Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 PENELITIAN PENDIDIKAN KIMIA: TREND GLOBAL SRI RAHAYU Pendidikan Kimia/Sains FMIPA Universitas Negeri Malang E-mail: [email protected] Abstrak Sains, termasuk kimia memiliki peranan penting dalam meningkatkan literasi kimia masyarakat. Para peneliti pendidikan sains memfokuskan topik-topik penelitiannya sesuai dengan kebutuhan zaman. Kajian yang dilakukan penulis terhadap 432 artikel penelitian pendidikan kimia yang dipublikasikan di jurnal internasional sains dan kimia selama lima tahun terakhir ( 2007-2011) menunjukkan bahwa topi-topik penelitian yang banyak diminati oleh peneliti pendidikan kimia pada periode tersebut dapat diurutkan sebagai berikut 1) pemahaman konsep dan perubahan konsep; 2) metode pembelajaran; 3) Pembelajaran inkuiri dan laboratorium; 4) Asesmen. 4) Penggunaan internet dan ICT; 5) Problem solving, penalaran dan metakognisi; 6) Rasa percaya diri (self efficacy), sikap dan persepsi; 7) Multiple representation. Metode penelitian yang digunakan mencakup kuantitatif, kualitatif atau gabungan kuantitatif dan kualitatif (mixed-method). Isu-isu prospektif yang mungkin dieksplorasi lebih lanjut sebagai kajian penelitian adalah bagaimana mengintegrasikan aspek-aspek kimia ‘triplet representasi’ kedalam kegiatan pembelajaran sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuannya dalam merepresentasikan berbagai fenomena kimia dengan benar, yang pada gilirannya dapat mengurangi kesulitan dan miskonsepsi siswa. Kata-kata kunci: penelitian pendidikan kimia, trend global membantu guru sains dalam meningkatkan praktek pembelajaran di kelas serta perannya dalam meningkatkan literasi ilmiah, tetapi juga untuk memahami apa yang telah diteliti di masa lalu agar dapat dieksplorasi lebih lanjut di masa depan. Fokus penelitian pendidikan sains di negara-negara maju mengalami perubahan sejalan dengan reformasi pendidikan sains yang sedang dijalankan oleh negara-negara tersebut. Sebagai gambaran, Amerika sudah mengalami tiga gelombang reformasi pendidikan sains, yaitu dalam tahun 1950an, 1980an dan 1990an (de Jong, 2007). Reformasi gelombang pertama diawali tahun 1950an, setelah sputnik I diluncurkan, karena terdapat pengakuan akan kurangnya sumber daya manusia dalam sains dan teknologi di negara tersebut yang diindikasikan karena rendahnya kualitas pendidikan sains. Oleh karena itu, reformasi dalam kurikulum sains lebih menekankan pada penguasaan konsepkonsep sains dasar dan proses sains sebagai ketrampilan individu (misalnya PENDAHULUAN Sains sebagai bidang studi mengacu pada berbagai disiplin ilmu seperti fisika, kimia, biologi serta pengetahuan bumi dan antariksa. Sedangkan pendidikan sains, pada hakekatnya merupakan sebuah bidang studi multidisiplin (Duit, 2007). Para pendidik dan peneliti telah menegaskan pentingnya pendidikan sains di diajarkan di semua jenjang pendidikan. Hal ini disebabkan karena sains memiliki peranan penting dalam meningkatkan literasi ilmiah masyarakat, meningkatkan kemampuan sains dan teknologi bagi para pekerja, dan mendorong generasi pendidik sains di masa mendatang (NSF 1996; NRC, 2000). Dalam kaitannya dengan pendidikan sains, peneliti di berbagai negara telah melakukan riset dengan tujuan agar dapat memberikan informasi yang kritis terhadap berbagai kebijakan dan keputusan dalam rangka meningkatkan pendidikan sains di berbagai jenjang pendidikan. Para peneliti ini bukan hanya melakukan penelitian pendidikan sains yang relevan untuk A -2 Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 ketrampilan mengamati, mengklasifikasi, membuat hipotesis, dsb) dan bukan sekedar mengingat fakta-fakta ilmiah (Barrow, 2006: 266). Reformasi gelombang kedua tahun 1980an dilakukan karena Amerika jauh ketinggalan dalam kancah persaingan global dalam ekonomi dan industri, karena kelemahan dalam sistem pendidikan. Oleh karena itu, kebijakan dalam negara tersebut difokuskan pada pengubahan orientasi sistem pembelajaran di sekolah. Jika awalnya sistemnya pasif menjadi proses yang lebih aktif serta mengaitkan pembelajaran konsep