PENELITIAN PENDIDIKAN KIMIA

advertisement
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7
Surabaya, 25 Pebruari 2012
PENELITIAN PENDIDIKAN KIMIA: TREND GLOBAL
SRI RAHAYU
Pendidikan Kimia/Sains FMIPA Universitas Negeri Malang
E-mail: [email protected]
Abstrak
Sains, termasuk kimia memiliki peranan penting dalam meningkatkan literasi kimia masyarakat. Para
peneliti pendidikan sains memfokuskan topik-topik penelitiannya sesuai dengan kebutuhan zaman.
Kajian yang dilakukan penulis terhadap 432 artikel penelitian pendidikan kimia yang dipublikasikan di
jurnal internasional sains dan kimia selama lima tahun terakhir ( 2007-2011) menunjukkan bahwa
topi-topik penelitian yang banyak diminati oleh peneliti pendidikan kimia pada periode tersebut dapat
diurutkan sebagai berikut 1) pemahaman konsep dan perubahan konsep; 2) metode pembelajaran; 3)
Pembelajaran inkuiri dan laboratorium; 4) Asesmen. 4) Penggunaan internet dan ICT; 5) Problem
solving, penalaran dan metakognisi; 6) Rasa percaya diri (self efficacy), sikap dan persepsi; 7) Multiple
representation. Metode penelitian yang digunakan mencakup kuantitatif, kualitatif atau gabungan
kuantitatif dan kualitatif (mixed-method). Isu-isu prospektif yang mungkin dieksplorasi lebih lanjut
sebagai kajian penelitian adalah bagaimana mengintegrasikan aspek-aspek kimia ‘triplet representasi’
kedalam kegiatan pembelajaran sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuannya dalam
merepresentasikan berbagai fenomena kimia dengan benar, yang pada gilirannya dapat mengurangi
kesulitan dan miskonsepsi siswa.
Kata-kata kunci: penelitian pendidikan kimia, trend global
membantu guru sains dalam meningkatkan
praktek pembelajaran di kelas serta
perannya dalam meningkatkan literasi
ilmiah, tetapi juga untuk memahami apa
yang telah diteliti di masa lalu agar dapat
dieksplorasi lebih lanjut di masa depan.
Fokus penelitian pendidikan sains
di
negara-negara
maju
mengalami
perubahan sejalan dengan reformasi
pendidikan sains yang sedang dijalankan
oleh negara-negara tersebut. Sebagai
gambaran, Amerika sudah mengalami tiga
gelombang reformasi pendidikan sains,
yaitu dalam tahun 1950an, 1980an dan
1990an
(de Jong, 2007). Reformasi
gelombang pertama diawali tahun 1950an,
setelah sputnik I diluncurkan, karena
terdapat pengakuan akan kurangnya
sumber daya manusia dalam sains dan
teknologi di negara tersebut yang
diindikasikan karena rendahnya kualitas
pendidikan sains. Oleh karena itu,
reformasi dalam kurikulum sains lebih
menekankan pada penguasaan konsepkonsep sains dasar dan proses sains
sebagai ketrampilan individu (misalnya
PENDAHULUAN
Sains sebagai bidang studi mengacu
pada berbagai disiplin ilmu seperti fisika,
kimia, biologi serta pengetahuan bumi dan
antariksa. Sedangkan pendidikan sains,
pada hakekatnya merupakan sebuah bidang
studi multidisiplin (Duit, 2007). Para
pendidik dan peneliti telah menegaskan
pentingnya pendidikan sains di diajarkan
di semua jenjang pendidikan. Hal ini
disebabkan karena sains memiliki peranan
penting dalam meningkatkan literasi ilmiah
masyarakat, meningkatkan kemampuan
sains dan teknologi bagi para pekerja, dan
mendorong generasi pendidik sains di
masa mendatang (NSF 1996; NRC, 2000).
Dalam kaitannya dengan pendidikan sains,
peneliti di berbagai negara telah
melakukan riset dengan tujuan agar dapat
memberikan informasi yang kritis terhadap
berbagai kebijakan dan keputusan dalam
rangka meningkatkan pendidikan sains di
berbagai jenjang pendidikan. Para peneliti
ini bukan hanya melakukan penelitian
pendidikan sains yang relevan untuk
A -2
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7
Surabaya, 25 Pebruari 2012
ketrampilan mengamati, mengklasifikasi,
membuat hipotesis, dsb) dan bukan
sekedar mengingat fakta-fakta ilmiah
(Barrow,
2006:
266).
