MODUL – 6 HUKUM DAN ETIKA PENYIARAN POKOK BAHASAN

advertisement
MODUL – 6
HUKUM DAN ETIKA PENYIARAN
POKOK BAHASAN
: Hukum Penyiaran dan Delik Penyiaran
SUB POKOK BAHASAN : Hukum Penyiaran
a.
b.
c.
d.
Pengertian Hukum Penyiaran
UU Penyiaran sebagai Produk Hukum Penyiaran
Prinsip-prinsip Penyiaran
Subyek dan Obyek Hukum Penyiaran
Delik Penyiaran
a. Pengertian Delik Penyiaran
b. Hal-hal pokok delik penyiaram
c. Dasar pengawasan delik penyiaram
KODE MK
SKS
DOSEN
: 42010
:3
: Th. Bambang Pamungkas,S.Sos
DESKRIPSI
Pada Pokok bahasan ke 6 ini, akan menjelaskan mengenai berbagai aspek Hukum
Penyiaran dan Delik Penyiaran dalam perspektif UU Penyiaran. Sehingga diharapkan
mahasiswa memahami dan dapat menjelaskan kembali mengenai hal yang terkait mengenai
hukum penyiaran, seperti pengertian dan hukum penyiaran;
prinsip-prinsip penyiaran;
Subyek dan Obyek Hukum Penyiaran. Untuk delik penyiaran, seperti pengertian delik dan
hal-hal pokok yang menjadi delik penyiaran serta dasar pengawasan media penyiaran.
A. HUKUM PENYIARAN
Pengertian Hukum Penyiaran
Pada materi sebelumnya1, telah dibahas mengenai perbedaan hukum komunikasi
dan komunikasi hukum. Secara perspektif sosiologi, manusia tidak bisa hidup tanpa
berhubungan dengan manusia lainnya. Melalui hubungan antar sesama manusia
mempertunjukkan eksistensi dirinya. Singkat kata tanpa hubungan antar manusia niscaya
tak akan ada kehidupan sosial. Hubungan antar manusia (interaksi sosial) terbentuk oleh
dua kegiatan; kontak sosial dan komunikasi dan untuk mengatur tersebut dibutuhkan
adanya suatu hukum. Hukum ini digambarkan “dimana ada hukum di situ ada masyarakat
atau bahasa latinnya Ubi Ius Ubi Sociatas”2. Dan dapat dipahami bahwa tidak ada hukum
bila tidak ada proses penyampaian pesan antar manusia (Ubi Communucatio Ubi Ius”).
1
2
‘6
Modul 3 “Hukum dan Etika Komunikasi Dalam Filosofih UU Penyiaran” dipertemuan 3
A. Muis, Kontroversi sekitar kebebasan pers, Mario Grafika, 1996
1
Hukum Dan Etika Penyiaran
Th. Bambang Pamungkas, S.Sos
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Selanjutnya, berdasarkan etimonologis bahasa arab, hukum dalam konteks ilmu
komunikasi diartikan sebagai peraturan tertulis yang dibentuk dan diadakan oleh penguasa
setempat atau pihak yang berwenang. Bentuk peraturan tertulis ini, seperti undang-undang
atau peraturan yang lebih dikenal atau kita mengenal UUPenyiaran, UU Pers, UU Perfilman,
bentuk peraturan dan Kode Etik. Materi hukum berisikan peraturan dalam kehidupan
bermasyarakat dan bersifat memaksa yakni hukum itu tegas bila dilanggar dapat dikenakan
sanksi ataupun hukuman sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sementara itu, hubungan antara komunikasi dan hukum menghasilkan dua
pengertian yakni hukum komunikasi dan komunikasi hukum3. Hukum komunikasi adalah
akibat-akibat hukum yang muncul dari proses penyampaian pesan antar manusia, misalnya,
pencemaran nama baik melalui media massa, menghinaan terhadap kepala negara melalui
media massa, menghasut dan merendahkan martabat seseorang dan lain-lain. Hukum
komunikasi adalah hukum yang mengatur tentang berbagai masalah yang berkaitan
Ketentuan yang diatur adalah tentang masalah isi media, prosedur penggunaan media,
kepemilikan media dan sebagainya
Sedangkan Komunikasi hukum adalah mempelajari komunikasi dan hukum secara
imperatif normatif. Dalam kontek ini wujud atau produk dari komunikasi hukum adalah
undang-undang, peraturan dan yurisprudensi. Produk komunikasi hukum ini ditetapkan oleh
penguasa, untuk dipergunakan mengatur proses penyampaian pesan (komunikasi dan
informasi) kepada masyarakat dengan tujuan memaksakan prilaku tertentu sesuai kaidah
hukum itu sendiri. Pengertian ini merujuk pada pengertian hukum berdasarkan etmologis
tersebut di atas.
