STRATEGI BELAJAR MENGAJAR HAND OUT : 07 SBM PENDIDIKAN NILAI 1. Pendidikan nilai bertujuan untuk membantu peserta didik menumbuhkan dan mem-perkuat sistem nilai dipilihnya untuk dijadikan dasar bagi penampilan prilakuknya. 2. Pendidikan nilai betumpu pada pengembangan sikap (afektif oleh karena itu berbeda dengan belajar mengajar dengan pendidikan kognitif atau psikomotor.) 3. Sistem nilai yang diyakini/dianut oleh seseorang sangat kuat mempengaruhi terhadap prilaku dan kepribadian seseorang karena merupakan kekuatan emosional seseorang (Frankel, 1977) dengan demikian pendidikan nilai erat kaitannya dengan pendidikan kepribadian. 4. Di Indonesia pendidikan nilai secara formal diberikan dalam pelajaran/ bidang studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan PPKN. Adalah pendidikan nilai yang bersumber pada sistem nilai Pancasila agar dapat menjadi kepribadian yang fungsional. Kokoh sebagai dasar berperilaku warga negara Indonesia. Selain PPKN juga pendidikan Agama yang berhubungan dengan sistem nilai yang bersumber pada agama. 5. Pendidikan nilai adalah pendidikan sikap yaitu kecenderungan untuk berbuat/ berpe-rilaku, sikap inilah dibentuk oleh kekuatan sistem nilai yang dibentuk oleh kekuatan sistem nilai yang mempribadi pada setiap individu. 6. Keunikan dari pada kecenderungan sikap tersebut adalah lebih bersifat abstrak, ha-nya dapat dikenali oleh sejumlah indikator, antara lain dalam tujuan yang dimiliki in-dividu, aspirasi yang dinyatakan sikap dalam wujud prilaku yang ditampilkan, pera-saan yang diwujudkan perbuatan yang dilakukan dari kepribadian yang terekpresi. 7. Pendidikan nilai menjelajahi bagian yang tidak tampak dalam prilaku yang teramati, akan tetapi mencakup pemahaman terhadap sesuatu dibalik prilaku verbal tersebut. Dimensi inilah yang relatif mempengaruhi sulitnya pengembangan Model Pendidikan Nilai dari pada pendidikan lainnya. 8. Pendidikan dari nilai pendidikan moral memiliki kesamaan sebagai “Afective Education’’, perbedaan secara gradual dimana pendidikan nilai pada dimensi konseptual, sedangkan pendidikan moral lebih bersifat operasional. 9. Pemikiran dalam pendidikan Nilai/Value Education. Melakukan perdebatan pro dan kontra untuk dijadikan bahan pelajaran, dalam kurikulum sekolah, hal ini ada kaitannya dengan pemahaman konseptual tentang nilai itu sendiri. 10.Aliran Relativisme beranggapan bahwa nilai tidak dapat diajarkan, dengan alasan bahwa hakekat dari nilai adalah relatif, subjektif, temporer dan situasional. 11.Aliran bebas nilai (Value Free), nilai tumbuh sesuai dengan kodrat manusia untuk itu nilai tidak perlu diajarkan, bahkan setiap individu diberikan kebebasan untuk memiliki nilai. 1. Aliran Dogmatisme nilai yang dianut dan diterima secara merupakan untuk dianut dan dilaksanakan untuk tidak perlu diajarkan tanpa dipertimbangkan baik buruknya, secara individual. 2. Aliran rasional, nilai perlu diterima berdasarkan hasil penalaran yang akan membe-rikan kesadaran untuk melaksanaskan. Negara kita, dan sistem pendidikan nasio-nal, pendidikan nilai diperlukan dalam kerangka pembentukan manusia seutuhnya untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Dengan demikian nilai perlu dijadikan bahan/materi pendidikan sehingga dianut atau dapat dimiliki oleh peserta didik. Sistem pendidikan nasional tidak menganut sistem ’’Value Free”, atau Relativisme apalagi absolutisme, akan tetapi lebih memihak kepada aliran keyakinan yang raional yang memandang sangat esensial nilai dikembangkan dalam pendidikan. Buktinya dalam kurikulum terdapat pendidikan agama, pendidikan pancasila. Pendidikan nilai adalah pendidikan aspek hidup etika. Pendidikan etika lebih khusus perlu untuk pengajaran etika bagaimaa seharusnya. 3. Dalam kondisi pendidikan nilai dibeberapa negara ada dua model pendidikan nilai, pertama diberikan dalam kurikulum tersendiri sebagai mata pelajaran. Kedua dibeika secara terintegrasi dalam kurikulum pada setipa mata pelajaran. Ketiga pendidikan nilai diberikan dalam keluarga tidak disajikan dalam kurikulum di Indonesia pendidikan nilai begitu pula pendidikan nilai dilaksanakan baik disekolah maupun dalam keluarga dan masyarakat. 