Reformasi
gelombang kedua tahun 1980an dilakukan
karena Amerika jauh ketinggalan dalam
kancah persaingan global dalam ekonomi
dan industri, karena kelemahan dalam
sistem pendidikan. Oleh karena itu,
kebijakan
dalam
negara
tersebut
difokuskan pada pengubahan orientasi
sistem pembelajaran di sekolah. Jika
awalnya sistemnya pasif menjadi proses
yang lebih aktif serta mengaitkan
pembelajaran konsep dengan aplikasinya
dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian
pendidikan
sains pada era ini
penekanannya pada pemahaman konsep
dan belajar sains sebagai perubahan
konseptual (conceptual Change) (Chang,
Chang, & Tseng, 2010: 316). Reformasi
gelombang ketiga pada akhir tahun 1990an
ditandai dengan
penekanan terhadap
pandangan konstruktivistik dalam belajar.
Pada era ini dimensi sosial budaya dan isuisu science, technology and society (STS)
dinyatakan dalam kurikulum dan penelitian
pendidikan sains. Selain itu, teknologi baru
dalam pembelajaran, seperti pembelajaran
berbantuan komputer dan penggunaan
internet
juga
mendapat
perhatian.
Bagaimanakah perkembangan penelitian
pendidikan sains dewasa ini khususnya
pendidikan kimia? Lebih khusus lagi (1)
topik-topik apa sajakah yang menjadi
bidang kajian? (2) pendekatan dan
metodologi penelitian apa sajakah yang
digunakan?, (3) topik apa yang paling
hangat diperbincangkan saat ini? Informasi
seperti ini akan sangat berguna bagi para
pemerhati pendidikan kimia, baik peneliti,
guru, dosen dan siapa saja yang berminat
mengeksplorasi
isu-isu
yang
diperbincangkan dalam pendidikan kimia.
Sudah menjadi kebutuhan dari para
akademisi untuk mempublikasikan hasilhasil penelitian di jurnal ilmiah level
internasional maupun nasional. Berbagai
jenis jurnal perndidikan sains bisa diakses
ataupun dirujuk oleh para peneliti.
Berkaitan dengan jurnal internasional,
sebuah survei yang dilakukan oleh Towns
& Kraft (2012) baru-baru ini menemukan
bahwa terdapat 22 jurnal yang dirujuk oleh
267 peneliti pendidikan kimia dan dosen
dari universitas yang memiliki program S2
dan S3 Pendidikan Kimia dari 32 negara.
Ke-22 jurnal tersebut merupakan gabungan
antara jurnal yang diindeks dan tidak
diindeks oleh ISI (the Institute for
Scientific Information) yang dilaporkan
sebagai impact factor dalam Journal
Citation Reports (JCR). Di berbagai
disiplin sains, termasuk kimia, impact
factor sudah diakui secara umum sebagai
ukuran untuk membedakan reputasi jurnal
ditinjau dari pengaruh dan prestisenya.
Dari survey tersebut diketahui bahwa ada
lima jurnal pendidikan sains dan kimia
yang termasuk peringkat tertinggi dan
semuanya diindeks oleh ISI, yaitu the
Journal of Chemical Education (JCE),
Chemistry Education Research and
Practice (CERP), the Journal of Research
in Science
Teaching (JRST), the
International Journal of Science Education
(IJSE), and Science Education (SE).
Hasil kajian lain berkaitan
dengan kecenderungan perkembangan
penelitian pendidikan sains selama kurun
waktu tahun 1990 sampai dengan 2007
dilakukan oleh Chang, dkk ( 2010).
Mereka mengkaji artikel jurnal yang
dipublikasikan
di
empat
jurnal
internasional yaitu
International of
Science Education (IJSE), Science
Education (SE), Journal of Research in
Science Teaching (JRST) dan Research in
Science Education (RISE). Dari 1.401
artikel yang dikaji diperoleh hasil bahwa
ada sembilan kategori topik yang menjadi
minat para peneliti yaitu (1) pemahaman
konsep-konsep
sains;
(2)
praktek
pembelajaran; (3) perubahan konsep dan
pemetaan konsep; (4) pengembangan
PEMBAHASAN
Topik-Topik dalam Penelitian
Pendidikan Kimia
A -3
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7
Surabaya, 25 Pebruari 2012
profesi; (5) perubahan konsep dan analogi;
(6) hakekat sains dan isu-isu sosial; (7)
ketrampilan bernalar dan pemecahan
masalah; (8) pendidikan di perkotaan
berbasis desain; (9) sikap dan jender.
Topik yang paling banyak diteliti adalah
topik perubahan konsep dan pemetaan
konsep namun angkanya mengalamai
sedikit penurunan di tahun 2000an (Chang,
dkk, 2010: 320). Sedangkan Lee dkk
(2009) mengkaji tiga jurnal internasional
IJSE, JRST dan SE menemukan bahwa
minat peneliti pendidikan sains mengalami
perubahan dalam hal topik penelitian dari
topik pemahaman konsep dan perubahan
konsep siswa (kurun waktu 1998-2002) ke
topik konteks belajar siswa (kurun waktu
2003-2007) dan penelitian yang berkaitan
dengan topik argumentasi dalam belajar
sains banyak diminati oleh para peneliti.
Gambar 1. Contoh jurnal internasional dengan impact factor
Jika kita meninjau penelitian
pendidikan
kimia,
bagaimanakah
kecenderungan penelitian bidang ini?
