perdagangan internasional, investasi dan aspek perpaja

advertisement
PERDAGANGAN INTERNASIONAL, INVESTASI DAN ASPEK PERPAJAKAN ANTARA NEGARA-NEGARA ASEAN KHUSUSNYA
ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA
Oleh:
DR. Machfud Sidik, M.Sc.
ABSTRAK
Perkembangan positif kinerja ekonomi global maupun domestik, perlu dijadikan
momentum untuk melangkah lebih optimis lagi di tahun 2011 bagi negara-negara
ASEAN, khususnya Malaysia dan Indonesia. Pertumbuhan ekonomi tahun 2011 diharapkan akan lebih berkualitas, dalam arti: (a) mampu membuka lapangan kerja sehingga bisa menurunkan angka pengangguran dan kemiskinan; (b) bersifat inklusif dan
berdimensi pemerataan; serta (c) strukturnya ditopang secara proporsional oleh berbagai sektor pendukungnya.
Malaysia yang kaya akan sumber daya alam, juga tergolong sebagai negara dengan produsen minyak sawit lebih dari 50 % dari produksi dunia, sedang produksi lainnya yang penting antara lain gula dan kakao. Struktur tenaga kerja pada tahun 2005
yang bekerja pada sektor pertanian 15 %, industri 36 %, dan jasa 50 % dengan tingkat
pengangguran yang relatif rendah yaitu 3,6 %. Prospek pertumbuhan ekonomi Malaysia ke depan tetap kuat namun dibayangi oleh risiko kenaikan harga. Berdasarkan jumlah Produk Domestik Bruto (PDB) yang hampir mencapai US$550 miliar di tahun
2009, Indonesia adalah perekonomian dengan laju pertumbuhan tercepat nomor tiga di
Asia dan perekonomian terbesar di seluruh Asia Tenggara, dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai angka 4,5 %. Dewasa ini Indonesia dikenal sebagai salah
satu negara di dunia yang telah berhasil melakukan desentralisasi besar-besaran, melalui pengalihan kewenangan dan dana dalam jumlah signifikan dari pusat ke daerah.
Indonesia telah berhasil melakukan transformasi dari suatu negara otoriter menjadi negara demokratis yang menjadi teladan di kawasan Asia Tenggara. Sebagian besar keberhasilan ekonomi Indonesia adalah berkat pengelolaan fiskal atau keuangan negara
yang baik, dengan fokus pada penurunan beban utang. Rasio utang Indonesia terhadap
PDB menurun terus dari 83 % di tahun 2001 hingga 29% pada akhir tahun 2009; ini
merupakan angka terendah di antara negara ASEAN, kecuali Singapura yang tidak
memiliki utang pemerintah. Menurut Standard & Poor’s, Indonesia menduduki peringkat pertama untuk pengelolaan neraca fiskal terbaik di antara negara-negara di wilayah
Asia-Pasifik.
Dalam kaitannya untuk memanfaatkan momentum pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN, transfer pricing yang merupakan masalah perpajakan yang sudah
menjadi issue klasik baik di tingkat nasional maupun internasional, semakin kompleks
dan sulit dideteksi sehingga menjadi kepentingan otoritas perpajakan di banyak negara
karena dampaknya yang ditimbulkan akan berpengaruh terhadap penerimaan sektor
perpajakan maupun keadilan di bidang perpajakan. Fasilitas infrastruktur keuangan
yang sophisticated, kerahasiaan informasi (secrecy of information) dan subsidi pajak
* Mantan Dirjen Pajak
17
(tax subsidy) yang disediakan oleh negara-negara yang tergolong tax haven countries,
kemajuan teknologi informasi dan bervariasinya produk-produk keuangan (misalnya
offshore loans, bonds, and derivative transactions), merupakan beberapa indikator
yang mendorong semakin maraknya praktik cross border transfer pricing. Untuk itu,
perlu perkuatan kerjasama internasional khususnya antara negara-negara ASEAN termasuk antara Indonesia dan Malaysia mengambil inisiatif dan mewujudkan kerjasama
internasional khususnya di bidang pertukaran informasi (multilateral exchange of information), termasuk disseminasi tentang Advance Pricing Agreement sehingga
menarik minat Wajib Pajak Luar Negeri.
1. Perkembangan Perekonomian Global
dan Regional
Perkembangan perekonomian domestik tidak dapat lepas dari perkembangan kondisi ekonomi global dan
regional. Keterkaitan antara hubungan
perdagangan, arus modal, mobilitas
tenaga kerja dan investasi yang terjadi
saat ini merupakan beberapa faktor
eksternal yang akan mempengaruhi
kinerja ekonomi domestik. Berdasarkan hal tersebut, perkembangan
kondisi ekonomi global dan regional
perlu mendapat perhatian sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan
strategi pembangunan nasional. Tahun
2008 dan 2009 merupakan tahun yang
penuh tantangan bagi perekonomian
global. Gejolak krisis subprime mortgage di AS di tahun 2007 telah menular ke pasar keuangan di berbagai negara dan akhirnya membawa dampak
cukup berat bagi kinerja perekonomian
secara menyeluruh di negara-negara
tersebut. Gejolak pada pasar subprime
mortgage pada awalnya mendorong
penurunan nilai aset berbagai institusi
keuangan global dan kejatuhan pasar
modal, dan kemudian diiringi kebangkrutan berbagai perusahaan di negara-negara maju. Tekanan-tekanan
tersebut kemudian menjelma menjadi
krisis ketenagakerjaan dan daya beli,
sehingga berdampak pada pelemahan
kinerja sektor riil dan ekonomi secara
menyeluruh.
Tekanan krisis pada perekonomian
global terutama terlihat pada semester
18
kedua tahun 2008 hingga semester
pertama 2009. Selama periode tersebut, perekonomian di berbagai negara
pada umumnya mengalami perlambatan laju pertumbuhan hingga pertumbuhan ekonomi negatif. Memburuknya kondisi tersebut terlihat dari
kinerja perekonomian negara-negara
maju dan kemudian meluas ke negaranegara berkembang. Berbagai kebijakan untuk keluar dari krisis telah dilakukan oleh negara-negara di dunia,
baik secara bersama-sama maupun
individual. Dalam hal ini, Pemerintah
dan otoritas moneter di masingmasing negara telah mengadopsi kebijakan fiskal dan moneter ekspansif
yang antara lain berupa peningkatan
defisit dan belanja Pemerintah, penurunan suku bunga, dan bantuan likuiditas. Walaupun tampaknya langkahlangkah tersebut telah memberikan
hasil yang cukup baik bagi proses pemulihan ekonomi global, namun kebijakan-kebijakan yang diambil menyisakan tantangan-tantangan baru,
khususnya bagi beberapa negara di
kawasan Eropa.
Gejolak krisis subprime mortgage
di AS juga membawa dampak terhadap pertumbuhan ekonomi di negaranegara kawasan Eropa. Pada tahun
2009, pertumbuhan ekonomi Eropa
selama empat kuartal berturut-turut
berada dalam teritori negatif, sehingga
secara keseluruhan pertumbuhan kawasan Eropa mencapai minus 4,1 per-
dengan pertumbuhan pada tahun 2008
sebesar 0,5 persen (Tselichtchew and
Debroux, 2009).
Kontraksi ekonomi di kawasan
Eropa pada tahun 2009 terutama diakibatkan oleh pertumbuhan negatif Jerman, Inggris, dan Perancis. Pada kuartal I tahun 2009, pertumbuhan ekonomi ketiga negara tersebut mengalami penurunan tajam, masingmasing sebesar minus 6,6 persen, minus 5,5 persen, dan minus 3,9 persen.
Pada kuartal-kuartal berikutnya, terjadi perbaikan ekonomi, kendati masih
dalam pertumbuhan negatif. Secara
keseluruhan untuk tahun 2009, laju
pertumbuhan ekonomi Jerman, Inggris
dan Perancis, masing-masing mencapai sebesar minus 4,7 persen, minus
4,9 persen, dan minus 2,5 persen Tekanan perekonomian akibat krisis
global yang dimulai pada tahun 2008
hingga 2009 ikut dirasakan oleh negara-negara maju kawasan AsiaPasifik. Pada kuartal I tahun 2009,
pertumbuhan ekonomi Jepang dan Korea Selatan jatuh hingga mencapai
angka terendah selama dua tahun terakhir, masing-masing mencapai minus
9,0 persen dan minus 4,3 persen. Sedangkan AS dan Kanada mengalami
kontraksi dengan angka pertumbuhan
terendah pada kuartal II tahun 2009,
masing-masing mencapai minus 4,1
persen dan minus 3,8 persen.
Perekonomian AS dan Kanada mulai membaik pada kuartal III tahun
2009, sedangkan perekonomian
Jepang, Korea Selatan, dan Australia
telah membaik semenjak kuartal II
tahun 2009. Perekonomian AS dan
Kanada telah tumbuh positif pada
kuartal IV, sedangkan Jepang belum
menunjukkan pertumbuhan yang positif. Perbaikan kondisi perekonomian
negara-negara tersebut termasuk
Jepang terus berlanjut hingga kuartal I
tahun 2010.
Pertumbuhan ekonomi negara-negara
maju kawasan Asia Pasifik cenderung
melambat pada tahun 2008 dan 2009.
Selama tahun 2009, kondisi perekonomian Korea Selatan dan Australia relatif lebih baik bila dibandingkan dengan Jepang, AS, dan Kanada. Australia masih mengalami pertumbuhan
positif sebesar 1,2 persen, dan Korea
Selatan tumbuh sebesar 0,2 persen.
Sedangkan AS, Kanada, dan Jepang
justru mengalami pertumbuhan negatif. Penurunan paling tajam dialami
oleh Jepang dengan kontraksi sebesar
5,2 persen, sedangkan AS dan Kanada
mengalami kontraksi masing-masing
sebesar 2,4 persen dan 2,5 persen.
Selama masa krisis 2008/2009, ekonomi di kawasan Asia telah menunjukkan performa yang sangat baik dan
dapat dipandang sebagai motor pemulihan ekonomi global. Kondisi ini terutama didasarkan pada kinerja ekonomi dua negara besar, China dan India. Walaupun tidak luput dari perlambatan laju pertumbuhan, selama
tahun 2009 ekonomi kedua negara
tersebut masih mencatat pertumbuhan
yang relatif tinggi bila dibandingkan
dengan pertumbuhan negara lain.
China yang pada kuartal I tahun 2009
mencatat pertumbuhan sebesar 6,5
persen (y-o-y), mampu bangkit dan
kembali mencatat pertumbuhan 10,7
persen pada kuartal IV 2009. Secara
total, laju pertumbuhan China untuk
tahun 2009 mencapai 9,1 persen. Hal
serupa juga ditunjukkan oleh India,
yang telah mengalami pemulihan pertumbuhan ekonomi dari 5,8 persen di
kuartal I tahun 2009, hingga mencapai
8,7 persen dan 6,5 persen di kuartal III
dan kuartal IV. Laju pertumbuhan
ekonomi India untuk tahun 2009 secara keseluruhan mencapai 5,7 persen.
Di antara negara-negara ASEAN-5,
tren pemulihan ekonomi juga terlihat
di sepanjang tahun 2009. Pada kuartal
19
I tahun 2009, perekonomian Singapura, Malaysia, dan Thailand mengalami pertumbuhan negatif, masingmasing sebesar minus 8,9 persen, minus 6,2 persen, dan minus 7,0 persen.
Sementara itu, Indonesia dan Philipina
juga mengalami perlambatan pertumbuhan, namun masih mencatat pertumbuhan positif. Pada kuartal I tahun
2009, ekonomi Indonesia dan
Philipina tumbuh masing-masing sebesar 4,5 persen dan 0,5 persen. Di
periode berikutnya, pertumbuhan ekonomi di masing masing negara terus
membaik, hingga pada kuartal terakhir
2009 mampu tumbuh positif. Secara
umum, laju pertumbuhan negaranegara ASEAN-5 di tahun 2009 hanya
mencapai 1,7 persen, lebih rendah dari
tren pertumbuhan di tahun-tahun sebelum krisis, yaitu di atas 5 persen.
Dampak krisis ekonomi global
2008/2009 mencapai puncaknya di
tahun 2009. Pertumbuhan perekonomian dunia yang pada beberapa tahun
sebelumnya mencapai kisaran 4-5 persen, melambat menjadi hanya 2,8 persen di tahun 2008, dan kemudian mengalami kontraksi di tahun 2009 dengan pertumbuhan minus 0,6 persen.
Penurunan pertumbuhan tahun 2009
terutama didorong oleh kontraksi yang
dialami oleh negara-negara maju,
khususnya Amerika Serikat dan
Eropa. Pada tahun tersebut, pertumbuhan ekonomi negara-negara maju
yang biasanya mencapai sekitar 2,5
hingga 3,0 persen, melambat di tahun
2008 menjadi 0,2 persen, dan kemudian mencapai minus 3,2 persen di
tahun 2009. Di lain pihak, pada tahun
2009 pertumbuhan negara-negara
berkembang juga mengalami tren serupa melambat hingga 2,5 persen, namun tidak mencapai pertumbuhan
negatif (Tselichtchew and Debroux,
2009).
