MODUL PERKULIAHAN Etika Periklanan Pemahaman Mengenai Etika Fakultas Program Studi Tatap Muka Ilmu Komunikasi Advertising & Marketing Communications 01 Kode MK Disusun Oleh Nindyta Aisyah, S.Ikom., M.Si Abstrak Kompetensi Modul ini dipergunakan dalam perkuliahan Etika Periklanan, pertemuan 1, semester ganjil 20132014. Pokok bahasan dalam Modul ini mencakup: Pengertian etika, jenis-jenis etika, kaitan etika dengan budaya dan hukum positif, serta dampak iklan terhadap etika dan budaya pada umumnya. Mahasiswa dapat memahami pengertian etika, jenis-jenis etika, kaitan etika dengan budaya dan hukum positif, serta dampak iklan terhadap etika dan budaya pada umumnya. Pemahaman Mengenai Etika Pengertian Etika 1. Secara sederhana, etika adalah suatu suatu cabang ilmu filsafat yang mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan moral. 2. Etika berisi prinsip-prinsip moralitas dasar yang akan mengarahkan perilaku manusia Jenis-jenis Etika 1. Meta ethics: Berkaitan dengan arti atas suatu penilaian etis sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Mempelajari dasar-dasar etika dan moralitas. Suatu jalan menuju konsepsi atas benar atau tidaknya suatu tindakan atau peristiwa. 2. Normative ethics: Etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup sebagai sesuatu yang bernilai. Contohnya etika-etika yang bersifat individual seperti kejujuran, disiplin diri, dan sebagainya. 3. Applied ethics: Suatu cabang filsafat yang berusaha menerapkan teori-teori mengenai etika pada kehidupan sehari-hari manusia. Contoh: Etika Bisnis, Etika Kedokteran, Etika Periklanan Applied ethics pada umumnya berupa etika profesi dan etika organisasi Dengan semakin kompleksnya masalah moralitas di dunia modern, tidaklah mudah menerapkan dikotomi (benar-salah) pada setiap masalah moral. Setiap masalah dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yang dapat menghasilkan pendapat/penilaian yang berbeda-beda. Contoh: Apakah etis/bermoral seorang ibu menggugurkan kandungannya? Apakah etis/bermoral seseorang melakukan hubungan seksual sebelum resmi menikah? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan moral di atas bisa beragam tergantung pada latarbelakang sosial, budaya, agama dan kepercayaan individu yang menghadapi pertanyaan tersebut. Tindakan tersebut dapat dinilai tidak bermoral dari satu sudut pandang, tapi bisa saja dibenarkan dari sudut pandangan yang lain. ‘13 2 Etika Periklanan Nindyta Aisyah, S.Ikom., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 4. Etiquette: Suatu pedoman perilaku yang mempengaruhi harapan untuk berperilaku sosial sesuai dengan konvensi norma yang berlaku dalam suatu kelompok sosial tertentu Contoh: Tidak sopan bila makan sambil bicara Etika vs Etiket: Etika mempunyai cakupan yang jauh lebih luas daripada etiket karena etika menjangkau proses berpikir dan suara-hati dalam menentukan suatu pendapat atau perilaku sedangkan etiket terbatas pada perilaku sosial saja. Dengan kata lain, seseorang dapat saja melakukan suatu perilaku yang beretiket (sesuai dengan tuntutan lingkungan sosialnya), tapi sebenarnya perilaku tersebut tidak disukainya, tidak dapat diterimanya sebagai bagian dari nilai-nilai hidupnya. Contoh: Suatu suku bangsa mempunyai etiket bila berjalan di hadapan seseorang yang lebih tua usianya, maka ia harus menundukkan badannya sebagai tanda hormat. Seseorang dari suku bangsa lain mungkin saja melakukan hal itu demi tenggang-rasa sosial dengan lingkungannya walaupun pada saat ia berada di lingkungan sosial lainnya, ia tidak akan secara konsisten melakukan hal tersebut. Etika dengan demikian membentuk nilai-nilai yang bersifat relatif lebih konsisten dibandingkan etiket. Etika dan Budaya ‘13 3 Sebagai salah satu tatanan moral, maka etika akan sangat dipengaruhi oleh budaya Budaya yang berbeda dapat membentuk tatanan moral yang berbeda dan dengan demikian sistem etika yang berbeda pula Dalam setiap budaya terdapat nilai-nilai budaya, contoh: gotong-royong, penghormatan pada orang tua, dll Ada nilai-nilai budaya yang bersifat lokal (hanya berlaku pada satu kelompok sosial saja) ada pula nilai-nilai budaya yang bersifat inter-lokal, bahkan global (contoh: penghargaan kepada nilai-nilai kejujuran bersifat global, penilaian negatif kepada orang yang hanya bisa bicara tapi tidak mau bertindak adalah contoh etika global