Ringkasan : Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. 66/PB/2005 tentang Mekanisme Pembayaran Atas Beban APBN I. Pendahuluan 1. Latar Belakang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN harus dilaksanakan dengan efektif, efisien, tertib, transparan dan bertanggung jawab sesuai ketentuan perundangundangan yang berlaku. Salah satu tugas pokok dan fungsi Direktur Jenderal Perbendaharaan adalah menyusun kebijakan dibidang pelaksanaan anggaran dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan memiliki kewenangan untuk menetapkan pedoman tentang mekanisme pelaksanaan pembayaran atas beban APBN. Guna dapat mewujudkan kesamaan pemahaman dan keterpaduan langkah bagi seluruh Kementerian Negara/Lembaga perlu ditetapkan kembali Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban APBN. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No. 66/PB/2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran Atas Beban APBN ini dimaksudkan untuk mengganti Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No. PER02/PB/2005 tanggal 9 Mei 2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran Atas Beban APBN dan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No. PER-24/PB/2005 tanggal 1 September 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. PER-02/PB/2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran Atas Beban APBN. 2. Peraturan Terkait a. UU No. 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajan (PNBP) b. UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. c. UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara d. UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara e. PP. No. 22 tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran PNBP 1 f. PP. No. 73 tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan PNBP yang bersumber dari kegiatan tertentu g. PP. No.1 tahun 2004 tentang Tata Cara Penyampaian Rencana dan Laporan Realisasi PNBP h. PP. No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) i. PP. No. 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) j. PP. No. 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum k. Keppres No. 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN sebagaimana telah diubah dengan Keppres No. 72 tahun 2004 l. Keppres No. 80 tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah jo Keppres No. 61 tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan non Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. m. Permen Keuangan No. 9b/PMK.06/2005 tentang Petunjuk Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Revisi DIPA n. Permen Keuangan No. 134/PMK.06/2005 tanggal 27 Desember 2005 tentang Pedoman Pembiayaan Dalam Pelaksanaan APBN o. Permen Keuangan No. 13/PMK.06/2005 tentang Bagan Perkiraan Standar p. Surat Edaran Menteri PU No. 05/SE/M/2006 perihal Mekanisme Pembayaran Dalam Pelaksanaan APBN dilingkungan Departemen PU II. Pokok-pokok Isi A. Umum B. Pejabat Pengguna Anggaran C. D. E. F. G. H. Cara Pembayaran Dalam Pelaksanaan APBN Penerbitan SDP Penerbitan SPM Penerbitan SP2D Pelaporan Realisasi Keuangan Lain-lain III. Ringkasan A. Umum 1. Jumlah dana yang dimuat dalam anggaran belanja negara merupakan batas tertinggi untuk setiap pengeluaran. 2 2. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara secara giral. 3. Pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN oleh KPPN dilakukan berdasarkan Surat Perintah Membayar (SPM) yang diterbitkan oleh PA/Kuasa PA. 4. Pembayaran dilakukan dengan Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) oleh KPPN selaku kuasas. 5. Penerbitan SPM oleh PA/Kuasa PA didasarkan alokasi dana tersedia dalam DIPA. 6. Pada dasarnya pembayaran tagihan atas beban APBN dilakukan secara langsung (LS) melalui penerbitan SPM-LS. 7. Pembayaran melalui Uang Persediaan (UP) hanya untuk keperluan tertentu yang tidak dapat dan/atau tidak dimungkinkan pembayaran langsung. 8. Pembayaran melalui UP oleh Bendahara Pengeluaran tidak boleh melebihi Rp. 10 juta kepada satu rekanan. 