20
Pemulihan ekonomi diperkirakan
akan berlanjut hingga tahun 2011.
Membaiknya pertumbuhan ekonomi
dan daya beli yang berlangsung saat
ini, serta masih berlanjutnya stimulus
ekonomi akan mampu memberikan
dorongan positif di sisi permintaan.
Selanjutnya, aktivitas perdagangan
antar negara juga akan terus meningkat, yang akan memberikan dorongan
tambahan bagi pertumbuhan ekonomi
di antara negara-negara yang bermitra
dagang. Di sisi lain, perbaikan arus
likuiditas internasional serta peningkatan kepercayaan masyarakat dan dunia
usaha turut menciptakan iklim ekonomi yang lebih kondusif. Apabila
dibandingkan dengan pertumbuhannya pada tahun sebelumnya, perekonomian negara-negara maju di kawasan Eropa pada tahun 2011
diperkirakan akan tumbuh lebih
tinggi. Di kawasan Eropa, perekonomian Jerman akan tumbuh sebesar 2,0
persen, Inggris 2,0 persen, dan Perancis 1,6 persen. Dengan dukungan pertumbuhan negara-negara maju tersebut, kawasan Eropa secara keseluruhan diperkirakan akan tumbuh hingga
1,5 persen. Sementara itu, di kawasan
Asia seperti, Jepang dan Korea, pada
tahun tersebut diproyeksikan masing
masing tumbuh sebesar 1,5 persen dan
4,5 persen. Demikian pula, negara
maju di benua Amerika juga masih
akan tumbuh walau tidak setinggi
pada tahun 2010. Amerika Serikat
akan tumbuh sebesar 2,3 persen, sedangkan Kanada tumbuh sebesar 2,7
persen.
Pertumbuhan tahun 2011 di negara
-negara maju Asia dan Amerika tidak
setinggi pertumbuhan pada tahun
2010, lebih disebabkan oleh perhitungan landasan pertumbuhan tahun 2010
terhadap periode kontraksi ekonomi
tahun 2009. Laju pemulihan ekonomi
global tahun 2011 masih menghadapi
beberapa tantangan, antara lain masih
terdapat ancaman krisis baru yang dihadapi beberapa negara Eropa, seperti
Portugal, Italia, Yunani (Greece), dan
Spanyol (PIGS). Berbagai upaya secara individual dan dalam kerja sama
antarnegara telah dilaksanakan untuk
mengantisipasi potensi krisis tersebut,
yang bersumber pada defisit anggaran
dan peningkatan beban utang Pemerintah di negara-negara tersebut. Dengan berbagai paket kebijakan yang
telah dan akan dikeluarkan dalam
menghadapi krisis fiskal, negara PIGS
diproyeksikan akan mulai bangkit di
tahun 2011. Terkecuali Yunani yang
diperkirakan masih akan mengalami
pertumbuhan negatif yaitu minus 2,6
persen di tahun 2011, tiga negara
PIGS lainnya akan meraih pertumbuhan positif. Portugal diperkirakan tumbuh minus 0,1 persen, Irlandia 2,3 persen, dan Spanyol 0,7 persen. Berdasarkan perkembangan hingga saat ini
serta berbagai pertimbangan lainnya,
laju pertumbuhan ekonomi global tahun 2011 diproyeksikan mencapai 4,2
persen. Peningkatan pertumbuhan
tersebut bersumber dari pertumbuhan
negara maju sebesar 2,2 persen dan
negara berkembang sebesar 6,4 persen. Pola pertumbuhan ekonomi
global di tahun 2011 diikuti oleh pergerakan aktivitas perdagangan. Sementara itu, pertumbuhan volume
perdagangan dunia tahun 2011
diproyeksikan mencapai 7,0 persen,
lebih lambat bila dibandingkan dengan
pertumbuhannya pada tahun 2010
yaitu sebesar 11,4 persen. Pertumbuhan yang lebih rendah tersebut terutama disebabkan kontraksi aktivitas
perdagangan yang cukup dalam di tahun 2009, sehingga terjadi laju pertumbuhan volume perdagangan global
yang sangat tinggi di tahun 2010
(Bank Indonesia, 2011).
Perekonomian dunia yang pada
pertengahan tahun 2009 yang lalu, telah memberikan gambaran positif,
dengan terjadinya pembalikan arah
dari krisis global, masih terus berlanjut hingga triwulan IV tahun 2010.
Sejalan dengan itu, dalam World Economic Outlook, bulan Oktober 2010,
proyeksi pertumbuhan ekonomi dan
volume perdagangan global tahun
2010 direvisi ke tingkat yang lebih
optimis. Pertumbuhan ekonomi dunia
tahun 2009 yang sempat mengalami
kontraksi hingga 0,6 persen, pada tahun 2010 diperkirakan akan kembali
menguat menjadi 4,8 persen. Penguatan laju pertumbuhan ekonomi global
tersebut terutama dimotori oleh
pulihnya kondisi perekonomian negara
-negara berkembang. Ekonomi China,
sebagai motor penggerak proses pemulihan dari krisis, diperkirakan tumbuh mencapai 10,5 persen, sementara
perekonomian Indonesia diperkirakan
masih akan tumbuh cukup kuat.
Dalam transaksi perdagangan modern
dewasa ini, peranan produk yang
berasal dari sektor industri mendomimasi transaksi impor – ekspor (59%),
diikuti jasa (20%), pertambangan
(14%) dan hasil pertanian (7%).
Sumber : World Trade Organization, 2006
Sejalan dengan perkembangan
positif ekonomi global, kinerja perekonomian domestik juga terus menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan. Stabilitas ekonomi relatif terjaga
dengan kecenderungan semakin menguat. Selama Januari-November tahun
2010, rata- rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat menguat
13,4 persen ke level Rp9.093/ USD.
Selanjutnya, pergerakan nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika Serikat
hingga akhir tahun diperkirakan tetap
stabil, sehingga secara rata-rata di
sepanjang tahun 2010 akan berada
pada kisaran Rp9.200/USD.
21
Penguatan rupiah membawa dampak positif kepada pengendalian inflasi. Laju inflasi sepanjang JanuariNovember tahun 2010 masih relatif
terkendali pada tingkat 6,33 persen (yo-y) atau 5,98 persen (y-t-d). Tekanan
inflasi yang terjadi pada semester II
tahun 2010 didorong oleh kenaikan
TDL, tahun ajaran baru, serta hari raya
keagamaan (puasa, lebaran, natal dan
tahun baru). Namun, dengan koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia yang semakin baik, laju inflasi
sampai akhir tahun 2010 diharapkan
masih dalam rentang sasaran-sasaran
inflasi. Sejalan dengan terjaganya laju
inflasi, rata-rata suku bunga SBI 3 bulan juga cenderung terus menurun.
Sepanjang Januari-November tahun
2010, rata-rata suku bunga SBI 3 bulan berada pada tingkat 6,57 persen,
atau jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasinya pada periode
yang sama tahun sebelumnya yang
sebesar 7,6persen (Bank Indonesia,
2011).
Di sisi eksternal, kinerja ekspor dan
impor dalam triwulan IV tahun 2010
mengalami peningkatan cukup signifikan dari periode yang sama tahun sebelumnya, masing-masing sebesar
25,4 persen dan 32,1 persen. Hal ini
terutama didukung oleh penguatan
kinerja sektor komoditas manufaktur,
seperti industri tekstil, pakaian, alat
angkut, dan kimia yang semakin membaik, sejalan dengan pulihnya kondisi
ekonomi global. Sejalan dengan penguatan kinerja ekspor-impor tersebut,
neraca pembayaran sampai dengan
triwulan IV tahun 2010 mengalami
surplus sebesar USD20,0 miliar, dan
cadangan devisa menguat hingga mencapai posisi USD 91,8 miliar di akhir
Oktober 2010.
Seiring dengan makin kuatnya fundamental ekonomi domestik, yang
didukung oleh membaiknya faktor
22
eksternal, pertumbuhan ekonomi
dalam semester I tahun 2010 mencapai
5,9 persen, lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi
semester I tahun 2009 yang sebesar
4,3 persen. Sumber-sumber pertumbuhan PDB pada semester I tahun 2010
berasal dari konsumsi rumah tangga
sebesar 4,5 persen, pembentukan modal tetap bruto sebesar 7,9 persen,
serta ekspor dan impor yang masingmasing tumbuh sebesar 17,1 persen
dan 20,4 persen. Sementara itu, dari
sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi dalam semester I tahun 2010 didominasi oleh sektor pengangkutan
dan komunikasi yang tumbuh sebesar
12,4 persen; sektor perdagangan, hotel
dan restoran sebesar 9,5 persen; dan
sektor kontruksi sebesar 7,0 persen.
Perkembangan positif kinerja ekonomi global maupun domestik sebagaimana diuraikan diatas, perlu dijadikan momentum untuk melangkah lebih optimis lagi di tahun 2011. Pertumbuhan ekonomi tahun 2011 diharapkan mampu berakselerasi pada
tingkat yang lebih tinggi dari pencapaian selama ini. Selain itu, pertumbuhan ekonomi tahun 2011 juga diharapkan akan lebih berkualitas, dalam arti:
(a) mampu membuka lapangan kerja
sehingga bisa menurunkan angka pengangguran dan kemiskinan; (b) bersifat inklusif dan berdimensi pemerataan; serta (c) strukturnya ditopang
secara proporsional oleh berbagai sektor pendukungnya. Kondisi politik,
sosial, ekonomi, serta pertahanan dan
keamanan tahun 2010, dan prospeknya
di tahun 2011 sebagaimana diuraikan
di atas, telah menjadi pertimbangan
utama dalam penyusunan Rencana
Kerja Pemerintah 2011, yang selanjutnya menjadi acuan dalam penyusunan
APBN 2011, dalam rangka mendukung pencapaian sasaran
pembangunan yang ditetapkan dalam
RPJMN 2010-2014.
Pemulihan ekonomi global yang
diperkirakan akan terus berlanjut pada
tahun 2011 dengan ditandai oleh
membaiknya pertumbuhan ekonomi,
turut mempengaruhi transaksi perdagangan minyak dunia baik dari sisi
permintaan maupun dari sisi
penawaran. Suplai minyak dunia
diperkirakan akan terus meningkat,
yang akan mempengaruhi harga minyak dunia cenderung turun. Selain hal
tersebut, terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan naiknya harga minyak
dunia, antara lain faktor geo politik,
yaitu adanya ketegangan dan konflik
di negara-negara produsen minyak
dunia serta meningkatnya permintaan
minyak dunia, sejalan mulai pulihnya
perekonomian dunia. Sementara itu,
faktor yang menyebabkan stabilnya
harga minyak dunia dalam tahun 2011
antara lain cadangan minyak Amerika
Serikat dan dunia yang masih berada
di atas rata-rata 5 tahun, dan kapasitas
cadangan produksi negara-negara
OPEC yang turun namun tetap tinggi
pada 6 juta barel perhari. Oleh karena
itu, EIA (per November 2010) memperkirakan harga minyak WTI crude
tahun 2011 akan mencapai USD85,2
per barel. Berdasarkan berbagai faktor
fundamental tersebut, harga minyak
ICP dalam tahun 2011 diperkirakan
mencapai sekitar USD80 per barel.
2. Malaysia : Pembangunan Sampai
Dengan Tahun 2020
Malaysia adalah negara dengan
sistem Federasi dengan jumlah penduduk sekitar 27 juta, terdiri dari 13
Negara Bagian (9 Kesultanan dan 4
Negara Bagian) dan satu teritori Federal (dengan 3 komponen – Ibukota
Kualalumpur, Administrative Capital
(pusat pemerintahan persekutuan)
Putrajaya dan Labuhan). GDP nominal tahun 2007 termasuk peringkat 38
tertinggi di dunia, sedang GDP per
kapita (Purchasing Power Parity) termasuk ranking 56, di bawah Chile dan
di atas Argentina. Malaysia sangat
kaya akan sumber daya alam, terutama
minyak bumi, gas alam, tembaga, karet alam, dan kayu, dan negara tersebut tergolong net exporter dari sumber
daya energi, juga tergolong sebagai
negara dengan produsen minyak sawit
lebih dari 50% dari produksi dunia,
sedang produksi lainnya yang penting
antara lain gula dan kakao. Struktur
tenaga kerja pada tahun 2005 yang
bekerja pada sektor pertanian 15%,
industri 36%, dan jasa 50% dengan
tingkat pengangguran yang relatif rendah yaitu 3,6%. Malaysia diberkati
dengan sumber daya alam semisal sektor pertanian, kehutanan, dan pertambangan. Di sektor pertanian, Malaysia
adalah salah satu pengekspor terbesar
karet alam dan minyak sawit, yang
bersama-sama dengan damar dan kayu
gelondongan, kakao, lada, nenas, dan
tembakau mendominasi pertumbuhan
sektor itu. Minyak sawit juga merupakan pembangkit utama perdagangan
internasional Malaysia. Tentang sumber daya hutan, diketahui bahwa usaha
penggelondongan dimulai untuk membuat kontribusi berarti bagi ekonomi
Malaysia pada abad ke-19. Kini, ditaksir 59% daratan Malaysia masih
berupa hutan. Perluasan industri
damar yang cepat, khususnya setelah
era 1960-an, telah menghasilkan masalah erosi di hutan-hutan negara ini.