lainnya) Nilai-nilai budaya akan mempengaruhi norma etika yang terbentuk Etika Periklanan Nindyta Aisyah, S.Ikom., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Perlu dicatat bahwa kelompok sosial disini dapat pula berarti institusi, kelompok profesi (contoh: dokter, militer dlsb) dan sebagainya. Artinya, setiap kelompok sosial pasti akan membentuk suatu nilai-nilai budaya (misalnya dalam perusahaan, dikenal istilah: budaya perusahaan, dan dalam budaya tersebut terdapat nilai-nilai tertentu yang membedakan perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya). Etika dan Hukum Positif Etika seringkali menjadi acuan dari penyusunan suatu hukum positif. Umumnya, etika muncul terlebih dahulu baru institusi pemerintah (sebagai badan yang berhak menerbitkan hokum positif) mengangkat pedoman etika tersebut menjadi suatu hokum positif. Contoh: peraturan mengenai aborsi, peraturan mengenai pornografi, peraturan mengenai jurnalisme, dll. Meskipun demikian, etika umumnya selalu bersifat lebih luas daripada hukum positif. Secara sederhana: pelanggaran atas suatu hukum positif akan selalu berarti perilaku yang tidak etis tetapi pelanggaran suatu etika, belumlah tentu melanggar suatu hukum positif. Iklan dan Etika Sebelum mengaitkan ke dua hal di atas, marilah kita kembali perhatikan beberapa pengertian dasar mengenai iklan dan periklanan. Definisi iklan: Pesan komunikasi pemasaran atau komunikasi publik tentang sesuatu produk yang disampaikan melalui sesuatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat Definisi periklanan: Seluruh proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, penyampaian dan umpan balik dari pesan komunikasi pemasaran (Dikutip dari: Etika Pariwara Indonesia, cetakan 3, 2007) ‘13 4 Etika Periklanan Nindyta Aisyah, S.Ikom., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Keuntungan dari adanya iklan: Adanya informasi kepada konsumer akan keberadaan suatu produk dan “kemampuan” produk tersebut. Dengan demikian konsumer mempunyai hak untuk memilih produk yang terbaik sesuai dengan kebutuhannya Adanya kompetisi sehingga dapat menekan harga jual produk kepada konsumen. Tanpa adanya iklan, berarti produk akan dijual dengan cara eksklusif (kompetisisi sangat minimal) dan produsen bisa sangat berkuasa dalam menentukan harga jualnya. Memberikan subsidi kepada media-massa sehingga masyarakat bisa menikmati media-massa dengan biaya rendah. Hampir seluruh media-massa “hidup” dari iklan (bukan dari penghasilannya atas distribusi media tersebut). Munculnya media-media gratis memperkuat fakta bahwa mereka bisa mencetak dan mendistribusikan media tersebut karena adanya penghasilan dari iklan. Keburukan dari adanya iklan: ‘13 5 Memunculkan budaya materialisme. Konsumer yang tidak memiliki kemampuan rasional yang cukup baik dapat mudah terbujuk untuk membeli/mengkonsumsi produk-produk yang mungkin bukan merupakan kebutuhan utamanya. Hal ini dapat mengakibatkan persepsi yang salah di mata masyarakat bahwa memiliki/mengkonsumsi suatu produk dianggap menaikkan harkat diri manusia. Contoh: bila belum makan hamburger, rasanya belum menjadi manusia modern. Memunculkan perilaku stereotip yang berbahaya. Penampilan tokoh-tokoh/model pada iklan dapat menimbulkan persepsi yang salah, seperti: bicara mengenai karir berarti bicara mengenai dunia kaum pria, bicara mengenai kecantikan berarti bicara mengenai kulit yang putih, rambut yang panjang terurai, bicara mengenai keluarga bahagia berarti bicara mengenai ayah, ibu, anak pria dan anak wanita dan lain-lain. Munculnya produk-produk yang sebenarnya berbahaya untuk dikonsumsi. Produkproduk seperti minuman keras dan rokok, karena alasan mendapatkan perlakukan yang sama dalam berkomunikasi dengan konsumernya, maka produk-produk itu juga diperkenankan beriklan (walaupun dengan banyak batasan) sehingga mempunyai resiko produk-produk itu dikenal oleh konsumer-konsumer baru yang sebelumnya belum mengenali produk-produk tersebut. Ada pula produk-produk lain yang dalam iklannya berusaha membujuk konsumernya untuk menggunakan suatu produk dengan frekuensi yang sebanyak mungkin sehingga dapat memutar roda ekonomi. Padahal penambahan frekuensi penggunaan produk-produk tersebut tidaklah secara otomatis berdampak pada peningkatan kualitas hidup manusia, bahkan dalam beberapa kasus, hal ini malah bisa membahayakan diri manusia. Etika