perbedaan efektifitas cara kontrol halusinasi menggunakan teknik

advertisement
PERBEDAAN EFEKTIFITAS CARA KONTROL HALUSINASI
MENGGUNAKAN TEKNIK MENGHARDIK DENGAN TEKNIK BERDZIKIR
TERHADAP INTENSITAS TANDA DAN GEJALA HALUSINASI
PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN
DI RSJ Prof. dr. SOEROJO MAGELANG.
Adi Wibowo*), Rosalina**), M. Imron Rosyidi***)
*) Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
**) Staf Pengajar Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
***)Staf Pengajar Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRAK
Halusinasi merupakan masalah keperawatan yang biasa muncul pada pasien skizofrenia.
Menurut Yosep dan Sutini (2014), lebih dari 90% klien skizofrenia mengalami halusinasi dan
sebagian besar mengalami halusinasi pendengaran. Halusinasi yang tidak dikontrol akan
mengarah pada kondisi yang lebih parah dimana klien dapat mengalami gangguan alam
realita. Penggunaan teknik menghardik merupakan cara sederhana yang biasa diajarkan
kepada pasien. Cara kontrol halusinasi dengan teknik menghardik di RSJ Prof. dr. Soerojo
Magelang sudah di lakukan. Pendekatan spiritual, teknik berdzikir dalam asuhan keperawatan
jiwa di RSJ Prof. dr.Soerojo Magelang belum di lakukan secara khusus pada asuhan
keperawatan pasien halusinasi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan efektifitas
cara kontrol halusinasi menggunakan teknik menghardik dengan teknik berdzikir terhadap
intensitas tanda dan gejala halusinasi pada pasien halusinasi pendengaran di RSJ Prof. dr.
Soerojo Magelang. Penelitian ini merupakan Quasi eksperimen dengan pre-postes. Penentuan
besar sampel dengan kaidah Roscoe dan besar sampel yang diteliti 16 sampel pada setiap
kelompok intervensi. Uji statistik yang dipakai menggunakan uji Wil Coxon, Paired t test dan
Mann Whitney.
Hasil penelitian (Mann Whitney) didapatkan p value = 0,098 (p>0,05), berarti tidak ada
perbedaan yang signifikan antara efektifitas cara kontrol halusinasi menggunakan teknik
menghardik dengan teknik berdzikir terhadap intensitas tanda dan gejala halusinasi
pendengaran.
Kesimpulan penelitian: kedua teknik dapat menurunkan intensitas tanda gejala
halusinasi pendengaran. Diharapkan perawat dapat mengajarkan menggunakan teknik
berdzikir kepada pasien sebagai alternatif caran kontrol halusinasi pendengaran.
Kata Kunci : Halusinasi pendengaran, teknik menghardik, teknik berdzikir
1
ABSTRACT
Hallucinations is a nursing problem that usually appear on schizophrenia
patients.According to Yosep and Sutini (2014), more than 90 % schizophrenia clients can get
auditory hallucination. Uncontroll hallucinations would lead to more severe where clients
can suffer from a natural reality disorder.The use of rebuke technique is a simple
waycommonly taught to patients. Rebuke technique at Prof. dr. Soerojo Magelang Mental
Hospital have been taught. Spiritual approach, dzikr technique in nursing activitiesat Prof.
dr. Soerojo Magelang Mental Hospital has not yet conducted specifically to handle patients
with auditoryhallucinations.The purpose of this research to know the difference of
hallucination control effectiveness usingrebuke technique and dzikr technique to the intensity
of hallucinations sign and symptoms on patients with auditory hallucinations at Prof. dr.
Soerojo Magelang Mental Hospital. The research was quasi experiments with preposttes.Thedetermination of large sample with Roscoe rules and the sampleswere 16 samples
to each a group of intervention.Statistical tests used WillCoxon Test, Paired t-Test and
MannWhitney Test.
