materi terkait c. Proyek pada kelompok dengan pendampingan dalam menentukan alat, merangkai, dan mengoperasikan KIT IPA SD, sampai mengambil data dan menyimpulkan. Alat utama adalah 3 box KIT IPA. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan angket. Teknik obeservasi dilakukan untuk mengetahui tingkat penguasaan keterampilan proses dalam mengoperasikan KIT IPA. Teknik angket dilakukan untuk mengetahui THE 5TH URECOL PROCEEDING UAD, Yogyakarta pengetahuan guru tentang KIT IPA pada sebelum dan setelah diberi pelatihan. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Hasil Dalam pelaksanaan pengabdian ini, guruguru dibagi dalam 4 kelompok dengan masingmasing tema percobaan yang berbeda. Urutan dari kelompok 1 sampai 4 adalah : bunyi merambat melalui medium, rangkaian listrik, pesawat sederhana (tuas), dan katrol. Sebelum dan sesudah kegiatan pengabdian masyarakat ini, guru- guru mengisi angket tentang pemahaman terhadap IPA, pembelajaran IPA, dan KIT IPA SD. Kemudian dihitung prosentase keterserapan terhadap materi yang disampaikan. Pada tahap sebelum pemaparan materi dan simulasi, guru menguasai materi sebesar 64,5%. Pada tahap akhir setelah pemaparan materi dan simulasi praktik, penguasaan guru terhadap materi meningkat menjadi 84,4%. Sehingga terjadi kenaikan sebesar 19,9%. b. Pembahasan Minimnya penggunaan KIT IPA dalam pembelajaran di sekolah dasar menunjukkan beberapa indikasi bahwa IPA tidak dibelajarkan sesuai dengan hakikatnya. Kurangnya pengetahuan guru-guru di SDN Pajang I Surakarta terhadap hakikat IPA dan materi KIT IPA membawa dampak terhadap pembelajaran di kelas yang cenderung ceramah. Berdasarkan permasalahan ini, maka dilakukann pengabdian masyarakat ini untuk memberikan pemahaman tentang hakikat IPA, kemudian dilanjutkan dengan pelatihan penggunaan KIT. Moekijat (1993: 52) menyatakan bahwa pelatihan bertujuan untuk menambah pengetahuan, keterampilan, dan perbaikan sikap dari peserta pelatihan. Kegiatan pengabdian dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a. Pembukaan Pembukaan diawali dengan sambutan dari kepala Sekolah SD Pajang I Surakarta, yang menyampaikan bahwa dalam mengajarkan IPA, guru hendaknya melakukan suatu pembaharuan dalam pembelajaran dengan menyukai proses, yaitu menggunakan KIT IPA. Hal ini bertujuan agar siswa SD bisa 538 ISBN 978-979-3812-42-7 THE 5TH URECOL PROCEEDING b. c. d. 18 February 2017 mulai belajar untuk bersikap ilmiah. Oleh karena itu perlu adanya kerjasama dalam hal pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru dalam penggunaan KIT IPA. Diharapkan pengabdian ini dapat diprogramkan untuk dilaksanakan secara rutin sehingga guru memperoleh ilmu dari perwakilan dosen UMS. Pemaparan materi mengenai hakikat IPA dan KIT IPA SD Pada tahap ini diawali dengan memaparkan materi tentang hakikat IPA, cara membelajarkan IPA di SD, dan pelatihan menggunakan KIT IPA SD untuk membelajarkan IPA yang sesuai dengan hakikatnya untuk melatih siswa bersikap ilmiah. Dengan mengetahui hakikat IPA, yaitu sebagai produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah, guru diharapkan mampu membelajarkan IPA sesuai dengan hakikatnya, yaitu melalui pengalaman langsung secara inkuiri ilmiah yang melibatkan keterampilan proses. Pelaksanaan simulasi dan praktik KIT IPA SD Terdapat 3 KIT yang digunakan dalam pelatihan, dengan rincian 2 KIT milik sekolah, dan 1 KIT dari pelaksana pengabdian. Simulasi menggunakan KIT IPA, dimulai dengan mengenal satu per satu komponen-komponen yang terdapat di dalam KIT IPA kemudian memilih komponen-kompenen tertentu untuk dirancang dalam suatu percobaan yang dikoordinasi dalam kelompok-kelompok, yaitu kelompok pengungkit, bidang miring, rangkaian listrik seri paralel, dan pemantulan bunyi. Pendampingan praktik Setiap kelompok menerima materi yang berisi petunjuk guru dalam kegiatan belajar mengajar IPA pada materi tertentu. Kemudian menentukan komponen yang diperlukan dan merancangnya sesuai dengan materi yang telah ditentukan. Dalam petunjuk berisi tentang tujuan percobaan, konsep yang akan dipahami, alat dan bahan yang diperlukan, langkah percobaan, dan lembar pengamatan. Dalam kegiatan praktik ini, beberapa kelompok THE 5TH URECOL PROCEEDING UAD, Yogyakarta guru mengalami kesulitan, sehingga