dengan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian pendidikan sains pada era ini penekanannya pada pemahaman konsep dan belajar sains sebagai perubahan konseptual (conceptual Change) (Chang, Chang, & Tseng, 2010: 316). Reformasi gelombang ketiga pada akhir tahun 1990an ditandai dengan penekanan terhadap pandangan konstruktivistik dalam belajar. Pada era ini dimensi sosial budaya dan isuisu science, technology and society (STS) dinyatakan dalam kurikulum dan penelitian pendidikan sains. Selain itu, teknologi baru dalam pembelajaran, seperti pembelajaran berbantuan komputer dan penggunaan internet juga mendapat perhatian. Bagaimanakah perkembangan penelitian pendidikan sains dewasa ini khususnya pendidikan kimia? Lebih khusus lagi (1) topik-topik apa sajakah yang menjadi bidang kajian? (2) pendekatan dan metodologi penelitian apa sajakah yang digunakan?, (3) topik apa yang paling hangat diperbincangkan saat ini? Informasi seperti ini akan sangat berguna bagi para pemerhati pendidikan kimia, baik peneliti, guru, dosen dan siapa saja yang berminat mengeksplorasi isu-isu yang diperbincangkan dalam pendidikan kimia. Sudah menjadi kebutuhan dari para akademisi untuk mempublikasikan hasilhasil penelitian di jurnal ilmiah level internasional maupun nasional. Berbagai jenis jurnal perndidikan sains bisa diakses ataupun dirujuk oleh para peneliti. Berkaitan dengan jurnal internasional, sebuah survei yang dilakukan oleh Towns & Kraft (2012) baru-baru ini menemukan bahwa terdapat 22 jurnal yang dirujuk oleh 267 peneliti pendidikan kimia dan dosen dari universitas yang memiliki program S2 dan S3 Pendidikan Kimia dari 32 negara. Ke-22 jurnal tersebut merupakan gabungan antara jurnal yang diindeks dan tidak diindeks oleh ISI (the Institute for Scientific Information) yang dilaporkan sebagai impact factor dalam Journal Citation Reports (JCR). Di berbagai disiplin sains, termasuk kimia, impact factor sudah diakui secara umum sebagai ukuran untuk membedakan reputasi jurnal ditinjau dari pengaruh dan prestisenya. Dari survey tersebut diketahui bahwa ada lima jurnal pendidikan sains dan kimia yang termasuk peringkat tertinggi dan semuanya diindeks oleh ISI, yaitu the Journal of Chemical Education (JCE), Chemistry Education Research and Practice (CERP), the Journal of Research in Science Teaching (JRST), the International Journal of Science Education (IJSE), and Science Education (SE). Hasil kajian lain berkaitan dengan kecenderungan perkembangan penelitian pendidikan sains selama kurun waktu tahun 1990 sampai dengan 2007 dilakukan oleh Chang, dkk ( 2010). Mereka mengkaji artikel jurnal yang dipublikasikan di empat jurnal internasional yaitu International of Science Education (IJSE), Science Education (SE), Journal of Research in Science Teaching (JRST) dan Research in Science Education (RISE). Dari 1.401 artikel yang dikaji diperoleh hasil bahwa ada sembilan kategori topik yang menjadi minat para peneliti yaitu (1) pemahaman konsep-konsep sains; (2) praktek pembelajaran; (3) perubahan konsep dan pemetaan konsep; (4) pengembangan PEMBAHASAN Topik-Topik dalam Penelitian Pendidikan Kimia A -3 Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 profesi; (5) perubahan konsep dan analogi; (6) hakekat sains dan isu-isu sosial; (7) ketrampilan bernalar dan pemecahan masalah; (8) pendidikan di perkotaan berbasis desain; (9) sikap dan jender. Topik yang paling banyak diteliti adalah topik perubahan konsep dan pemetaan konsep namun angkanya mengalamai sedikit penurunan di tahun 2000an (Chang, dkk, 2010: 320). Sedangkan Lee dkk (2009) mengkaji tiga jurnal internasional IJSE, JRST dan SE menemukan bahwa minat peneliti pendidikan sains mengalami perubahan dalam hal topik penelitian dari topik pemahaman konsep dan perubahan konsep siswa (kurun waktu 1998-2002) ke topik konteks belajar siswa (kurun waktu 2003-2007) dan penelitian yang berkaitan dengan topik argumentasi dalam belajar sains banyak diminati oleh para peneliti. Gambar 1. Contoh jurnal internasional dengan impact factor Jika kita meninjau penelitian pendidikan kimia, bagaimanakah kecenderungan penelitian bidang