Nur Wilianto/ 125120400111010 1. Propaganda Dan Media

advertisement
Nur Wilianto/ 125120400111010
1. Propaganda Dan Media
Propaganda adalah sebuah bentuk komunikasi yang mencoba untuk mendapatkan respon
yang sesuai dengan keinginan sang propagandandist. Propaganda berbeda dengan persuasi,
karena dalam persuasi, orang yang melakukan ingin menawarkan produk yang mampu
memuaskan kedua belah pihak, sedangkan propaganda tidak. Namun propaganda menggunakan
model unsur-unsur komunikasi persuasif dan ditambahkan informasi-informasi tertentu yang
membuat sebuah komunikasi propaganda. Propaganda biasanya mempengaruhi opini publik dan
perubahan perilaku masyarakat.
Dalam definisi yang paling netral, propaganda adalah komunikasi untuk menyebarkan
dan mempromosikan ide-ide tertentu. Propaganda berasal dari bahasa latin yang berarti “untuk
menyebarkan” atau “menabur”. Pada awalnya, tahun 1622, Vatikan mendirikan Sacra
Congregatio de Propaganda Fide, yang berarti jemaat suci untuk menyebarkan iman Gereja
Katolik Roma. Tujuan dari gereja adalah untuk menyebarkan iman dalam bentuk propaganda ke
dunia baru, dan juga menentang Protestan. Ketika propaganda digunakan untuk menentang
protestan, sifat dari propaganda tersebut telah kehilangan netralitas, dan definisi selanjutnya
adalah untuk merendahkan dengan nilai-nilai yang negatif dan tidak jujur. Propaganda mulai
digunakan sebagai topeng dari kebohongan, distorsi, penipuan, manipulasi, mengendalikan
pikiran, perang psikologis, cuci otak, dan perundingan.
Contohnya ada di film “American Sniper”. American Sniper adalah kisah tentang Chris
Kyle, tokoh nyata anggota Navy SEAL. Ia adalah penembak runduk alias sniper dengan catatan
bunuh terbanyak sepanjang sejarah militer AS. Setidaknya 160 warga Irak ia tewaskan selama
bertugas dalam invasi AS di negara itu sejak 2003. Dalam film ini, terdapat kilas balik dari
sebuah keluarga di Amerika Serikat, yang dimana melihat aksi serangan terorisme 9/11
merupakan serangan bagi seluruh warga Amerika Serikat, akhinrnya Chris Kyle pun ikut
mendaftarkan diri sebagai salah satu Tentara Amerika Serikat. Di dalam film tersebut juga diisi
dengan cuplikan tembakan ke anak kecil, yang dapat dibenarkan karena sang anak kecil tersebut
membahayakan tentara Amerika. Sehingga dengan adanya cuplikan tersebut dapat memanipulasi
pikiran audien bahwa para tentara yang membunuh warga sipil, ataupun anak kecil karena ada
sebab. Dengan demikian, film American Sniper mampu memperkuat tekad dan keyakinan warga
Amerika Serikat dalam upaya perang melalui doktrinasi hiburan.
2. Propaganda di Masa Perang Dunia: the Corpse Factory
Cerita tentang kekejaman musuh sejak zaman pertengahan telah mempu mendorong
orang untuk ikut berperang membela negaranya. Hal tersebut pun mulai digunakan hingga
sekarang. Ketika masa Perang Dunia I, propaganda menjadi salah satu instrumen penting.
Propaganda pada saat itu digunakan untuk 3 hal, yaitu membenarkan tindakan sebuah negara,
mendorong rekruitmen tentara, dan yang terakhir adalah untuk memberi gambaran bahwa musuh
