Askep Hospitalisasi - addinelfuego

advertisement
KELOMPOK 1
NAMA :
A.ALFIANNOR
ADDIN RIDHANI
AHMAD TAUFIK HIDAYAT
ANIDA RAHMATILLAH
ANTUNG SITI RAHMAH
ARI KURNIAWAN
ASKEP KLIEN DENGAN HOSPITALISASI
• Pengertian
• Hospitalisasi adalah suatu proses karena
suatu alasan darurat atau berencana
mengharuskan individu untuk tinggal di
rumah sakit menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangan kembali
kerumah.
• Hospitalisasi adalah bentuk stressor
individu yang berlangsung selama
individu tersebut dirawat dirumah sakit
(http://zieshila.wordpress.com, 2009).
Ada dua jenis hospitalisasi, yaitu
volunter dan involunter (Wanda, 2003).
• Volunter : Setiap orang dapat
mengajukan permohonan secara
tertulis (biasanya pada formulir masuk
standar) untuk masuk ke rumah sakit
jiwa umum atau swasta
• Involunter : Involunter didasarkan
pada dua teori hukum. Pertama, di
bawah kekuasaan polisi tersebut,
negara memiliki kewenangan untuk
melindungi masyarakat dari tindakan
berbahaya dari sakit mental.
Hospitalisasi merupakan pengalaman yang
mengancam bagi individu karena stressor yang
dihadapi dapat menimbulkan perasaan tidak
aman, seperti:
•
•
•
•
Lingkungan yang asing,
Berpisah dengan orang yang berarti,
Kurang informasi,
Kehilangan kebebasan dan
kemandirian,
• Pengalaman yang berkaitan dengan
pelayanan kesehatan, semakin sering
berhubungan dengan rumah sakit,
maka bentuk kecemasan semakin kecil
atau malah sebaliknya,
• Perilaku petugas rumah sakit.
Faktor Penyebab Stres di Rumah Sakit
• Dirawat di rumah sakit adalah situasi yang
baru yang tidak menyenangkan bagi klien,
dengan masuk ke rumah sakit semua
kebiasaan yang selama ini dilakukan sendiri
menjadi tidak bisa dilakukan dan terbatas,
perasaan stress yang dirasakan oleh klien
disebabkan karena banyaknya stressor baru
yang dihadapi secara bersamaan, misalnya
lingkungan yang asing, bagaimana merasakan
sakit yang sedang dihadapi, klien juga
mengahadapi berbagai prosedur tindakan
keperawatan, tindakan diagnostik, program
terapi, berubahnya pola nutrisi, biaya
perawatan, pekerjaan yang ditinggalkan, peran
sosial yang ditinggalkan, dan lain-lain.
LANJUTAN......................
• Sedangkan para anak-anak stressor
yang dihadapi adalah lingkungan baru
dan asing, pengalaman yang
menyakitkan dengan petugas. Klien
harus menghadapi tindakan prosedur
tindakan keperawatan, prosedur
diagnostik, prosedur terapi, berpisah
dengan mainan, berpisah dengan
teman bermain, berpisah dengan orang
tua dalam arti sementara. Kondisi ini
menyebabkan klien menjadi stress dan
perlu bantuan yang efektif melalui
pendekatan asuhan keperawatan
(Rasmun, 2004).
Tingkatan Perawatan
Ada beberapa tingkatan perawatan dalam rumah
sakit (Stuart & Laraia, 2005), yaitu:
1. Rawat inap
• Berisiko terhadap memburuknya status medis yang disebabkan
adanya kondisi kejiwaan atau penyalahgunaan zat aktif.
• Tidak sesuai pada tingkat pelayanan intensif.
2. Perawatan parsial
• Berisiko tinggi terhadap kerusakan status medis yang disebabkan
oleh adanya kondisi kejiwaan atau penyalahgunaan zat aktif.
• Tidak aman pada tingkat kurang intensif pelayanan.
• Kebutuhan intervensi terapi yang intensif dengan
ketersediaan
system dukungan dokter yang memadai untuk menjaga keselamatan.
• Tidak responsif terhadap pengobatan
LANJUTAN........................................
3. Intensif rawat jalan
• Membutuhkan terapi intervensi untuk
memperbaiki fungsi.
• Tidak sesuai untuk tingkat pelayanan yang
kurang intensif.
• Dukungan terhadap sistem yang memadai
atau keterampilan berupaya untuk menjaga
stabilitas dan keamanan antara kunjungan
terapeutik.
• Tidak responsif terhadap pengobatan,
intensifikasi gejala atau penurunan tingkat
yang biasa berfungsi meskipun partisipasi
dalam tingkat pelayanan.
4. Rawat jalan
• Terapi rawat jalan diperlukan untuk
mengurangi gejala akut.
• Sistem dukungan yang memadai untuk
menjaga keselamatan antara kunjungan
terapeutik.
Dimensi Peran Sakit
Perubahan yang terjadi akibat hospitalisi adalah :
a.
Perubahan konsep diri.