ini? Penulis telah menganalisis 432 artikel tentang pendidikan kimia dari delapan.jenis jurnal internasional pendidikan sains dan kimia ditinjau dari topik-topik penelitian yang diminati oleh para peneliti pendidikan kimia periode tahun 2007 sampai dengan 2011. Yaitu, dua jurnal pendidikan kimia: the Journal of Chemical Education (JCE) dan Chemical Education Research and Practice (CERP) dan enam jurnal pendidikan sains: International Journal of Science Education (IJSE), Research in Science Education (RISE), Journal of Research in Science Teaching (JRST), International Journal of Science and Mathematics Education (IJSME), Science Education (SE), dan Research in Science and Technological Education (RSTE). Hasil kajian penulis pada berbagai jurnal pendidikan sains/ kimia berdasarkan topik-topik pendidikan kimia yang diminati dalam kurun waktu lima tahun (2007- 2011) dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Pengelompokan artikel ke dalam 12 kategori di atas berdasarkan kemiripan pokok bahasan dan untuk artikel yang jumlahnya sedikit dikelompokkan menjadi satu kategori. Kategori tersebut adalah: 1. Pemahaman konsep (conceptual understanding) dan perubahan konsep (conceptual change) 2. Penggunaan internet dan ICT 3. Problem solving, penalaran dan metakognisi 4. Metode pembelajaran 5. Pembelajaran inkuiri dan laboratorium 6. Rasa percaya diri (self efficacy), sikap, persepsi. 7. Multiple representation 8. Analogi, visualisasi 9. Pembelajaran berbasis konteks 10. Pedagogical content knowledge (PCK) 11. Asesmen 12. Lain-lain (public understanding, buku teks, literasi, teacher change/professional development) A -4 Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 Tabel 1. Pemetaan Artikel Penelitian Pendidikan Kimia Kurun Waktu Lima Tahun (20072011) No Nama Jurnal Topik Yang Diminati 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Total 1 CERP 23 13 17 28 19 10 9 1 6 2 27 21 176(40,7%) 2 JCE 11 5 10 11 16 12 4 3 0 0 18 11 101(23,1%) 3 IJSE 6 1 4 3 6 5 6 2 1 0 4 16 54(12,5%) 4 RISE 3 1 1 7 4 4 4 0 4 0 0 0 28(6,1%) 5 JRST 3 3 2 0 2 0 4 1 0 1 0 3 19(4,4%) 6 IJSME 10 2 1 2 5 2 3 2 0 0 4 1 32(7,4%) 7 SE 1 0 1 2 0 1 2 0 0 0 0 0 7(1,6%) 8 RSTE 3 2 2 7 0 0 0 0 0 0 1 0 15(3,5%) Total 60 27 38 60 52 34 32 9 3 54 52 Dari tabel 1 di atas nampak bahwa urutan topik-topik yang menjadi kajian peneliti pendidikan kimia adalah: 1) Konsepsi siswa dan perubahan konsep (13,1%); 2) Metode pembelajaran (13,1%); 3) Pembelajaran inkuiri dan laboratorium (12,0%); 4) Asesmen (12,5%); 5) Penggunaan internet dan ICT (6,3%); 6) Problem solving, penalaran dan metakognisi (8,8%); 7) Rasa percaya diri (self efficacy), sikap, persepsi (7,9%); 8) Multiple representation (7,4%). Jurnal yang paling banyak memuat artikel penelitian pendidikan kimia adalah jurnal Chemical Education Research and Practice (CERP) (40, 7%) dan the Journal of Chemical Education (JCE) (23,1%). 1 1 432(100,0% ) International Journal of Science and Mathematics Education (IJSME) (7,4%) dan Research in Science Education (RISE) (6,1%). Metodologi dalam Penelitian Pendidikan Kimia Berdasarkan artikel jurnal yang dipublikasikan khususnya dalam delapan jurnal yang dikaji oleh penulis, ditemui dua macam pendekatan yang digunakan oleh peneliti, yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Kedua pendekatan ini muncul karena kebutuhan atau rumusan masalah penelitian yang berbeda, walaupun sebenarnya para peneliti pendidikan sains/kimia mengalami perdebatan yang panjang berkaitan dengan nilai relatif pendekatan kualitatif dan kuantitatif (Patton, 1990; Phillips, 2005). Ada peneliti yang memandang bahwa kedua macam pendekatan itu benar-benar berbeda, sementara peneliti lain berusaha mengkombinasikan kedua pendekatan tersebut untuk menjawab rumusan masalah penelitiannya. Pendekatan kuantitatif selalu berupaya untuk mengumpulkan fakta-fakta atau bukti-bukti sedangkan pendekatan kualitatif mengakui bahwa pandangan peneliti merupakan komponen Kedua jurnal ini memang jurnal khusus untuk pendidikan kimia, namun CERP lebih banyak memuat hasil-hasil penelitian pendidikan kimia sedangkan