9. Bukti asli pembayaran yang dilampirkan dalam Surat Permintaan Pembayaran (SPP) merupakan bukti pengeluaran dalam pelaksanaan APBN. 10. Bukti pembayaran asli merupakan arsip dan disimpan oleh PA/Kuasa PA e.q. Pejabat penandatanganan SPM. 11. Pejabat yang menandatangai/mengesahkan dokumen berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBN bertanggung jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan Surat Bukti tersebut. 12. Bendahara Pengeluaran menandatangani setiap dan lunas bayar kwintansi pembayaran melalui Uang Persediaan (UP) 13. Pejabat Pembuat Komitmen a.n. Kuasa PA menandatangani kwitansi pembayaran langsung (LS) B. Pejabat Pengguna Anggaran 1. Penunjukkan Kuasa Pengguna Anggaran (Kuasa PA) Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran (PA) setiap awal tahun menunjuk Pejabat Kuasa PA untuk Satuan Kerja/Satuan Kerja Sementara (Satker/SKS) dilingkungan PA bersangkutan dengan surat keputusan. 3 2. Pendelegasian kewenangan PA kepada Kuasa PA Menteri/Pimpinan Lembaga dapat mendelegasikan kewenangan kepada Kuasa PA untuk menunjuk a. Pejabat Pembuat Komitmen b. Pejabat Penguji dan Penandatangan SPM c. Bendahara Pengeluaran 3. Pendelegasian kewenangan PA kepada Gubernur, Menteri/Pimpinan Lembaga selaku PA mendelegasikan kewenangan kepada Gubernur sebagai pelaksanaan dekonsentrasi untuk menunjuk a. Pejabat Kuasa PA b. Pejabat Pembuat Komitmen c. Pejabat Penguji dan Penandatangan SPM d. Bendahara Pengeluaran 4. Pendelegasian wewenang PA kepada Gubernur/Bupati/Walikota/ Kepala Desa. Menteri/Pimpinan Lembaga selaku PA mendelegasikan kewenangan kepada Gubernur/Bupati/Walikota/Kepala Desa yang ditunjuk sebagai pelaksana tugas pembantuan untuk menunjuk : a. Kuasa PA b. Pejabat Pembuat Komitmen c. Pejabat Penguji dan Penandatanganan SPM d. Bendahara Pengeluaran 5. Larangan Perangkapan Jabatan a. Kuasa PA tidak boleh merangkap sebagai Bendahara Pengeluaran. b. Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Penguji dan Penandatanganan SPM dan Bendahara Pengeluaran tidak boleh saling merangkap 6. Perangkapan jabatan yang diijinkan Kuasa PA dapat merangkap sebagai : a. Pejabat Pembuat Komitmen, atau b. Pejabat Penguji dan Penandatanganan SPM 7. Tembusan Surat Keputusan Para Pejabat Satker/SKS disampaikan kepada Kepala KPPN selaku Kuasa Bendahara Negara (Kuasa BUN) 4 C. Cara Pembayaran Dalam Pelaksanaan APBN 1. Cara pembayaran dalam pelaksanaan APBN a. Pembayaran Langsung (LS) b. Pembayaran Melalui Uang Persediaan (UP) 2. Pembayaran Langsung (LS) a. Pengertian LS Pembayaran Langsung adalah pelaksanaan pembayaran yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) kepada pihak yang berhak/rekanan berdasarkan SPM-LS yang diterbitkan oleh PA/Kuasa PA atas nama pihak yang berhak sesuai bukti pengeluaran yang sah. b. Penggunaan LS 1) Pada dasarnya pembayaran tagihan atas beban APBN dilakukan secara langsung melalui penerbitan SPM-LS 2) Pembayaran melalui Uang Persediaan (UP) hanya untuk keperluan tertentu yang tidak dapat dan/atau tidak dimungkinkan dengan Pembayaran Langsugn (LS) 3) Penggunaan LS (a) Belanja Pegawai : gaji/lembur/honor/vakasi (b) Belanja Non Pegawai. Pengadaan barang/jasa diatas Rp. 10 juta Biaya langganan daya dan jasa (listrik, telepon, air) Pengadaan tanah, bila tidak dimungkinkan dengan LS dapat dilakukan dengan UP/TUP 3. Pembayaran Melalui Uang Persediaan (UP) a. Pengertian 1) Pembayaran melalui UP adalah pembayaran yang dilakukan oleh Bendahara melalui UP yang dikelolanya, yang selanjutnya bendahara dapat meminta penggantian UP yang telah dipergunakannya melalui mekanisme penerbitan SPM-GUP (Ganti Uang Persediaan). 