Hukum Penyiaran
Sebelum membahas hukum dan undang-undang penyiaran di Indonesia terlebih
dahulu perlu dikupas definisi mengenai penyiaran dan siaran. Penyiaran terdiri dari struktur
bahasa terdiri dari kata dasar siar yang artinya memberitahukan kepada umum;
mengumumkan. Sedangkan arti penyiaran adalah proses, cara, perbuatan menyiarkan.
Menurut UU Penyiaran Nomor 32 tahun 2002 :
Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana
transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui
udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh
masyarakat dengan perangkat penerima siaran.
3
‘6
ibid
2
Hukum Dan Etika Penyiaran
Th. Bambang Pamungkas, S.Sos
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dan “Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan
gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat
diterima melalui perangkat penerima siaran.4
Untuk kegiatan penyiaran meliputi dua bagian, yaitu penyiaran radio dan penyiaran
televisi. Sedang kedua penyiaran itu menurut UU Penyiaran disebutnya sebagai lembaga
penyiaran.
Menurut
Ketentuan
Umum
UU
32/2002
Lembaga
Penyiaran
adalah
penyelenggara penyiaran. Sedangkan penyelenggara penyiaran terbagi menjadi 4 (empat),
yaitu lembaga penyiaran publik, swsat, komunitas, dan berlangganan yang dalam
menjalankan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya harus berpedoman pada peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku.5
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengertian lembaga penyiaran adalah sama dnegan
dengan penyelenggara penyiaran. Ada pun istilah jasa penyiaran yang adalam UU 32/2002
terbagi menjadi jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi sebagai ketentuan pasal 13,
yaitu jasa penyiaran terdiri dari jasa penyiaran radio dan televisi6. Istilah lainnya adalah
stasiun penyiaran, pasal 31 menyebutkan lembaga penyiaran yang menyelenggarakan jasa
penyiaran radio dan televisi terdiri atas stasiun penyiaran jaringan dan/atau stasiun lokal7.
Dan menggunkan spektrum frekuensi radio8.
Prinsip-prinsip Penyiaran
Berikut ini adalah prinsip-prinsip penyiaran secara universal, yaitu :
1. Sistem penyiaran dijalankan bagi kepentingan rakyat
Melalui dukungan terhadap bidang-bidang berikut: akses universal, keanekaragaman,
demokratisasi gelombang udara, pembangunan bangsa, pendidikan, penguatan karakter
rohani dan akhlak masyarakat.
2. Suatu kebijakan penyiaran yang demokratis
Membantu publik untuk memahami tujuan sistem penyiaran yang mereka inginkan dan
peran yang dimiliki sistem tersebut dalam masyarakat
3. Suatu kerangka kebijakan
4
Pasal 1 ayat 1 UU Penyiaran No 32 Tahun 2002n
Pasal 1, butir 9, Ketentuan Umum, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran
6
Pasal 13, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002
5
7
Pasal 31 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002
8
Spektrum frekuensi radio adalah gelombang elektromagnetik yang dipergunakan untuk penyiaran dan
merambat di udara serta ruang angkasa tanpa sarana penghantar buatan, merupakan ranah publik dan
sumber daya alam terbatas.
‘6
3
Hukum Dan Etika Penyiaran
Th. Bambang Pamungkas, S.Sos
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Hendaknya
sanggup
beradaptasi
dengan
kondisi-kondisi
yang
berubah
tanpa
membiarkan publik bertanya-tanya apa yang menjadi tujuan kebijakan dan undangundang penyiaran.
4. Undang-undang penyiaran harus merefleksikan keanekaragaman masyarakat
Dan yang didasarkan pada prinsip-prinsip konstitusional yang mencakup sejumlah hal
yang mendasar sifatnya, termasuk, antara lain:
a) kebebasan berekspresi bagi semua orang
b) kesetaraan hak
c) kesetaraan bahasa
d) merefleksikan sifat dasar multi budaya masyarakat dan hak hak yang dimiliki
semua kelompok etnik untuk menunjukkan dan mempromosikan budaya
mereka sendiri
e) pilihan dan keanekaragaman.
5. Suatu hukum penyiaran yang memastikan pluralitas
Berita,
dan
informasi,
menetapkan
ketentuan-ketentuan
yang
menjamin
disebarluaskannya spektrum yang luas dari berbagai titik pandang, dan dengan
demikian memberikan kontribusi yang signifikan terhadap sistem demokrasi yang efektif
dan hidup.