• Akibat penyakit yang di derita atau tindakan
seperti pembedahan, pengaruh citra tubuh,
perubahan citra tubuh dapat menyebabkan
perubahan peran , idial diri, harga diri dan
identitasnya.
b.
Regresi
• Klien mengalami kemunduran ketingkat
perkembangan sebelumnya atau lebih rendah
dalam fungsi fisik, mental, prilaku dan intelektual.
c.
Dependensi
• Klien merasa tidak berdaya dan tergantung pada
orang lain.
LANJUTAN........................................
d.
Dipersonalisasi
• Peran sakit yang dialami klien
menyebabkan perubahan kepribadian,
tidak realistis, tidak dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan, perubahan
identitas dan sulit bekerjasama
mengatasi masalahnya
e.
Takut dan Ansietas
• Perasaan takut dan ansietas timbul
karena persepsi yang salah terhadap
penyakitnya.
f.
Kehilangan dan perpisahan
• Kehilangan dan perpisahan selama klien
dirawat muncul karena lingkungan yang
asing dan jauh dari suasana
kekeluargaan, kehilangan kebebasan,
berpisah dengan pasangan dan terasing
dari orang yang dicintai.
Reaksi dan Masalah Perilaku Klien yang Dirawat
Berikut reaksi dan masalah perilaku klien yang
dirawat di rumah sakit, yaitu:
– Masa bayi (0-1 th)
• Perlu pembentukan rasa percaya diri dan kasih
sayang. Usia anak > 6 bln terjadi stanger
anxiety /cemas. Reaksi berupa:
• 1)
Menangis keras
• 2)
Pergerakan tubuh yang banyak
• 3)
Ekspresi wajah yang tak menyenangkan
– Masa todler (2-3 th)
• Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan.
Disini respon perilaku anak dengan tahapnya.
• 1) Tahap protes menangis, menjerit, menolak
perhatian orang lain
• 2) Putus asa menangis berkurang, anak tak aktif,
kurang menunjukkan minat bermain, sedih,apatis
• 3)
Pengingkaran/denial
– Masa prasekolah (3 sampai 6 tahun)
• Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai
hukuman. Sehingga ada perasaan malu, takut
sehingga menimbulkan reaksi agresif, marah,
berontak, tidak mau bekerja sama dengan perawat.
-Masa sekolah 6 sampai 12 tahun
• Perawatan di rumah sakit memaksakan
meninggalkan lingkungan yang dicintai , keluarga,
kelompok sosial sehingga menimbulkan
kecemasan. Kehilangan kontrol berdampak pada
perubahan peran dalam kelurga, kehilangan
keluarga sosial, perasaan takut mati, kelemahan
fisik. Reaksi nyeri bisa digambarkan dengan
verbal dan non verbal.
– Masa remaja (12 sampai 18 tahun)
• Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh
kelompok sebayanya. Saat merasa cemas karena
perpisahan tersebut. Pembatasan aktifitas
kehilangan kontrol. Reaksi yang muncul :
• 1)
Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan
• 2)
Tidak kooperatif dengan petugas
(http://www.trinoval.web.id, 2009).
– Dewasa
• Beberapa klien yang dirawat di rumah sakit mungkin
bertindak secara seksual melalui pengucapan katakata kotor, mencubit atau kontak sugestif lainnya
dengan perawat, atau telanjang, atau memajankan
alat genital ketika perawat memasuki ruangannya.
– Lansia
• Untuk beberapa lansia hospitalisasi mengakibatkan
penurunan fungsi, meskipun pengobatan atau
perbaikan kondisi mereka dapatkan. Hospitalisasi
mengakibatkan komplikasi yang tidak berhubungan
dengan masalah yang menyebabkan ia masuk ke
rumah sakit atau penanganan spesifik untuk alasan
yang tidak dapat dijelaskan dan dihindari (Potter &
Perry, 2005).
Respon Perawat
• Tindakan keperawatan pada klien yang
mengalami stress karena dirawat di rumah
sakit (Kozier, at all, 1989, dalam Rasmun,
2004), yaitu:
• Dukungan klien dan keluarga
• Mengorientasikan klien tentang rumah
sakit dan fasilitasnya
• Beri kesempatan klien untuk
mempertahnkan identitas
• Berikan informasi yang dibutuhkan oleh
klien
• Ulangi informasi jika klien sukar
mengingat
• Dorong peran serta klien dalam rencana
keperawatan
• Beri kesempatan kepada klien untuk dapat mengungkapkan perasaan
dan pikirannya
• Cermat dalam mengidentifikasi situasi yang dapat meningkatkan stress
• Tetapkan harapan klien sesuai dengan kemampuannya
• Bantu klien untuk menilai situasi dengan benar dan realistis
• Ciptakan lingkungan dimana klien dapat berfungsi mandiri dalam
beberapa hal
• Beri reinforcement tentang aspek positif yang dapat dilakukan oleh
klien
• Rencanakan kunjungan dengan klien lain yang mengalami masalah
yang sama
• Bantu klien dan keluarga untuk kontak dan menggunakan fasilitas dan
bantuan yang ada di masyarakat
• Bicarakan kemampuan, pengertian dan empati dengan klien dan
keluarga.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
• Pengkajian yang dapat dilakuakn pada klien
dengan hospitalisasi (Wanda, 2003) adalah:
• Cara berpikir dan persepsi
• Aktivitas motorik dan bahasa tubuh
• Perasaan
• Keadaan fisik
• Riwayat terdahulu
Diagnosa Keperawatan
• Berikut diagnosa keperawatan pada klien
hospitalisasi (Boyd & Nihart, 1998), yaitu:
• a. Perubahan proses keluarga,
• b. Perubahan pemeliharaan kesehatan,
• c. Risiko tinggi terhadap kekerasan diri sendiri,
• d. Cemas,
• e. Gangguan interaksi sosial,
• f. Koping individu inefektif,
• g. Gangguan harga diri,
• h. Gangguan pola tidur,
• i. Isolasi sosial,
• j. Gangguan spiritual.
