BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. Anak 2.1.Pengertian Anak Anak

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. Anak
2.1.Pengertian Anak
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa
pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia
bermain/oddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11 tahun)
hingga remaja (11-18 tahun). Rentang ini berada antara anak satu dengan yang
lain mengingat latar belakang anak berbeda. Pada anak terdapat rentang
perubahan pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat.
Dalam proses perkembangan anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola
koping dan perilaku sosial. Ciri fisik adalah semua anak tidak mungkin
pertumbuhan fisik yang sama akan tetapi mempunyai perbedaan dan
pertumbuhannya. Demikian juga halnya perkembangan kognitif juga mengalami
perkembangan yang tidak sama. Adakalanya anak dengan perkembangan kognitif
yang cepat dan juga adakalanya perkembangan kognitif yang lambat. Hal tersebut
juga dapat dipengaruhi oleh latar belakang anak. Perkembangan konsep diri ini
sudah ada sejak bayi, akan tetapi belum terbentuk secara sempurna dan akan
mengalami perkembangan seiring dengan pertambahan usia pada anak. Demikian
juga pola koping yang dimiliki anak hamper sama dengan konsep diri yang
dimiliki anak. Bahwa pola koping pada anak juga sudah terbentuk mulai bayi, hal
ini dapat kita lihat pada saat bayi anak menangis.Salah satu pola koping yang
6
Universitas Sumatera Utara
dimiliki anak adalah menangis seperti bagaimana anak lapar, tidak sesuai dengan
keinginannya, dan lain sebagainya. Kemudian perilaku sosial pada anak juga
mengalami perkembangan yang terbentuk mulai bayi. Pada masa bayi perilaku
social pada anak sudah dapat dilihat seperti bagaimana anak mau diajak orang
lain, dengan orang banyak dengan menunjukkan keceriaan. Hal tersebut sudah
mulai
menunjukkan terbentuknya perilaku
social yang
seiring
dengan
perkembangan usia. Perubahan perilaku social juga dapat berubah sesuai dengan
lingkungan yang ada, seperti bagaimana anak sudah mau bermain dengan
kelompoknya yaitu anak-anak (Azis, 2005).
Anak adalah individu yang rentan karena perkembangan kompleks yang
terjadi di setiap tahap masa kanak- kanak dan masa remaja. Lebih jauh, anak juga
secara fisiologis lebih rentan dibandingkan orang dewasa, dan memiliki
pengalaman yang terbatas, yang memengaruhi pemahaman dan persepsi mereka
mengenai dunia. Awitan penyakit bagi mereka seringkali mendadak, dan
penurunan dapat berlangsung dengan cepat. Faktor kontribusinya adalah sistem
pernapasan dan kardiovaskular yang belum matang, yang memiliki cadangan
lebih sedikit dibandingkan orang dewasa, serta memiliki tingkat metabolisme
yang lebih cepat, yang memerlukan curah jantung lebih tinggi, pertukaran gas
yang lebih besar dan asupan cairan serta asupan kalori yang lebih tinggi per
kilogram berat badan dibandingkan orang dewasa. Kerentanan terhadap
ketidakseimbangan cairan pada anak adalah akibat jumlah dan distribusi cairan
tubuh. Tubuh anak terdiri dari 70-75% cairan, dibandingkan dengan 57-60%
cairan pada orang dewasa. Pada anak-anak, sebagian besar cairan ini berada di
Universitas Sumatera Utara
kompartemen cairan ekstrasel dan oleh karena itu cairan ini lebih dapat diakses.
Oleh karena itu kehilangan cairan yang relatif sedang dapat mengurangi volume
darah, menyebabkan syok, asidosis dan kematian (Slepin, 2006).
2.2. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Aspek tumbuh kembang pada anak dewasa ini adalah salah satu aspek
yang diperhatikan secara serius oleh para pakar, karena hal tersebut merupakan
aspek yang menjelaskan mengenai proses pembentukan seseorang, baik secara
fisik maupun psikososial. Namun, sebagian orang tua belum memahami hal ini,
terutama orang tua yang mempunyai tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang
relatif rendah. Mereka menganggap bahwa selama anak tidak sakit, berarti anak
tidak
mengalami
masalah
kesehatan
termasuk
pertumbuhan
dan
perkembangannya. Sering kali para orang tua mempunyai pemahaman bahwa
pertumbuhan dan perkembangan mempunyai pengertian yang sama ( Nursalam,
2005).