Tetapi, dengan adanya komitmen pemerintah untuk melindungi lingkungan dan sistem ekologi, sumber daya
hutan dikelola pada landasan yang
berkelanjutan, dampak ikutannya
adalah menurunnya laju penebangan
pohon. Sebagai tambahan, sejumlah
wilayah yang substansial diperlakukan
23
sebagai hutan produksi (silvikultur)
dan upaya penghutanan kembali terhadap lahan hutan sudah dilakukan. Pemerintah Malaysia merencanakan pengayaan tanah seluas 312,30 kilometer
persegi dengan rotan di bawah kondisi
hutan alami dan di sela-sela tanaman
karet alami sebagai komoditas panen
perantara. Untuk terus memperkaya
sumber-sumber hutan, spesies damar
yang cepat-tumbuh seperti meranti
tembaga, merawan dan sesenduk juga
ditanam. Pada saat yang sama, penuaian pohon-pohon berharga tinggi
seperti jati dan pohon lainnya untuk
dijadikan pulp dan kertas juga dianjurkan. Karet, pernah menjadi arus utama
ekonomi Malaysia, kini digantikan
oleh minyak sawit sebagai komoditas
ekspor utama pertanian Malaysia
(Tselichtchew and Debroux, 2009).
Timah dan minyak bumi adalah
dua sumber daya mineral utama yang
menjadi penyokong ekonomi utama
Malaysia. Malaysia pernah menjadi
penghasil timah terbesar di dunia
hingga runtuhnya pasar timah di permulaan tahun 1980-an. Pada abad ke19 dan ke-20, timah memainkan peran
dominan di dalam ekonomi Malaysia.
Pada 1972 minyak bumi dan gas alam
mengambil alih timah sebagai komoditas utama sektor pemurnian mineral. Sementara itu, kontribusi timah
semakin menurun. Penemuan minyak
bumi dan gas alam di ladang minyak
lepas pantai Sabah, Sarawak, dan Terengganu memiliki sumbangan penting
bagi ekonomi Malaysia. Mineral lain
menurut tingkat kepentingan dan keberartiannya adalah tembaga, bauksit,
besi, dan batu bara bersama-sama dengan mineral industri seperti tanah liat,
kaolin, silika, batu gamping, barit, fosfat, dan bebatuan dimensi seperti
granit juga blok dan lempengan marmer. Sejumlah emas dengan kadar
minimalis juga diproduksi.
24
Malaysia mempunyai sejumlah elemen makroekonomi yang stabil (di
mana tingkat inflasi dan tingkat pengangguran tetap di bawah 3%), simpanan pertukaran uang asing yang sehat, dan utang luar negeri yang rendah. Ini memungkinkan Malaysia untuk tidak mengalami krisis yang sama
seperti krisis finansial Asia pada tahun
1997.
Walau bagaimanapun, prospek
jangka panjang kelihatan kurang baik
disebabkan kurangnya perubahan
dalam sektor badan hukum terutama
sektor yang berurusan dengan utang
korporat yang tinggi dan kompetitif.
Nilai tukar yang dipatok dibuka kembali pada Juli 2005 untuk nilai tukar
mengambang yang terawasi setelah
satu jam pemberlakuan yang sama
oleh Cina. Pada pekan yang sama,
ringgit menguat satu persen dibandingkan mata uang utama lainnya dan
diharapkan akan mengalami apresiasi
lebih jauh. Tetapi pada Desember
2005, harapan apresiasi lebih jauh
menjadi bisu karena aliran modal
melampaui USD 10 miliar. Pada September 2005, Howard J. Davies, direktur London School of Economics, di
dalam sebuah pertemuan di Kuala
Lumpur, memperingatkan para pejabat
Malaysia bahwa jika mereka ingin
pasar modal fleksibel kembali, mereka
harus mencabut larangan penjualan
singkat. Pada Maret 2006, Malaysia
mencabut larangan penjualan singkat.
Kini, Malaysia dipandang sebagai negara industri baru.
Malaysia, negara berpenghasilan
menengah, telah berubah sejak tahun
1970 dari produsen bahan mentah
menjadi negara dengan ekonomi multi
-sektor. Pada saat Perdana Menteri
Najib, Malaysia mencoba untuk mencapai status tinggi pendapatan pada
tahun 2020 dan untuk bergerak lebih
jauh rantai produksi dengan
menekankan nilai tambah yang tinggi
dengan menarik investasi di bidang
keuangan Islam, industri teknologi
tinggi, bioteknologi, dan jasa. Administrasi pemerintahan di bawah Najib
juga meneruskan upaya untuk meningkatkan permintaan domestik dan mengurangi ketergantungan ekonomi terhadap ekspor. Namun demikian,
ekspor - terutama elektronik, minyak
dan gas, kelapa sawit dan karet - tetap
menjadi pendorong perekonomian
yang signifikan. Sebagai eksportir
minyak bumi dan gas alam, Malaysia
memiliki keuntungan dari harga energi
dunia yang cenderung meningkat,
walaupun meningkatnya biaya bensin
dan solar domestik, dikombinasikan
dengan keuangan pemerintah, telah
memaksa Kuala Lumpur mulai mengurangi subsidi pemerintah. Pemerintah juga berusaha mengurangi ketergantungannya pada produsen minyak
negara Petronas, yang memasok lebih
dari 40% dari pendapatan pemerintah.
Bank sentral mempertahankan cadangan devisa yang sehat dan berkembang dengan baik rezim peraturan
yang telah membatasi eksposur Malaysia dengan instrumen keuangan
berisiko dalam menghadapi krisis
keuangan global. Namun demikian,
permintaan di seluruh dunia menurun
untuk barang-barang konsumen berdampak negatif terhadap ekspor Malaysia dan pertumbuhan ekonomi pada
tahun 2009, meskipun keduanya
menunjukkan tanda-tanda pemulihan
pada tahun 2010. Dalam rangka untuk
menarik investasi, Najib telah meningkatkan revisi mungkin dengan preferensi ekonomi dan sosial khusus diberikan kepada etnis Melayu di bawah
Kebijakan Ekonomi Baru tahun 1970,
tetapi ia telah mengalami oposisi yang
signifikan, terutama dari nasionalis
Melayu dan kepentingan lainnya.
Melambatnya permintaan global dan
apresiasi nilai tukar ringgit mewarnai
kinerja sektor eksternal yang terus melemah di sepanjang TW4-2010. Pertumbuhan ekspor rata-rata hanya mencapai 3,7% yoy, terus menurun dari
10,36% yoy periode sebelumnya. Di
tengah permintaan global yang
cenderung semakin melambat, praktis
hanya China (dan kawasan ASEAN)
yang menjadi penopang kinerja
ekspor. Namun, harapan tersebut juga
mulai terkikis seiring dengan pemberlakuan kebijakan China untuk memperketat konsumsi domestik akibat
tekanan inflasi domestik yang terus
meningkat. Sejalan dengan ekspor,
pertumbuhan impor juga merosot dan
dan rata-rata hanya tumbuh 10,3% yoy
dari 16,4% periode sebelumnya. Secara keseluruhan, kinerja neraca
perdagangan di TW4-2010 masih relatif membaik, seiring peningkatan
nilai ekspor yang lebih tinggi dari impor mengakibatkan melebarnya surplus menjadi RM25,54 miliar dari
RM22,34 miliar di triwulan sebelumnya (Bank Indonesia, 2011).
Prospek pertumbuhan ekonomi
Malaysia ke depan tetap kuat namun
dibayangi oleh risiko kenaikan harga.
Konsumsi swasta diperkirakan masih
menjadi motor pertumbuhan di tengah
permintaan eksternal yang cenderung
melemah. Permintaan ekspor dari mitra dagang utama terutama China
cenderung menurun akibat kebijakan
moneter ketat yang dilakukan oleh
China. Sementara, aktivitas ekonomi
yang cenderung meningkat dan optimisme pelaku (sentimen bisnis dan
tingkat keyakinan konsumen) yang
tetap membaik diperkirakan mampu
mendorong penyerapan tenaga kerja
terutama di sektor manufaktur. Sementara, usaha pemerintah untuk mendorong investasi swasta terutama
dalam bentuk pemberian fasilitas bagi
investor asing telah mendorong
25
naiknya ranking ease-of- doingbusiness yang dilakukan sejak awal
tahun 2010. Kebijakan tersebut
diperkirakan dapat mendorong kenaikan investasi walaupun terdapat koreksi seasonal sejalan dengan melemahnya sektor eksternal yang turut
menahan peningkatan investasi. Berdasarkan kondisi tersebut, ekonomi
diperkirakan tetap ekspansif dan tumbuh 7% yoy dan 5% yoy (2011). Kebijakan moneter cenderung ketat di
sepanjang tahun 2 0 1 0 . Meningkatnya permintaan global dan aktivitas
ekonomi domestik berdampak pada
naiknya tekanan inflasi. Kondisi tersebut diperburuk dengan derasnya aliran
modal asing yang masuk ke kawasan
emerging Asia sejak pertengahan tahun 2010. Kondisi tersebut mendorong BNM untuk mengambil langkah moneter ketat di sepanjang tahun
2010. BNM telah menaikkan suku
bunga kebijakan sebanyak 3 kali
masing- masing sebesar 25 bps (di bulan Maret, Mei, dan Juli 2010) serta
melakukan liberalisasi pengelolaan
cadangan devisa di Agustus-2010
antara lain dengan memperlonggar
settlement transaksi perdagangan internasional dalam mata uang ringgit.
Di TW4-2010, seiring tekanan inflasi
yang mulai menurun BNM melakukan
kebijakan moneter tetap dengan mempertahankan kebijakan suku bunga di
level 2,75% di sepanjang TW4-2010.
Namun, kenaikan dan energi yang
terus meningkat sejak awal tahun 2011
kembali memberikan tekanan inflasi
domestik. Kenaikan tersebut bahkan
mulai menjalar ke komponen nonfood dan transportasi. Menyikapi
kondisi tersebut, BNM menyatakan
akan menerapkan kebijakan moneter
ketat di tahun 2011 dengan mengambil
langkah makro prudensial dan peningkatan GWM terutama sebagai upaya
untuk membatasi peningkatan
26
likuiditas di pasar keuagan domestikharga komoditas global terutama
makanan.
3. Perekonomian Nasional
Kondisi Perekonomian Indonesia
saat ini relatif lebih baik dibandingkan
Perekonomian Singapura. Singapura,
nama resminya Republik Singapura,
adalah sebuah negara pulau di lepas
ujung selatan Semenanjung Malaya,
137 kilometere (85 mi) di utara khatulistiwa di Asia Tenggara. Negara ini
terpisah dari Malaysia oleh Selat Johor
di utara, dan dari Kepulauan Riau, Indonesia oleh Selat Singapura di selatan. Singapura adalah pusat keuangan
terdepan keempat di dunia dan sebuah
kota dunia kosmopolitan yang memainkan peran penting dalam perdagangan dan keuangan internasional. Pelabuhan Singapura adalah satu dari lima
pelabuhan tersibuk di dunia. Singapura memiliki sejarah imigrasi yang
panjang. Penduduknya yang beragam
berjumlah 5 juta jiwa, terdiri dari
Cina, Melayu, India, berbagai keturunan Asia, dan Kaukasoid. 42% penduduk Singapura adalah orang asing
yang bekerja dan menuntut ilmu di
sana. Pekerja asing membentuk 50%
dari sektor jasa. Negara ini adalah
yang terpadat kedua di dunia setelah
Monako. A.T. Kearney menyebut Singapura sebagai negara paling terglobalisasi di dunia dalam Indeks Globalisasi tahun 2006.
Sebelum merdeka tahun 1965, Singapura adalah pelabuhan dagang yang
beragam dengan PDB per kapita $511,
tertinggi ketiga di Asia Timur pada
saat itu. Setelah merdeka, investasi
asing langsung dan usaha pemerintah
untuk industrialisasi berdasarkan rencana bekas Deputi Perdana Menteri
Dr. Goh Keng Swee membentuk ekonomi Singapura saat ini. Economist
Intelligence Unit dalam "
Indeks Kualitas Hidup" menempatkan
Singapura pada peringkat satu kualitas
hidup terbaik di Asia dan kesebelas di
dunia. Singapura memiliki cadangan
devisa terbesar kesembilan di dunia.
Negara ini juga memiliki angkatan
bersenjata yang maju. Setelah PDBnya berkurang -6.8% pada kuartal ke4 tahun 2009, Singapura mendapatkan
gelar pertumbuhan ekonomi tercepat
di dunia, dengan pertumbuhan PDB
17.9% pada pertengahan pertama
2010.
Singapura memiliki ekonomi
pasar yang sangat maju, yang secara
historis berputar di sekitar perdagangan entrepôt. Bersama Hong Kong,
Korea Selatan dan Taiwan, Singapura
adalah satu dari Empat Macan Asia.