JCE memuat konten penelitian, ide-ide dan praktek pembelajaran di kelas. Ditinjau dari jumlah artikel pendidikan kimia yang dipublikasikan dalam jurnal pendidikan sains, maka diperoleh hasil bahwa jurnal yang paling banyak memuat artikel penelitian pendidikan kimia dalam kurun waktu lima tahun (2007-2011) adalah International Journal of Science Education (IJSE) (12,5%), diikuti oleh A -5 Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 yang utama. Pendekatan kuantitatif digunakan oleh peneliti yang ingin memperoleh kecenderungan umum atau kebenaran secara statistik, sedangkan pendekatan kualitatif digunakan jika peneliti ingin mengamati fenomena secara rinci dari sudut pandang dirinya sendiri. Dalam penelitian pendidikan sains/kimia, kecenderungan mengkombinasikan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif (mixed-method) dalam sebuah penelitian sudah diterima dan banyak dipraktekkan. Hal ini bisa dilihat dari jumlah artikel penelitian yang menggunakan gabungan kedua metode itu. Terlepas dari argumentasi untuk menggabungkan kedua metode tersebut, setiap metode kuantitatif atau kualitatif memiliki paradigma tertentu, yang merupakan serangkaian pola asumsi terkait realitas (ontology), pengetahuan tentang realitas (epistemology), dan cara tertentu untuk mengetahui realitas (methodology) (Guba, 1990). mempredikasi, menjelaskan, dan memahami fenomena. Penelitian kuantitatif dibedakan menjadi jenis penelitian eksperimen dan noneksperimen. • Penelitian eksperimen: tujuan penelitian eksperimen adalah untuk mempelajari hubungan sebab akibat. Adanya manipulasi terhadap variabel bebas dan teknik sampling acak merupakan ciri penelitian eksperimen. Semakin acak sampel penelitian maka semakin ekivalen antar kelompok eksperimen dan kontrol, menyebabkan desain penelitian kuantitatif akan semakin kokoh yang pada gilirannya akan menghasilkan hasil penelitian yang sahih dengan catatan berbagai variabel ekstra (disebut confounding variable) yang mengganggu hasil penelitan ditentukan dan dikontrol. • Penelitian non-eksperimen: dalam penelitian ini tidak ada manipulasi terhadap variabel bebas dan juga tidak ada pemilihan sampel acak. Yang termasuk jenis penelitian noneksperimen adalah penelitian subyek tunggal (single-subject research), penelitian survei, penelitian korelasi, dan penelitian kausal komparatif. Contoh artikel yang dipublikasikan dalam jurnal internasional dengan metodologi kuantitatif adalah sebagai berikut: − Ding, N & Harskam, E. G. (2011). Collaboration and Peer Tutoring in Chemistry Laboratory Education,.International Journal of Science Education, 33 (6), 839-863 (desain kuantitatif- eksperimen) − Chiu, M. H. (2007). A national survey of students’ conceptions of chemistry in Taiwan, International Journal of Science Education, 29(4), 421-452 (desain kuantitatifsurvei) 2) Metode Penelitian Kualitatif Berbeda dengan penelitian kuantitatif, penelitian kualitatif dalam pendidikan sains/kimia mengakui bahwa subyektivitas peneliti sangat mempengaruhi penelitian. 1) Metode Penelitian Kuantitatif Penelitian kuantitatif dalam pendidikan sains/kimia dikembangkan berdasarkan metode penelitian kuantitatif yang diterapkan dalam sains (Carr & Kemmis, 1986). Asumsi-asumsi yang melandasi metode penelitian kuantitatif (Fraenkel & Wallen, 2006) adalah • Realitas bersifat obyektif dan berada di luar diri peneliti. Oleh karena itu, realitas merupakan sesuatu yang dipelajari secara obyektif. • Posisi peneliti harus tetap berjarak dengan apa yang sedang diteliti. • Nilai-nilai yang dimiliki peneliti tidak boleh mengganggu atau menjadi bagian dari penelitian (value-free). • Penelitian utamanya berlandaskan format logika deduktif dan teori dan hipotesis diuji dalam format sebab akibat. Tujuan penelitian adalah mengembangkan generalisasi yang memberi sumbangan terhadap teori sehingga memudahkan peneliti dalam A -6 Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 Keberadaan penelitian kualitatif dalam pendidikan sains adalah akibat dari kritikan yang ditujukan pada penelitian kuantitatif. Peneliti kuantitatif seringkali menghadapi