The results of the study (MannWhitney) obtained p value = 0,098 ( p > 0.05 ), it means
nosignificant difference between thehallucinations control effectiveness using a rebuke
techniqueto dzikr technique to the intensity ofauditory hallucination signs and symptoms.
The conclusions those techniques could reduce the intensity of auditory hallucination
signs and symptoms. It is expected that nurses can teach dzikr technique to patients as an
alternative to control auditory hallucinations.
Keywords: auditory hallucinations, rebuketechnique, dzikr technique
dengan gangguan jiwa terbanyak.
Berdasarkan data riset kesehatan dasar
(Riskesdas, 2013) prevalensi gangguan
jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7
permil (rata rata lebih dari 1 setiap 1000
penduduk). Gangguan jiwa berat
terbanyak di DIY (2,7%), Aceh (2,7%),
Sulawesi Selatan (2,6%), Bali (2,3%),
dan Jawa Tengah (2,3%).
Halusinasi merupakan salah satu
tanda gejala yang muncul pada penderia
gangguan jiwa. Halusinasi menurut
Varcarolis
didefinisikan
sebagai
terganggunya persepsi seseorang, dimana
tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi
yang paling sering adalah halusinasi
pendengaran. Pasien merasakan stimulus
yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa
ada suara padahal tidak ada stimulus
suara. Diperkirakan lebih dari 90 % klien
PENDAHULUAN
Menurut Michard dan Chaterina
(1999) kecenderungan angka penderita
gangguan jiwa di berbagai dunia di
prediksi akan semakin meningkat.
Masalah kesehatan jiwa akan menjadi
“The global burdan of desease” (Yosep
dan Sutini, 2014). Menurut data WHO
(2011) yang di kutip oleh Musa, dkk
(2015) dalam jurnal yang berjudul
Pengaruh Terapi Aktifitas Kelompok
Orientasi Realitas terhadap Kemampuan
Mengidentifikasi Stimulasi pada Pasien
Halusinasi di RSJ Prof. dr. V.L.
Ratumbuysang Sulawesi Utara, penderita
gangguan jiwa telah menempati tingkat
yang luar biasa. Lebih dari 24 juta jiwa
mengalami
gangguan
jiwa
berat.
Indonesia menjadi peringkat pertama
2
dengan
Skizofrenia
mengalami
halusinasi.
Meskipun
halusinasinya
bervariasi tetapi sebagian besar klien
Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa
mengalami halusinasi dengar (Yosep dan
Sutini, 2014).
Halusinasi yang muncul pada klien
perlu dikontrol agar klien mampu
kembali dalam kondisi realita yang
sebenarnya. Halusinasi yang tidak di
kontrol dapat berakibat klien mengalami
kegagalan dalam mengenali realitas dan
jatuh pada kondisi halusinasi yang
semakin parah.
Menghardik halusinasi adalah upaya
mengendalikan diri terhadap halusinasi
dengan cara menolak halusinasi yang
muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan
tidak terhadap halusinasi yang muncul
atau tidak mempedulikan Halusinasinya(
Yosep dan Sutini, 2014).
Pendekatan spiritual (psikoreligius)
bagi pelayanan kesehatan jiwa masih
belum mendapatkan perhatian yang
cukup memadai. Padahal aspek spiritual
sebenarnya memiliki nilai yang luar
biasa. Daniel Freedman mengatakan: ”Di
dunia ini ada dua lembaga besar yang
berkepentingan
dalam
kesehatan
manusia, yaitu kedokteran dan agama”,
sedangkan Dadang Hawari (1999)
mengatakan: “Al Quran adalah teks book
Kedokteran dan Kesehatan Jiwa” (Yosep
dan Sutini, 2014)
Studi pendahuluan di bangsal rawat
inap jiwa pria di RSJ Prof. dr. Soerojo
Magelang di peroleh data dari rekam
medis bulan Desember 2015 adalah
sebagai berikut: Total pasien di rawat per
hari 400 orang dari 440 kapasitas
tempat tidur yang tersedia. Dari jumlah
tersebut sekitar 65 % mengalami masalah
keperawatan halusinasi dan 90% nya
mengalami jenis halusinasi pendengaran.