Media penyiaran menggunakan gelombang-gelombang udara (spektrum frekeunsi
radio), yang merupakan milik publik dan merupakan sumber daya yang terbatas. Setiap
orang tidak dapat seenaknya mempunyai akses terhadap sumber daya yang terbatas ini.
Sumber daya yang terbatas harus digunakan semaksimal mungkin bagi kebaikan publik.
Apabila terjadi konflik antara kepentingan publik dan kepentingan komersial swasta,
kepentingan publik harus didahulukan.
UU Penyiaran Produk Hukum Penyiaran
1.
Jaminan Kemerdekaan Menyapaikan Pendapat dan Memperoleh Informasi
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran merupakan produk
hukum penyiaran. Secara filosofis lahirnya Undang-Undang tentang Penyiaran ini adalah
sebagai wujud pengakuan terhadap jaminan kemerdekaan menyampaikan pendapat dan
memperoleh informasi, dalam Konsideran menimbang huruf a UU No. 32 tahun 2002
tentang Penyiaran disebutkan:
‘6
4
Hukum Dan Etika Penyiaran
Th. Bambang Pamungkas, S.Sos
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi melalui penyiaran sebagai
perwujudan hak asasi manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
dilaksanakan secara bertanggung jawab, selaras dan seimbang antara kemerdekaan dan kesetaraan
menggunakan hak berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Dari ketentuan di atas, sebenarnya paradigma yang ingin diciptakan oleh UndangUndang Penyiaran adalah paradigma tanggung jawab sosial. Paradigma tanggungjawab
sosial ini dapat dilihat dari sisi yang menyatakan bahwa selain pemberian jaminan
kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi, hak tersebut harus
dilaksanakan secara bertanggung jawab.
Jaminan kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi dalam
melalui penyiaran akan berdampak positif bagi perkembangan penyiaran di indonesia,
karena informasi tidak tersentral melainkan telah terdesentralisasi, yaitu Undang-Undang
Penyiaran memberi peluang bagi tumbuhnya lembaga penyiaran di daerah. Selain itu,
keaneka ragaman materi siaran dan kepemilikan menjadi panuatan dan acuan bahwa UU
Penyiaran sekuarng-kurang telah memberikan ruang adanya kebebasan dan jaminan akses
informasi dan memberikan peluang bahwa informasi tidak tersental namun daerah diberikan
peluang, implikasinya akan mumcul keanekaragaman kepemilikan (Diversity of Ownership)
dan keaneragaman materi siaran (Diversity Of Countent).
2.
Kelembagaan
UU Penyiaran selain memberikan jaminan dan perlindungan menyampaikan
pendapat dan mengakses informasi, UU Penyiaran juga menetapkan adanya pembentuk
KPI/D sebagai lembaga independet mengenai regulasi penyiaran. Pasal 6 Ayat 4 UndangUndang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 merupakan dasar utama bagi pembentukan
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)/ Daerah. Semangatnya adalah pengelolaan sistem
penyiaran yang merupakan ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan independen
yang bebas dari campur tangan pemodal maupun kepentingan kekuasaan. Pasal 7 Ayat 2
UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 menyebutkan bahwa “KPI sebagai lembaga negara
yang bersifat independen mengatur hal-hal mengenai penyiaran”. Berbeda dengan
semangat dalam Undang-undang penyiaran sebelumnya, yaitu Undang-undang No. 24
Tahun 1997 pasal 7 yang berbunyi "Penyiaran dikuasai oleh negara yang pembinaan dan
‘6
5
Hukum Dan Etika Penyiaran
Th. Bambang Pamungkas, S.Sos
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pengendaliannya dilakukan oleh pemerintah", yang menunjukkan bahwa penyiaran pada
masa itu merupakan bagian dari instrumen kekuasaan yang digunakan untuk semata-mata
bagi kepentingan pemerintah.
Pasal 8 ayat 1,2, dan 3 dijelaskan bahwa KPI/D merupakan wujud peran serta
masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingfan masyarakat. atau
KPI/D sebagai representasi masyarakat di bidang penyiaran. Sebagai lembaga independent
yang mengatur tentang penyiaran dan representasi masyarakat, KPI/D memiliki
kewenangannya :
1. Menetapkan standar program siaran;
2. Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran;
3. Mengawasi pelaksanaan peraturan dan
dan pedoman perilaku penyiaran serta
standar program siaran;
4. Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan menetapkan pedoman
perilaku penyiaran serta standar program siaran;
5. Melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan pemerintah, lembaga penyiaran,
dan masyarakat.