Penulis telah menganalisis 432 artikel
tentang
pendidikan
kimia
dari
delapan.jenis
jurnal
internasional
pendidikan sains dan kimia ditinjau dari
topik-topik penelitian yang diminati oleh
para peneliti pendidikan kimia periode
tahun 2007 sampai dengan 2011. Yaitu,
dua jurnal pendidikan kimia: the Journal of
Chemical Education (JCE) dan Chemical
Education Research and Practice (CERP)
dan enam jurnal pendidikan sains:
International Journal of Science Education
(IJSE), Research in Science Education
(RISE), Journal of Research in Science
Teaching (JRST), International Journal of
Science and Mathematics Education
(IJSME), Science Education (SE), dan
Research in Science and Technological
Education (RSTE). Hasil kajian penulis
pada berbagai jurnal pendidikan sains/
kimia berdasarkan topik-topik pendidikan
kimia yang diminati dalam kurun waktu
lima tahun (2007- 2011) dapat dilihat pada
Tabel 1 berikut.
Pengelompokan artikel ke dalam 12
kategori di atas berdasarkan kemiripan
pokok bahasan dan untuk artikel yang
jumlahnya sedikit dikelompokkan menjadi
satu kategori. Kategori tersebut adalah:
1. Pemahaman konsep (conceptual
understanding) dan perubahan
konsep (conceptual change)
2. Penggunaan internet dan ICT
3. Problem solving, penalaran dan
metakognisi
4. Metode pembelajaran
5. Pembelajaran inkuiri dan
laboratorium
6. Rasa percaya diri (self efficacy),
sikap, persepsi.
7. Multiple representation
8. Analogi, visualisasi
9. Pembelajaran berbasis konteks
10. Pedagogical content knowledge
(PCK)
11. Asesmen
12. Lain-lain (public understanding,
buku
teks,
literasi,
teacher
change/professional development)
A -4
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7
Surabaya, 25 Pebruari 2012
Tabel 1. Pemetaan Artikel Penelitian Pendidikan Kimia Kurun Waktu Lima Tahun (20072011)
No
Nama
Jurnal
Topik Yang Diminati
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Total
1
CERP
23
13
17
28
19
10
9
1
6
2
27
21
176(40,7%)
2
JCE
11
5
10
11
16
12
4
3
0
0
18
11
101(23,1%)
3
IJSE
6
1
4
3
6
5
6
2
1
0
4
16
54(12,5%)
4
RISE
3
1
1
7
4
4
4
0
4
0
0
0
28(6,1%)
5
JRST
3
3
2
0
2
0
4
1
0
1
0
3
19(4,4%)
6
IJSME
10
2
1
2
5
2
3
2
0
0
4
1
32(7,4%)
7
SE
1
0
1
2
0
1
2
0
0
0
0
0
7(1,6%)
8
RSTE
3
2
2
7
0
0
0
0
0
0
1
0
15(3,5%)
Total
60
27
38
60
52
34
32
9
3
54
52
Dari tabel 1 di atas nampak bahwa
urutan topik-topik yang menjadi kajian
peneliti pendidikan kimia adalah:
1)
Konsepsi siswa dan perubahan konsep
(13,1%); 2) Metode pembelajaran (13,1%);
3) Pembelajaran inkuiri dan laboratorium
(12,0%); 4) Asesmen (12,5%); 5)
Penggunaan internet dan ICT (6,3%); 6)
Problem
solving,
penalaran
dan
metakognisi (8,8%); 7) Rasa percaya diri
(self efficacy), sikap, persepsi (7,9%); 8)
Multiple representation (7,4%).
Jurnal yang paling banyak memuat
artikel penelitian pendidikan kimia adalah
jurnal Chemical Education Research and
Practice (CERP) (40, 7%) dan the Journal
of Chemical Education (JCE) (23,1%).
1
1
432(100,0%
)
International Journal of Science and
Mathematics Education (IJSME) (7,4%)
dan Research in Science Education (RISE)
(6,1%).
Metodologi dalam Penelitian
Pendidikan Kimia
Berdasarkan artikel jurnal yang
dipublikasikan khususnya dalam delapan
jurnal yang dikaji oleh penulis, ditemui
dua macam pendekatan yang digunakan
oleh peneliti, yaitu pendekatan kuantitatif
dan kualitatif. Kedua pendekatan ini
muncul karena kebutuhan atau rumusan
masalah
penelitian
yang
berbeda,
walaupun sebenarnya para peneliti
pendidikan
sains/kimia
mengalami
perdebatan yang panjang berkaitan dengan
nilai relatif pendekatan kualitatif dan
kuantitatif (Patton, 1990; Phillips, 2005).
Ada peneliti yang memandang bahwa
kedua macam pendekatan itu benar-benar
berbeda, sementara peneliti lain berusaha
mengkombinasikan kedua pendekatan
tersebut untuk menjawab rumusan masalah
penelitiannya.