kesulitan dalam menyajikan data mereka jika hanya menggunakan cara kuantitatif. Para peneliti pendidikan sains berupaya untuk menyembangkan paradigma baru berdasarkan pemahaman bahwa sesuatu yang tidak ada dalam penelitian kuantitatif dapat diisi dengan pandangan peneliti dan hal ini hanya dapat dilakukan oleh penelitian kualitatif karena pandangan individu peneliti merupakan faktor penting dalam penelitian kualitatif. Diakuinya keberadaan penelitian kualitatif nampak dari laporan JRST tahun 1991 yaitu manuscript kualitatif yang dikirim ke jurnal JRST lebih sedikit (50%) yang ditolak oleh pereview jurnal tersebut dibandingkan dengan manuscript kuantitatif yang dikirim ke jurnal yang sama (77%) (Wandersee & Demastes, 1992). Asumsi yang melandasi penelitian kualitatif (Fraenkel & Wallen, 2006) yaitu: • Realitas majemuk berada dalam situasi tertentu. Peneliti, individu yang diteliti, dan pembaca atau audien menginterpretasikan hasil. Perspektif majemuk atau suara-suara informan (subyek yang diteliti) dimasukkan dalam penelitian. • Peneliti berinteraksi dengan subyek yang diteliti dan secara aktif bekerja untuk meminimalkan jarak antara peneliti dengan subyek yang diteliti. • Peneliti mengenal dan mengakui kharakteristik penelitian yang bermuatan nilai. • Penelitian terikat konteks. • Penelitian berlandaskan format logika induktif, karegori muncul dari informan (subyek) bukan dari pikiran awal peneliti. • Tujuan penelitian adalah membuka atau menemukan pola atau teori yang membantu menjelaskan fenomena yang diminati. • Penentuan akurasi meliputi verifikasi informasi dengan informan atau “triangulasi” dari sumber informasi yang berbeda (yaitu mengumpulkan informasi dari sumber yang berbeda). Jenis penelitian kualitatif yang digunakan oleh peneliti pendidikan sains dan kimia seperti yang ditunjukkan oleh publikasi mereka dalam jurnal internasional pendidikan sains dan kimia adalah penelitian fenomenologi/fenomenografi, penelitian studi kasus, penelitian grounded-theory, penelitian interkasi simbolik (symbolicinteraction). Berikut ini adalah contoh artikel yang menggunakan desain penelitian kualitatif: − Stefani, C. & Tsaparlis, G. (2009). Students’ levels of explanations, models, and misconceptions in basic quantum chemistry: a phenomenographic study. Journal of Research in Science Teaching, 46(5), 520–536 (desain kualitatiffenomenografi). − Mendonça, P. C. C. & Justi, R. (2011). Contributions of the model of modelling diagram to the learning of ionic bonding: analysis of a case study. Research in Science Education, 41, 479– 503(desain kualitatif- case study) − Mansour, N. (2011). Modelling the sociocultural contexts of science education: the teachers’ perspective. Online publication di Research in Science Education tgl 11 November 2011 (http://www.springerlink.com/conte nt/0157-244x/41/4/) (desain kualitatif-Grounded Theory) 3) Metode Penelitian Campuran (Mixed-Method) Tidak diragukan lagi bahwa ada kecenderungan penggunaan kombinasi metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dalam sebuah penelitian dan hal ini sudah dipraktekkan secara umum (Bryman, 2006). Kombinasi ini disebut dengan metode penelitian mixed-method. Pemilihan metode penelitian mixed-method A -7 Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 didasarkan pada rumusan masalah penelitian dan kompleksitas dari fenomena yang diteliti. Ada dua kelebihan penggunaan metode campuran ini, yaitu pertama, agar kedua metode kuantitatif dan kualitatif saling memvalidasi atau triangulasi (yaitu mengkombinasikan dua atau lebih teori atau sumber data dalam mempelajari fenomena yang sama) agar memperoleh pemahaman tentang fenomena secara lebih lengkap. Kedua adalah agar diperoleh hasil penelitian yang saling melengkapi dengan menggunakan kekuatan dari masing-masing metode (Sale dkk, 2002). Terdapat empat jenis rancangan penelitian mixed method (Cresswell, 2008; Creswell & Clark, 2007), yaitu: • Rancangan Triangulasi (triangulation/concurrent design): tujuannya adalah mengumpulkan data kuantitatif dan kualitatif secara serentak, menggabungkan data, dan menggunakan