2) Uang Persediaan (UP) Uang Persediaan (UP) adalah uang muka kerja dengan jumlah tertentu yang bersifat daur ulang (revolving) yang diberikan kepada bendahara pengeluaran hanya untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari, perkantoran yang tidak dapat 5 dilakukan dengan pembayaran langsung. Pembayaran UP selain untuk kegiatan operasional kantor dapat dilakukan setelah memperoleh persetujuan Dirjen Perbendaharaan. b. Penggunaan Up 1) Pengeluaran Belanja Barang pada klasifikasi 5211, 5212, 5231, 5241 dan 5811 2) Pengecualian diberikan dengan persetujuan Dirjen Perbendaharaan/Kanwil Dirjen Perbendaharaan 3) Besaran UP UP diberikan setinggi-tingginya (a) Pagu s/d Rp. 900 juta ½ dari pagu DIPA, menurut klasifikasi belanja yang diajukan diberikan UP Maksimal UP = RP. 50 juta (b) Pagu diatas Rp. 900 juta s/d 2,4 milyar 1/18 dari pagu DIPA menurut klasifikasi belanja yang diizinkan diberikan UP Maksimal UP = Rp. 100 juta (c) Pagu diatas Rp. 2,4 milyar 1/24 dari pagu DIPA, menurut klasifikasi belanja yang diizinkan diberikan UP Maksimal UP = Rp. 200 juta 4) Perubahan besaran UP Perubahan besaran UP diluar ketentuan ditetapkan oleh Dirjen Perbendaharaan 5) Penggantian/Pengisian kembali UP (a) Pengisian kembali UP oleh Bendahara Pengeluaran setelah UP digunakan (revolving) sepanjang masih tersedia dananya dalam DIPA (b) Bila dana UP yang telah digunakan sekurang-kurangnya 75% dari dana UP tersedia (c) Penggantian UP Diajukan ke KPPN denganSPM-GUP (Ganti Uang Persediaan) Dilampiri : Surat Pernyataan Tanggung jawab Belanja (SPTB) Foto copy Surat Setoran Pajak (SSP) yang dilegalisir kuasa PA 6 6) Batas maksimum pembayaran UP Maksimum Rp. 10 juta kepada satu rekanan kecuali untuk pembayaran honor. Pengecualian atas ketentuan ini ditetapkan oleh Dirjen Perbendaharaan. 7) Tanggung jawab UP Penggunaan UP menjadi tanggung jawab bendahara 8) Sisa UP Sisa UP akhir tahun disetor ke Rekening Kas Negara paling lambat 31 Desember 9) Tambahan Uang Persediaan (TUP) (a) Bilamana UP yang digunakan belum mencapai 75% tetapi Satker/SKS memerlukan dana yang melebihi sisa dana yang tersedia, Satker/SKS dapat mengajukan TUP) (b) Pemberian TUP Kepala KPPN meberikan TUP s/d Rp. 200 juta untuk klasifikasi belanja yang diperbolehkan diberikan UP TUP diatas Rp. 200 juta harus mendapat dispensasi dari Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan. 10) Syarat Pengajuan TUP (a) kebutuhan sangat mendesak/tidak dapat ditunda. (b) digunakan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal SP2D (c) sisa dana TUP tidak habis digunakan dalam 1 (satu) bulan disetor ke Rekening Kas Negara (d) bila sisa dana tidak disetor Satker tidak diberi TUP sepanjang sisa tahun anggaran (e) pengecualian diputuskan oleh kepala Perbendaharaan atas usul Kepala KPPN Kanwil Ditjen D. Pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) SPP untuk penerbitan SPP dilengkapi dengan : 1. SPP UP (Uang Persediaan) Surat Pernyataan dari Kuasa PA yang menyatakan bahwa UP tersebut tidak untuk membiayai pengeluaran yang menurut ketentuan harus dengan LS 2. SPP-TUP (Tambahan Uang Persediaan) a. Rincian rencana penggunaan TUP dari Kuasa PA 7 b. Surat Pernyataan dari Kuasa PA bahwa 1) TUP akan digunakan untuk keperluan mendesak dan akan habis dipakai dalam satu bulan terhitung tanggal SP2D 2) Sisa TUP disetor ke Rekening Kas Negara 3) Tidak untuk membiayai pengeluaran yang seharusnya dengan LS c. Rekening Koran yang menunjukkan saldo akhir 3. SPP-GUP (Ganti Uang Persediaan) a. Kwitansi/tanda bukti pembayaran b. SPTB c. Surat Setoran Pajak (SSP) yang dilegalisir kuasa PA 4. SPP-Pengadaan Tanah a. SPP-LS (Langsung) 1) Persetujuan Panitia Pengadaan Tanah untuk tanah dengan luas lebih dari 1 (satu) hektar di kabupaten/kota 2) Fotocopy bukti kepemilikan tanah 3) Kwintansi 4) SPPT PBB tahun transaksi 5) Pernyataan dari penjual bahwa tanah tidak dalam sengketa dan agunan. 6) Surat persetujuan harga 7) Pelepasan/penyerahan hak atas tanah/akte jual beli dihadapan PPAT 8) SSP PPh final atas pelepasan hak 9) Surat pelepasan hak adat (bila diperlukan) b. SPP-UP/TUP 1) Daftar normatif pemilik tanah yang ditandatangani Kuasa PA, untuk tanah dengan luas kurang dari 1 (satu) hektar. 2) Daftar normatif pemilik tanah dan besaran harga yang ditandatangani Kuasa PA untuk pengadaan tanah kurang dari 1 (satu) hektar dengan bantuan panitia pengadaan tanah di kabupaten/kota setempat. 