Periklanan Nindyta Aisyah, S.Ikom., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Efek negatif iklan bisa sangat signifikan karena 3 faktor utama dari ciri-ciri dasar iklan: Persuasif Iklan bagaimanapun juga akan selalu mempunyai unsur membujuk seseorang untuk mempercayai isi pesan pada iklan tersebut dengan harapan konsumer mau memperhatikan, mencoba dan menjadi loyal terhadap suatu produk/jasa. Frekuensi Iklan akan selalu ditampilkan dengan frekuensi yang tinggi dengan harapan dapat menjangkau lebih banyak konsumer dan makin mudah diingat oleh konsumer. Exposure Eksposur berkaitan dengan bagaimana pengiklan berusaha “mengurung” konsumer dengan berbagai macam media untuk menyampaikan pesan-pesan iklannya. Setiap media yang digunakan berarti akan menambah tingkat eksposur dari produk/jasa tersebut sehingga konsumer selalu teringat atas produk/jasa tersebut. Menyadari sisi baik dan buruk dari periklanan, maka perlu disusun suatu pedoman Etika Periklanan di Indonesia (yaitu kitab Etika Pariwara Indonesia). Apakah lalu masalahnya selesai? TIDAK! Muncul pertanyaan baru: bukankah iklan “mendewakan” kreatifitas? Panduan etika hanya akan membatasi bahkan memasung kreatifitas tersebut! ‘13 Iklan dan etika seharusnya TIDAK dipertentangkan dan justru harus saling melengkapi Lihat kembali pada definisi iklan dan pengertian mengenai etika Keduanya memiliki satu unsur yang sama: 6 o Iklan harus bersifat komunikatif kepada khalayaknya agar dapat diterima o Untuk itu, iklan perlu mengetahui “consumer insights” yang akan sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai budaya o Etika juga disusun berdasarkan nilai-nilai budaya; termasuk nilai-nilai budaya dari khalayak o Etika dengan demikian merupakan “negative consumer insights”; suatu pagar yang membatasi kreatifitas agar pesan komunikasi tidak ditolak oleh khalayak Etika Periklanan Nindyta Aisyah, S.Ikom., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Pekerja kreatif di dunia periklanan adalah berbeda sifatnya dengan pekerja kreatif di dunia seni murni (“pure art”). Kreatif di dunia periklanan termasuk kategori “commercial art”; dimana dalam pengertiannya, suatu karya kreati periklanan berarti mempunyai “stakeholder” yaitu: pemesan iklan (produsen), biro iklan, mitra kerja biro iklan (rumah produksi, percetakan dan sebagainya), media massa dan berakhir pada konsumen. Suatu karya “pure art” (misalnya karya lukisan Picasso), lebih cenderung merupakan karya “dari saya untuk saya”. Suatu “consumer art” harus dapat menjembatani seluruh kebutuhan dari para “stakeholder”-nya tersebut. Salah satu “jembatan” yang penting adalah bagaimana inti pesan dalam suatu iklan dapat diterima dengan baik oleh semua pihak yang terlibat. Di sinilah peran etika muncul. Etika komunitas periklanan memang dapat dimaklumi sifatnya membatasi ruang gerak para pelaku usaha di komunitas ini. Pembatasan itu bertujuan positif agar seluruh pihak terkait dapat melakukan usahanya dengan sebaik mungkin tanpa harus merugikan salah satu pihak terkait. “Consumer insights” seperti diutarakan di atas, berasal dari nilai-nilai budaya dan etika yang berlaku pada suatu kelompok. Kita dapat menyebutnya sebagai “positive insights”. Dari sisi ini, maka pedoman etika beriklan (EPI) adalah otomatis suatu “negative insights” (yang juga diperoleh dari nilai-nilai budaya suatu kelompok) dimana para penyusun pedoman tersebut telah menyadari bahwa bila suatu iklan masuk ke area tersebut maka besar resikonya iklan tersebut tidak akan menjadi iklan yang efektif karena konsumer kemungkinan besar akan menolaknya. Seorang insan kreatif periklanan yang tidak ingin “dibatasi” dengan segala pedoman etika tersebut sebaiknya berpikir ulang untuk meneruskan karirnya di dunia periklanan karena dengan tidak memperhatikan etika periklanan secara otomatis ia juga tidak mau memahami dan mengapresiasi nilai-nilai budaya masyarakat yang menjadi sasaran komunikasinya. Dengan demikian, dapat dipastikan, hasil karya iklannya tidak akan efektif dan efisien juga. ‘13 7 Etika Periklanan Nindyta Aisyah, S.Ikom., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Dewan Periklanan Indonesia, Etika Pariwara Indonesia, cetakan ke 3, 2007 Modul Etika Periklanan, FX Ridwan Handoyo, 2010 ‘13 8 Etika Periklanan Nindyta Aisyah, S.Ikom., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id