hasil untuk memahami masalah penelitian. • Rancangan Tertanam (embedded design): tujuannya adalah untuk mengumpulkan data kuantitatif dan kualitatif secara serentak tetapi salah satu data berperan sebagai pendukung data yang lain. • Rancangan Eksplanatori (explanatory design): merupaka rancangan mixedmethod dua fase, yaitu pertama data kuantitatif dikumpulkan kemudian diikuti pengumpulan data kualitatif untuk membantu menjelaskan data kuantitatif. • Rancangan Eksplorasi (exploration design): merupakan rancangan mixemethod dua fase. Pertama mengumpulkan data kualitatif untuk mengeksplorasi fenomena, diikuti dengan mengumpulkan data kuantitatif untuk menjelaskan hubunganhubungan yang ditemui dalam data kualitatif. Berikut ini adalah contoh artikel dalam jurnal internasional yang menggunakan rancangan penelitian mixedmethod: • Rahayu, S., Chandrasegaran, A. L., Treagust, D. F., Kita, M. & Ibnu, S. (2011). Understanding acid–base concepts: evaluating the efficacy of a senior high school student-entred instructional program in Indonesia. International Journal of Science and Mathematics Education, 9 (6), 14391458 (rancangan mixed-methodtriangulation). • Stains, M. & Talanquer, V. (2007). Classification of chemical substances using particulate representations of matter: An analysis of student thinking. International Journal of Science Education, 29 (5), 643–661 ( rancangan mixed methodsexploratory). • Luft, J.A., Firestone, J.B., Wong, S.S., Ortega I., Adams, K, and Bang, E.J. (2011). Beginning secondary science teacher induction: A two-year mixed methods study. Journal of research in science teaching, 48 (10), 1199–1224 ( rancangan mixe-method-embedded). Isu Prospektif Dalam Penelitian Pendidikan Kimia Sebagaimana dinyatakan dalam Tabel 1 di atas, bahwa penelitian pendidikan kimia yang berkaitan dengan topik pemahaman konsep (concept understanding) dan perubahan konsep (conceptual change) banyak dilakukan. Kajian dalam penelitian jenis ini berkaitan dengan konsep alternatif dan miskonsepsi dalam memahami berbagai topik kimia. Sebagai contoh, penulis meneliti pemahaman konsep siswa SMA Indonesia dan Jepang tentang topik materi dan perubahannya dikaitkan dengan representasi makroskopis dan submikroskopis (Rahayu & Kita, 2010). Pemahaman konsep siswa yang memadai tentang konsep tersebut relatif rendah yaitu rata-rata 42,5% (siswa Indonesia) dan 40% (siswa Jepang) dan pemahaman siswa A -8 Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 pada aspek makroskopis lebih baik dibandingkan aspek submikroskopis. Selain itu siswa banyak memiliki konsep alternatif dalam topik tersebut. Hasil penelitian lain tentang pemahaman konsep elektrokimia menunjukkan bahwa baik siswa Indonesia maupun siswa Jepang mengalami kesulitan dalam memahami konsep tersebut dan memiliki konsep alternatif seperti yang telah ditunjukkan oleh berbagai literatur lain (Rahayu, dkk, 2011). Pemahaman tentang tiga jenis representasi yang digunakan dalam kimia − makroskopis, submikroskopis dan simbolik − merupakan landasan dalam berbagai penjelasan yang menyumbang terhadap ‘literasi kimia’. Tantangannya adalah kapan dan bagaimana mengenalkan ‘triplet representasi’ tersebut untuk menghindari konsep-konsep alternatif dan miskonsepsi yang banyak ditunjukkan oleh hasil-hasil penelitian. Pemahaman konsep kimia mencakup kemampuan untuk merepresentasikan/ meng-gambarkan dan menterjemahkan fenomena kimia dengan menggunakan representasi macros-kopis, submikroskopis, dan simbolik (Johnstone, 1993; Gabel & Bunce, 1994). Pada tingkat makroskopis, kimia mencakup fenomena yang dapat diamati dan bisa dijumpai oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari, misalnya es mencair, atau paku berkarat. Agar dapat menjelaskan fenomena ini dengan baik, maka kimiawan mengembangkan konsep dan model atom atau molekul. Pada tingkat submikroskopis, paku yang berkarat menjadi proses kimia dimana atom-atom besi bereaksi dengan molekul oksigen di udara dan menghasilkan molekul besi oksida. Cara lain untuk mengggambarkan proses ini adalah dengan menggunakan persamaan reaksi kimia beserta