2.2.1. Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam
arti sebagian atau seluruhnya karena adanya multiflikasi sel-sel tubuh dan juga
karena bertambah besarnya sel. Adanya multiflikasi dan pertambahan ukuran sel
berarti ada pertambahan secara kuantitatif dan hal tersebut terjadi sejak terjadinya
konsepsi, yaitu bertemunya sel telur dan sperma hingga dewasa (IDAI, 2000).
Jadi, pertumbuhan lebih ditekankan pada bertambahnya ukuran fisik seseorang,
yaitu menjadi lebih besar atau lebih matang bentuknya, seperti bertambahnya
ukuran berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala. Pertumbuhan pada masa
Universitas Sumatera Utara
anak-anak mengalami perbedaan yang bervariasisesuai dengan bertambahnya usia
anak. Secara umum, pertumbuhan fisik dimulai dari arah kepala ke kaki.
Kematangan pertumbuhan tubuh pada bagian kepala berlangsung lebih dahulu,
kemudian secara berangsur-angsur diikuti oleh tubuh bagian bawah. Pada masa
fetal pertumbuhan kepala lebih cepat dibandingkan dengan masa setelah lahir,
yaitu merupakan 50 % dari total panjang badan. Selanjutnya, pertumbuhan bagian
bawah akan bertambah secara teratur. Pada usia dua tahun, besar kepala kurang
dari seperempat panjang badan keseluruhan, sedangkan ukuran ekstremitas bawah
lebih dari seperempatnya.
2.2.2. Perkembangan
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan
diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ,
dan sistemnya yang terorganisasi (IDAI, 2000). Dengan demikian, aspek
perkembangan ini bersifat kualitatif, yaitu pertambahan kematangan fungsi dari
masing-masing bagian tubuh. Hal ini diawali dengan berfungsinya jantung untuk
memompakan darah, kemampuan untuk bernafas, sampai kemampuan anak untuk
tengkurap, duduk, berjalan, memungut benda-benda di sekelilingnya serta
kematangan emosi dan sosial anak.
2.3. Prinsip-prinsip Keperawatan Anak
Terdapat prinsip atau dasar dalam keperawatan anak yang dijadikan
sebagai pedoman dalam memahami filosofi keperawatan anak. Perawat harus
Universitas Sumatera Utara
memahaminya, mengingat ada beberapa prinsip yang berbeda dalam penerapan
asuhan. Di antara prinsip dalam asuhan keperawatan anak tersebut adalah:
Pertama, anak bukan miniature orang dewasa tetapi sebagai individu yang
unik. Prinsip dan pandangan ini mengandung arti bahwa tidak boleh memandang
anak dari ukuran fisik saja sebagaimana orang dewasa melainkan anak sebagai
individu yang unik yang mempunyai pola pertumbuhan dan perkembangan
menuju proses kematangan. Pola-pola inilah yang harus dijadikan ukuran, bukan
hanya bentuk fisiknya saja tetapi kemampuan dan kematangannya.
Kedua, anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan
sesuai dengan tahap perkembangan. Sebagai individu yang unik anak memiliki
berbagai kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lain sesuai dengan usia
tumbuh kembang. Kebutuhan tersebut dapat meliputi kebutuhan fisiologis seperti
kebutuhan nutrisi dan cairan, aktivitas, eliminasi, istirahat, tidur, dan lain-lain.
Selain kebutuhan fisiologis tersebut, anak juga sebagai individu yang juga
membutuhkan kebutuhan psikologis, sosial, dan spiritual. Hal tersebut dapat
terlihat pada tahap usia tumbuh kembang anak. Pada saat yang bersamaan perlu
memandang tingkat kebutuhan khusus yang dialami oleh anak.
Ketiga, pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya pencegahan
penyakit dan peningkatan derajat kesehatan, bukan hanya mengobati anak yang
sakit. Upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan bertujuan
untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian pada anak, mengingat anak
adalah generasi penerus bangsa.
Universitas Sumatera Utara
Keempat, keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang
berfokus pada kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggung jawab secara
komprehensif dalam memberikan asuhan keperawatan anak.