Pendekatan
kuantitatif
selalu berupaya untuk mengumpulkan
fakta-fakta atau bukti-bukti sedangkan
pendekatan kualitatif mengakui bahwa
pandangan peneliti merupakan komponen
Kedua jurnal ini memang jurnal khusus untuk
pendidikan kimia, namun CERP lebih banyak
memuat hasil-hasil penelitian pendidikan
kimia sedangkan JCE memuat konten
penelitian,
ide-ide
dan
praktek
pembelajaran di kelas.
Ditinjau dari jumlah artikel pendidikan
kimia yang dipublikasikan dalam jurnal
pendidikan sains, maka diperoleh hasil
bahwa jurnal yang paling banyak memuat
artikel penelitian pendidikan kimia dalam
kurun waktu lima tahun (2007-2011)
adalah International Journal of Science
Education (IJSE) (12,5%), diikuti oleh
A -5
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7
Surabaya, 25 Pebruari 2012
yang utama. Pendekatan kuantitatif
digunakan oleh peneliti yang ingin
memperoleh kecenderungan umum atau
kebenaran secara statistik, sedangkan
pendekatan kualitatif digunakan jika
peneliti ingin mengamati fenomena secara
rinci dari sudut pandang dirinya sendiri.
Dalam
penelitian
pendidikan
sains/kimia,
kecenderungan
mengkombinasikan metode penelitian
kuantitatif dan kualitatif (mixed-method)
dalam sebuah penelitian sudah diterima
dan banyak dipraktekkan. Hal ini bisa
dilihat dari jumlah artikel penelitian yang
menggunakan gabungan kedua metode itu.
Terlepas
dari
argumentasi
untuk
menggabungkan kedua metode tersebut,
setiap metode kuantitatif atau kualitatif
memiliki paradigma tertentu, yang
merupakan serangkaian pola asumsi terkait
realitas (ontology), pengetahuan tentang
realitas (epistemology), dan cara tertentu
untuk mengetahui realitas (methodology)
(Guba, 1990).
mempredikasi,
menjelaskan,
dan
memahami fenomena.
Penelitian kuantitatif dibedakan menjadi
jenis penelitian eksperimen dan noneksperimen.
• Penelitian
eksperimen:
tujuan
penelitian eksperimen adalah untuk
mempelajari hubungan sebab akibat.
Adanya manipulasi terhadap variabel
bebas dan teknik sampling acak
merupakan ciri penelitian eksperimen.
Semakin acak sampel penelitian maka
semakin ekivalen antar kelompok
eksperimen dan kontrol, menyebabkan
desain penelitian kuantitatif akan
semakin kokoh yang pada gilirannya
akan menghasilkan hasil penelitian
yang sahih dengan catatan berbagai
variabel ekstra (disebut confounding
variable) yang mengganggu hasil
penelitan ditentukan dan dikontrol.
• Penelitian non-eksperimen: dalam
penelitian ini tidak ada manipulasi
terhadap variabel bebas dan juga tidak
ada pemilihan sampel acak. Yang
termasuk
jenis
penelitian
noneksperimen adalah penelitian subyek
tunggal (single-subject research),
penelitian survei, penelitian korelasi,
dan penelitian kausal komparatif.
Contoh artikel yang dipublikasikan dalam
jurnal internasional dengan metodologi
kuantitatif adalah sebagai berikut:
− Ding, N & Harskam, E. G. (2011).
Collaboration and Peer Tutoring in
Chemistry
Laboratory
Education,.International Journal of
Science Education, 33 (6), 839-863
(desain kuantitatif- eksperimen)
− Chiu, M. H. (2007). A national
survey of students’ conceptions of
chemistry in Taiwan, International
Journal of Science Education,
29(4), 421-452 (desain kuantitatifsurvei)
2) Metode Penelitian Kualitatif
Berbeda dengan penelitian kuantitatif,
penelitian kualitatif dalam pendidikan
sains/kimia mengakui bahwa subyektivitas
peneliti sangat mempengaruhi penelitian.
1) Metode Penelitian Kuantitatif
Penelitian
kuantitatif
dalam
pendidikan sains/kimia dikembangkan
berdasarkan metode penelitian kuantitatif
yang diterapkan dalam sains (Carr &
Kemmis, 1986). Asumsi-asumsi yang
melandasi metode penelitian kuantitatif
(Fraenkel & Wallen, 2006) adalah
• Realitas bersifat obyektif dan berada di
luar diri peneliti. Oleh karena itu,
realitas merupakan sesuatu yang
dipelajari secara obyektif.
• Posisi peneliti harus tetap berjarak
dengan apa yang sedang diteliti.
• Nilai-nilai yang dimiliki peneliti tidak
boleh mengganggu atau menjadi
bagian dari penelitian (value-free).