symbolsimbol, rumus kimia dan angka-angka, misalnya 4Fe(s) + 3O2 (g) → 2Fe2O3(s). Seperti yang diilustrasikan dalam contoh ini, kimiawan menggambarkan pengalaman indera dengan menggunakan atom, molekul dan menterjemahkannya kedalam symbol-simbol dan rumus kimia. Oleh karena itu, kemampuan siswa dalam memahami peran setiap level representasi kimia dan dalam mentransfer dari satu tingkat ke tingkatan lainnya merupakan aspek yang sangat penting agar menghasilkan penjelasan yang bisa dimengerti (Treagust, Chittleborough, & Mamiala, 2003) dan juga ketiga representasi ini berperan penting dalam memahami hakekat kimia, norma-norma dan metodenya (Shwartz dkk, 2006) dan juga merupakan penyumbang kunci dalam uraian/ penjelasan fenomena kimia. Oleh karena itu, penting sekali bagi pendidik untuk mengembangkan “kompetensi merepresentasi/menggambarkan (representatational competence)” siswa dalam belajar kimia. Hal ini berkaitan dengan bagaimana mengembangkan kurikulum, pendekatan pembelajaran yang cocok dan teknik asesmennya (Kozma & Russell, 1997). Isu-isu tentang kompetensi siswa dalam merepresentasi dan cara mengembangkan kompetensi tersebut, pengembangan kurikulum yang mendukungnya, langkah-langkah pembelajaran di kelas dan teknik asesmennya merupakan isu-isu prospektif yang bisa dieksplorasi lebih lanjut melalui penelitian pendidikan kimia. Salah satu pakar penelitian pendidikan kimia dari Curtin University, Prof. David Treagust, yang juga sebagai co-author dengan penulis menyarankan untuk mengangkat isu integrasi ‘triplet representasi’ kedalam kurikulum, pendekatan pembelajaran dan pengembangan tes diagnosik/asesmen (komunikasi pribadi). PENUTUP Sains, termasuk kimia memiliki peranan penting dalam meningkatkan literasi ilmiah masyarakat. Para peneliti pendidikan sains memfokuskan topik-topik penelitiannya sesuai dengan kebutuhan zaman. Akan tetapi, kajian yang cukup mendalam tentang perkembangan penelitian pendidikan kimia belum pernah dilakukan. Kajian yang dilakukan penulis A -9 Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 terhadap 432 artikel penelitian pendidikan kimia yang dipublikasikan di jurnal internasional sains dan kimia selama lima tahun terakhir ( 2007-2011) menunjukkan bahwa topi-topik penelitian yang banyak diminati oleh peneliti pendidikan kimia pada periode tersebut dapat diurutkan sebagai berikut 1) pemahaman konsep dan perubahan konsep; 2) metode pembelajaran; 3) Pembelajaran inkuiri dan laboratorium; 4) Asesmen; 4) Penggunaan internet dan ICT; 5) Problem solving, penalaran dan metakognisi; 6) Rasa percaya diri (self efficacy), sikap, persepsi; 7) Multiple representation. Sedangkan pendekatan dan metodologi penelitian cukup bervariasi, tergantung rumusan masalah dan kompleksitas dari fenomena yang diteliti. Namun, ada perkembangan baru yaitu semakin banyak peneliti yang menggunakan pendekatan metode campuran (mixed-method). Oleh karena itu, metode penelitian yang digunakan oleh peneliti mencakup kuantitatif, kualitatif dan campuran kuantitatif dan kualitatif. Isu-isu prospektif yang mungkin dieksplorasi lebih lanjut sebagai topik penelitian adalah bagaimana mengintegrasikan aspek-aspek kimia ‘triplet representasi’ (makroskopis, submikroskopis dan simpolik) kedalam kegiatan pembelajaran untuk mengatasi kesulitan belajar dan miskonsepsi siswa. Kegiatan tersebut barangkali bisa diawali bagaimana mengembangkan kurikulum yang mengintegrasikan ‘triplet representasi’, bagaimana langkah-langkah pembelajarannya di kelas, serta bagaimana mengembangkan asesmennya sehingga siswa memiliki kemampuan untuk merepresentasikan konsep-konsep kimia dengan baik dan benar. Bryman, A. (2006). Integrating quantitative and qualitative research: how is it done? Qualitative Research, 6(1), 97-113 Carr, W & Kemmis, S. (1986). Becoming Critical: KnowingThrough Action Research. Geelong, Victoria: Deakin University Chang, Y-H, Chang, C-Y and Tseng, Y-H. (2010). Trends of science education research: An automatic content analysis. Journal of Science Education and Technology, 19, p 315–331. Cresswell, J.W. (2008). Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research (Third Ed.). New Jersey: Pearson Education, Inc. Creswell, J.W. & Clark, V.L.P. (2007). Designing and Conducting Mixed Methods Research. California, USA: Sage Publications, Inc de Jong, O. (2007). Trends in western science curricula and science education research: a bird’s eye view. Journal of Baltic Science Education, 6(1): 15–22 Duit R. (2007). Science education research internationally: conceptions, research methods, domains of research. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 3(1):3–15 Fraenkel, J.R & Wallen, N.E.(2006). How to Design and Evaluate Research in Education (Sixth Ed.). New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Gabel, D. L., & Bunce, D. M. (1994). Research on problem solving: Chemistry. In D. L. Gabel (Ed.), Handbook of Research on Science Teaching and Learning (pp. 301–325). New York: Macmillan. Guba, E. G. (1990). The alternative paradigm dialog. In: E. G. Guba (ed.), The Paradigm Dialog. Newbury Park, CA: Sage, pp. 17–30. Johnstone, A. H. (1993). The development of chemistry teaching: A changing response to changing demand. Journal of Chemical Education, 70, 701–704. Kozma, R. B., & Russell, J. (1997). Multimedia and understanding: expert REFERENSI Barrow, L. H. (2006). A brief history of inquiry: From Dewey to standards. Journal of Science Teacher Education 17, 265–278 A -10 Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 Rahayu, S., Treagust, D. F., Chandrasegaran, A.L., Kita, M., & Ibnu, S. (2011). Assessment of electrochemical concepts: A comparative study involving senior high school students in Indonesia and Japan. Research in Science and Technological Education, 29(2), 169188 Sale, J. E. M., Lohfeld, L. H. & Brazil, K. (2002). Revisiting the QuantitativeQualitative Debate: Implications for Mixed-Methods Research. Quality & Quantity, 36, 43–53. Shwartz, Y., Ben-Zwi, R, & Hofstein, A. (2006). The use of sciencetific literacy taxonomy for assessing the development of chemical literacy among high-school students. Chemical Education Research and Practice, 74(4), 203-225. Towns, M. H. and Kraft, A. (2012). The 2010 Rankings of Chemical Education and Science Education Journals by Faculty Engaged in Chemical Education Research, Journal of Chemistry Education, 89, 16–20 Treagust, D. F., Chittleborough, G., & Mamiala, T. L. (2003). The role of submicroscopic and symbolic representations in chemical explanation. International Journal of Science Education, 25(11), 1353– 1368. Wandersee, J.H. and Demastes, S.(1992). An analysis of the relative success of qualitative and quantitative: Manuscripts submitted to the journal of research in science teaching. Journal of research in science teaching, 29( 9 ), 1005-1010 and novice responses to different representations of chemical phenomena. Journal of Research in Science Teaching, 34 (9), 949–968 Lee, M-H, Wu, Y-T, & Tsai, C-C. (2009). Research trends in science education from 2003 to 2007: A content analysis of publications in selected journals. International Journal of Science Education, 31(15), 1999–2020 Levin, T & Wagner, T. (2009). Mixedmethodology research in science education: Opportunities and challenges in exploring and enhancing thinking dispositions . In Shelley, M.C., Yore, L.D. & Hand, B. B. (Eds.), Quality Research in Literacy and Science Education, III (pp 213243). Springer, publisher's information at http://www.springerlink.com/content/g 2447682464446x2/. National Research Council (NRC). (1996). National Science Education Standards. Washington, DC: National Academy Press. National Research Council (NRC). (2000). Educating Teachers Of Science, Mathematics, and Technology: New Practice For the New Millennium. Washington, DC: National Academy Press. (Online http:// books.nap.edu/books/0309070333/html ). Diakses tanggal 2 Februari 2012. Rahayu, S. & Kita, M. (2010). An analysis of Indonesian and Japanese students' understandings of macroscopic and submicroscopic levels of representing matter and its changes. International Journal of Science and Mathematics Education, 8(4), 667-688 A -11