Task 1 (What is bussines etchic) - Rina Utari

advertisement
THE ESSENCE OF
BUSINESS ETHICS
Dosen Pembimbing:
Hj. Iga Aju Dharmani SST, SE, MM
Penyusun:
RINA UTARI
(01212009)
UNIVERSITAS NAROTAMA
SURABAYA
2014
By: Peter Pratley
Penerbit: Andi Yogyakarta
1.3. Definisi Etika
Etika adalah suatu cabang ilmu filsafat. Tujuannya adalah mempelajari
perilaku, baik moral maupun immoral, dengan tujuan membuat pertimbangan yang
cukup beralasan dan akhirnya sampai pada rekomendasi yang memadai.
Etika mempunyai tujuan ganda. Tujuan pertama secara tidak langsung menyatakan
analisis dan penelitian. Tujuan ini mengarah pada diagnosis etis terhadap tindakan
dan peristiwa. Analisis mencakup penjelasan standart dan berbagai perbedaan
pendapat.Sampai di sini etika sudah
bermanfaat karena orang sering tidak
menyadari nila-nilai moral dan kebiasaan berfikir. Asumsi dasar di balik tindakan dan
pertimbangan moral kita biasanya terjadi begitu saja. Etika normatif menganalisa
pertimbangan-pertimbangan kita dan membuat anggapan moral kita menjadi tegas,
tetapi mungkin juga anggapan-anggapan itu dikecam. Tujuan kedua adalah
memberikan nasihat untuk perbaikan. Tujuan ini mengusulkan pemecahan dan
kebijaksanaan ketika menghadapi dilemma masa kini dan bahaya masa depan,
berdasarkan pendapat yang telah disertai dengan informasi yang baik.
3.2 Definisi Etika Bisnis
Etika Bisnis adalah studi yang mempelajari kebijakan perusahaan yang ada dan yang
berpengaruh kuat terhadap kesejahteraan manusia dan lingkungan. Kebijakan dan
perilaku yang nyata ini mencakup moral bisnis yang dinyatakan sebagai suatu
kumpulan pendirian dan kegiatan yang diberikan, baik di luar maupun di dalam
perusahaan, tentang pokok bahasan bisnis.
Etika bisnis mempelajari mengenai kebijakan perusahaan dan bukan studi tentang
topic yang tersembunyi (misalnya eksport ilegal).
3.3 Persoalan Utama Etika dan Perilaku Moral
Etika mempunyai pendekatan tersendiri terhadap moralitas dan tidak ditelan
oleh pokok persoalannya. Dalam setiap perdebatan mengenai moral praktis, mungkin
saja ditunjuk standart etika tertentu yang harus dipertimbangkan atau diingatkan
mengenai bahaya tertentu dari sikap yang terlalu berat sebelah. Dengan cara ini
pemikiran etika sebenarnya dapat memberikan sumbangan yang memadai.
Dalam prakteknya perbedaan antara pemikiran etika dan perilaku moral konvensional
tidak jelas, sebab contoh-contoh terbaik dari pemikiran etika terapan ditemukan
diantara para praktisi. Khususnya mereka yang hidup dalam situasi yang adat
kebudayaanya berbeda menyebabkan tuntutan yang bertentangan, mengembangkan
pemikiran etika. Jika kita terbenam pada satu aturan moral, maka kita sering
mengambil standart moral yang diperbolehkan. Perselisihan yang menyakitkan yang
merupakan
pengalaman
yang berulang-ulang antara aturan
yang berbeda,
mengharuskan kita melihat jauh melampaui adat kebiasaan.
Peraturan mengenai pemikiran yang dikembangkan oleh sekolah filsafat moral
memberikan bantuan yang berguna, sebab menawarkan petunjuk umum mengenai
bagaimana cara bertanya, mengatur dan merumuskan ulang pandangan dan
dilemma para praktisi.