Kelima, praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan
keluarga untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi, dan meningkatkan
kesejahteraan hidup, dengan menggunakan proses keperawatan yang sesuai
dengan aspek moral (etik) dan aspek hukum (legal).
Keenam, tujuan keperawatan anak dan remaja adalah untuk meningkatkan
maturasi atau kematangan yang sehat bagi anak dan remaja sebagai mahluk
biopsikososial dan spiritual dalam konteks keluarga dan masyarakat.
Ketujuh, pada masa yang akan datang kecenderungan keperawatan anak
berfokus pada ilmu tumbuh kembang sebab ilmu tumbuh kembang ini yang akan
mempelajari aspek kehidupan anak (Azis, 2005).
2.4. Peran Perawat
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang
sesuai dengan fungsi yang ada dalam masyarakat atau suatu pola sikap, perilaku,
nilai dan tujuan yang diharapkan diri seseorang berdasarkan posisinya
dimasyarakat (Hidayat, 2006). Sedangkan menurut Kozier dan Barbara (1995)
yang dikutip dari Mubarak (2006), mendefinisikan peran adalah seperangkat
tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai
kedudukannya dalam suatu system.Peran dipengaruhi oleh keadaan social dari
dalam maupun dari luar dan bersifat stabil.Peran adalah bentuk dari perilaku yang
diharapkan dari seseorang pada situasi social tertentu (Mubarak, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Peran perawat adalah cara untuk mengatasi aktifitas perawat dalam
praktik,dimana telah menyelesaikan pendidiksan formalnya yang diakui dan diberi
kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab
keperawatan secara professional sesuai dengan kode etik profesionalnya.Dimana
setiap peran yang dinyatakan sebagai ciri terpisah demi untuk kejelasan (Mubarak,
2006).Sedangkan menurut supartini (2004) Perawat
adalah salah satu tim
kesehatan yang bekerja dengan anak dan orang tua. Beberapa peran penting
seorang perawat anak, yaitu: sebagai pembela, pendidik, konselor, kordinator,
pembuat keputusan etik, perencana kesehatan, dan peneliti
Sebagai pembela, perawat dituntut sebagai pembela bagi keluarganya pada
saat mereka membutuhkan
pertolongan tidak dapat mengambil keputusan/
menentukan pilihan, dan menyakinkan keluarga untuk menyadari pelayanan yang
tersendiri, pengobatan/ dan prosedur yang dilakukan dengan cara melibatkan
keluarga.
Sebagai pendidik, perawat berperan sebagai pendidik baik secara langsung
dengan memberikan penyuluhan/ pendidikan kesehatan pada orangtua anak
maupun secara tidak langsung dengan menolong orangtua/ anak memahami
pengobatan dan perawatan anaknya. Sebagai konselor, perawat dapat member
konseling keperawatan ketika anak dan orangtuanya membutuhkan. Sebagai
kordinator, perawat berada pada posisi kunci untuk menjadi kordinator pelayanan
kesehatan karena 24 jam berada di samping pasien.
Sebagai pembuat keputusan etik, perawat dituntut untuk dapat berperan
sebagai pembuat keputusan etik dengan berdasarkan pada nilai moral yang
Universitas Sumatera Utara
diyakini dengan menekankan pada hak pasien untuk mendapat otonomi,
menghadapi hal-hal yang merugikan pasien, dan keuntungan asuhan keperawatan
yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sebagai perencana kesehatan, perawat harus bias merumuskan rencana
pelayanan kesehatan di tingkat kebijakan (Supartini, 2004).
2.5. Pengertian Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang
berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit
menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah. Selama
proses tersebut, anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang
menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat
traumatik dan penuh stress (Supartini, 2004).
Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu cemas, marah,
sedih, takut, dan rasa bersalah (Wong, 2000). Perasaan tersebut dapat timbul
karena menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa
tidak aman dan tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya,
dan sesuatu yang dirasakannya menyakitkan. Apabila anak stress selama dalam
perawatan, orang tua menjadi stres pula, dan stres orang tua akan membuat tingkat
stres anak semakin meningkat (Supartini, 2000).