Sedangkan tugas dan kewajiban, KPI/D dianataranya :
1. Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai
dengan hak asasi manusia;
2. Ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran;
3. Ikut membangun iklim persiangan yang sehat antar lembaga penyiaran dan industri
terkait;
4. Memelihara tatanan informasi yang adil, merata, dan seimbang;
5. Menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan
aspresiasi masyarakat terhadap penyelengaran penyiaran; dan
6. Menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin
profesional di bidang penyiaran.
Undang-undang No. 32 Tahun 2002 merubah secara fundamental pengelolaan
sistem penyiaran di Indonesia. Perubahan paling mendasar limited transfer of authority dari
pengelolaan penyiaran yang semulanya merupakan hak ekslusif pemerintah, UU Penyiaran
‘6
6
Hukum Dan Etika Penyiaran
Th. Bambang Pamungkas, S.Sos
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
telah mengamanatkan kepada sebuah badan pengatur independen9 (Independent
regulatory body). yaitu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).. Belajar dari masa lalu dimana
pengelolaan sistem penyiaran masih berada ditangan pemerintah (orde baru), sistem
penyiaran sebagai alat strategis tidak luput dari kooptasi negara yang dominan dan
digunakan untuk melanggengkan kepentingan kekuasaan. Sistem penyiaran pada waktu itu
tidak hanya digunakan untuk mendukung hegemoni rezim terhadap publik dalam
penguasaan wacana strategis, tapi juga digunakan untuk mengambil keuntungan dalam
kolaborasi antara segelintir elit penguasa dan pengusaha.
Subyek dan Obyek Hukum Penyiaran
Dalam ilmu hukum, setiap orang dianggap sebagai subjek hukum yang telah memiliki
hak dan kewajiban. Setiap manusia, sebagai subjek hukum memiliki hak dan kewajiban
untuk melakukan tindakan hukum. Namun subjek hukum tidak hanya manusia (naturlijke
person), melainkan badan hukum (rechtspersoon) juga bisa dianggap sebagai subjek
hukum.
Sedangkan objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum.
Biasanya objek hukum berupa barang atau jasa. Menurut hukum perdata, benda adalah
segala barang-barang atau jasa dan hak yang dapat dimiliki oleh orang.
Berdasarkan batasan yang telah dikenal dalam dunia hukum, maka yang menjadi
subjek hukum penyiaran adalah :
a. Pengelola media atau penanggung jawab media;
Pengelola media ini adalah orang yang bertanggung jawab akan operasional
lembaga penyiaran baik secara strukturan (jajaran direksi pemegang saham)
maupun operasional (jajaran operasional);
b. Perusahaan media atau lembaga penyiaran.
Badan hukum tempat media bernaung. Lembaga/organisasi media penyiaran adalah
yang bertanggung jawab terhadap aspek legalitas usaha dan infrastruktur serta
usaha
9
Independen dimaksudkan untuk mempertegas bahwa pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah
publik harus dikelola oleh sebuah badan yang bebas dari intervensi modal maupun kepentingan kekuasaan
‘6
7
Hukum Dan Etika Penyiaran
Th. Bambang Pamungkas, S.Sos
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Sedangkan yang menjadi objek hukum media adalah segala hal yang menjadi materi isi
siaran yang disiarkan, yaitu:
a. Materi siaran jurnalistik atau pers
Adalah isi media yang sangat penting karena memiliki dampak yang sangat besar
bagi kehidupan masyarakat. Pers juga merupakan isi media massa yang mempunyai
batasan atau ruang lingkup yang relative jelas dan memiliki ukuran-ukuran universal;
b. Materi siaran entertainment,
Program materi hiburan (faktual dan non-faktual). Hiburan dalam media massa dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu hiburan faktual misalnya musik, reality
show, dan olahraga. Sedangkan yang non faktual misalnya film, sinetron, drama, dan
sebagainya;
c. Materi siaran iklan
Iklan niaga dan non iklan niaga (Iklan Layanan Masyarakat);
Mengapa Media Penyiaran Harus Di Atur
Pada penjelasan diatas telah dijelaskan bahwa aspek hukum penyiaran adalah meliputi jasa
lembaga penyiaran, yaitu jasa penyiaran radio, dan jasa penyiaran TV. Tedapat dau sisi
kepentingan dan pengaturan dalam bidang media, yaitu:
1. Menyakut kepentingan publik/masyarakat;
Lembaga penyiaran menggunakan ranah publik, yaitu spektrum frekuensi radio dan
itu sebagai sumber daya alam terbatas. Pemanfaatnya untuk kesejahteraan
masyarakat. Untuk itu, negara mengatur atas pengunaan atas pengelolaannya.