• Penelitian utamanya berlandaskan
format logika deduktif dan teori dan
hipotesis diuji dalam format sebab
akibat. Tujuan penelitian adalah
mengembangkan generalisasi yang
memberi sumbangan terhadap teori
sehingga memudahkan peneliti dalam
A -6
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7
Surabaya, 25 Pebruari 2012
Keberadaan penelitian kualitatif dalam
pendidikan sains adalah akibat dari
kritikan yang ditujukan pada penelitian
kuantitatif. Peneliti kuantitatif seringkali
menghadapi kesulitan dalam menyajikan
data mereka jika hanya menggunakan cara
kuantitatif. Para peneliti pendidikan sains
berupaya
untuk
menyembangkan
paradigma baru berdasarkan pemahaman
bahwa sesuatu yang tidak ada dalam
penelitian kuantitatif dapat diisi dengan
pandangan peneliti dan hal ini hanya dapat
dilakukan oleh penelitian kualitatif karena
pandangan individu peneliti merupakan
faktor penting dalam penelitian kualitatif.
Diakuinya keberadaan penelitian kualitatif
nampak dari laporan JRST tahun 1991
yaitu manuscript kualitatif yang dikirim ke
jurnal JRST lebih sedikit (50%) yang
ditolak oleh pereview jurnal tersebut
dibandingkan
dengan
manuscript
kuantitatif yang dikirim ke jurnal yang
sama (77%) (Wandersee & Demastes,
1992). Asumsi yang melandasi penelitian
kualitatif (Fraenkel & Wallen, 2006) yaitu:
• Realitas majemuk berada dalam situasi
tertentu. Peneliti, individu yang diteliti,
dan
pembaca
atau
audien
menginterpretasikan hasil. Perspektif
majemuk atau suara-suara informan
(subyek yang diteliti) dimasukkan
dalam penelitian.
• Peneliti berinteraksi dengan subyek
yang diteliti dan secara aktif bekerja
untuk meminimalkan jarak antara
peneliti dengan subyek yang diteliti.
• Peneliti mengenal dan mengakui
kharakteristik penelitian yang
bermuatan nilai.
• Penelitian terikat konteks.
• Penelitian berlandaskan format logika
induktif, karegori muncul dari
informan (subyek) bukan dari pikiran
awal peneliti.
• Tujuan penelitian adalah membuka
atau menemukan pola atau teori yang
membantu menjelaskan fenomena yang
diminati.
• Penentuan akurasi meliputi verifikasi
informasi dengan informan atau
“triangulasi” dari sumber informasi
yang berbeda (yaitu mengumpulkan
informasi dari sumber yang berbeda).
Jenis penelitian kualitatif yang
digunakan oleh peneliti pendidikan sains
dan kimia seperti yang ditunjukkan oleh
publikasi
mereka
dalam
jurnal
internasional pendidikan sains dan kimia
adalah
penelitian
fenomenologi/fenomenografi,
penelitian
studi kasus, penelitian grounded-theory,
penelitian interkasi simbolik (symbolicinteraction). Berikut ini adalah contoh
artikel
yang
menggunakan
desain
penelitian kualitatif:
− Stefani, C. & Tsaparlis, G. (2009).
Students’ levels of explanations,
models, and misconceptions in
basic quantum chemistry: a
phenomenographic study. Journal
of Research in Science Teaching,
46(5), 520–536 (desain kualitatiffenomenografi).
− Mendonça, P. C. C. & Justi, R.
(2011). Contributions of the model
of modelling diagram to the
learning of ionic bonding: analysis
of a case study. Research in
Science Education, 41, 479–
503(desain kualitatif- case study)
− Mansour, N. (2011). Modelling the
sociocultural contexts of science
education: the teachers’
perspective. Online publication di
Research in Science Education tgl
11 November 2011
(http://www.springerlink.com/conte
nt/0157-244x/41/4/) (desain
kualitatif-Grounded Theory)
3) Metode Penelitian Campuran
(Mixed-Method)
Tidak diragukan lagi bahwa ada
kecenderungan penggunaan kombinasi
metode penelitian kuantitatif dan kualitatif
dalam sebuah penelitian dan hal ini sudah
dipraktekkan secara umum (Bryman,
2006). Kombinasi ini disebut dengan
metode
penelitian
mixed-method.
Pemilihan metode penelitian mixed-method
A -7
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7
Surabaya, 25 Pebruari 2012
didasarkan pada rumusan
masalah
penelitian dan kompleksitas dari fenomena
yang diteliti. Ada dua kelebihan
penggunaan metode campuran ini, yaitu
pertama, agar kedua metode kuantitatif dan
kualitatif
saling
memvalidasi
atau
triangulasi (yaitu mengkombinasikan dua
atau lebih teori atau sumber data dalam
mempelajari fenomena yang sama) agar
memperoleh
pemahaman
tentang
fenomena secara lebih lengkap. Kedua
adalah agar diperoleh hasil penelitian yang
saling melengkapi dengan menggunakan
kekuatan dari masing-masing metode (Sale
dkk, 2002). Terdapat empat jenis
rancangan penelitian mixed method
(Cresswell, 2008; Creswell & Clark,
2007), yaitu:
• Rancangan Triangulasi
(triangulation/concurrent design):
tujuannya adalah mengumpulkan data
kuantitatif dan kualitatif secara
serentak, menggabungkan data, dan
menggunakan hasil untuk memahami
masalah penelitian.
