PENGERTIAN PENYULUHAN Istilah “penyuluhan” (extension) pertama-tama digunakan pada pertengahan abad ke-19 untuk menggambarkan program pendidikan bagi orang dewasa di Negara Inggris (Cambridge University dan Oxford University); program ini membantu mengembangkan atau memperluas cakupan kerja universitas baik di luar kampus dan masyarakat sekitar. Pada adad ke-20, istilah ini kemudian digunakan di Amerika Serikat, sedangkan Inggris telah digantikan dengan istilah "advisory service". Pada saat itu, di Amerika Serikat yang berperan menjadi penyuluh adalah tenaga di perguruan tinggi yang bertugas untuk mengembangkan dan menyampaikan program bidang pendidikan untuk membantu orang-orang di berbagai bidang seperti ekonomi, pembangunan manusia, kepemimpinan, issue keluarga, pertanian, dan lingkungan. Di Indonesia sendiri istilah “penyuluhan” tersebut telah diawali pada tahun 1876, dengan diberikannya mandat Kebun Raya Bogor untuk melaksanakan tiga fungsi yaitu penelitian, pendidikan, dan penyuluhan pertanian. Di samping membangun kebun percobaan dengan fungsi penelitian, maka Kebun Raya Bogor juga membangun kebun-kebun percontohan dan sekolah pertanian sebagai bagian dari fungsi pendidikan dan penyuluhan pertanian. Beberapa istilah yang hampir mirip dengan konsep penyuluhan dipergunakan di beberapa negara, seperti: 1. Arab : Al-Ershad (“bimbingan) 2. Belanda : Voorlichting (“menerangi jalur”) 3. Jerman : Beratung (“menasehati’) 4. Perancis : Vulgarisation (“penjelasan/pemberitahuan apa adanya”) 5. Spanish : Capacitacion (“pelatihan dalam membangun karakter”) 6. Thailand, Laos : Song-Suem (“promosi”) 7. Persia : Tarvij & Gostaresh (“melakukan promosi dan menyebarluaskan”) Menurut Mardikanto (2005), berbagai pemahaman yang terjadi di masyarakat dalam mengartikan penyuluhan, hanya sebatas kegiatan penyampaian informasi, perkunjungan, sosialisasi, tetapi dalam perspektif ilmu penyuluhan memiliki makna yang tidak sesederhana itu. Sebagai proses, maka kegiatan penyuluhan mencakup kegiatan edukasi, diseminasi/penyebarluasan informasi, fasilitasi, konsultasi, supervisi, serta monitoring dan evaluasi. Sedangkan tujuan penyuluhan juga tidak sekedar penyampaian informasi, melainkan sampai dengan terjadinya perubahan perilaku penerimanya. Perubahan tersebut tidak dilakukan melalui pemaksaan, melainkan proses belajar mengajar (Mardikanto, 2005). Menurut Undang-undang tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Nomor 16 Tahun 2006, pengertian penyuluhan dijelaskan pada Bab I Pasal 1 (1): “Penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan yang selanjutnya disebut penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi, pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup”. Dalam Marzuki (2008), pengertian penyuluhan adalah proses pendidikan dengan sistem pendidikan non formal untuk mengubah perilaku orang dewasa agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang lebih baik, sehingga sasaran dapat memilih dan mengambil keputusan dari berbagai alternatif pengetahuan yang ada dan untuk menyelesaikan permasalahan dalam upaya meningkatkan kesejahteraannya. Dari pengertian ini konsep-konsep penting yang terkait dengan penyuluhan adalah: 1. Proses pendidikan (pendidikan non formal dan pendidikan orang dewasa); 2. Proses perubahan (menuju perilaku yang baik, sesuai yang diiinginkan); 3. Proses pemberdayaan (memiliki pengetahuan dan kemampuan yang baru). Dalam Sinar Tani (2010), maka penyuluhan (pertanian) adalah suatu sistem aktivitas manusia (human activities system) berupa proses pembelajaran secara nonformal dan kolaboratif (collaborative learning process) untuk petani dan keluarganya, sehingga mereka mengalami perubahan (progresif change), pola pikir (cognitif), pola sikap (afektif), dan