2.6. Dampak Hospitalisasi Pada Anak
Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada
semua tingkat usia. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh banyaknya faktor,
Universitas Sumatera Utara
baik faktor dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya),
lingkungan baru, maupun lingkungan keluarga yang mendampingi selama
perawatan. Keluarga sering merasa cemas dengan perkembangan keadaan
anaknya, pengobatan, dan biaya perawatan. Meskipun dampak tersebut tidak
bersifat langsung terhadap anak, secara fisiklogis anak akan merasakan perubahan
perilaku dari orang tua yang mendampingi selama perawatan (Marks, 1998). Anak
menjadi semakin stres dan hal ini berpengaruh pada proses penyembuhan, yaitu
menurunnya respon imun. Hal ini telah dibuktikan oleh Robert Ader (1885)
bahwa pasien yang mengalami kegoncangan jiwa akan mudah terserang penyakit,
karena pada kondisi stress akan terjadi penekanan system imun (Subowo, 1992).
Pasien anak akan merasa nyaman selama perawatan dengan adanya dukungan
social keluarga, lingkungan perawatan yang terapeutik, dan sikap perawat yang
penuh dengan perhatian akan mempercepat proses penyembuhan. Berdasarkan
hasil pengamatan penulis, pasien anak yang dirawat di rumah sakit masih sering
mengalami stres hospitalisasi yang berat, khususnya takut terhadap pengobatan,
asing dengan lingkungan baru, dan takut terhadap petugas kesehatan. Fakta
tersebut merupakan masalah penting yang harus mendapatkan perhatian perawat
dalam pengelolah asuhan keperawatan (Nursalam, 2005)
2.7. Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi
Seperti telah dikemukakan di atas, anak akan menunjukkan berbagai
perilaku sebagai reaksi terhadap pengalaman hospitalisasi. Reksi tersebut bersifat
individual, dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak,
pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia, dan
Universitas Sumatera Utara
kemampuan koping yang dimilikinya. Pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit
adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri.
Berikut ini reaksi anak terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit sesuai dengan
tahapan perkembangan anak.
2.7.1. Masa Bayi (0 sampai 1 tahun)
Masalah yang utama terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan
orang tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang.
Pada anak usia lebih dari enam bulan terjadi stranger anxiety atau cemas apabila
berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan.
Reaksi yang sering muncul pada anak usia ini adalah menangis, marah, dan
banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan
ibunya, bayi akan merasakan cemas karena perpisahan dan perilaku yang
ditunjukkan adalah dengan menangis keras. Respons terhadap nyeri atau adanya
perlukaan biasanya menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak, dan ekspresi
wajah yang tidak menyenangkan.
2.7.2. Masa Todler (2 sampai 3 tahun)
Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber
stresnya. Sumber stres yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respons
perilaku anak sesuai dengan tahapannya,yaitu tahap protes, putus asa, dan
pengingkaran (denial). Pada tahap protes, perilaku
yang ditunjukkan adalah
menangis kuat, menjerit memanggil orang tua atau menolak perhatian yang
diberikan orang lain. Pada tahap putus asa, perilaku yang ditunjukkan adalah
menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat untuk bermain
Universitas Sumatera Utara
dan makan, sedih, dan apatis. Pada tahap pengingkaran, perilaku yang
ditunjukkan adalah secara samar mulai menerima perpisahan, membina hubungan
secara dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai lingkungannya. Oleh karena
adanya
pembatasan
terhadap
pergerakannya,
anak
akan
kehilangan
kemampuannya untuk mengontrol diri dan anak menjadi tergantung pada
lingkungannya. Akhirnya, anak akan kembali mundur pada kemampuan
sebelumnya atau regresi. Terhadap perlukaan yang dialami atau nyeri yang
dirasakan karena mendapatkan tindakan invasive, seperti injeksi, infus,
pengambilan
darah,
anak
akan
meringis,
menggigit
bibirnya,
dan
memukul.Walaupun demikian, anak dapat menunjukkan lokasi rasa nyeri dan
mengomunikasikan rasa nyerinya.
2.7.3. Masa prasekolah (3 sampai 6 tahun)
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari
lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan,
yaitu lingkungan rumah, permainan, dan teman sepermainannya. Reaksi terhadap
perpisahan
yang ditunjukkan anak usia prasekolah adalah dengan menolak
makan, sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif
terhadap petugas kesehatan. Perawatan di rumah sakit juga membuat anak
kehilangan control terhadap dirinya. Perawatan di rumah sakit mengharuskan
adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan kekuatan diri.