3) Ijin dispensasi dari Kantor Pusat/Kanwil Ditjen PB untuk pengadaan tanah dengan SPP-TUP 5. SPP-LS untuk gaji/lembur/honor/vakasi a. Pembayaran gaji : 8 1) Daftar gaji 2) Surat Keputusan (SK) 3) Kelengkapan lain b. Pembayaran lembur : 1) Daftar lembur 2) Surat Perintah Kerja Lembur 3) Daftar kondisi kerja dan daftar hadir lembur 4) SSP PPh Pasal 21 c. Honor/Vakasi 1) Surat keputusan 2) Daftar pembayaran 3) SSP PPh Pasal 21 6. SPP-LS Non Belanja Pegawai a. Pengadaan barang/jasa 1) Kontrak/SPK 2) Surat Pernyataan Kuasa PA tentang penetapan rekanan 3) BA Penyelesaian Pekerjaan 4) BA Serah Terima Pekerjaan 5) BA Pembayaran 6) Kwitansi 7) Faktur Pajak dan SSP 8) Jaminan Bank 9) Dokumen lain yang dipersyaratkan untuk kontak PH 10) Ringkasan kontrak b. Pembayaran Biaya Langganan Daya dan Jasa (listrik, telepon, air) 1) Bukti tagihan daya dan jasa 2) No. Rekening Pihak Ketiga (PT. PLN, PT. Telkom, DPAM) c. Pembayaran Belanja Perjalanan Dinas 1) Daftar nominatif pejabat yang akan melakukan perjalanan dinas E. Penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM) 1. Prosedur penerbitan SPM a. Penerimaan SPP dari pejabat komitmen (PK) oleh pejabat penguji SPP b. Pengujian SPP oleh pejabat penguji SPP atas : 1) kelengkapan dokumen pendukung 2) ketersediaan pagu anggaran DIPA 9 3) kesesuaian rencana kerja dan kelayakan hasil kerja yang dicapai dengan indikator kinerja 4) kebenaran hak tagih 5) pencapaian tujuan/sasaran kegiatan sesuai indikator keluaran dalam DIPA/spesifikasi teknis dalam kontrak c. Penerbitan SPP oleh Pejabat Penguji dan Penandatanganan SPM 2. SPM-UP/TUP a. SPM-UP dibebankan pada diak transito 1) Rupiah murni 2) PHLN 3) PNBP : 0000.0000.825111 : 9999.9999.825112 : 0000.0000.825113 F. Penerbitan SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana) 1. Prosedur Penerbitan SP2D a. Penyampaian SPM beserta dokumen pendukung dilengkapi Arsip Data Komputer (ADK) dari PA/Kuasa PA ke KPPN b. Petugas PPN memeriksa kelengkapan SPM, mengisi check-list kelengkapan SPM c. Pengujian (substantif dan formal) oleh KPPN terhadap SPA d. Penerbitan SP2D bilamana SPM yang diajukan memenuhi syarat yang ditentukan e. Pengembalian SPM bilamana tidak memenuhi syarat untuk diterbitkan SP2D 2. Pengembalian SPM tidak memenuhi syarat a. SPM bilanya Pegawai Non Gaji Induk dikembalikan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah SPM diterbitkan. b. SPM-UP/TUP/GUP/LS dikembalikan paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah SPM diterima. G. Pelaporan Realisasi Keuangan 1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca dan Arsip Data Komputer (ADK) dibuat oleh kepala kantor/satker selaku Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA) yang disampaikan kepada Menteri/ Pimpinan Lembaga secara berjenjang melalui Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Tingkat Wilayah (UAPPAW) dan KPPN. 10 2. Laporan Kas Posisi (LKP) harian dan mingguan Dibuat oleh kepala KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara yang disampaikan ke Dirjen Perbendaharaan u.p Direktur Pengelolaan Kas Negara dengan tembusan kepada Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan. 3. Laporan Bulanan Realisasi Anggaran Arus Kas dan Neraca Dibuat oleh Kepala KPPN selaku kuasa BUN disampaikan ke Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan diteruskan ke Direktur Informasi dan Akuntansi. 4. Laporan Realisasi APBN lainnya sepanjang belum dicabut dan masih diperlukan tetap dilaksanakan. H. Lain-Lain 1. Bendahara Pengeluaran wajib membuat pembukuan seluruh transaksi keuangan yang dilaksanakan para satker. 2. Pembayaran kegiatan yang dananya berasal dari PHW dilaksanakan sesuai peraturan Dirjen Perbendaharaan yang berlaku dalam pelaksanaan PHW 3. Dengan berlakunya Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. 66/PB/2005 ini, Peraturan Dirjen Perbendaharaan tanggal 9 Mei 2005 No. PER.02/PB/2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembiayaan Atas Beban APBN dan Peraturan Dirjen Perbendaharaan tanggal 1 September 2005 No. PER-24/PB/2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. PER-02/PB/2005 serta semua peraturan yang mengatur mekanisme pembayaran dalam pelaksanaan APBN yang ditetapkan Dirjen Perbendaharaan yang tidak sesuai dinyatakan tidak berlaku. 11