pola tindak/kerja (psikomotor), mereka menjadi tahu, mau, dan mampu meningkatkan taraf hidup keluarga dan masyarakat sekitarnya. Dari pengertian itu penyuluhan harus dilihat sebagai suatu proses pembelajaran yang khas, lumintu, dan berorientasi jangka panjang, tidak disekat oleh kepentingan pembangunan tertentu. Dalam perkembangannya penyuluhan telah diartikan dengan berbagai pemahaman, yaitu (Mardikanto, 2005), sebagai berikut: (1) Penyuluhan sebagai penyebarluasan informasi/inovasi; (2) Penyuluhan sebagai proses penerangan; (3) Penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku; (4) Penyuluhan sebagai proses pendidikan; (5) Penyuluhan sebagai proses rekayasa sosial; (6) Penyuluhan sebagai proses pemasaran sosial; (7) Penyuluhan sebagai proses perubahan sosial; (8) Penyuluhan sebagai proses pemberdayaan masyarakat (9) Penyuluhan sebagai proses komunikasi pembangunan. Selain itu, penyuluhan juga berperan sebagai proses penguatan kapasitas (capacity building). 1. Penyuluhan sebagai penyebarluasan informasi/inovasi Teknologi canggih yang memiliki sifat produktif dan inovatif, pada dasarnya teknologi “baru” yang selalu berubah dan berkembang. Di lain pihak, masyarakat sasaran yang menggunakan pada umumnya berada “jauh” dari jangkauan penemu teknologi “baru tersebut”. Oleh sebab itu, agar teknologi tersebut dapat dimanfaatkan masyarakat penggunanya, maka diperlukan strategi khusus untuk mengkomunikasikannya/ menyebarluaskannya (Mardikanto, 1994). Sedangkan, informasi/inovasi disini berupa ide-ide, produk, gagasan-gagasan, metode, peralatan atau teknologi, baik yang didatangkan dari luar maupun inovasi yang dikembangkan melalui kajian, pengakuan atau pengembangan terhadap kebiasaan, nilai-nilai tradisi, kearifan lokal atau kearifan tradisional (Mardikanto, 2010). 2. Penyuluhan sebagai proses penerangan Menurut Ibrahim et al dalam Subejo (2010), menyatakan bahwa penyuluhan berasal dari kata “suluh” yang berarti “obor” atau “pelita” atau “yang memberi terang”. Dengan penyuluhan diharapkan terjadi peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap. Pengetahuan dikatakan meningkat bila terjadi perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dan yang sudah tahu menjadi lebih tahu. Keterampilan dikatakan meningkat bila terjadi perubahan dari yang tidak mampu menjadi mampu; melakukan suatu pekerjaan yang bermanfaat. Sikap dikatakan meningkat, bila terjadi perubahan dari yang tidak mau, menjadi mau memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang diciptakan. Menurut Subejo (2010) penyuluhan perlu dibedakan dengan “penerangan”. Penerangan “hanya” merupakan upaya penyampaian pesan (message) kepada masyarakat supaya mereka menjadi tahu dan sadar akan adanya sesuatu. Dalam prakteknya, “penerangan” dapat merupakan tahap awal penyuluhan, penyuluhan mempunyai tujuan lebih jauh yaitu: sampai dengan menimbulkan hasrat atau keinginan dari penerima pesan (sasaran) penyuluhan, yang dengan kesadarannya sendiri tanpa paksaan melakukan penilaian sehingga tumbuh keyakinan, kemudian mencoba dan selanjutnya menerapkan pesan atau informasi dan atau pengetahuan yang diterimanya (proses secara rinci akan dibahas pada bab tentang adopsi-inovasi). 3. Penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku Penyuluhan adalah proses perubahan perilaku di kalangan masyarakat agar mereka tahu, mau, dan mampu melakukan perubahan demi tercapainya peningkatan produksi, pendapatan/keuntungan dan perbaikan kesejahteraannya. 