Ekonominya sangat bergantung pada
ekspor dan pengolahan barang impor,
khususnya di bidang manufaktur yang
mewakili 26% PDB Singapura tahun
2005 dan meliputi sektor elektronik,
pengolahan minyak Bumi, bahan kimia, teknik mekanik dan ilmu biomedis. Tahun 2006, Singapura memproduksi sekitar 10% keluaran wafer
dunia. Singapura memiliki salah satu
pelabuhan tersibuk di dunia dan merupakan pusat pertukaran mata uang asing terbesar keempat di dunia setelah
London, New York dan Tokyo. Bank
Dunia menempatkan Singapura pada
peringkat hub logistik teratas dunia.
Ekonomi Singapura termasuk di
antara sepuluh negara paling terbuka,
kompetitif dan inovatif di dunia.
Dianggap sebagai negara paling ramah
bisnis di dunia, Ratusan ribu ekspatriat
asing bekerja di Singapura di berbagai
perusahaan multinasional. Terdapat
juga ratusan ribu pekerja manual asing. Sebagai akibat dari resesi global
dan kemerosotan pada sektor
teknologi, PDB negara ini berkurang
hingga 2.2% pada 2001. Economic
Review Committee (ERC) didirikan
bulan Desember 2001 dan menyarankan beberapa perubahan kebijakan dengan tujuan merevitalisasi perusahaan. Sejak itu, Singapura pulih dari
resesi, terutama karena banyaknya
perbaikan dalam ekonomi dunia; ekonomi negara ini tumbuh 8,3% pada
2004 dan 6,4% pada 2005 and 7.9% in
2006.
Singapura memperkenalkan Pajak
Barang dan Jasa (GST) dengan nilai
awal 3% pada 1 April 1994 yang
menambah pendapatan pemerintah
hingga S$1,6 miliar (US$1 miliar,
€800 juta) dan menyeimbangkan
keuangan pemerintahNilai GST
ditingkatkan menjadi 4% pada 2003,
5% pada 2004, dan 7% pada 1 Juli
2007. Banyak perusahaan di Singapura terdaftar sebagai perusahaan
berkewajiban terbatas swasta
(umumnya disebut perseroan terbatas
swasta). Sebuah perseroan terbatas
swasta di Singapura adalah entitas hukum terpisah dan pemegang saham
tidak berkewajiban atas utan perusahaan yang melebihi jumlah modal saham yang ditanamkan.[Singapura
adalah kota tujuan perjalanan yang
terkenal, mendorong kepentingannya
dalam industri pariwisata negara itu.
Jumlah kedatangan total mencapai
10,2 juta orang tahun 2007. Untuk
menarik lebih banyak wisatawan, pemerintah memutuskan untuk mengizinkan perjudian dan dua resor kasino
(disebut Integrated Resorts) dibangun
di Marina South dan Pulau Sentosa
tahun 2005. Untuk bersaing dengan
kota-kota regional seperti Bangkok,
Hong Kong, Tokyo dan Shanghai, pemerintah mengumumkan bahwa
wilayah kota akan diubah menjadi kawasan yang lebih menarik dengan
menerangkan bangunan-bangunan
sipil dan komersial. Makanan juga dimanfaatkan sebagai atraksi pengunjung pada Singapore Food Festival
27
yang diadakan setiap Juli untuk
merayakan masakan Singapura. Acara
tahunan lainnya di Singapura meliputi
Singapore Sun Festival, Christmas
Light Up, dan Singapore Jewel Festival. Singapura mempromosikan dirinya sebagai hub pariwisata kesehatan:
sekitar 200.000 warga asing mencari
perawatan kesehatan di negara ini
setiap tahun, dan layanan kesehatan
Singapura menargetkan satu juta
pasien asing setiap tahun mulai 2012
dan memperoleh pendapatan sebesar
USD 3 miliar. Pemerintah menyatakan
bahwa program ini dapat menciptakan
sekitar 13.000 lowongan pekerjaan
baru dalam industri kesehatan
(Tselichtchew and Debroux, 2009).
Singapura memiliki hubungan diplomatik dengan 175 negara, meski tidak menempatkan seorang komisi
tinggi atau kedutaan di beberapa negara. Singapura adalah anggota dari
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Persemakmuran, ASEAN dan Gerakan Non
-Blok. Atas alasan geografis yang jelas,hubungan dengan Malaysia dan
Indonesia adalah yang terpenting
tetapi politik domestik tiga negara sering mengancam hubungan mereka.
Singapura juga memiliki hubungan
yang baik dengan beberapa negara
Eropa, termasuk Perancis, Jerman, dan
Britania Raya, negara yang disebutkan
terakhir memiliki hubungan melalui
Five Power Defence Arrangements
(FPDA) bersama Malaysia, Australia
dan Selandia Baru. Singapura juga
berhubungan baik dengan Amerika
Serikat, negara yang memiliki kekuatan penyeimbang di Asia Tenggara
untuk menyeimbangkan kekuatan regional. Singapura mendukung konsep
regionalisme Asia Tenggara dan menjalankan peran secara aktif di Association of Southeast Asian Nations
(ASEAN), yang juga didirikan Singapura. Negara ini juga merupakan
28
anggota dari forum Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), yang
memiliki sekretariat di Singapura. Negara ini juga memiliki hubungan dekat
dengan sesama negara ASEAN,
Brunei, dan memiliki fasilitas pelatihan angkatan darat di sana. Singapura
adalah salah satu negara pertama yang
memiliki hubungan normal dengan
Republik Rakyat Cina setelah membuka diri tahun 1978. Negara ini mengakui kebijakan Satu Cina RRC dan
memiliki hubungan dagang yang luas
dengan negara itu, meski juga mempertahankan hubungan diplomatik
dengan Republik Cina di Taiwan.
Walaupun kinerja investasi dan
ekspor tidak setinggi di 2010,
diperkirakan masih menjadi penopang
utama ekonomi domestik. Stabilnya
kondisi ketenagakerjaan dan meningkatnya daya beli masyarakat sebagai
dampak dari kenaikan upah diperkirakan dapat berkontribusi positif dalam
memperbaiki aktivitas konsumsi
masyarakat. Meningkatnya potensi
tekanan inflasi, masih tingginya aliran
modal masuk ke kawasan yang mendorong tren apresiasi nilai tukar domestik terhadap USD serta masih tingginya ketidakpastian pemulihan di negara maju diperkirakan menjadi potensi risiko yang dapat mempengaruhi
kinerja ekonomi. Ke depan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan tetap bergantung pada kekuatan ekspor untuk
mengkompensasi mulai berkurangnya
pengaruh stimulus fiskal. Monetary
Authority of Singapore (MAS) memberikan sinyal kebijakan moneter ketat
melalui pelebaran band nilai tukar domestik. ian negara-negara lain di
dunia. Pulihnya perokonomian global
dan semakin meningkatnya kepastian
politik didalam negeri sangat mendukung laju pertumbuhan perokonomian
Indonesia. Pada tahun 2010 pemerintah dan Bank Indonesia mengikuti
berbagai langkah yang dilakukan negara-negara lain, antara lain dengan
mengurangi program programprogram stimulus fiskal serta melakukan penataan perbankan dan lembaga
keuangan guna menjaga stabilitas sistem keuangan. Perkembangan perekonomian Indonesia Tahun 2009 – 2010
dilihat dari aspek pertumbuhan ekonomi, investasi, ekspor-impor, inflasi,
tingkat suku bunga dan nilai tukar
menunjukkan kecenderungan positif.
Pada tahun 2009 perekonomian Indonesia tumbuh 4,5%, meskipun relatif
lebih rendah dibandingkan dengan rata
-rata tingkat pertumbuhan ekonomi
Indonesia beberapa periode sebelumnya, kinerja ekonomi Indonesian pada
tahun 2009 termasuk bagus. Pemerintah dalam hal ini telah bertindak tepat
dengan mengeluarkan kebijakan
stimulus fiskal guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi tersebut
dikontribusikan oleh pertumbuhan
pengeluaran konsumsi rumah tangga
sebesar 4,9%, pertumbuhan pengeluaran konsumsi pemerintah sebesar
15,7% dan pertumbuhan pembentukan
modal tetap domestik bruto atau investasi sebesar 3.3% Sementara itu kontraksi disisi ekspor sebesar 9,7% dan
impor sebesar 15% tidak dapat dihindarkan. Sementara itu dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama dikontribusikan oleh sektor pengangkutan dan komunikasi ,
sektor pertanian, sektor industri manufaktur dan sektor jasa-jasa. Sektor
usaha dengan tingkat pertumbuhan
tinggi adalah sektor pengangkutan dan
komunikasi dengan tingkat pertumbuhan sebesar 15,5%, sektor listrik, sektor gas, dan air bersih dengan tingkat
pertumbuhan sebesar 13,8% dan sektor kontruksi dengan tingkat pertumbuhan sebesar 1,1% Relatif bagusnya
perekonomian Indonesia pada tahun
2009 tersebut antara lain disebabkan
pemulihan ekonomi global yang ternyata lebih cepat dibandingkan
perkiraan semula dan struktur perekonomian Indonesia yang banyak bertumpu pada kegiatan ekonomi domestik. Sementara itu tingkat pertumbuhan ekonomi q-to-q Indonesia pada
kuartal II-2010 sebesar 2,8% dan pertumbuhan ekonomi y-on-y sebesar
6,2% pertumbuhan ekonomi tersebut
diperkirakan akan terus berlanjut dan
bahkan semakin kuat pada kuartal III2010. Sementara itu tingkat pertumbuhan ekonomi c-t-c (diukur dari besaran
kumulatif, dibandingkan dengan tahun
sebelumnya) pada semester I-2010
sebesar 5,9%. Pada tahun 2010 perekonomian Indonesia diperkirakan tumbuh sekitar 6,0%-6,1%. Hal tersebut
sedikti berbeda dengan perkiraan pemerintah, yakni tingkat pertumbuhan
ekonomi Indonesia pada tahun 2010
sebesar 5,8%, sedangkan menurut
perkiraan IMF sebesar 6%. Pertumbuhan ekonomi indonesia pada semester
I-2010 tersebut antara lain digerakkan
oleh peningkatan konsumsi dan investasi seiring dengan membaiknya perekonomian, serta peningkatan ekspor.
Rumah tangga mulai meningkatkan
konsumsi, yang sebelumnya sempat
tertahan karena masih tingginya ketidakpastian. Peningkatan konsumsi
tersebut juga dipengaruhi oleh membaiknya ekspektasi rumah tangga dan
individu atas penghasilan mereka pada
masa yang akan datang. Sementara itu
investasi juga terdorong naik seiring
dengan turunnya tingkat suku bunga
kredit. Dilihat dari sisi fundamental
perekonomian dan stabilitasnya, tahun
2010 sebenarnya sangat menjanjikan
bagi investasi. Tingginya tingkat investasi pasa semester I-2010 juga
didukung oleh kebijakan bungan rendah Bank Indonesia, meskipun hal
tersebut tidak sepenuhnya diikuti oleh
29
perbankan, yang masih mematok tingkat suku bunga kredit investasi pada
level yang relative tinggi, yakni sekitar 12,7%.
Disisi lain terdapat kekhawatiran
atas adanya pergeseran dan penyesuaian sektoral sebagai resesi global
yang tentunya akan dapat menghambat investasi. Disamping itu hal lain
yang dikeluhkan para pengusaha domestik adalah perdangan bebas antara
negara-negara ASEAN dan China
(ACFTA), yang dianggap berpotensi
pada terjadinya pergeseran dan penyesuaian sektoral. Para pelaku usaha
diperkirakan akan mereposisi usahanya. Selama tiga tahun pertama berlakunya ACFTA diperkirakan terjadi
penyesuain pada berbagai sektor
usaha. Pemberlakuan ACFTA
diperkirakan akan berdmpak pada industri domestik mengingat harga produk China rata-rata lebih murah dibandingkan harga produk domestik.
Salah indutri yang terancam adalah
industri tekstil dan produk tekstil
(TPT). Sektor-sektor lainnya yang
juga diperkirakan mengalami tekanan
berat dengan pertumbuhan ACFTA
tersebut adalah industri permesinan ,
perkebunan dan pertanian, makanan
dan minuman, petrokimia, plastik, alas
kaki, elektronik dan peralatan listrik,
besi baja serta jasa permesinan. Kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) sekitar
10% pad bulan juli 2010 turut menambah beban perusahaan. Disisi lain
dalam jangka panjang pemberlakuan
ACFTA diharapkan dapat berdampak
positif terhadap perekonomian, antara
lain dengan semakin luasnya pasar
serta semakin tingginya spesialisasi
dan efisiensi. Bagi sebagian investor
yang memiliki horizon lebih panjang,
hal tersebut tentunya sudah diantisipasi, misalnya dengan mulai membangun sarana dan prasarana produksi
guna memenuhi tingginya permintaan
30
produk-produk tertentu pada masa
yang akan datang. Investasi pada sektor-sektor usaha yang prospektif dengan adanya ACFTA tersebut
diperkirakan meningkat pada tahun
2010.