Efektifitas
teknik
menghardik
sebagai cara kontrol halusinasi pada
pasien didapatkan hasil yang berbedabeda. Penggunaan teknik ini selalu
diajarkan
pada
pasien
halusinasi
pendengaran
sehingga
informasi
keberhasilannya bisa mudah diperoleh.
Terapi berdzikir belum dimasukkan
sebagai protap, sehingga pelaksanaan dan
evaluasi terhadap efektifitasnya belum
atau sangat jarang didapatkan.
Tujuann penelitian ini untuk
mengetahui perbedaan efektifitas cara
kontrol halusinasi menggunakan teknik
menghardik dengan teknik berdzikir
terhadap intensitas tanda dan gejala
halusinasi pada pasien dengan halusinasi
pendengaran di RSJ Prof. dr. Soerojo
Magelang..
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian Jenis penelitian ini adalah
penelitian
kuantitatif
dan
desain
penelitian yang digunakan adalah “Quasi
Experimental Pre-Post Test” dengan
intervensi yang diberikan adalah teknik
menghardik pada kelompok I dan teknik
berzikir pada kelompok II. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui perbedaan
intensitas tanda dan gejala halusinasi
pasien halusinasi pendengaran sebelum
dan sesudah dilakukan intervensi teknik
menghardik kelompok I) dan intervensi
teknik berzikir (kelompok II). Penelitian
ini juga membandingkan perbedaan
perubahan intensitas tanda dan gejala
halusinasi antara 2 kelompok intervensi
tersebut. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Sastroasmoro dan Ismael
(2010)
bahwa
pada
penelitian
eksperimen,
peneliti
melakukan
perlakuan dan mengukur hasil (efek)
perlakuannya.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 23
Januari 2016 sampai dengan 3 Februari
2016. Penelitian dilakukan di RSJ Prof.
dr. Soerojo Magelang dengan mengambil
sampel pada semua wisma/ bangsal rawat
inap jiwa pria dari 15 wisma/ bangsal
3
yang ada yang memenuhi kriteria
penelitian (kecuali wisma geriatri).
intensitas halusinasi pada responden,
terdiri dari usia, pendidikan, jenis
kelamin, status lama sakit.Instrumen
pengukuran tanda gejala halusinasi
pendengaran ini berisi: respon kognitif,
afektif, fisik, perilaku, dan sosial yang
keseluruhannya berjumlah 49 poin
penilaian
tanda
gejala
halusinasi
pendengaran.
Instrumen pengukuran asesmen
tanda dan gejala halusinasi telah
dilakukan expert validity oleh tim dosen
FIK Universitas Indonesia yang berisi 49
item pernyataan baik data subjektif
maupun objektif. Instrumen ini di
sampaikan dalam acara Workshop
Keperawatan Jiwa ke-8 Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia 21
Agustus 2014.
POPULASI DAN SAMPEL
Populasi
Populasi merupakan seluruh subjek
atau objek dengan karakteristik tertentu
yang akan diteliti (Hidayat, 2007).
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pasien penderita gangguan jiwa
putra
yang
mempunyai
masalah
keperawatan halusinasi pendengaran di
Ruang Rawat Inap RSJ Prof. dr. Soerojo
Magelang dalam perawatan maksimal 1
minggu terakhir.
Sampel
HASIL PENELITIAN
Sampel penelitian ini adalah semua
pasien
yang
memiliki
masalah
keperawatan halusinasi pendengaran di
RSJ Prof. dr. Soeroyo Magelang yang
memenuhi kriteria penelitian.
Penentuan kelompok intervensi
(pasien yang dilatih teknik menghardik
dan teknik berzikir) dilakukan dengan
teknik sampling purposive. Sampling
purposive adalah teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan tertentu
(Sugiono,
2011).
Penelitian
ini
menggunakan jumlah sampel sebanyak
16 pasien untuk kelompok intervensi
teknik menghardik dan 16 pasien untuk
kelompok intervensi teknik berdzikir.