adalah orang yang sangat kejam. Namun walaupun begitu, media atau pemerintah yang
menyebarkan cerita/propaganda memiliki kecemasan akan kredibilitas mereka kedepannya jika
diketahui cerita itu adalah sebuah propaganda.
Salah satu propaganda yang terjadi pada masa Perang Dunia I adalah isu tentang the
Corpse Factory. Propaganda ini digunakan untuk “demonize” Jerman. Dalam propaganda ini
dikisahkan bahwa Jerman menggunakan mayat-mayat tentaranya yang gugur di mendan
pertempuran untuk digunakan sebagai bahan produksi yang bermanfaat, seperti makanan babi,
pembersih, gliserin, pelumas, bahkan sabun. Cerita ini mulai muncul pada tanggal 17 April 1917
oleh perusahaan media The Times dan The Daily Mail (yang keduanya dimiliki oleh Northcliffe
pada saat itu. Mereka mengaku mendapatkan berita itu melalui kantor berita Belgia,
l'Indépendance Belge, yang mengakui mendapat berita dari media Belgia lainnya. Media berita
belgia tersebut mengaku mendapat berita langsung dari Koran Jerman, Berliner Lokal-Anzeiger.
Namun dalam berita koran jerman tersebut masih tidak jelas apakah bahan dari mayat manusia
atau tidak, tetapi koran Belgia lah yang menyebutkan begitu, dan cerita tersebut menyebar luas
ketika Perang Dunia I. Ketika berita, atau kisah itu menyebar, mampu menempatkan Jerman
sebagai negara yang kejam. Jerman sebenarnya membantah dan menjelaskan bahwa tidak ada
sama sekali pabrik mereka yang menggunakan bahan dari mayat manusia. Cerita ini pun mulai
diklarifikasi oleh Inggris ketika hubungan Inggris dengan Jerman menghangat, melalui Sir
Austen Chamberlain, yang merupakan menteri luar negeri Inggris saat itu, mengatakan bahwa
kisah itu tidaklah nyata.
Kisah tentang Corpse Factory yang telah dianggap sebagai urband legend, pada perang
dunia II muncul kembali bersamaan dengan kebijakan camp konsentrasi Jerman. Kisah ini mulai
menyebar hingga ke Amerika Serikat pada tahun 1942 yang mengarah ke holocoust. Rumor ini
mengatakan bahwa Jerman telah membuat sabun kotak yang memiliki stampel RIF, yang
akhirnya disalah inisialkan menjadi Reich Juden Fett (State Jewish Fat) yang menjelaskan
bahwa sabun yang diproduksi Jerman berasal dari lemak mayat kaum Yahudi. Padahal
sebenarnya RIF itu merupakan dari inisial dari Reichsstelle für industrielle Fettversorgung
("National Center for Industrial Fat Provisioning"), merupakan agensi yang bertanggungjawab
dalam distribusi sabun dan produk pembersih. Bahkan RIF sendiri tidak mengandung fat sama
sekali, apalagi lemak manusia. Namun karena penjelasan diatasa tidak begitu disebarluaskan
oleh media, kisah ini menjadi rumor yang lagi-lagi men-demonized Jerman. Rumor ini dianggap
sebagai bagian penting dalam “membawa” AS turut serta dalam PD II. Setelah Perang Dunia II
berakhir, RIF, atau Jewish Soap dijadikan ikon dari Holocaust, dan menjadi salah satu persepsi
publik tentang Holocaust.
Kisah Corpse Factory dan Metode Propaganda Modern
Pada 1938, A. J. Mackenzie membuat daftar dari fitur-fitur yang harus ada dalam
propaganda yang sukses, yaitu