Pada tahun 2009 nilai ekspor Indonesia sekitar USD 116,49 milyar atau
turun sebesar 14,98% sedangkan nilai
impor indonesi sekitar USD 96,86
milyar atau turun sebesar 25,03% produk ekspor yang mengalami kenaikan
cukup besar pada tahun 2009 antara
lain bahan bakar minerla serta bijih,
kerak dan abu logam. Sedangkan yang
mengalami penurunan cukup besara
antara lain lemak dan minyak Hewan/
Nabati, karet dan barang dari karet,
mesin-mesin/pesawat mekanik serta
bahan kimia organik. Sementara itu
disisi impor yang mengalami kenaikan
yang cukup besar antara lain pesawat
udara dan bagiannya, serta kapal,
perahu dan struktur terapung. Sedangkan kelompok barang lainnya pada
umunya mengalami penurunan yang
cukup besar. Seiring dengan pemulih
an ekonomi global, kinerja ekspor
dan impor Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2010. Secara kumulatif dari januari juli 2010, nilai
ekspor indonesia sekitar USD 85,01
milyar atau meningkat sebesar 42,26%
dibandingkan periode yang sama tahun 2009, sedangkan nilai impor indonesia sekitar USD 60,33 milyar atau
naik sebesar 47,81% dibandingkan
periode yang sama tahun 2009. Produk ekspor yang mengalami kenaikan
cukup besar antara lain bahan bakar
mineral, karet, dan barang dari karet,
serta bijih, kerak, dan abu logam. Sementara itu sisi impor yang mengalami kenaikan cukup besar antara
lain mesin/peralatan mekanik serta
mesin dan peralatan listrik. Dilihat
dari sisi sektoral, barang-barang yang
ekspronya naik antara lain : barang
hasil industri (naik 34,10%), hasil pertanian (naik 17,55) dan hasil tambang
(naik 52,93%). Dilihat dari kontribusinya terhadap total ekspor, ekspor
barang hasil indutri menyumbang
61,53%, hasil pertanian sebesar 3,22%
hasil tambang sebesar 17,55% dan migas sebesar 17,70%. Sementara itu di
sisi impor, sebanyak 72,90%-nya merupakan impor bahan baku/penolong
19,70%-nya merupakan impor barang
modal dan 7,40%-nya merupakan impor barang konsumsi. Pada tahun 2010
para pelaku pasara dihadapkan pada
tantangan besar dalam mereposisi
pasar dan produknya, sebagai dampak
resesi global. Tantangan terbesar
lainya yang dihadapi parpelaku usaha
adalah dimulainya ACFTA . peningkatan ekspor dan impor pada tahun
2010 sebagaimana disebutkan diatas
tak terlepas dari mulai diberlakukannya ACFTA. Dengan adanya
ACFTA, transaksi dagang diantara
negara-negara angota semakin manigkat. Peningkatan ekspor dan impor
indonesia tahun 2010 tersebut juga
sejalan dengan prediksi adanya peningkatan volume perdangan dunia .
IMF memperkirakan pertumbuhan
volume perdangan barang dunia pada
tahun 2010 sebesar 9%. Volume ekspro negara –negara maju diperkirakan tumbuh sebesar 8,2% sedangkan
volume ekspor negara-negara berkembang diperkirakan tumbuh sebesar
10,5%. Disisi lain, volume impor negara-negara berkembang diperkirakan
timbuh sebesar 7,2% sedangkan untuk
negara-negara bekembang sebesar
12,5%.
Tekanan eksternal sebagai dampak
dari terjadinya krisis global telah
mempengaruhi perekonomian Indonesia pada kurun waktu tahun 20052009. Dalam kurun waktu tersebut,
rata-rata perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,6 persen (y-o-y). Pada
tahun 2005, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,7 persen (y-o-y), yang
kemudian sedikit melambat pada tahun berikutnya menjadi sebesar 5,5
persen (y-o-y). Perekonomian Indonesia kembali membaik dan mengalami
pertumbuhan yang cukup tinggi sebesar 6,3 persen (y-o-y) pada tahun
2007. Akibat dari krisis global yang
terjadi pada tahun 2008, perekonomian Indonesia melambat menjadi 6,0
persen (y-o-y). Perlambatan tersebut
terus berlangsung hingga tahun 2009
dimana perekonomian Indonesia
hanya tumbuh sebesar 4,5 persen (y-oy). Dari sisi penggunaan, yang menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 adalah konsumsi Pemerintah, diikuti oleh konsumsi rumah tangga dan investasi. Sedangkan dari sisi produksi, sektor
yang mendominasi pertumbuhan
adalah sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor listrik, gas, dan
air bersih. Dua sektor tersebut mengalami pertumbuhan dua digit. Konsumsi rumah tangga yang mempunyai
peran sebesar 58,6 persen dalam pembentukan PDB tahun 2009 tumbuh
sebesar 4,9 persen, sedikit melambat
bila dibandingkan dengan tahun 2008
yang tumbuh sebesar 5,3 persen. Melemahnya daya beli masyarakat akibat
imbas krisis global menjadi salah satu
penyebab perlambatan ini.
Melemahnya konsumsi rumah
tangga antara lain ditunjukkan oleh
menurunnya beberapa indikator konsumsi seperti penerimaan PPN dan
penjualan kendaraan bermotor. Namun, perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga mampu ditahan
oleh adanya kenaikan gaji dan pemberian gaji ke-13 bagi PNS/TNI/Polri/
Pensiunan, stimulus fiskal berupa insentif pajak, penyaluran bantuan langsung tunai (BLT), serta bantuan sosial
lainnya seperti program subsidi
31
pangan (raskin), program keluarga
harapan (PKH), program peningkatan
infrastruktur pedesaan (PPIP), program pelayanan kesehatan masyarakat
(Yankesmas), bantuan operasional sekolah (BOS), dan program nasional
pemberdayaan masyarakat (PNPM).
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga
disumbangkan oleh konsumsi
makanan sebesar 3,6 persen dan konsumsi bukan makanan sebesar 6,0 persen, terkait dengan pelaksanaan kampanye untuk Pemilu, seperti pencetakan kaos, spanduk, dan brosur.
Pengeluaran konsumsi Pemerintah
selama tahun 2009 tumbuh sebesar
15,7 persen, lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2008 yang hanya
tumbuh sebesar 10,4 persen. Peningkatan ini disebabkan oleh bertambahnya anggaran untuk keperluan pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu
Presiden, serta stimulus fiskal. Pertumbuhan ini didorong oleh kenaikan
belanja barang yang meningkat sebesar 21,1 persen dan belanja pegawai
sebesar 5,1 persen. Meskipun pertumbuhannya relatif tinggi, peranan konsumsi Pemerintah terhadap total PDB
relatif kecil, yaitu hanya sebesar 9,6
persen.
Selama tahun 2009, investasi mencatat pertumbuhan sebesar 3,3 persen,
lebih rendah bila dibandingkan dengan
tahun 2008 yang tumbuh sebesar 11,9
persen sebagai akibat menurunnya
kegiatan produksi terkait dengan melemahnya aktivitas global dan menurunnya permintaan domestik. Penurunan kinerja investasi ditunjukkan
oleh perlambatan pertumbuhan beberapa indikator, seperti impor barang
modal, realisasi PMA-PMDN, kredit
investasi dan kredit modal kerja, serta
penjualan semen. Pertumbuhan investasi didorong oleh investasi lainnya
dari dalam negeri sebesar 7,4 persen
dan investasi jenis bangunan sebesar
32
7,1 persen. Sebaliknya, kontraksi terjadi pada investasi jenis mesin serta
perlengkapan luar negeri dan investasi
lainnya dari luar negeri yang turun
masing-masing sebesar minus 10,8
persen dan minus 11,7 persen. Peranan
investasi dalam pembentukan PDB
menempati urutan kedua setelah konsumsi rumah tangga, yaitu: dan nilai
beberapa komoditas utama nonmigas,
antara lain nikel, karet dan barang dari
karet, kendaraan dan bagiannya, lemak dan minyak hewan, serta kayu
dan barang dari kayu. Kinerja ekspor
juga sejalan dengan kinerja impor, dimana selama tahun 2009 impor mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar
15,0 persen, lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun 2008 yang sebesar 10,0 persen. Impor barang dan jasa
tumbuh masing-masing minus 18,6
persen dan minus 1,5 persen. Penurunan kinerja impor karena adanya
penurunan nilai beberapa komoditas
antara lain pupuk, besi dan baja, alumunium, bahan kimia anorganik, gandum-ganduman, perangkat musik,
serta kendaraan dan bagiannya. Peranan ekspor dan impor terhadap total
PDB masing-masing mencapai 24,1
persen dan 21,3 persen.
Dari sisi penawaran, seluruh sektor
ekonomi pada tahun 2009 mengalami
pertumbuhan positif, bahkan tiga di
antaranya tercatat mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada tahun 2008, yaitu
sektor pertambangan dan penggalian;
sektor listrik, gas dan air bersih; serta
sektor jasa. Penurunan pertumbuhan
yang cukup tajam terjadi pada sektor
perdagangan, hotel, dan restoran. Sektor listrik, gas, dan air bersih tumbuh
13,8 persen pada tahun 2009 meningkat bila di- bandingkan dengan pertumbuhan tahun 2008 yang sebesar
10,9 persen. Meningkatnya pertumbuhan sektor ini disumbangkan oleh
subsektor gas kota dan subsektor listrik yang masing-masing tumbuh sebesar 41,0 persen dan 7,0 persen.
Tingginya pertumbuhan subsektor gas
kota karena langkah substitusi bahan
bakar yang dilakukan PT PLN kepada
gas sehingga diperlukan ketersediaan
gas yang cukup besar. Peranan sektor
ini terhadap total PDB adalah sebesar
0,8 persen. Sektor pengangkutan dan
komunikasi selama tahun 2009
mampu tumbuh sebesar 15,5 persen,
lebih rendah bila dibandingkan dengan
pertumbuhannya pada tahun sebelumnya yang sebesar 16,6 persen. Pertumbuhan sektor ini terutama didukung
oleh subsektor komunikasi yang pertumbuhannya mencapai 23,8 persen,
sebagai dampak dari maraknya penggunaan telepon seluler dan internet.
Sedangkan subsektor pengangkutan
tumbuh sebesar 5,5 persen, yang didorong oleh pertumbuhan angkutan
udara sebesar 11,7 persen, akibat meningkatnya permintaan akan jasa angkutan udara selama tahun 2009,
khususnya pada musim libur sekolah
dan libur hari keagamaan. Walaupun
pertumbuhannya tertinggi tetapi peranan sektor ini dalam pembentukan
total PDB relatif kecil, yaitu sebesar
6,3 persen.
Sektor perdagangan tahun 2009
tumbuh sebesar 1,1 persen, jauh lebih
rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2008 yang sebesar
6,9 persen. Melemahnya daya beli
masyarakat dan masih tingginya suku
bunga ikut mendorong melambatnya
pertumbuhan sektor ini. Menurunnya
sektor ini dipicu oleh rendahnya pertumbuhan subsektor perdagangan besar dan eceran. Sektor perdagangan
memberikan peranan terbesar ketiga
terhadap total PDB, yaitu sebesar 13,4
persen, yang disumbangkan oleh subsektor perdagangan besar dan eceran
sebesar 10,6 persen, subsektor
restoran sebesar 2,4 persen, dan subsektor hotel sebesar 0,4 persen. Sektor
pertanian pada tahun 2009 tumbuh
cukup tinggi, yaitu sebesar 4,1 persen,
namun lebih rendah bila dibandingkan
dengan pertumbuhannya pada tahun
2008 yang mencapai 4,8 persen. Pertumbuhan sektor ini dipicu oleh pertumbuhan subsektor tanaman bahan
makanan sebesar 4,7 persen, akibat
dari meningkatnya produksi padi dan
palawija, sebagai upaya Pemerintah
dalam meningkatkan produksi pangan
dalam negeri, dan subsektor perikanan
sebesar 5,2 persen. Peningkatan pertumbuhan tanaman bahan makanan ini
disebabkan oleh peningkatan penggunaan benih padi varietas tinggi, penurunan tanaman padi yang kekeringan dan banjir, serta penurunan luas
tanaman yang terserang hama. Sektor
pertanian memberikan peranan terbesar kedua terhadap total PDB, yaitu
sebesar 15,3 persen.
Sektor industri pengolahan pada
tahun 2009 tumbuh sebesar 2,1 persen,
melambat bila dibandingkan dengan
pertumbuhannya pada tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,7 persen.