Karena
negara
harus
memberikan
jaminan
dan
perlindungan
kebebasan
berpendapat dan mendapat akses informasi yang layak dan benar. Ini tercamtum
dalam asa, tujuan, fungsi, dan arah penyiaran indonesia.10
2. Kepentingan bisnis
Pengeloaan sebuah media jasa penyiaran dilakukan oleh lembaga/organsiasi yang
umumnya mencari laba atau profit orientet. (Media memeliki nilai ekonomi). Agar
tidak terkontaminasi oleh kepentingan privat/kelompok (Monopoli), media harus
diatur agar kepentingan masyarakat tidak terabaikan.
10
‘6
Pasal 2,3,4, dan 5 UU 32/2002
8
Hukum Dan Etika Penyiaran
Th. Bambang Pamungkas, S.Sos
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
B. Delik Media Penyiaran
Pengertian Delik
Sebelum membahas lebih dalam mengenai delik pers, ada baiknya kita membahas
terlebih dahulu mengenai arti dari kata delik11 itu sendiri. Kata delik berasal dari bahasa latin,
yaitu dellictum. Dalam bahasa Jerman disebut delict, dalam bahasa Perancis disebut delit.
Pengertian delik secara umum adalah perbuatan pidana atau perbuatan melanggar undangundang/ peraturan dan pelakunya diancam hukuman, baik hukuman denda maupun
kurungan.
Dalam hukum pidana dikenal macam-macam pembagian delik ke dalam12 :
1. Delik yang dilakukan dengan sengaja,
Misalnya, sengaja merampas jiwa orang lain (Pasal 338 KUHP) dan delik yang
disebabkan karena kurang hati-hati, misalnya, karena kesalahannya telah menimbulkan
matinya orang lain dalam lalu lintas di jalan.(Pasal 359 KUHP).[12]
2. Menjalankan hal-hal yang dilarang oleh Undang-undang,
Misalnya, melakukan pencurian atau penipuan (Pasal 362 dan378 KUHP) dan tidak
menjalankan hal-hal yang seharusnya dilakukan menurut Undang-undang, misalnya tidak
melapor adanya komplotan yang merencanakan makar.[12]
3. Kejahatan (Buku II KUHP),
Merupakan perbuatan yang sangat tercela, terlepas dari ada atau tidaknya larangan
dalam Undang-undang. Karena itu disebut juga sebagai delik hukum.[12]
4. Pelanggaran (Buku III KUHP),
Merupakan perbuatan yang dianggap salah satu justru karena adanya larangan dalam
Undang-undang. Karena itu juga disebut delik Undang-undang.[12]
Sedangkan delik Penyiaran lebih terfokus terhadap materi siaran yang disiarkan oleh
media penyiaran, seperti :
Penyiaran Iklan Niaga dan Layanan Masyarakat;
Penyiaran Berita dan Infoteament;
Penyiaran Program Talkshow;
Penyiaran Program – program Dokumenter (Feature, Profile dsb);
11
Istilah pertama kali dirumuskan oleh Fernad Terrou dan Lucien Solai yang kemudian dikutip oleh Oemar
Seno dan A. MUis
12
‘6
Pengantar Ilmu hukum, Subandi AL Marsudi, S.H., M.H., Hal. 146-154
9
Hukum Dan Etika Penyiaran
Th. Bambang Pamungkas, S.Sos
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Penyiaran Hiburan (Musik, Film, Sinetron, FTV, Drama Komedi,Realty Show dsb);
Penyiaran Pemilu;
Pormografi, kekerasan,
Penyiaran Agama, dsb
Dasar Pengawasan Media Penyiaran
 Fungsi Media dalam UU Penyiaran:
1. Informasi
2. Pendidikan
3. Hiburan
4. Perekat dan kontrol sosial
 Masyarakat
informasi,
tidak
tetapi
mendapatkan
semata
harus
informasi
perlu
diberi
dijamin
untuk
yg
layak
dan
benar.
 Media penyiaran harus menjadi kekuatan
pencerah bagi masyarakat. Sehingga media
penyiaran harus selektif dalam menyajikan
program-program siarannya kepada publik
selaku khalayak media.
‘6
10
Hukum Dan Etika Penyiaran
Th. Bambang Pamungkas, S.Sos
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download