Analisis Univariat
Analisa ini menggambarkan karakteristik
distribusi data pasien dengan halusinasi
pendengaran yang dilakukan penelitian.
1. Gambaran data intensitas tanda dan
gejala halusinasi sebelum dilakukan
intervensi.
Tabel 4.1Analisa intensitas tanda dan
gejala halusinasi sebelum dilakukan
intervensi (pretes)
Variabel
ALAT PENGUMPULAN DATA
Proses pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan kuesioner untuk
mengidentifikasi karakteristik pasien
halusinasi
pendengaran dari data
demografi responden (Kuisioner A) dan
pengukuran intensitas tanda dan gejala
halusinasi (Kuesioner B).
Data
demografi
responden
merupakan suatu instrumen yang
bertujuan mendapatkan gambaran tentang
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
n
SD
Pretest teknik 25,69
menghardik
4,90
Pretes teknik
berdzikir
3,39
27,00
Hasil analisis didapatkan nilai
rata-rata tanda dan gejala halusinasi
sebelum
menggunakan
teknik
menghardik (pretest) adalah 25,69
dengan standar deviasi 4,90, skor
terendah 19 dan skor tertinggi 38.
Hasil
estimasi
interval
dapat
4
disimpulkan bahwa 95% rata-rata skor
halusinasi diyakini diantara 23,08
sampai dengan 28,30.
Analisis Bivariat
1. Perbedaan intensitas tanda dan gejala
halusinasi sebelum dan sesudah
menggunakan teknik menghardik
Tabel 4.3 Analisa intensitas tanda dan
gejala halusinasi sebelum dan sesudah
menggunakan teknik menghardik
Mean
Kelompok
P value
Rank
Skor / nilai pretest kelompok
teknik berdzikir adalah 27,00 dengan
standar deviasi 3,39, skor terendah 23
dan skor tertinggi 33. Hasil estimasi
interval dapat disimpulkan bahwa 95%
rata-rata skor halusinasi diyakini
diantara 25,20 sampai dengan 28,80.
Postes
Mengharik
2. Gambaran intensitas tanda dan gejala
halusinasi setelah dilakukan intervensi
Tabel 4.2 Analisa intensitas tanda dan
gejala halusinasi setelah dilakukan
intervensi (postes)
Variabel
Median
Pretes
menghardik
max
18-34
20,2224,91
Postes
teknik
berdzikir
15-27
18,2822,22
19
0,000
0,00
Hasil analisis data menggunakan
Wilcoxon
Signed
Ranks
Test
didapatkan p value = 0,000≤0,05,
berarti ada perbedaan yang signifikan
intensitas tanda dan gejala halusinasi
sebelum (pretes) dan sesudah (postes)
menggunakan
teknik
menghardikpadapasien
denganhalusinasi pendengaran di RSJ
Prof. dr. Soerojo Magelang
min- 95%CI
Postes
21,5
teknik
menghardik
8,50
2. Perbedaan intensitas tanda dan gejala
halusinasi sebelum dan sesudah
menggunakan teknik berdzikir.
Tabel 4.4 Analisa intensitas tanda
dan gejala halusinasi sebelum dan
sesudah menggunakan teknik berdzikir
Kelompok
n
Mean p value
Hasil analisis didapatkan skor
tanda dan gejala halusinasi postes
kelompok teknik menghardik adalah
22,57 dengan standar deviasi 21,5,
skor terendah 18 dan skor tertinggi 34.
Hasil
estimasi
interval
dapat
disimpulkan bahwa 95% rata-rata skor
halusinasi diyakini diantara 20,22
sampai dengan 24,91.
Pretest
Kelompok
Teknik
berdzikir
16 2 27,00
Postest
16
KelompokT
eknik
berdzikir
Skor tanda dan gejala halusinasi
postes pada kelompok teknik berdzikir
adalah 20,25 dengan standar deviasi
3,70. Skor terendah 15 dan skor
tertinggi 27. Hasil estimasi interval
dapat disimpulkan bahwa 95% ratarata skor halusinasi diyakini diantara
18,28 sampai dengan 22,22.