Melambatnya pertumbuhan sektor ini
terkait belum pulihnya permintaan
produk- produk domestik, terutama
industri gas alam cair, industri logam
dasar, besi dan baja, industri alat angkut, mesin dan peralatannya, serta industri barang dari kayu, dan hasil hutan lainnya. Perlambatan ini mampu
ditahan oleh pertumbuhan yang cukup
tinggi pada subsektor industri
makanan, minuman, dan tembakau
yang mencapai sebesar 11,3 persen,
dan subsektor kertas dan barang cetakan sebesar 6,3 persen, sebagai pengaruh adanya kegiatan kampanye dan
pelaksanaan Pemilu legislatif dan Presiden. Sektor industri pengolahan
memberikan peranan tertinggi terhadap total PDB yaitu sebesar 26,4
33
persen, yang berasal dari subsektor
industri bukan migas sebesar 22,6 persen, dan subsektor industri migas sebesar 3,8 persen. Dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009, Pemerintah telah
menetapkan tiga strategi pembangunan ekonomi, yaitu pro-growth, pro
-job, dan pro-poor. Ketiga strategi ini
merupakan pendorong percepatan laju
pertumbuhan ekonomi yang dapat
memberikan lebih banyak kesempatan
kerja sehingga makin banyak keluarga
Indonesia yang dapat menikmati hasilhasil pembangunan dan keluar dari
kemiskinan. Pada dasarnya pengangguran dan kemiskinan merupakan dua
masalah penting yang banyak dihadapi
oleh negara-negara berkembang, tidak
terkecuali Indonesia. Setiap tahun, Pemerintah selalu memfokuskan program pembangunannya pada penanganan kedua masalah ini. Indikatorindikator sosial yang ada telah mencerminkan perbaikan dalam pengurangan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Kondisi perekonomian dunia
yang terus membaik pasca krisis finansial global juga berpengaruh terhadap kinerja perekonomian domestik
yang terindikasi dari meningkatnya
laju pertumbuhan ekonomi. Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yang
didukung oleh kebijakan Pemerintah
yang ekspansif mampu memperluas
terciptanya lapangan kerja baru. Sejak
tahun 2005, rata-rata tiap satu persen
pertumbuhan ekonomi, dapat menyerap tenaga kerja baru sekitar
400.000 orang. Penyerapan tenaga
kerja ini diperkirakan akan semakin
meningkat sejalan dengan program
dan kebijakan Pemerintah dalam meningkatkan investasi melalui perbaikan
infrastruktur dan berbagai kebijakan
lainnya.
34
4. Perekonomian Indonesia Yang Sehat
Dengan jumlah Produk Domestik
Bruto (PDB) yang hampir mencapai
US$550 milyar di tahun 2009, Indonesia adalah perekonomian dengan laju
pertumbuhan tercepat nomor tiga di
Asia dan perekonomian terbesar di
seluruh Asia Tenggara. Sebagai negara yang tidak terkena dampak krisis
keuangan global separah negara
tetangganya, pertumbuhan ekonomi
Indonesia mencapai angka 4,5% di
tahun 2009 . Angka ini diperkirakan
akan meningkat hingga 5,6% di tahun
2010 dan 6% di tahun 2011, sehingga
Indonesia seringkali disandingkan
dengan negara-negara BRIC (Brazil,
Rusia, India dan Cina). Menurut laporan Standard Chartered, pertumbuhan
perekonomian Indonesia di masa depan diharapkan lebih inklusif, mengingat PDB nominal per-kapita diperkirakan menjadi berlipat empat di tahun
2020. Sebagian besar keberhasilan
ekonomi Indonesia adalah berkat
pengelolaan fiskal atau keuangan negara yang baik, dengan fokus pada
penurunan beban hutang. Rasio hutang
Indonesia terhadap PDB menurun
terus dari 83% di tahun 2001 hingga
29% pada akhir tahun 2009; ini merupakan angka terendah di antara negara
A S E A N ,
k e c u a l i
Singapura yang tidak memiliki hutang
pemerintah. Menurut Standard &
Poor’s, Indonesia menduduki peringkat pertama untuk pengelolaan neraca
fiskal terbaik di antara negara-negara
di wilayah Asia-Pasifik. Pada Januari
2010, lembaga pemeringkatan Fitch
Ratings telah meningkatkan peringkat
kredit Indonesia menjadi BB+ dengan
prospek ke depan yang stabil. Peningkatan peringkat kredit ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia
yang kuat dan berkelanjutan, serta
posisi fiskal yang semakin membaik.
Hal ini menunjukkan peningkatan
kepercayaan untuk berinvestasi di Indonesia, karena menempatkan Indonesia hanya satu tingkat di bawah peringkat “investment grade”. Dengan
perubahan peringkat ini, Indonesia
semakin berpeluang untuk menarik
investasi dan arus modal dalam jumlah
besar, serta dapat menarik dana-dana
yang selama ini hanya bisa
Gambar 2 :Pertumbuhan PDB Riil
diinvestasikan ke dalam negara yang
memiliki peringkat “investment
grade”. Dilihat dari perekonomiannya
yang kuat, situasi politik yang stabil
dan upaya reformasi yang berkelanjutan, maka Indonesia merupakan sebuah kekuatan besar yang sedang
berkembang di Asia.
Gambar 3 : Total Hutang/PDB
Sumber : www.bkpm.go.id, 4 Mei 2011.
Gambar 4 : Penanaman Modal Asing (PMA/FDI) yang telah Direalisasi
Landasan perekonomian Indonesia yang
dinamis adalah stabilitas politik. Satu
dasawarsa yang lalu, sejumlah analis
memprediksi bahwa Indonesia akan mengalami "Balkanisasi" atau pengulangan
sejarah di negara-negara Balkan di mana
terjadi perpecahan suatu negara menjadi
beberapa negara yang lebih kecil. Di tahun 2001, Indonesia mulai melaksanakan
proses desentralisasi. Ini merupakan
upaya yang ambisius dan penuh tantangan. Dewasa ini Indonesia dikenal sebagai salah satu negara di dunia yang telah
berhasil melakukan desentralisasi besarbesaran, melalui pengalihan kewenangan
dan dana dalam jumlah signifikan dari
pusat ke daerah. Sebagai negara yang
pernah mengalami pemerintahan bertangan besi selama lebih dari 30 tahun, demokrasi saat ini telah berkembang dengan baik di Indonesia. Indonesia telah
berhasil melakukan transformasi dari
suatu negara otoriter menjadi negara demokratis yang menjadi teladan di kawasan Asia Tenggara. Pada tahun 2008, dan
untuk ketiga kalinya berturut-turut,
35
Indonesia telah berhasil menyelesaikan pemilihan umum di tingkat legislatif dan eksektutif dengan Upah buruh di pusat-pusat urban masih relatif
rendah, bahkan jika dibandingkan dengan diinvestasikan ke dalam negara
yang memiliki peringkat “investment
grade”. Dilihat dari perekonomiannya
yang kuat, situasi politik yang stabil
dan upaya reformasi yang berkelanjutan, maka Indonesia merupakan sebuah kekuatan besar yang sedang
berkembang di Asia.damai. Hasil
pemilihan ini telah menegaskan kepercayaan rakyat pada kepemimpinan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
yang memenangkan lebih dari 60%
suara dari 176 juta pemilih yang terdaftar. Partai Presiden Yudhoyono,
Partai Demokrat, menguasai lebih dari
25% dari semua suara di Dewan Legislatif sehingga beliau memperoleh
mandat lebih kuat untuk memimpin
Indonesia dalam lima tahun ke depan
ini.Sumber Daya Alam yang Berlimpah
Menurut PricewaterhouseCoopers,
Indonesia merupakan pasar yang terkenal dengan sumber daya alamnya,
bahkan dari prospek bahan mineral
dikatakan lebih menarik dibandingkan
negara lain seperti Afrika Selatan,
Australia dan Kanada.
Sebagai contoh, Indonesia memiliki
keanekaragaman hayati nomor dua
setelah Brasil. Sumber daya alam merupakan peluang investasi yang luar
biasa. Selain itu, potensi pengembangannya masih jauh dari titik jenuh,
khususnya di bidang energi terbarukan. pusat urban yang telah menarik
banyak investasi seperti di China dan
India.
Gambar 5 : Data Potensi Beberapa Sumber Daya Alam di Indonesia
Gambar 5 : Upah Buruh Tahun 2009
36
5. Pasar Domestik Berkembang Pesat
Dengan jumlah 240 juta penduduk, Indonesia menawarkan pasar
domestik yang luas, dengan lebih dari
50% dari penduduk Indonesia tinggal
di daerah perkotaan dan telah mengadopsi gaya hidup modern. Kelas
menengah yang sejahtera dan kian
bertumbuh menunjang pertumbuhan
ekonomi dimana lebih dari 50% PDB
Indonesia berasal dari konsumsi
masyarakat. Statistik ini telah memberi keuntungan bagi banyak industri,
termasuk diantaranya sektor perdagangan ritel, barang konsumen, pengolahan makanan, dan industri otomotif.
Indonesia terletak di persimpangan
Samudra Pasifik, Selat Malaka, dan
Samudra Hindia. Lebih dari separuh
pelayaran internasional melewati
perairan Indonesia. Peran Indonesia
dalam urusan global semakin dominan. Indonesia adalah satu-satunya
negara Asia Tenggara yang menjadi
anggota G-20, kelompok global terkini
untuk kebijakan ekonomi antar negara.
Standard Chartered memprediksi
bahwa Indonesia akan masuk di
kelompok G-7 di tahun 2040 dengan
syarat tercapainya potensi pertumbuhannya di tahun 2012, dan ekonominya akan melampaui Korea Selatan di tahun 2016 dan Jepang di tahun
2024. Indonesia juga termasuk anggota ASEAN terbesar yang mengadopsi pendekatan terpadu di bidang
keamanan, perdagangan dan perniagaan, dan akan menjadi bagian utuh
dari Komunitas Ekonomi ASEAN di
tahun 2015. Pada akhirnya, Indonesia
akan muncul sebagai pemain kunci
dalam menentukan isu-isu kebijakan
internasional seperti perubahan iklim,
yang akan berdampak langsung dan
tidak langsung pada keputusankeputusan yang menyangkut bisnis
dan investasi.
6. Aspek Perpajakan Dalam Hubungan
Ekonomi Regional
Globalisasi ekonomi telah membawa dampak meningkatnya investasi
asing antar negara khususnya Foreign
Direct Investment (FDI). Kemampuan
negara-negara maju memasok modal,
terutama dalam bentuk FDI merupakan salah satu kunci keberhasilan
negara-negara tersebut. Aliran FDI
menuju negara-negara berkembang
dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada tahun 2010 diperkirakan
48% aliran FDI akan menuju negara
berkembang. Ada beberapa alasan
mengapa investor asing dari negara
maju melakukan investasi di negara
berkembang, antara lain memeprbesar
keuntungan, untuk mengkombinasikan
modal yang dimilikinya dengan tenaga
kerja yang murah dalam upaya untuk
mengurangi biaya produksi, penggunaan bahan baku dekat dari sumbernya dan sebagainya. Sementara itu
bagi negara tempat investasi, kehadiran investasi asing dalam bentuk
FDI memberikan berbagai keuntungan
berupa transfer teknologi, tenaga kerja
terlatih, kemampuan organisasi dan
manajerial, penerimaan pajak dari keuntungan yang diperoleh oleh investor
FDI. mengingat banyaknya dampak
positif yang diharapkan dapat
diperoleh negara tempat investasi
(host country), negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) berusaha
secara aktif mempromosikan negaranya agar menjadi lokasi investasi
dengan memberikan bebagai insentif,
baik insentif pajak maupun non pajak.
Upaya-upaya untuk menarik investor
asing masuk ke Indonesia telah membuahkan hasil berupa masuknya investor asing FDI dalam jumlah yang cukup signifikan yang diharapkan dapat
meningkatnya penerimaan pajak.
Dalam kaitannya dengan hal di atas, di
Indonesia terjadi fenomena yang
37
bersifat kontroversial. Disatu sisi pemerintah sangat gencar melakukan
upaya-upaya untuk meningkatkan realisasi investasi asing FDI khususnya
perusahaan Penanaman Modal Asing
(PT.PMA) dengan menawarkan berbagai fasilitas, di sisi lain ternyata cukup
banyak (70%) PT.PMA yang tidak
membayar pajak dalam jangka waktu
yang cukup lama (berturut-turut selama 5 tahun atau lebih) karena selalu
melaporkan rugi dalam SPT PPh
Badannya. Dari sisi hasil analisis Direktorat Jenderal Pajak diketahui
bahwa dari 70% PT.PMA yang tidak
membayar pajak sebagian besar dikarenakan praktik penghindaran pajak,
antara lain transfer pricing melalui
transaksi inter company (Rahayu,
2008).
Mengingat banyaknya dampak
positif yang diharapkan dapat
diperoleh negara tempat investasi
(host country), baik berupa penerimaan pajak maupun non pajak, tidak
mengherankan jika pemerintah
khususnya negara-negara berkembang
sangat menyambut masukanya investasi asing khususnya investasi asong
yang bersifat langsung (FDI). Investasi asing langsung tersebut dapat
berupa pengoperasian cabang perusahaan asing (branch) maupun berupa
pengoperasian anak perusahaan
(subsidiary company) berupa pendirian perusahaan modal asing
(PT.PMA). Dalam rangka menarik
investor asing banyak negara secara
aktif mempromosikan negaranya agar
menjadi lokasi investasi dengan memberikan berbagai insentif. Insentifinsentif non pajak pada umumnya
diberikan dalam bentuk pembangunan
infrastruktur yang memadai, kemudahan memperoleh bahan baku, penyediaan tenaga kerja terlatih, jaminan
keamanan dan sebagainya. Adapun
insentif pajak antar lain pemberian tax
holiday, pajak yang rendah bagi investor asing, penyusutan dipercepat, investment allowance, dan sebagainya.