• Rancangan
Tertanam
(embedded
design): tujuannya adalah untuk
mengumpulkan data kuantitatif dan
kualitatif secara serentak tetapi salah
satu data berperan sebagai pendukung
data yang lain.
• Rancangan Eksplanatori (explanatory
design): merupaka rancangan mixedmethod dua fase, yaitu pertama data
kuantitatif dikumpulkan kemudian
diikuti pengumpulan data kualitatif
untuk membantu menjelaskan data
kuantitatif.
• Rancangan Eksplorasi (exploration
design): merupakan rancangan mixemethod
dua
fase.
Pertama
mengumpulkan data kualitatif untuk
mengeksplorasi fenomena, diikuti
dengan mengumpulkan data kuantitatif
untuk
menjelaskan
hubunganhubungan yang ditemui dalam data
kualitatif.
Berikut ini adalah contoh artikel
dalam jurnal internasional yang
menggunakan rancangan penelitian mixedmethod:
• Rahayu, S., Chandrasegaran, A. L.,
Treagust, D. F., Kita, M. & Ibnu, S.
(2011). Understanding acid–base
concepts: evaluating the efficacy of a
senior high school student-entred
instructional program in Indonesia.
International Journal of Science and
Mathematics Education, 9 (6), 14391458 (rancangan mixed-methodtriangulation).
• Stains, M. & Talanquer, V. (2007).
Classification of chemical substances
using particulate representations of
matter: An analysis of student thinking.
International Journal of Science
Education, 29 (5), 643–661 (
rancangan
mixed
methodsexploratory).
• Luft, J.A., Firestone, J.B., Wong, S.S.,
Ortega I., Adams, K, and Bang, E.J.
(2011). Beginning secondary science
teacher induction: A two-year mixed
methods study. Journal of research in
science teaching, 48 (10), 1199–1224 (
rancangan mixe-method-embedded).
Isu Prospektif Dalam Penelitian
Pendidikan Kimia
Sebagaimana dinyatakan dalam
Tabel 1 di atas, bahwa penelitian
pendidikan kimia yang berkaitan dengan
topik pemahaman konsep (concept
understanding) dan perubahan konsep
(conceptual change) banyak dilakukan.
Kajian dalam penelitian jenis ini berkaitan
dengan konsep alternatif dan miskonsepsi
dalam memahami berbagai topik kimia.
Sebagai
contoh,
penulis
meneliti
pemahaman konsep siswa SMA Indonesia
dan Jepang tentang topik materi dan
perubahannya
dikaitkan
dengan
representasi
makroskopis
dan
submikroskopis (Rahayu & Kita, 2010).
Pemahaman konsep siswa yang memadai
tentang konsep tersebut relatif rendah yaitu
rata-rata 42,5% (siswa Indonesia) dan 40%
(siswa Jepang) dan pemahaman siswa
A -8
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7
Surabaya, 25 Pebruari 2012
pada aspek makroskopis lebih baik
dibandingkan
aspek
submikroskopis.
Selain itu siswa banyak memiliki konsep
alternatif dalam topik tersebut. Hasil
penelitian lain tentang pemahaman konsep
elektrokimia menunjukkan bahwa baik
siswa Indonesia maupun siswa Jepang
mengalami kesulitan dalam memahami
konsep tersebut dan memiliki konsep
alternatif seperti yang telah ditunjukkan
oleh berbagai literatur lain (Rahayu, dkk,
2011).
Pemahaman tentang tiga jenis
representasi yang digunakan dalam kimia
−
makroskopis, submikroskopis dan
simbolik − merupakan landasan dalam
berbagai penjelasan yang menyumbang
terhadap ‘literasi kimia’. Tantangannya
adalah kapan dan bagaimana mengenalkan
‘triplet representasi’ tersebut untuk
menghindari konsep-konsep alternatif dan
miskonsepsi yang banyak ditunjukkan oleh
hasil-hasil penelitian.
Pemahaman
konsep
kimia
mencakup
kemampuan
untuk
merepresentasikan/ meng-gambarkan dan
menterjemahkan fenomena kimia dengan
menggunakan representasi macros-kopis,
submikroskopis, dan simbolik (Johnstone,
1993; Gabel & Bunce, 1994). Pada tingkat
makroskopis, kimia mencakup fenomena
yang dapat diamati dan bisa dijumpai oleh
siswa dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya es mencair, atau paku berkarat.
Agar dapat menjelaskan fenomena ini
dengan
baik,
maka
kimiawan
mengembangkan konsep dan model atom
atau
molekul.