0,000
2
20,25
Hasil analisis data menggunakan
Paired Samples Test didapatkan p
value = 0,000≤0,05, berarti ada
perbedaan yang signifikan intensitas
tanda dan gejala halusinasi sebelum
(pretes)
dan
sesudah
(postes)
5
menggunakan teknik berdzikirpada
pasien dengan halusinasi pendengaran
di RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang.
terdapat perbedaan kondisi pasien
berdasarkan jumlah tanda dan gejala
halusinasi yang diperoleh peneliti dari
wawancara dan observasi sebelum di
lakukan intervensi teknik menghardik.
Kelompok intervensi II dengan
menggunakan
teknik
berdzikir
didapatkan data pretes dengan rata-rata
jumlah tanda dan gejala halusinasi
sejumlah 27 poin. Nilai terendah 23 poin
sedangkan nilai tertinggi sejumlah 33
poin. Data tersebut menggambarkan
bahwa pada kelompok intervensi II
(menggunakan teknik berdzikir) terdapat
perbedaan kondisi pasien berdasarkan
intensitas tanda dan gejala halusinasi
yang diperoleh peneliti dari wawancara
dan observasi sebelum di lakukan
intervensi teknik berdzikir.
3. Perbedaan
efektifitas
teknik
menghardik dengan teknik berdzikir
terhadap intensitas tanda dan gejala
halusinasi
Tabel 4.5 Analisa efektifitas teknik
menghardik dengan teknik berdzikir
terhadap intensitas tanda dan gejala
halusinasi
Kelompok
n
Postes teknik 16
menghardik
Postes teknik
berdzikir
16
Mean p
Rank value
19,22
0,98
13,78
Analisis Bivariat
Hasil analisis data menggunakan
Mann Whitney Test didapatkan p
value = 0,098>0,05, berarti tidak ada
perbedaan efektifitas yang signifikan
antara
menggunakan
teknik
menghardik dengan teknik berdzikir
terhadap intensitas tanda dan gejala
halusinasi (nilai postes) pada pasien
dengan halusinasi pendengaran di RSJ
Prof. dr. Soerojo Magelang.
Hasil analisis data pretes dan postes
pada kelompok intervensi menghardik
menggunakan Wilcoxon Signed Ranks
Test didapatkan p value = 0,000≤0,05,
berarti ada perbedaan intensitas tanda dan
gejala halusinasi yang signifikan antara
sebelum dan sesudah menggunakan
teknik menghardik pada pasien dengan
halusinasi pendengaran di RSJ Prof. Dr
Soerojo Magelang. Berdasarkan tabel
rekapitulasi data pretes dan postes
penggunaan teknik menghardik diperoleh
jumlah intensitas tanda dan gejala
halusinasi
rata-rata
mengalami
penurunan. Hasil rata-rata nilai/skor
pretes sebesar 26 poin dan rata-rata
postes sebesar 23 poin.
Penggunaan teknik menghardik
berperan dalam menurunkan intensitas
tanda dan gejala halusinasi terutama pada
aspek
fisiologis
dan
kognitif.
Berdasarkan penelitian ini, secara lebih
spesifik penggunaan teknik menghardik
mampu membantu menurunkan intensitas
tanda gejala halusinasi paling banyak
pada: sulit tidur, diam sambil menikmati
halusinasi dan pusing
.
PEMBAHASAN
Analisis Univariat
Berdasarkan data yang diperoleh
dalam wawancara dan observasi pada
kelompok intervensi I diperoleh hasil
pretes tanda dan gejala halusinasi yang
sangat beragam. Kelompok intervensi I
dengan menggunakan teknik menghardik
didapatkan data pretes dengan rata rata
jumlah tanda dan gejala halusinasi
sejumlah 25,7 poin (dibulatkan menjadi
26 poin). Nilai terendah 19 poin
sedangkan nilai tertinggi sejumlah 38
poin. Data tersebut menggambarkan
bahwa pada kelompok intervensi 1
(menggunakan
teknik
menghardik)
6
Penggunaan
teknik
berdzikir
didapatkan data terjadi perubahan
intensitas tanda dan gejala halusinasi.