Survei yang dilakukan oleh Japan
Bank International Corporation-JBIC
mencatat beberapa faktor yang merupakan daya tarik investasi (khususnya
Foreign Direct Investment) yang harus
dimiliki oleh Negara untuk menjadi
tujuan investasi, sebagaimana terlihat
pada Tabel 1 di bawah ini :
TABEL 1
Daya Tarik Investasi yang harus Dimiliki Sebuah Negara
No
Item
1
Kualitas SDM
2
Upah buruh
3
Ketersediaan bahan produksi
4
Kepemilikan konsentrasi industri
5
Potensi ekspor kenegara asal investor
6
Potensi ekspor kenegara lain
7
Besar pasar domestik
8
Potensi pertumbuhan pasar
9
Dukungan infrastruktur
10
Insentif pajak
11
Orientasi kebijakan pemerintah terhadap eksistensi PMA
12
Kekuatan integrasi regional
13
Stabilitas politik dan sosial
Sumber : JBIC, 2004
38
Sehubungan dengan hal tersebut
Spitz (1983) menambahkan bahwa di
samping faktor-faktor di atas, masih
ada faktor lain yang juga menjad faktor yang di pertimbangkan oleh investor dalam menentukan negara tujuan
investasi, yaitu : fasilitas komersial
dan perbankan, perlakuan terhadap
perusahaan atau individu asing di negara tersebut, sistem akuntansi dan
prosedur kepabeanan, bahasa yabg
digunakan, adanya kebebasab melakukan repatriasi modal, tersedianya
mekanisme penyelesaian yang memadai dan tidak adanya birokrasi yang
menghambat. Bagi Indonesia sebagai
negara berkembang, upaya menarik
investasi asing yang besifat langsung
(FDI) sampai saat ini masih merupakan salah satu agenda penting pemerintah. Beberapa insentif di bidang
perpajakan yang di berikan pemerintah Indonesia kepada investor asing
yang bersifat (FDI) antara lain adalah :
(1). Fasilitas perpajakan atas penanaman modal di bidang-bidang usaha
tertentu dan atau didaerah-daerah tertentu baik yang melakukan penanaman baru atau perluasan berupa fasilitas perpajakan (PPh) berdasar10%.
Daya tarik investasi yang ditawarkan
Pemerintah kepada investor asing untuk terus menanamkan investasi di
Indonesia tak pernah henti diserukan.
Bahkan di era pemerintahan Presiden
Megawati tahun 2003 dicanangkan
sebagai tahun investasi. Selanjutnya
pada era pemerintahan Presiden Yudhoyono pemerintah gencar menarik
investor untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dalam
tahun 2006, melalui penerbitan Intruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006,
pemerintah mengeluarkan dukaan
keputusan Presiden. Fasilitas tersebut
berupa : pengurangan penghasilan
netto sebesar 30% dari jumlah penanaman modal yang dilakukan,
penyusutan dan amortisasi yang
dipercepat, kompensasi kerugian yang
lebih lama tetapi tidak lebih dari 10
tahun, pengenaan PPh atas dividen
yang dibayarkan kepada subjek pajak
luar negeri sebesar 10% atau tarif
yang lebih rendah menurut P3B yang
berlaku. (2) fasilitas perpajakan di kawasan pengembangan ekonomi terpadu (KAPET), yakni : KAPET
Natuna, Bukari, Batulicin, Sasamba,
Manado Bitung, Mbay, Pare-pare,
Seram, Bima, Batui, Bukari, Betano,
Das Kakab, dan KAPET Sabang mulai
7 April 2000, sampai dengan 1 Januari
2001 berupa fasilitas PPh sebagai
berikut : a) Pilihan untuk menerapkan
penyusutan dan atau amortisasi yang
dipercepat, b) Kompensasi kerugian
fiskal mulai tahun berikutnya berturutturut sampai lama 10 tahun, c) PPh
pasal 26 atas dividen paket kebijakan,
yaitu Paket Kebijakan Pembangunan
Infrastruktur dan Paket Kebijakan Iklim Invetasi. Paket kebijakan tersebut
tidak terlepas dari strategi Tiga Pilar
dalam mendorong investasi dan
ekspor :
Pilar pertama berisi informasi
kelembagaan yang akan membentuk
kerangka jangka menengah, sehingga
keputusan atau respon pemerintah
yang bersifat ad hoc dapat di minimalkan.
Pilar kedua, memperbaiki adminitrasi pajak termasuk menjawab keluhan sebagian dunia usaha mengenai
keseimbangan antara wajib pajak dan
aparat pajak.
Pilar ketiga, harmonisasi pajak
pusat dan pajak daerah. Dalam hal ini
pemerintah akan mengubah sistem
terbuka menjadi sistem tertutup, sehingga daerah hanya dapat
memungut jenis pajak yang telah
ditetapkan (Rahayu, 2008).
39
Dalam kaitannya dengan insentif
Foreign Direct Investment (FDI)
tersebut di atas, di Indonesia terjadi
fenomena yang bersifat kontroversial.
Di satu sisi Pemerintah sangat gencar
melakukan upaya-upaya untuk meningkakan realisasi FDI, namun di sisi
lain ternyata meskipun banyak fasilitas yang diberikan Pemerintah ternyata cukup banyak perusahaan asing
yang tidak membayar pajak dalam
jangka waktu cukup lama karena selalu melaporkan rugi dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPh
Badannya. Praktek penghindaran pajak (tax avoidance) yang perusahaan
penanaman modal asing sangat mungkin dilakukan mengingat dari sisi perpajakan hubungan antara induk perusahaan (parent company) di negara
domisili dengan anak perusahaan
(subsidiary company) di negara sumber (dalam hal ini Indonesia) dianggap
sebagai entitas terpisah (separate entity). Dengan demikian antara induk
perusahaan di luar negeri dengan anak
perusahaan di Indonesia dapat melakukan transaksi antar mereka (inter
company transaction) yang diatur
sedemikian rupa agar anak perusahaan
di Indonesia mengalami kerugian, sedangkan secara keseluruhan bisnisnya
di dunia mengalami keuntungan besar.
Metode Transfer Pricing
Metode transfer pricing adalah kebijakan harga transfer perusahaan dengan
tujuan untuk melakukan alokasi penghasilan maupun beban pada perusahaan –
perusahaan dalam grup dan sekaligus beban pajak masing-masing perusahaan
sehingga diperoleh penghematan pajak
secara keseluruhan. Awalnya, dikenal
hanya 3(tiga) metode transfer pricing
yaitu Comparable Uncountrolled Price
Method, Resale Methode dan Cost Plus
Method. Ketiga metode tersebut disebut
metode transfer pricing konvensional.
40
Sesuai Comparable Uncountrolled
Price Method, harga transfer atas barang
dan jasa antar perusahaan afiliansi berdasarkan harga pasar barang atau jasa
yang sejenis. Sedangkan sesuai Resale
Methode, harga transfer ditentukan harga
yang seharusnya terbentuk apabila
barang/jasa dengan jenis dan kondisinya
saat itu diperoleh. Berdasarkan cost plus
method, harga transfer dihitung sesuai
harga pokok produksi (cost of production) plus keuntungan yang seharusnya
diperoleh (margin). Dalam prakteknya,
metode transfer pricing berkembang dengan pesat. Terdapat alternatif metode
transfer pricing yang dapat digunakan.
Misalnya adalah Berry Ration, Cost sharing, Comparable Profits Method, dan
Transactional Margin Method.
Bagi tax authority, transfer pricing
diibaratkan sebagai sesuatu yang dapat
dirasakan (fee) tetapi sulit untuk disentuh
(touch). Dalam prakteknya, sering dijumpai dibanyak negara bahwa transfer pricing diputes dimenangkan oleh wajib pajak di Tax Court. Kesulitan yang utama
di dalam membuktikan praktek transfer
pricing yang dilakukan Wajib pajak
adalah data dan informasi. Kesulitan
tersebut akan semakin komplek apabila
menyangkut masalah cross border
transfer pricing yang umumnya dilakukan oleah perusahaan trans-nasional
(misalnya Siemens, Sumitomo, Marubeni, Goodyear, Toyota, Samsung, Epson, IBM, dan Halliburton). Umumnya,
transfer pricing diterapkan dalam bebagai
jenis transaksi mislany: barang (goods),
jasa (services) atau modal (equity) yang
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
dalam satu grup.yang termasuk transaksi
barang misalnya pembelian bahan baku
(raw materials), bahan penolong (spare
part), mesin (machines) dan penjualan
barang (finished goods). Sedang yang
termasuk transaksi jasa misalnya penggunaan tenaga kerja asing (second employess), jasa manajemen (management
assisstance), jasa tehnik (technical assisstance), jasa pemasaran (marketing), jasa
penelitian (research), jasa desain
(design), dan jasa pembukuan
(accounting). Yang termasuk transaksi
modal antara lain adalah pinjaman (loan),
perjanjian lisensi (license), copyrights,
jasa penjaminan atas pinjaman
(guarantee). Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa praktek transfer
pricing dimaksudkan untuk penghematan
pajak secara global (global tax saving)
yang dapat merugikan dari sisi penerimaan negara. Praktek transfer pricing
tersebut dikemas dalam strategi perpajakan yang dikenal dengan sebutan tax
avoidance. Namun berhubung batas antasa tax avoidance dan tax evasion sangat
tipis. Praktek transfer pricing yang dilakukan oleh Wajib Pajak secara sadar atau
tidak, dapat tergolong sebagai tax evasion.
Advance Pricing Agreements
Advance pricing agreement (APA)
adalah kesepakatan tertulis antara tax
authority dengan wajib pajak di dalam
menentukan metode transfer pricing yang
dperkenankan untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dalam hubungan istimewa
(related party transaction). Dalam APA
juga mengatur hal-hal lain seperti asumsi
dan kondisi yang harus dipenuhi serta
jangka waktunya (statutory of limitations). Bagi wajib pajak yang telah
disetujui akan memperoleh sertifikat
(certificate). APA merupakan salah satu
alternatif untuk menyelesaikan masalah
transfer pricing. Idealnya, APA memberikan manfaat bagi kedua belah pihak
yaitu tax authority dan Wajib Pajak
karena disputes yang berkepanjangan di
dalam penyelesain masalah transfer pricing sejak pemeriksaan Pajak (tax audit)
sampai dengan di pengadilan Pajak (tax
court) dapat dihindari. APA tersebut diatur dalam Pasal 18 (3a) Undang-undang
No 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana diubah terakhir
dengan Undang-undang No 36 Tahun
2008, namun sampai saat ini Direktur
Jenderal Pajak belum menerbitkan kesepakatan harga (Advance Pricing Agreement) tersebut. Hal ini ketentuan tersebut
tidak dapat dilaksanakan dan permasalahan di lapangan terkait dengan hal tersebut belum ada kejelasan. Belum adanya
ketentuan pelaksanaan APA tersebut, terutama disebabkan bahwa Direktorat
Jenderal Pajak belum mempunyai patokan untuk menentukan harga pasar wajar
(arm’s length price).
Perlunya Peninjauan Tax Treaty
Antar Negara ASEAN
Transfer pricing merupakan masalah
perpajakan yang sudah menjadi issue
klasik baik di tingkat nasional maupun
internasional. Praktik transfer pricing semakin komplek dan sulit dideteksi sehingga hal tersebut telah menjadi kepentingan otoritas perpajakan di banyak
negara karena dampaknya yang ditimbulkan akan berpengaruh terhadap penerimaan sektor perpajakan maupun keadilan
di bidang perpajakan. Fasilitas infrastruktur keuangan yang sophisticated, kerahasiaan informasi
(secrecy of information) dan subsidi pajak (tax subsidy) yang disediakan oleh
negara-negara yang tergolong tax haven
countries, kemajuan teknologi informasi
dan bervariasinya produk-produk keuangan (misalnya offshore loans, bonds, and
derivative transactions), merupakan beberapa indikator yang mendorong semakin maraknya praktik cross border
transfer pricing. Untuk itu, perlu perkuatan kerjasama internasional khususnya
antara negara-negara ASEAN termasuk
antara Indonesia dan Malaysia mengambil inisiatif dan mewujudkan kerjasama
internasional khususnya di bidang pertukaran informasi (multilateral exchange of
information), termasuk disseminasi tentang Advance Pricing Agreement
41
sehingga menarik minat Wajib Pajak
Luar Negeri (Hutagaol, 2007). Kerja
sama nternasional ini dititik beratkan
pada Metode yang dipilih dalam suatu
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
(P3B), yaitu berdasarkan UN Model atau
OECD Model. Dalam UN Model merupakan cara penghindaran pajak berganda
secara yuridis (juridical double taxation),
sedangkan OECD Model yaitu model
yang sedikit berbeda dari UN Model.
OECD Model juga memberikan alternatif, yaitu metode exemption atau credit
method. Berdasarkan Ayat 1 Pasal 23 A
dari OECD sama dengan UN Model, sebab OECD merupakan model yang dipakai sebagai dasar dalam penyusunan
UN Model. Perbedaan antara OECD
Model dengan UN Model terdapat pada
Ayat 2, yaitu dlam OECD Model, Exemption tidak mencakup Pasal 12
(royalty). Hal ini sejalan dengan prinsip
OECD Model secara keseluruhan, yaitu
hak pemajakan atas royalty diberikan sepenuhnya kepada negara domisili. Dengan demikian tidak perlu lagi ada exemption atas royalty di negara domisili, sedangkan Ayat 3 dari OECD sama dengan
ayat 3 UN Model. OECD Model juga
memberikan alternatif kedua, yaitu credit
method yang rumusannya sedikit berbeda
dengan UN Model.