4. Penyuluhan sebagai proses pendidikan Penyuluhan dapat dipandang sebagai proses pendidikan (Mardikanto dalam Subejo, 2010) dengan ciriciri : a. Penyuluhan adalah sistem pendidikan non-formal (di luar sistem sekolah) yang: (i) terprogram, (ii) dapat dilakukan dimana saja, (iii) tidak terikat waktu, (iv) disesuaikan dengan kebutuhan sasaran, (v) pendidik dapat berasal dari peserta didik. b. Penyuluhan adalah sistem pendidikan orang dewasa, sehingga: (i) metode; (ii) pendidikan lebih banyak bersifat saling mengisi dan berbagi pengalaman/information and knowledge sharing, (iii) keberhasilan bukan tergantung dari jumlah materi namun seberapa jauh tercipta dialog, (iii) sasaran utamanya adalah orang dewasa (baik dewasa dalam arti biologis maupun psikologis). Menurut Mardikanto (2010), keberhasilan penyuluhan tidak diukur dari seberapa banyak ajaran yang disampaikan, tetapi seberapa jauh terjadinya proses belajar bersama yang dialogis, yang mampu menumbuhkan kesadaran (sikap), pengetahuan dan perilaku “baru” yang mampu mengubah perilaku kelompok sasarannya ke arah kegiatan dan kehidupan yang lebih menyejahterakan setiap individu, keluarga dan masyarakat. Jadi pendidikan dalam penyuluhan adalah proses belajar bersama. Proses belajar ini bukanlah proses menggurui, melainkan menumbukan semangat belajar bersama yang mandiri dan partisipatif. Sehingga keberhasilan penyuluhan bukan diukur dari seberapa jauh terjadi transfer pengetahuan, keterampilan dan perubahan perilaku, tetapi seberapa jauh terjadi dialog, diskusi, dan pertukaran pengalaman. 5. Penyuluhan sebagai proses rekayasa sosial Rekayasa sosial dalam hal ini memiliki pengertian segala upaya yang dilakukan untuk menyiapkan sumberdaya manusia agar mereka, mau dan mampu melaksanakan peran sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dalam sistem sistem sosialnya masing-masing, dengan tujuan yaitu terwujudnya proses perubahan sosial demi terciptanya kondisi sosial yang diinginkan oleh perekayasa. Rekayasa sosial lebih berkonotasi untuk membentuk (“to do to”) atau menjadikan masyarakat menjadi sesuatu yang baru sesuai yang dikehendaki oleh perekayasa. Pengambilan keputusan di tangan perekayasa (Mardikanto, 2010). 6. Penyuluhan sebagai proses pemasaran sosial Menurut Mardikanto (2010), pemasaran sosial memiliki pengertian menawarkan sesuatu (“to do for”); dimaksudkan untuk menawarkan diri sesuatu kepada masyarakat. Pengambilan keputusan di tangan masyarakat itu sendiri. Termasuk dalam pengertian penawaran di sini adalah penggunaan konsepkonsep pemasaran dalam upaya menumbuhkembangkan, menggerakkan dan mengembangkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan yang ditawarkan dan dilaksanakan oleh dan untuk masyarakat yang bersangkutan. 7. Penyuluhan sebagai proses perubahan sosial Menurut Mardikanto (2010), yang dimaksud dengan perubahan sosial adalah tidak saja perubahan (perilaku) yang berlangsung pada diri seseorang, tetapi juga perubahan-perubahan hubungan antar individu dalam masyarakat, termasuk struktur, nilai-nilai, dan pranata sosialnya, seperti: demokratisasi, transparansi, supremasi hukum, dan-lain. 8. Penyuluhan sebagai proses pemberdayaan masyarakat Pemberdayaan dalam hal ini (Tim Deleveri dalam Mardikanto, 2010) sebagai suatu proses yang bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya sendiri dengan menggunakan dan mengakses sumberdaya setempat sebaik mungkin. Proses tersebut menempatkan masyarakat sebagai pihak utama atau pusat pengembangan (people or community centered development). Untuk itu, warga masyarakat didorong untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki secara optimal serta terlibat secara utuh dalam mekanisme produksi, ekonomi, sosial dan ekologi (Mardikanto, 2010). 