4. A Value is in idea-concept about what sameone thinks is impotant in life. Nilai adalah ide-konsep abstrak apa yang diperlukan oleh seseoang tentang sesuatu yang dipandang penting dalam hidup. Studi tentang nilai selalu dalam kaitannya dengan estetika dan etika. Estetika selalu merujuk pada kehidupan keindahan, kebahagian, sedangkan etika mengacu pada berprilaku didasarkan atas baik buruk. 5. Nilai berfungsi untuk mengarahkan prilaku seseorang sehingga dapat berbuat dengan penuh pertimbangan nilai sehingga dapat berprilaku secara patut, benar adil dan bijaksana/berharga. Dengan demikian prilaku yang didasarkan pada nilai akan melahirkan perbuatan yang bermanfaat sesuai dengan sistem yang tumbuh dan ber-kembang dilingkungannya. Nilai berkembang atas kepercayaan/belief/ bersumber pada sistem nilai mana yang positif dan mana berharga atau tidak berharga. 6. Bedasarkan kepada beberapa definisi yang dikemukakan beberapa ahli. Nilai memiliki ciri-ciri sebagai berikut; 1). Berada pada diri setiap individu 2). Bersifat abstrak konseptual 3). Merupakan ide atau konsep 4). Merupakan patokan aturan tentang sesuatu perbuatan 5). Tumbuh dan berkembang sebagai suatu sistem 6). Sebagai kekuatan dalam menopang pilhan dan perubahan nilai 7). Nilai bersifat dinamis dan bedimensi subjektif dan dipengaruhi oleh lingkungan sosial budaya. 8). Nilai berada pada alam pemikiran manusia, tidak pada alam nyata. 1) a. Moral bagian dari pada nilai, yaitu nilai yang bersumber pada etika, dengan demikian pendidikan moral adalah pendidikan nilai. b. Nilai sebagai dasar bagi pembentukan norma yang mencakup norma sosial, dan norma hukum. 7. Sebagai dasar berperilaku terdapat nilai standar yang dikembangkan oleh sistem nilai yang memberikan kemudahan untuk memilihnya. 8. Ronald Duska (1975) menjelaskan yang memiliki kematangan moral adalah mereka memiliki pedidikan moral yang benar dan berfaedah sesuai dengan pendirinnya. Kematang moral adalah mengetahui mana yang benar dan melakukan yang dinyatakan benar tersebut 9. Kematangan moral seseorang ditandai dengan kemampuan untuk menentukan nilai yang dipakai dasar bagi unjuk prilakunya, kematangan moral sebagai kemampuan seseorang. 10. Dalam mempertimbangkan baik buruk dengan memilih yang terbaik untuk diperbuat. 11. Nilai sebagai ide tidak eksis dalam dunia nyata (the world of experience) tetapi nilai berada dalam pikiran (exist in people’s mind). Terdapat sejumlah patokan (pola prilaku) standard seperti kemudahan, efisien, dan hal-hal yang patut untuk diperbuat oleh individu dimana saja. Norma-norma sosial dengan hubungan merupakan kaedah untuk membantu manusia dalam memilih setiap masyarakat memiliki sejumlah nilai sebagai patokan. Namun sering tidak didasari akan keberadaannya. 12. Sebagai standar nilai membantu untuk menetapkan kegunaan jika kita menghendaki sesuatu atas tidak menghendaki sesuatu. Nilai membantu dalam menetapkan kebutuhan, seperti khususnya aspek, sasaran sebuah gagasan, cara bertindak, dll. Standard tersebut paling penting dalam membantu menetapkan pilihan yang paling tepat untuk tunduk, prilaku yang menetapkan sesuatu itu atas sesuatu arah, standard nilai inilah yang disebut Nilai Moral (Moral Values). 13. Nilai moral membentuk bimbingan untuk menetukan apakah sesuatu itu baik atau buruk, dengan demikian dapat memiliki alasan pertimbangan dalam menetapkan baik dan buruk, sehingga memberikan kembali untuk menentukan perbuatan yang terbaik untuk dilakukannya. 14. Nilai instrumental (instrumental Values) adalah sesuatu yang dianggap berharga untuk memperoleh sesuatu nilai lain. “ Seorang guru akan dianggap baik jika memberikan kemudahan dalam belajar bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar”. “Seorang akan dibenarkan dan dipandang baik, apabila menyelamatkan masyarakat dari tindakan masyarakat sendiri”.