Repetition (pengulangan), kisah dari Corpse Factory yang diulang-ulang setiap hari oleh
koran milik Northcliffe. Selain itu, kesalahan dari penterjemahan diikuti dengan sumber
yang jelas, sumber dari China, yang merupakan sumber yang lebih meragukan, mampu

membuat kisah ini tetap ada
Colour, koran Belgia menceritakan tentang Corpse Factory dengan memberikan gambar

yang “hidup” dan memuakan, dan seakan-akan realistis.
A kernel of truth (awalnya bisa dibuktikan kebenarannya), yang dimana memang ada

pabrik memfasilitasi pengelolaan bangkai atau mayat
A slogan (keberadaan slogan) meskipun tidak sepenuhnya slogan, ungkapan “Germany

are ghauls” telah melekat.
Directedness toward a specific objective (ada tujuan jelas yang ingin dicapai), yang
dimana tujuan propaganda tersebut jelas, yaitu memunculkan kebencian di benak

masyarakat luas kepada Jerman
Concealment of the motive, yang dimana motif dari berita yang disebarkan harus

disembunyikan motifnya.
Appropriate timing, waktu yang tepat ketika ingin meluncurkan propaganda sangatlah
dibutuhkan, hal ini ditandai dengan berhasilnya Propaganda Corpse Factory, yang
dimana kisah ini diceritakan bersamaan dengan adanya pabrik pengolah bangkai atau
mayat.
3. Cold War: Propaganda Pasca Perang Dunia
Perang Dingin merupakan perang propaganda antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet.
Perang ini berlangsung melalui media-media, khususnya broadcasting. Masing-masing pihak
sangat paham tentang kekuatan propaganda, dan Lenin menggunakan propaganda sebagai
strategi utama Soviet dalam melawan Amerika Serikat. Uni Soviet menggunakan propaganda isu
penindasan kelas bawah oleh kapitalis dunia yang disimboliskan sebagai bangsa barat. Bahkan
pada tahun 1960 an, Uni Soviet menjadi broadcaster Radio terbesar di dunia dengan siaran
paling banyak, dan mereka tidak menggunkan bahasa Rusia, tetapi menggunakan bahasa Inggris
dan bahasa asing lainnya untuk menyebarkan propaganda mereka. Uni Soviet bahkan juga
menghabiskan lebih banyak uang untuk melakukan pembajakan daripada siaaran. Hal tersebut
dilakukan untuk mengganggu jalannya aktivitas propaganda Amerika Serikat yang melakukan
Propaganda juga. Walaupun begitu, radio ini tidak begitu mendapat banyak perhatian dari dunia
barat, karena dunia barat lebih beraliansi dengan Amerika Serikat
Untuk Amerika Serikat sendiri, mereka menggunakan media tidak hanyak untuk
propaganda. Hal ini dimulai ketika Amerika Serikat melalui VoA, Voice of America sebagai
media diploamasi ketika Perang Dunia II, dan pengaruh VoA menjadi kuat di seluruh dunia.
Power yang dimiliki VoA telah menjadi senjata krusial Amerika Serikat menyuarakan
propagandanya. Disamping itu Amerika Serikat memiliki Radio yang berbasis di Eropa. Radio
mereka seperti Radio Free Europe memiliki pendangan yang tinggi di Eropa, namun masih kalah
dengan BBC. Hal ini disebabkan BBC lebih mature dan seimbang konten beritanya daripada
mempropagandakan kepentingan kelompok tertentu.
4. Propaganda Abad-21: Perang Irak
Propaganda Amerika Serikat tentang perang irak merupakan tindakan sengaja yang
dilakukan oleh Pemerintah Amerika Serika. Media memberikan embel-embel fakta di dalam
propaganda mereka, walaupun mereka sadar betul apa yang mereka lakukan adalah salah. Hal ini
karena danya tekanan dan arahan dari pemerintah media harus dikontrol, mengingat pada perang
Vietnam, Amerika Serikat kalah karena laporan media yang menunjukan korban perang
membuat publik menentang, sebagai salah satu faktor AS kalah perang.
Walaupun media diberi ijin untuk meliput perang secara langsung, pada kenyataannya
mereka diberi arahan oleh Pemerintah AS untuk framing berita, arahan itu berupa syarat:
• Pergerakan mereka dikontrol militer, termasuk membawa ke wilayah tertentu
• Ada perjanjian terkait konten apa saja yang bisa diliput dan apa yang tidak
• Tidak diperbolehkan wawancara tentara tanpa kehadiran petugas media militer
• Ada petugas yang membaca terlebih dahulu laporan media, sebelum dipublikasikan
5. Teknik-teknik Propaganda
IPA (Institute for Propaganda Analysis) menjabarkan teknik melakukan propaganda, yaitu:
a) Name calling  penggunaan julukan untuk menjatuhkan seseorang, istilah, atau ideologi
dengan memberinya arti negatif.
b) Bandwagon  penyampaian pesan yang memiliki implikasi bahwa sebuah pernyataan
yang diinginkan oleh banyak orang atau mempunyai dukungan luas.
c) Transferring,yaitu teknik propaganda dimana orang, atau organisasi diasosiasikan dengan
sesuatu yang mempunyai kredibilitas baik atau buruk.
d) Card stacking, yaitu teknik pemilihan fakta dan data untuk membangun kasus dimana
yang terlihat hanya satu sisi suatu isu saja, sementara fakta yang lain tidak diperlihatkan.
e) Glittering generalities, yaitu teknik dimana sebuah ide, misi diasosiasikan dengan hal
baik seperti kebebasan, keadilan, dan demokrasi.
f) Plain folks, yaitu teknik propaganda yang menggunakan pendekatan yang digunakan oleh
seseorang untuk menunjukkan bahwa dirinya rendah hati dan empati dengan penduduk
pada umumnya.
g) Testimonial, yaitu teknik propaganda yang paling umum digunakan dimana ditampilkan
seseorang yang untuk bersaksi dengan tujuan mengkampanyekan tujuan tertentu,
terkadang dalam kesaksiannya orang yang sama menjelek-jelekkan aktor yang lain.
Download