Hasil analisis data menggunakan Paired
Samples Test dan didapatkan p value =
0,000≤0,05, berarti ada perbedaan
intensitas tanda dan gejala halusinasi
yang signifikan antara sebelum dan
sesudah menggunakan teknik berdzikir
pada
pasien
dengan
halusinasi
pendengaran di RSJ Prof. dr. Soerojo
Magelang. Jumlah rata-rata tanda dan
gejala halusinasi pada kelompok II
sebelum dilakukan intervensi teknik
berdzikir (nilai pretes) adalah 27 poin dan
setelah di lakukan intervensi teknik
berdzikir (nilai postes) adalah 20 poin.
Penggunaan
teknik
berdzikir
berperan dalam menurunkan intensitas
tanda dan gejala halusinasi terutama pada
aspek kognitif dan afektif. Penggunaan
teknik berdzikir secara spesifik dapat
menurunkan tanda dan gejala halusinasi
paling banyak pada: tidak dapat
mempertahankan pembicaraan, curiga,
dan ambivalen.
Berdasarkan penelitian terhadap 2
kelompok intervensi di peroleh data yang
relatif berbeda dari intensitas tanda dan
gejala halusinasi. Perbedaan data yang di
peroleh terjadi baik pada data pretes
maupun postes. Penghitungan matematis
menunjukkan bahwa teknik berdzikir
pada kelompok II mampu menurunkan
intensitas tanda dan gejala halusinasi
sedikit lebih banyak dibandingkan teknik
menghardik pada kelompok intervensi I.
Data tersebut dapat dilihat dengan
membandingkan rata rata nilai pretes
dikurangi
postes
pada
kelompok
intervensi teknik berdzikir dengan ratarata nilai pretes dikurangi postes pada
kelompok intervensi teknik menghardik.
Diperoleh data bahwa pada kelompok
intervensi I (teknik menghardik) memiliki
rata-rata penurunan tanda dan gejala
sebesar 3,1 poin (dibulatkan menjadi 3
poin), sedangkan pada kelompok
intervensi II (teknik berdzikir) memiliki
rata-rata penurunan tanda dan gejala
sebesar 7 poin. Perbedaan nilai
penurunan tanda dan gejala halusinasi
kedua kelompok intervensi berselisih 3,9
(dibulatkan menjadi 4 poin) . Jumlah
keseluruhan poin penilaian 49 poin,
sehingga dianggap hanya memiliki
sedikit berbedaan. Penggunaan kedua
teknik cara kontrol halusinasi terbukti
dapat bermanfaat dalam menurunkan
tanda dan gejala halusinasi pada pasien
dengan halusinasi pendengaran.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Berdasarkan uji statistik Wilcoxon
Signed
Ranks
Test
diperoleh
kesimpulan terdapat perbedaan yang
signifikan intensitas tanda dan gejala
halusinasi sebelum dengan sesudah
menggunakan teknik menghardik.
2. Berdasarkan uji statistik Paired
Sample T- Test diperoleh kesimpulan
terdapat perbedaan yang signifikan
intensitas tanda dan gejala halusinasi
sebelum
dengan
sesudah
menggunakan teknik berdzikir.
3. Berdasarkan uji statistik Mann
Whitney Test dari data tersebut
diperoleh kesimpulan tidak ada
perbedaan yang signifikan efektifitas
cara kontrol halusinasi menggunakan
teknik menghardik dengan teknik
berdzikir terhadap intensitas tanda dan
gejala halusinasi pada pasien dengan
halusinasi pendengaran di RSJ Prof.
dr. Soerojo Magelang.