Perawatan di rumah sakit sering kali dipersepsikan anak prasekolah sebagai
hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, atau takut. Ketakutan anak
terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap tindakan dan prosedurnya
Universitas Sumatera Utara
mengancam integritas tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini menimbulkan reaksi
agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan katakata marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat, dan ketergantungan pada
orang tua.
2.7.4. Masa Sekolah (6 sampai 12 tahun)
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan
lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya dan
menimbulkan kecemasan. Kehilangan control juga terjadi akibat dirawat di rumah
sakit karena adanya pembatasan aktivitas. Kehilangan control tersebut berdampak
pada perubahan peran dalam keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya
karena ia biasa melakukan kegiatan bermain atau pergaulan sosial, perasaan takut
mati, dan adanya kelemahan fisik. Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan
ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal maupun nonverbal karena anak
sudah mampu mengomunikasikannya. Anak usia sekolah sudah mampu
mengontrol perilakunya jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit bibir dan/atau
menggigit dan memegang sesuatu dengan erat.
2.7.5. Masa Remaja (12 sampai 18 tahun)
Anak usia remaja memersepsikan perawatan di rumah sakit menyebabkan
timbulnya perasaan cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya.
Apabila harus dirawat di rumah sakit, anak akan merasa kehilangan dan timbul
perasaan cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktivitas di rumah sakit
membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya dan menjadi bergantung pada
keluarga atau petugas kesehatan di rumah sakit. Reaksi yang sering muncul
Universitas Sumatera Utara
terhadap pembatasan aktivitias ini adalah dengan menolak perawatan atau
tindakan yang dilakukan padanya atau anak tidak mau kooperatif dengan petugas
kesehatan atau menarik diri dari keluarga, sesama pasien, dan petugas kesehatan
(isolasi). Perasaan sakit karena perlukaan atau pembedahan menimbulkan respons
anak bertanya-tanya, menarik diri dari lingkungan, dan/atau menolak kehadiran
orang lain (Supartini,2004) .
2.8. Pencegahan Dampak Hospitalisasi
Dirawat di rumah sakit bisa menjadi sesuatu yang menakutkan dan
pengalaman yang mengerikan bagi anak-anak. Anak seringkali mengalami hal-hal
yang tidak menyenangkan selama di rumah sakit, mulai dari lingkungan rumah
sakit yang asing, serta pengobatan maupun pemeriksaan yang kadang kala
menyakitkan bagi si anak. Oleh karena itu, peran perawat sangat diperlukan dalam
upaya pencegahan dampak tersebut.
2.8.1. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga
Dampak perpisahan dari keluarga, anak mengalami gangguan psikologis
seperti kecemasan, ketakutan, kurangnya kasih sayang, gangguan ini akan
menghambat proses penyembuhan anak dan dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak.
2.8.2. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan
pada anak
Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan anak
mampu mandiri dalam kehidupannya. Anak akan selalu berhati-hati dalam
melakukan aktivitas sehari-hari, selalu bersikap waspada dalam segala hal. Serta
Universitas Sumatera Utara
pendidikan terhadap kemampuan dan keterampilan orang tua dalam mengawasi
perawatan anak.
2.8.3. Mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak
psikologis)
Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam
keperawatan anak. Proses pengurangan rasa nyeri sering tidak bisa dihilangkan
secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai teknik misalnya
distraksi, relaksasi, imaginary. Apabila tindakan pencegahan tidak dilakukan
maka cedera dan nyeri akan berlangsung lama pada anak sehingga dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
2.8.4. Tidak melakukan kekerasan pada anak
Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat
berarti dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat anak dalam proses
tumbuh kembang maka kemungkinan pencapaian kematangan akan terhambat,
dengan demikian tindakan kekerasan pada anak sangat tidak dianjurkan karena
akan memperberat kondisi anak.
2.8.5. Modifikasi Lingkungan Fisik
Melalui modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa anak dapat
meningkatkan keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan anak
sehingga anak selalu berkembang dan merasa nyaman di lingkungannya (Aziz,
2005).
Universitas Sumatera Utara
Download