sangat diperlukan adanya pendampingan. Dari hasil pelatihan ini diharapkan setelah memahami hakikat IPA, para guru di sekolah dasar mulai menerapkan pembelajaran IPA yang menyukai proses. Pembelajaran dilakukan tidak hanya dengan ceramah, namun dengan melakukan percobaan atau eksperimen agar siswa belajar dengan mengalami sendiri. Pembelajaran menggunakan KIT IPA merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keterampilan proses siswa. Sejalan dengan hasil penelitian oleh Desstya (2017: 50-62), keterampilan proses mampu meningkatkan pemahaman konsep dan menambah pengalaman dalam pembelajaran. Siswa mampu menemukan dan membangun konsep secara mandiri, sehingga pengetahuan yang diperolehnya mampu bertahan lebih lama dalam struktur kognitifnya. Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa penggunaan KIT IPA berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, salah satunya pada materi energi panas (Maryadi, 2013). Jika guru menguasai penggunaan KIT IPA dalam materi yang lain, dapat disimpulkan bahwa secara umum, penggunaan KIT IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa. SIMPULAN Hasil dari pengabdian ini yaitu : 1) 90% guru dapat menunjukkan komponenkomponen dalam KIT IPA, 2) Setiap kelompok guru mampu merancang percobaan IPA menggunakan KIT yang telah disediakan, 3) Adanya semangat dan keantusiasan para guru selama merancang percobaan, 4) Keterserapan materi mengalami peningkatan dari 64,5% menjadi 84,4%. Kendala yang dihadapi yaitu: beberapa kelompok mengalami kesulitan karena beberapa guru dalam kelompoknya meninggalkan sebelum kegiatan berakhir. 539 ISBN 978-979-3812-42-7 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 REFERENSI Amin, Mohammad. 1997. Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan Menggunakan Metode “Discovery” dan “Inquiry”. Depdikbud. Jakarta. Anitah, Sri. 2009. Media Pembelajaran. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP UNS Surakarta. Chiappetta, Eugene L. and Thomas R. Koballa. 2010. Science Instruction in The Middle and Secondary School Developing Fundamental Knowledge and Skills. New York: Person. Desstya, Anatri. 2016. Profil Keterampilan Proses Sains Guru-guru Di SD Negeri Pajang I Surakarta. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA VIII. Hal: 5062 Hamalik, Oemar. 1982. Media Pendidikan. Bandung: Alumni Kemdikbud. 2013. Permendikbud Nomor 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Kemdikbud. Kertiasa, Nyoman. 1975. “IPA dalam Pendidikan”. Buletin Pendidikan Guru. Nomor 4 Tahun II, Juli 1975, hal. 9 – 12. Maryadi, Rico. 2013. Penggunaan KIT IPA Pada Materi Energi Panas Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD. Pontianak: PGSD FKIP Universitas Tanjungpura. Moekijat. 1993. Evaluasi Pelatihan Dalam Rangka Peningkatan Produktivitas. Mandar Maju. Bandung. Payu, Citron. 2015. Pelatihan KIT IPA Bagi Guru-Guru Sekolah Dasar di Kecamatan Kwandang Kab. Gorontalo THE 5TH URECOL PROCEEDING UAD, Yogyakarta Utara. Gorontalo: FKIP Pendidikan Fisika. Samatowa, Usman. 2011. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. PT. Index. Jakarta. Sund, Carin. 1998. Teaching Science Discovery.Merill Publishing Company. America:. Suparwoto dan Mundilarto. 1998. Kemampuan Mahasiswa Menggunakan Konsep Fisika untuk Memecahkan Masalah Fisika Beserta Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (Laporan Penelitian). FPMIPA IKIP YOGYAKARTA. Suparno, Paul. 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius. ___________. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius. ___________. 2005. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika, PT. Gramedia Widia Sarana, Yogyakarta Tim SEQIP. 2003. Buku IPA Guru Kelas IV. Depertemen Pendidikan Nasional: Jakarta Umra Hi. A. Ambai. 2012. Penggunaan KIT IPA Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Pesawat Sederhana di Kelas V SDN Potil Pololoba Kecamatan Banggai Kabupaten Banggai Kepulauan. Jurnal Kreatif Tadulako 2 (3): ISSN 2354-614X Wibawa & mukti. 1992. Media Pengajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat jenderal pendidikan Tinggi. Proyek Terbimbing tenaga Pendidikan. Winataputra, Udin S., 1999. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.. 540 ISBN 978-979-3812-42-7