9. Penyuluhan sebagai proses komunikasi pembangunan Menurut Mardikanto (2010), komunikasi pembangunan adalah: a. Proses penyadaran masyarakat, tentang keberadaannya, dan pentingnya pemenuhan kebutuhan yang terus bertambah (ragam, jumlah dan mutunya) serta pentingnya pemecahan masalah-masalah yang sedang dan akan dihadapi, untuk memperbaiki mutu hidupnya; b. Proses penyampaian informasi kepada segenap warga masyarakat tentang adanya kegiatan pembangunan yang sedang dan akan diupayakan oleh pemerintah bersama-sama dengan atau oleh masyarakat; c. Proses penyadaran masyarakat tentang pentingnya kegiatan pembangunan bagi perbaikan mutu hidup mereka dan segenap warga masyarakat lainnya; d. Proses penyadaran untuk tumbuh, bergerak, berkembang dan terpeliharanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan yang sedang diupayakan oleh pemerintah bersama-sama dengan atau oleh masyarakat; e. Proses untuk mengajak dan mendidik warga masyarakat untuk siap melakukan perubahan-perubahan perilaku dan menerapkan teknologi/inovasi yang sudah terpilih, guna tercapainya perbaikan mutu hidup yang telah direncanakan/ditetapkan; f. Proses untuk terus-menerus mengembangkan semangat belajar dari segenap masyarakat, agar senantiasa memahami keadaannya, masalah-masalah yang dihadapi, dan upaya-upaya pemecahan masalah tersebut, agar mereka dapat terus-menerus memperbaiki mutu hidup. g. Proses pemeliharaan dan pengembangan partisipasi masyarakat secara berkelanjutan, demi terus berkembangnya kegiatan pembangunan untuk mencapai mutu hidup yang lebih baik lagi di masa-masa mendatang. Menurut Mardikanto (1994), penyuluh sebagai unsur komunikasi dan komunikasi adalah salah pengubah antara dalam proses pembangunan. Berlo dalam Mardikanto (1994) mengungkapkan unsurunsur komunikasi yang terdiri atas sumber, pesan, media, atau saluran, dan penerima. Sehubungan dengan keempat unsur komunikasi tersebut, penyuluh sebagai agen pembaharuan (change agent) memiliki fungsi ganda baik sebagai guru, penasehat dan organisator (Mosher dalam Mardikanto, 1994). Oleh sebab itu, efektivitas komunikasi sangat ditentukan oleh kualifikasi penyuluh. Untuk itu hal-hal yang dipertimbangkan (Lionberger dan Gwin, 1989): 1. Kemampuan penyuluh untuk berkomunikasi; 2. Tersedianya suatu sistem (sarana) penunjang yang memungkinkan penyuluh dan kliennya melakukan sesuatu yang ingin mereka lakukan; 3. Adanya kebijakan pemerintah yang memungkinkan para penyuluh dan kliennya melakukan apa yang mereka ingin lakukan dalam upaya memperoleh suatu manfaat atau imbalan tertentu (baik yang sifatnya ekonomis maupun sosial). 10. Penyuluhan sebagai proses penguatan kapasitas (capacity building) Menurut Mardikanto (2010), penguatan kapasitas di sini, adalah penguatan kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu (dalam masyarakat), kelembagaan, maupun sistem atau jejaring antar individu dan kelompok/ organisasi sosial, serta pihak lain di luar sistem masyarakatnya sampai di aras global. Penguatan kapasitas adalah proses peningkatan kemampuan individu, kelompok, organisasi dan kelembagaan yang lain untuk memahami dan melaksanakan pembangunan dalam arti luas secara berkelanjutan. Penguatan kapasitas untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat tersebut, mencakup penguatan kapasitas setiap individu (warga masyarakat), kapasitas kelembagaan (organisasi dan nilai-nilai perilaku), dan kapasitas jejaring (networking) dengan lembaga lain dan interaksi dengan sistem yang lebih luas. Sehingga dari berbagai pemahaman di atas, maka disimpulkan bahwa karena lingkup kegiatan penyuluhan mencakup banyak aspek kehidupan, baik ekonomi, politik, maupun sosial budaya, maka penyuluhan dapat diartikan sebagai: “proses perubahan sosial, ekonomi, dan politik untuk memberdayakan dan memperkuat kemampuan masyarakat melalui proses belajar bersama yang partisipatif, yang melibatkan semua stakeholders pembangunan, demi terwujudnya kehidupan yang semakin berdaya, mandiri, dan partisipatif yang semakin sejahtera dan berkelanjutan” (Mardikanto, 2005).