3.4 Relativisme – Persoalan Etika
Herodotus (1972) menyatakan bahwa kebiasaanlah yang membedakan
manusia. Dimulai dengan anggapan bahwa gagasan- gagasan kita mengenai hal-hal
yang benar dan salah tergantung pada aturan moral tempat kita didik. Herodotus
menunjukkan apa yang terjadi pada setiap orang jika mereka dihadapkan pada
kebiasaan yang sama sekali berbeda. Dalam hal ini tampaknya mustahil untuk
mengatasi perbedaan-perbedaan antar kebudayaan yang bertentangan, dan kita
tergoda untuk menyimpulkan bahwa tidak ada nilai-nilai lintas budaya. Orang
tergoda dengan relativisme etika yaitu bahwa perilaku moral harus dinilai sesuai
dengan standart-standart kebudayaan yang tepat.
3.5 Menerapkan Perbedaan antara Norma dan Nilai
Perlu adanya pembelajaran antara norma yang nyata dengan nila-nilai dasar.
Kedua konsep tersebut menyangkut harapan kita mengenai perilaku (pendapat),
yang merupakan hal yang berbeda dengan perilaku yang sebenarnya. Norma dapat
didefinisikan sebagai harapan yang spesifik mengenai perilaku nyata, juga bertindak
sebagai kriteria untuk menilai kualitas perilaku manusia. Dalam hal ini normanormanya sama sekali berbeda. Sebagai contoh orang Yunani melaksanakan
pembakaran jenazah sebagai upacara pemakaman, sedangkan orang –orang
Chalatiae tampaknya mempunyai upacara suci memakan jenasah orang tua mereka.
Nilai-nilai adalah harapan dan gambaran yang lebih umum tentang perilaku
manusia, yang mungkin sadar atau tertanam secara sangat dalam sehingga tidak
dapat dirumuskan secara verbal. Dengan demikian nilai-nilai dapat didefinisikan
sebagai gambaran yang abstrak, kolektif yang manusia percaya bahwa hal itu benar,
baik, dan layak untuk dikejar. Nilai-nilai dasar dari suatu masyarakat menggantikan
inti dari kebudayaannya. Dalam hal orang-orang Yunani dan Chalatiae, tidak ada satu
pihakpun yang ingin menawar norma-norma konkrit mereka. Sikap yang lebih umum
ini adalah nilai yang ditanggung mereka. Keduanya menunjukkan suatu kepercayaan
yang dalam dan suci dalam upacara-upacara suciyang mereka gunakan untuk
membantu orang tua mereka berangkat dari dunia orang hidup kedunia orang mati.
Secara singkat mereka sama-sama memiliki suatu nilai rasa hormat yang tak
bersyarat mengenai upacara kematian.
3.6 Posisi Dalam Perdebatan Relativisme
Norma dan nilai kebudayaan yang banyak berubah merupakan fakta yang kita
terima. Ini adalah kenyataan hidup. Nmaun dari sudut pandang etika normative,
merupakan hal yang berbahaya jika menyokong etika relativisme, yang menyatakan
bahwa semua etika normative hanya dapat dinilai sesuai kriterianya sendiri. Akibat
yang nyata adalah orang harus menerima semua jenis kebiasaan setempat yang
menyebabkan luka-luka berat dan kematian, contohnya pembakaran janda (suttee)
di India, perbudakan, terorisme politik atau kebiasaan tirani para komando perang.
Sebaliknya, kita sadar bahwa berbahaya jika menggunakan dengan begitu saja
norma-norma konkrit kita pada kebudayaan-kebudayaan lain, yang akan sama
dengan ethnosentrisme yang menutup mata, suatu kepercayaan bahwa kebiasaan
setempat memberikan suatu standar umum. Pada tingkat pengertian deskriptif
tentang kebudayaan lain, relativisme antropologi berlaku jika menyatakan bahwa
pertama-tama seseorang harus mengerti betul tentang kebiasaan, seperti yang
dirasakan dan dipraktekkan oleh orang-orang setempat, sebelum ia membuat
penilaian mengenai mutu etika dari berbagai kebiasaan setempat.
Download