Saran
1. Bagi pasien
Pasien
beragama
Islam
mendapatkan bimbingan dan mampu
menggunakan cara kontrol halusinasi
menggunakan teknik menghardik dan
teknik berdzikir sebagai cara kontrol
7
halusinasi sesuai kebutuhan dan
kondisinya.
2. Bagi perawat
Perawat diharapkan mengajarkan
teknik berdzkir kepada pasien
beragama
Islam
di
samping
mengajarkan
teknik
menghardik
sebagai cara kontrol halusinasi.
Perawat memberikan kesempatan bagi
pasien untuk mendapatkan teknik yang
sesuai dengan kondisinya.
3. Bagi Rumah Sakit Jiwa
Rumah
Sakit
diharapkan
menerapkan kedua teknik kontrol
halusinasi, yaitu teknik menghardik
dan teknik berdzikir sesuai kebutuhan
dan kondisi pasien. Pasien dengan
tanda dan gejala halusinasi seperti sulit
tidur,
diam
sambil
menikmati
halusinasi dan pusing dianjurkan lebih
menggunakan teknik menghardik.
Pasien dengan tanda dan gejala
halusinasi
tidak
dapat
mempertahankan pembicaraan, curiga,
dan ambivalen dianjurkan lebih
menggunakan
teknik
berdzikir.
Penggunakan masing-masing teknik
tersebut berkaitan dengan lebih
efektifnya teknik tersebut berdasarkan
hasil
penelitian
yang
ada.
Penggunakan kedua teknik secara
bersama-sama dapat dilakukan jika
pasien tidak mengalami kondisi
khusus, misalnya waham agama,
beragama selain Islam.
4. Bagi peneliti lain
Peneliti selanjutnya diharapkan
melakukan
penelitian
terkait
perbedaan
efektifitas
teknik
menghardik dengan teknik berdzikir
pada pasien dengan jenis kelamin
wanita. Peneliti lain diharapkan
melakukan penelitian menggunakan
teknik lain, sehingga diperoleh
kesimpulan yang paling tepat dalam
menggunakan
teknik
kontrol
halusinasi sebagai upaya menurunkan
tanda dan gejala halusinasi sesuai
kondisi yang dialami pasien.
5. Bagi Institusi STIKES Ngudi Waluyo
Institusi pendidikan diharapkan
memanfaatkan hasil penelitian ini
sebagai
referensi
dalam
mengembangkan
kurikulum
pembelajaran
keperawatan
jiwa
sebagai topik bahasan, baik dalam
kelas maupun lahan praktik di Rumah
Sakit Jiwa secara langsung.
8
DAFTAR PUSTAKA
Afnuhazi, Ridyalla. 2015. Komunikasi Terapiutik dalam Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Gosyen Publissing
Ambarwati, F. R. Dan Nasution, N. 2012. Buku Pintar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Yogyakarta: Cakrawala Ilmu
Arifin, Yanuar. 2015. Mukjizat Kesehatan dan Kesuksesan dalam Ibadah Ibadah Sunnah.
Bantul: Araska Publisher
Hammam, Hasan bin Ahmad. 2008. Terapi dengan Ibadah. Solo: Aqwam
Hawari, Dadang. 2013. Managemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI
Hidayat. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba
Medika
Lukaningsih, Z. L. dan Bandiyah, S. 2011. Psikologi Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
Musa, dkk. 2015. Pengaruh Terapi Aktifitas Kelompok Orientasi Realita terhadap
Kemampuan Mengidentifikasi Stimulus pada Pasien Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa
Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Sulawesi Utara. www. e-jurnal.com/2015/05/pengaruhterapi-aktivitas kelompok-html?m=1. 2 Mei 2015
Notoadmojo, S. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Prasetyo dan Lina. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Sastroasmoro dan Ismael, S. 2010. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta:
Sagung Seto
Sugiono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan KD. Bandung: Alfabeta
Wijayaningsih, K. S. 2015. Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Trans Info Media
Yosep, I dan Sutini. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama
9
Download