HCV - Universitas Sebelas Maret

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di Indonesia, infeksi yang diakibatkan oleh Hepatitis C Virus (HCV) terus
meningkat (Balitbang, 2013). Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
HCV memiliki jalur transmisi yang sama, sehingga koinfeksi HCV pada pasien
HIV sering terjadi (Andreoni et al., 2012). Di Jawa Tengah, sebanyak 4,0%
(15/375) narapidana dengan riwayat sebagai penasun memilki koinfeksi HIV/HCV
(Prasetyo et al. 2013). Selain itu, dilaporkan sebanyak 2,8% (4/143) kasus koinfeksi
HIV/HCV terjadi pada komunitas Men who have Sex with Men (MSM) di Surakarta
(Prasetyo et al., 2014). Infeksi HIV memengaruhi progresivitas penyakit dan
meningkatkan risiko kematian terkait penyakit hepar (Andreoni et al., 2012; Feuth
T et al., 2013; Glassner et al., 2013). Koinfeksi HCV juga dapat memperberat
progresivitas infeksi HIV (Hua et al., 2013; Gras et al., 2015).
Infeksi HCV ditandai dengan adanya Asam Ribosa Nukleat (RNA) HCV
yang muncul antara 1 hingga 3 minggu setelah infeksi dan menetapnya RNA HCV
selama 6 bulan menandakan adanya infeksi kronik (Chevaliez, 2010). Antibodi
terhadap HCV (anti-HCV) dapat dideteksi 2 hingga 8 minggu setelah infeksi dan
akan menetap pada infeksi kronik (Chevaliez, 2010). Pada beberapa pasien HIV
dengan koinfeksi HCV dilaporkan memiliki hasil negatif pada pemeriksaan
serolologi, anti-HCV (-), meskipun pada pemeriksaan molekuler didapatkan RNA
HCV atau RNA HCV (+) (Chamie et al., 2007; Juniastuti et al., 2014). Penurunan
1
2
respons humoral yang ditandai dengan hasil pemeriksaan serologi anti-HCV (-)
pada koinfeksi HCV dapat disebabkan oleh adanya disfungsi imun (Liu et al.,
2014). Hal tersebut dibuktikan melalui adanya kaitan antara jumlah sel T CD4+
yang rendah dengan penurunan produksi anti-HCV (Netski et al., 2007). Sel T
CD4+ berperan dalam mengontrol viremia melalui aktivasi sel T CD8+, maturasi
sel B dan produksi antibodi oleh sel plasma serta sekresi sitokin seperti Interferonγ (IFN-γ) dan Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) yang berperan mengaktifkan
keadaan anti-virus pada jaringan yang terinfeksi (Swain et al., 2012). Pada pasien
HIV, jumlah sel T CD4+ penting untuk selalu dipantau untuk menentukan waktu
pemberian antiretroviral therapy (ART) dan profilaksis melawan infeksi
oportunistik (HHS, 2014). Sebelumnya, dilaporkan bahwa koinfeksi HCV pada
pasien HIV di Rumah Sakit Dr. Moewardi sebanyak 43% (43/156). Namun
kaitannya dengan jumlah sel T CD4+ belum diketahui. Oleh karena itu, peneliti
tertarik untuk mengetahui adakah perbedaan jumlah sel T CD4+ dengan status
koinfeksi pasien HIV koinfeksi HCV RSUD Dr. Moewardi di Surakarta.. Penelitian
ini merupakan bagian dari penelitian payung grup riset A-IGIC (A-Infection,
Genomic, Immunology & Cancer) Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
3
B. Rumusan Masalah
Adakah perbedaan antara jumlah sel T CD4+ dengan status koinfeksi HCV
pasien HIV RSUD Dr. Moewardi di Surakarta?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menambah informasi
terkait profil imunologi pasien HIV dengan koinfeksi di Indonesia.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan
antara jumlah sel T CD4+ dengan status koinfeksi HCV pasien HIV RSUD
Dr. Moewardi di Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritik
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai perbedaan
antara jumlah sel T CD4+ dengan status koinfeksi HCV pasien HIV RSUD
Dr. Moewardi di Surakarta.
2. Manfaat Aplikatif
Hasil penelitian ini dapat menambah data profil imunologi pasien
HIV koinfeksi HCV di Indonesia. Selain itu, penelitian ini dapat digunakan
oleh klinisi dalam menentukan tatalaksana yang tepat pada pasien HIV
dengan koinfeksi HCV.
Download