7. Kesimpulan dan Saran
1. Perkembangan ekonomi domestik
tidak dapat lepas dari perkembangan kondisi ekonomi global
dan regional. Keterkaitan antara
hubungan perdagangan, arus modal, dan investasi yang terjadi
saat ini merupakan beberapa faktor eksternal yang akan mempengaruhi kinerja ekonomi domestik. Berdasarkan hal tersebut,
perkembangan kondisi ekonomi
global dan regional perlu mendapat perhatian sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan ,
42
strategi pembangunan nasional.
Pemulihan ekonomi diperkirakan
akan berlanjut hingga tahun
2011. Membaiknya pertumbuhan
ekonomi dan daya beli yang berlangsung saat ini, serta masih
berlanjutnya stimulus ekonomi
akan mampu memberikan dorongan positif di sisi permintaan.
Selanjutnya, aktivitas perdagangan antar negara juga akan terus
meningkat, yang akan memberikan dorongan tambahan bagi pertumbuhan ekonomi di antara negara-negara yang bermitra dagang. Di sisi lain, perbaikan arus
likuiditas internasional serta peningkatan kepercayaan masyarakat dan dunia usaha turut menciptakan iklim ekonomi yang lebih kondusif. Apabila dibandingkan dengan pertumbuhannya
pada tahun sebelumnya, perekonomian negara-negara maju di
kawasan Eropa pada tahun 2011
diperkirakan akan tumbuh lebih
tinggi.
2. Perkembangan positif kinerja
ekonomi global maupun domestik
sebagaimana diuraikan diatasperlu dijadikan momentum untuk
melangkah lebih optimis lagi di
tahun 2011. Pertumbuhan ekonomi tahun 2011 diharapkan
mampu berakselerasi pada tingkat
yang lebih tinggi dari pencapaian
selama ini. Selain itu, pertumbuhan ekonomi tahun 2011 juga diharapkan akan lebih berkualitas,
dalam arti: (a) mampu membuka
lapangan kerja sehingga bisa
menurunkan angka pengangguran
dan kemiskinan; (b) bersifat
inklusif dan berdimensi pemerataan; serta (c) strukturnya ditopang secara proporsional oleh
berbagai sektor pendukungnya.
Kondisi politik,
3.
sosial, ekonomi, serta pertahanan
dan keamanan tahun 2010, dan
prospeknya di tahun 2011 sebagaimana diuraikan di atas, menjadi pertimbangan utama dalam
penyusunan Rencana Kerja Pemerintah 2011, yang selanjutnya
menjadi acuan dalam penyusunan APBN 2011, dalam rangka
mendukung pencapaian sasaran
pembangunan yang ditetapkan
dalam RPJMN 2010-2014.
Prospek pertumbuhan ekonomi
Malaysia ke depan tetap kuat namun dibayangi oleh risiko kenaikan harga. Konsumsi swasta
diperkirakan masih menjadi motor pertumbuhan di tengah perm i n t a a n e k s t e r n a l ya n g
cenderung melemah. Permintaan
ekspor dari mitra dagang utama
terutama China cenderung menurun akibat kebijakan moneter
ketat yang dilakukan oleh China.
Sementara, aktivitas ekonomi
yang cenderung meningkat dan
optimisme pelaku (sentimen bisnis dan tingkat keyakinan konsumen) yang tetap membaik
diperkirakan mampu mendorong
penyerapan tenaga kerja terutama di sektor manufaktur. Sementara, usaha pemerintah untuk
mendorong investasi swasta terutama dalam bentuk pemberian
fasilitas bagi investor asing telah
mendorong naiknya ranking ease
-of- doing-business yang dilakukan sejak awal tahun 2010. Kebijakan tersebut diperkirakan dapat
mendorong kenaikan investasi
walaupun terdapat koreksi seasonal sejalan dengan melemahnya sektor eksternal yang turut
menahan peningkatan investasi.
Berdasarkan kondisi tersebut,
ekonomi diperkirakan tetap
ekspansif dan tumbuh 7% yoy
4.
5.
dan 5% yoy (2011).
Singapura memiliki ekonomi
pasar yang sangat maju, yang
secara historis berputar di sekitar
perdagangan entrepôt. Bersama
Hong Kong, Korea Selatan dan
Taiwan, Singapura adalah satu
dari Empat Macan Asia. Ekonominya sangat bergantung pada
ekspor dan pengolahan barang
impor, khususnya di bidang
manufaktur yang mewakili 26%
PDB Singapura tahun 2005 dan
meliputi sektor elektronik, pengolahan minyak Bumi, bahan
kimia, teknik mekanik dan ilmu
biomedis. Tahun 2006, Singapura memproduksi sekitar
10% keluaran wafer dunia. Singapura memiliki salah satu pelabuhan tersibuk di dunia dan merupakan pusat pertukaran mata
uang asing terbesar keempat di
dunia setelah London, New York
dan Tokyo. Bank Dunia menempatkan Singapura pada peringkat
hub logistik teratas dunia.
Ekonomi Singapura termasuk di
antara sepuluh negara paling terbuka, kompetitif dan inovatif di
dunia. Dianggap sebagai negara
paling ramah bisnis di dunia, Ratusan ribu ekspatriat asing bekerja
di Singapura di berbagai perusahaan multinasional. Terdapat juga
ratusan ribu pekerja manual asing. Sebagai akibat dari resesi
global dan kemerosotan pada sektor teknologi, PDB negara ini
berkurang hingga 2.2% pada
2001. Economic Review Committee (ERC) didirikan bulan Desember 2001 dan menyarankan
beberapa perubahan kebijakan
dengan tujuan merevitalisasi perusahaan. Sejak itu, Singapura
pulih dari resesi, terutama karena
banyaknya perbaikan dalam
43
ekonomi dunia; ekonomi negara
ini tumbuh 8,3% pada 2004 dan
6,4% pada 2005 and 7.9% in
2006.
6. Kondisi Perekonomian Indonesia
saat ini relatif lebih baik dibandingkan sebagian negara-negara
lain di dunia. Pulihnya perokonomian global dan semakin meningkatnya kepastian politik didalam
negeri sangat mendukung laju
pertumbuhan perokonomian Indonesia. Pada tahun 2010 pemerintah dan Bank Indonesia mengikuti berbagai langkah yang dilakukan negara-negara lain, antara
lain dengan mengurangi program
program-program stimulus fiskal
serta melakukan penataan perbankan dan lembaga keuangan
guna menjaga stabilitas sistem
keuangan. Perkembangan perekonomian Indonesia Tahun 2009 –
2010 dilihat dari aspek pertumbuhan ekonomi, investasi, eksporimpor, inflasi, tingkat suku bunga
dan nilai tukar menunjukkan kecenderungan positif. Pada tahun
2009 perekonomian Indonesia
tumbuh 4,5%, meskipun relatif
lebih rendah dibandingkan dengan
rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia beberapa periode
sebelumnya, kinerja ekonomi Indonesian pada tahun 2009 termasuk bagus. Pemerintah dalam hal
ini telah bertindak tepat dengan
mengeluarkan kebijakan stimulus
fiskal guna mendorong pertumbuhan ekonomi.
7. Dengan jumlah Produk Domestik
Bruto (PDB) yang hampir mencapai US$550 milyar di tahun 2009,
Indonesia adalah perekonomian
dengan laju pertumbuhan tercepat
nomor tiga di Asia dan perekonomian terbesar di seluruh Asia
Tenggara. Sebagai negara yang
44
tidak terkena dampak krisis
keuangan global separah negara
tetangganya, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai angka
4,5% di tahun 2009 . Angka ini
diperkirakan akan meningkat
hingga 5,6% di tahun 2010 dan
6% di tahun 2011, sehingga Indonesia seringkali disandingkan dengan negara-negara BRIC (Brazil,
Rusia, India dan Cina). Menurut
laporan Standard Chartered, pertumbuhan perekonomian Indonesia di masa depan diharapkan lebih inklusif, mengingat PDB
nominal per-kapita diperkirakan
menjadi berlipat empat di tahun
2020. Sebagian besar keberhasilan
ekonomi Indonesia adalah berkat
pengelolaan fiskal atau keuangan
negara yang baik, dengan fokus
pada penurunan beban hutang.
Rasio hutang Indonesia terhadap
PDB menurun terus dari 83% di
tahun 2001 hingga 29% pada
akhir tahun 2009; ini merupakan
angka terendah di antara negara
ASEAN, kecuali Singapura yang
tidak memiliki hutang pemerintah.
Menurut Standard & Poor’s,
Indonesia menduduki peringkat
pertama untuk pengelolaan neraca
fiskal terbaik di antara negaranegara di wilayah Asia-Pasifik.
8. Dengan jumlah 240 juta penduduk,
Indonesia menawarkan pasar domestik yang luas, dengan lebih
dari 50% dari penduduk Indonesia
tinggal di daerah perkotaan dan
telah mengadopsi gaya hidup
modern. Kelas menengah yang
sejahtera dan kian bertumbuh
menunjang pertumbuhan ekonomi
dimana lebih dari 50% PDB Indonesia berasal dari konsumsi
masyarakat. Statistik ini telah
memberi keuntungan bagi banyak
industri, termasuk diantaranya
sektor perdagangan ritel, barang
konsumen, pengolahan makanan,
dan industri otomotif. Indonesia
terletak di persimpangan Samudra
Pasifik, Selat Malaka, dan
Samudra Hindia. Lebih dari separuh pelayaran internasional melewati perairan Indonesia. Peran
Indonesia dalam urusan global
semakin dominan. Indonesia
adalah satu-satunya negara Asia
Tenggara yang menjadi anggota G
-20, kelompok global terkini untuk kebijakan ekonomi antar negara. Standard Chartered memprediksi bahwa Indonesia akan
masuk di kelompok G-7 di tahun
2040 dengan syarat tercapainya
potensi pertumbuhannya di tahun
2012, dan ekonominya akan
melampaui Korea Selatan di tahun
2016 dan Jepang di tahun 2024.
9. Transfer pricing merupakan masalah perpajakan yang sudah menjadi issue klasik baik pertukaran
informasi (multilateral exchange
of information), termasuk disseminasi tentang Advance Pricing
Agreement sehingga menarik
minat Wajib Pajak Luar Negeri di
tingkat nasional maupun internasional. Praktik transfer pricing
semakin komplek dan sulit dideteksi sehingga hal tersebut telah
menjadi kepentingan otoritas perpajakan di banyak negara karena
dampaknya yang ditimbulkan
akan berpengaruh terhadap penerimaan sektor perpajakan maupun
keadilan di bidang perpajakan.
Fasilitas infrastruktur keuangan
yang sophisticated, kerahasiaan
informasi (secrecy of information)
dan subsidi pajak (tax subsidy)
yang disediakan oleh negaranegara yang tergolong tax haven
countries, kemajuan teknologi informasi dan bervariasinya produk-
produk keuangan (misalnya offshore loans, bonds, and derivative
transactions), merupakan beberapa
indikator yang mendorong semakin maraknya praktik crss border transfer pricing. Untuk itu,
perlu perkuatan kerjasama internasional khususnya antara negaranegara ASEAN termasuk antara
Indonesia danMalaysia mengambil inisiatif dan mewujudkan kerjasama internasional khususnya di
bidang pertukaran informasi
(multilateral exchange of information), termasuk disseminasi tentang Advance Pricing Agreement
sehingga menarik minat Wajib
Pajak Luar Negeri.
Daftar Bacaan
Bank Indonesia, 2011. Perkembangan
Ekonomi Keuangan dan Kerjasama
Internasional Triwulan IV – 2010.
Jakarta.
Hutagaol, John, 2007.Perpajakan: Isu-Isu
Kontemporer,Graha Ilmu, Jakarta.
Ministry of Foreign Affairs, Malaysia,
2009. Strategic Plan 2009- 2015,
Putrajaya, Malaysia.
Rahayu, Ning, 2008. Praktik Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) Pada
Foreign Direct Investment Yang
Berbentuk Subsidiary Company
(PT PMA) Di Indonesia (Suatu Kajian Terhadap Kebijakan Anti Tax
Avoidance, Disertasi Universitas
Indonesia Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Departemen Ilmu Administrasi Program Pasca Sarjana,
Jakarta.
Republik Indonesia, 2009. Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara 2010. Jakarta
_________________, 2010. Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran
45
Pendapatan dan Belanja Negara
2011. Jakarta.
Spitz, Barry, 1983. International Tax
Planning, London, UK.
Tselichtchew, Ivan and Philippe Debroux, 2009. Asia’s Turning Point :
An Introduction to Asia’s Dynamic
Economies at the Dawn of the New
Century. John Wiley & Sons (Asia)
Pte, Ltd, Singapore.
World Trade Organization, 2006. World
Trade Report, New York, USA.
www.bkpm.go.id, 04 Mei, 2011, jam
11:45.
46
Download