Rencana Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan: koping tidak efektif
(Wanda, 2003)
Intervensi:
• Sarankan klien mencatat situasi yang
menimbulkan kemarahan
• Bantu klien untuk mengatasi kemarahan dengan
merangsang bicara sendiri.
• Ajarkan teknik distraksi.
• Ajarkan pikir teknik relaksasi.
• Ajarkan klien menghormati perasaan
orang lain dan hak-hak orang lain.
• Bantu klien mengidentifikasi cara
penanggulangan pada saat tegang.
b. Diagnosa keperawatan: Potensi terjadinya kekerasan (Wanda, 2003)
Jauhkan benda-benda berbahaya.
• Tunjukkan sikap kepedulian dan perhatian terhadap klien
• Lakukan pendekatan pada klien dengan berbicara dengan nada suara
lembut
• Diskusikan harapan terhadap perilaku dan konsekuensi yang akan
terjadi.
• Berikan kesempatan pada klien untuk mengekspresikan keprihatianan
dan mengungkapkan isi hatinya
c. Diagnosa keperawatan: Perubahan proses keluarga (Wilkinson, 2006)
Intervensi:
• Ajari keterampilan merawat pasien yang diperlukan oleh keluarga (misal:
manajemen waktu, pengobatan)
• Berikan perawatan berkelanjutan dengan mempertahankan komunikasi
yang efektif.
• Tanyakan pelayanan konsultasi sosial untuk membantu keluarga
menentukan kebutuhan pasca hospitalisasi dan identifikasi sumber
dukungan di komunitas.
• Bantu keluarga dalam mengidentifikasi kekuatan personal.
• Dukung keluarga untuk menyatakan perasaan dan masalahnya secara
verbal.
d. Diagnosa keperawatan: Perubahan pemeliharaan kesehatan
(Wilkinson, 2006)
Intervensi:
• Jelaskan tentang sistem perawatan kesehatan, bagaimana cara
kerjanya dan apa yang dapat diharapkan pasien/keluarga.
• Informasikan pasien tentang biaya, waktu, alternatif, dan risiko yang
timbul dari pemeriksaan atau prosedur tertentu.
• Berikan salinan hak-hak pasien pada pasien.
• Konsultasikan pada layanan sosial untuk merencanakan kebutuhan
pemeliharaan kesehatan pada perencanaan pulang.
e. Diagnosa keperawatan: Gangguan harga diri (Wilkinson, 2006)
Intervensi:
• Tekankan kekuatan diri yang dapat diidentifikasi oleh pasien
• Bantu pasien untuk mengidentifikasi respon positif terhadap orang
lain
• Hindari tindakan yang dapat melemahkan pasien
• Kaji pencapaian keberhasilan sebelumnya
• Berikan penghargaan atau pujian terhadap perkembangan pasien
dalam pencapaian tujuan
• Fasilitasi lingkungan dan aktifitas yang dapat meningkatkan harga
diri.
f.
Diagnosa keperawatan: Isolasi diri (Wilkinson, 2006)
Intervensi:
• Dukung hubunngan dengan orang lain yang mempunyai
ketertarikan dan tujuan yang
sama
• Berikan uji pembatasan interpersonal
• Berikan umpan balik tentang peningkatan dalam
perawatan diri atau aktifitas lainnya
• Harapkan pasien pada hambatan penilaian jika
memungkinkan
• Dukung pasien untuk mengubah lingkungan seperti pergi
jalan-jalan dan menonton film.
•
g.
Diagnosa keperawatan: Gangguan spiritual (Wilkinson,
2006)
Intervensi:
• Gunakan teknik klarifikasi nilai-nilai untuk membantu
pasien mengklarifikasi keyakinan dan nilai-nilainya
• Dengarkan dengan cermat komunikasi pasien dan
kembangkan arti pentingnya berdoa atau aktifitas
keagamaan.
• Berikan fasilitas dalam beribadah.
TERIMA KASIH
Download