Pada
tingkat
submikroskopis, paku yang berkarat
menjadi proses kimia dimana atom-atom
besi bereaksi dengan molekul oksigen di
udara dan menghasilkan molekul besi
oksida. Cara lain untuk mengggambarkan
proses ini adalah dengan menggunakan
persamaan reaksi kimia beserta symbolsimbol, rumus kimia dan angka-angka,
misalnya 4Fe(s) + 3O2 (g) → 2Fe2O3(s).
Seperti yang diilustrasikan dalam contoh
ini,
kimiawan
menggambarkan
pengalaman indera dengan menggunakan
atom, molekul dan menterjemahkannya
kedalam symbol-simbol dan rumus kimia.
Oleh karena itu, kemampuan siswa dalam
memahami peran setiap level representasi
kimia dan dalam mentransfer dari satu
tingkat ke tingkatan lainnya merupakan
aspek yang sangat penting agar
menghasilkan penjelasan yang bisa
dimengerti (Treagust, Chittleborough, &
Mamiala, 2003) dan juga ketiga
representasi ini berperan penting dalam
memahami hakekat kimia, norma-norma
dan metodenya (Shwartz dkk, 2006) dan
juga merupakan penyumbang kunci dalam
uraian/ penjelasan fenomena kimia. Oleh
karena itu, penting sekali bagi pendidik
untuk
mengembangkan
“kompetensi
merepresentasi/menggambarkan
(representatational competence)” siswa
dalam belajar kimia. Hal ini berkaitan
dengan
bagaimana
mengembangkan
kurikulum, pendekatan pembelajaran yang
cocok dan teknik asesmennya (Kozma &
Russell, 1997). Isu-isu tentang kompetensi
siswa dalam merepresentasi dan cara
mengembangkan kompetensi tersebut,
pengembangan
kurikulum
yang
mendukungnya,
langkah-langkah
pembelajaran di kelas dan teknik
asesmennya merupakan isu-isu prospektif
yang bisa dieksplorasi lebih lanjut melalui
penelitian pendidikan kimia. Salah satu
pakar penelitian pendidikan kimia dari
Curtin University, Prof. David Treagust,
yang juga sebagai co-author dengan
penulis menyarankan untuk mengangkat
isu integrasi ‘triplet representasi’ kedalam
kurikulum, pendekatan pembelajaran dan
pengembangan tes diagnosik/asesmen
(komunikasi pribadi).
PENUTUP
Sains, termasuk kimia memiliki
peranan penting dalam meningkatkan
literasi ilmiah masyarakat. Para peneliti
pendidikan sains memfokuskan topik-topik
penelitiannya sesuai dengan kebutuhan
zaman. Akan tetapi, kajian yang cukup
mendalam tentang
perkembangan
penelitian pendidikan kimia belum pernah
dilakukan. Kajian yang dilakukan penulis
A -9
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7
Surabaya, 25 Pebruari 2012
terhadap 432 artikel penelitian pendidikan
kimia yang dipublikasikan di jurnal
internasional sains dan kimia selama lima
tahun terakhir ( 2007-2011) menunjukkan
bahwa topi-topik penelitian yang banyak
diminati oleh peneliti pendidikan kimia
pada periode tersebut dapat diurutkan
sebagai berikut 1) pemahaman konsep dan
perubahan
konsep;
2)
metode
pembelajaran; 3) Pembelajaran inkuiri dan
laboratorium; 4) Asesmen; 4) Penggunaan
internet dan ICT; 5) Problem solving,
penalaran dan metakognisi; 6) Rasa
percaya diri (self efficacy), sikap, persepsi;
7) Multiple representation. Sedangkan
pendekatan dan metodologi penelitian
cukup bervariasi, tergantung rumusan
masalah dan kompleksitas dari fenomena
yang diteliti. Namun, ada perkembangan
baru yaitu semakin banyak peneliti yang
menggunakan
pendekatan
metode
campuran (mixed-method). Oleh karena
itu, metode penelitian yang digunakan oleh
peneliti mencakup kuantitatif, kualitatif
dan campuran kuantitatif dan kualitatif.
Isu-isu
prospektif
yang
mungkin
dieksplorasi lebih lanjut sebagai topik
penelitian
adalah
bagaimana
mengintegrasikan
aspek-aspek
kimia
‘triplet
representasi’
(makroskopis,
submikroskopis dan simpolik) kedalam
kegiatan pembelajaran untuk mengatasi
kesulitan belajar dan miskonsepsi siswa.
Kegiatan tersebut barangkali bisa diawali
bagaimana mengembangkan kurikulum
yang
mengintegrasikan
‘triplet
representasi’, bagaimana langkah-langkah
pembelajarannya di kelas, serta bagaimana
mengembangkan asesmennya sehingga
siswa memiliki kemampuan untuk
merepresentasikan konsep-konsep kimia
dengan baik dan benar.
Bryman,
A.
(2006).
Integrating
quantitative and qualitative research:
how is it done? Qualitative Research,
6(1), 97-113
Carr, W & Kemmis, S. (1986). Becoming
Critical: KnowingThrough Action
Research. Geelong, Victoria: Deakin
University
Chang, Y-H, Chang, C-Y and Tseng, Y-H.
(2010). Trends of science education
research: An automatic content
analysis. Journal of Science Education
and Technology, 19, p 315–331.
Cresswell, J.W. (2008). Educational
Research: Planning, Conducting, and
Evaluating
Quantitative
and
Qualitative Research (Third Ed.). New
Jersey: Pearson Education, Inc.
Creswell, J.W. & Clark, V.L.P. (2007).
Designing and Conducting Mixed
Methods Research. California, USA:
Sage Publications, Inc
de Jong, O. (2007). Trends in western
science curricula and science education
research: a bird’s eye view. Journal of
Baltic Science Education, 6(1): 15–22
Duit R. (2007). Science education research
internationally: conceptions, research
methods, domains of research. Eurasia
Journal of Mathematics, Science &
Technology Education, 3(1):3–15
Fraenkel, J.R & Wallen, N.E.(2006). How
to Design and Evaluate Research in
Education (Sixth Ed.). New York:
McGraw-Hill Companies, Inc.
Gabel, D. L., & Bunce, D. M. (1994).
Research
on
problem
solving:
Chemistry. In D. L. Gabel (Ed.),
Handbook of Research on Science
Teaching and Learning (pp. 301–325).
New York: Macmillan.
Guba, E. G. (1990). The alternative
paradigm dialog. In: E. G. Guba (ed.),
The Paradigm Dialog. Newbury Park,
CA: Sage, pp. 17–30.
Johnstone, A. H. (1993). The development
of chemistry teaching: A changing
response to changing demand. Journal
of Chemical Education, 70, 701–704.
Kozma, R. B., & Russell, J. (1997).
Multimedia and understanding: expert
REFERENSI
Barrow, L. H. (2006). A brief history of
inquiry: From Dewey to standards.
Journal of Science Teacher Education
17, 265–278
A -10
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7
Surabaya, 25 Pebruari 2012
Rahayu,
S.,
Treagust,
D.
F.,
Chandrasegaran, A.L., Kita, M., &
Ibnu, S. (2011). Assessment of
electrochemical
concepts:
A
comparative study involving senior
high school students in Indonesia and
Japan. Research in Science and
Technological Education, 29(2), 169188
Sale, J. E. M., Lohfeld, L. H. & Brazil, K.
(2002). Revisiting the QuantitativeQualitative Debate: Implications for
Mixed-Methods Research. Quality &
Quantity, 36, 43–53.
Shwartz, Y., Ben-Zwi, R, & Hofstein, A.
(2006). The use of sciencetific literacy
taxonomy
for
assessing
the
development of chemical literacy
among
high-school
students.
Chemical Education Research and
Practice, 74(4), 203-225.
Towns, M. H. and Kraft, A. (2012). The
2010 Rankings of Chemical Education
and Science Education Journals by
Faculty Engaged in Chemical
Education Research, Journal of
Chemistry Education, 89, 16–20
Treagust, D. F., Chittleborough, G., &
Mamiala, T. L. (2003). The role of
submicroscopic
and
symbolic
representations
in
chemical
explanation. International Journal of
Science Education, 25(11), 1353–
1368.
Wandersee, J.H. and Demastes, S.(1992).
An analysis of the relative success of
qualitative
and
quantitative:
Manuscripts submitted to the journal
of research in science teaching.
Journal of research in science
teaching, 29( 9 ), 1005-1010
and novice responses to different
representations
of
chemical
phenomena. Journal of Research in
Science Teaching, 34 (9), 949–968
Lee, M-H, Wu, Y-T, & Tsai, C-C. (2009).
Research trends in science education
from 2003 to 2007: A content analysis
of publications in selected journals.
International Journal of Science
Education, 31(15), 1999–2020
Levin, T & Wagner, T. (2009). Mixedmethodology research in science
education:
Opportunities
and
challenges in exploring and enhancing
thinking dispositions . In Shelley,
M.C., Yore, L.D. & Hand, B. B.
(Eds.), Quality Research in Literacy
and Science Education, III (pp 213243). Springer, publisher's information
at
http://www.springerlink.com/content/g
2447682464446x2/.
National Research Council (NRC). (1996).
National Science Education Standards.
Washington, DC: National Academy
Press.
National Research Council (NRC). (2000).
Educating Teachers Of Science,
Mathematics, and Technology: New
Practice For the New Millennium.
Washington, DC: National Academy
Press.
(Online
http://
books.nap.edu/books/0309070333/html
). Diakses tanggal 2 Februari 2012.
Rahayu, S. & Kita, M. (2010). An analysis
of Indonesian and Japanese students'
understandings of macroscopic and
submicroscopic levels of representing
matter and its changes. International
Journal of Science and Mathematics
Education, 8(4), 667-688
A -11
Download