MODUL – 6 HUKUM DAN ETIKA PENYIARAN POKOK BAHASAN : Hukum Penyiaran dan Delik Penyiaran SUB POKOK BAHASAN : Hukum Penyiaran a. b. c. d. Pengertian Hukum Penyiaran UU Penyiaran sebagai Produk Hukum Penyiaran Prinsip-prinsip Penyiaran Subyek dan Obyek Hukum Penyiaran Delik Penyiaran a. Pengertian Delik Penyiaran b. Hal-hal pokok delik penyiaram c. Dasar pengawasan delik penyiaram KODE MK SKS DOSEN : 42010 :3 : Th. Bambang Pamungkas,S.Sos DESKRIPSI Pada Pokok bahasan ke 6 ini, akan menjelaskan mengenai berbagai aspek Hukum Penyiaran dan Delik Penyiaran dalam perspektif UU Penyiaran. Sehingga diharapkan mahasiswa memahami dan dapat menjelaskan kembali mengenai hal yang terkait mengenai hukum penyiaran, seperti pengertian dan hukum penyiaran; prinsip-prinsip penyiaran; Subyek dan Obyek Hukum Penyiaran. Untuk delik penyiaran, seperti pengertian delik dan hal-hal pokok yang menjadi delik penyiaran serta dasar pengawasan media penyiaran. A. HUKUM PENYIARAN Pengertian Hukum Penyiaran Pada materi sebelumnya1, telah dibahas mengenai perbedaan hukum komunikasi dan komunikasi hukum. Secara perspektif sosiologi, manusia tidak bisa hidup tanpa berhubungan dengan manusia lainnya. Melalui hubungan antar sesama manusia mempertunjukkan eksistensi dirinya. Singkat kata tanpa hubungan antar manusia niscaya tak akan ada kehidupan sosial. Hubungan antar manusia (interaksi sosial) terbentuk oleh dua kegiatan; kontak sosial dan komunikasi dan untuk mengatur tersebut dibutuhkan adanya suatu hukum. Hukum ini digambarkan “dimana ada hukum di situ ada masyarakat atau bahasa latinnya Ubi Ius Ubi Sociatas”2. Dan dapat dipahami bahwa tidak ada hukum bila tidak ada proses penyampaian pesan antar manusia (Ubi Communucatio Ubi Ius”). 1 2 ‘6 Modul 3 “Hukum dan Etika Komunikasi Dalam Filosofih UU Penyiaran” dipertemuan 3 A. Muis, Kontroversi sekitar kebebasan pers, Mario Grafika, 1996 1 Hukum Dan Etika Penyiaran Th. Bambang Pamungkas, S.Sos Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Selanjutnya, berdasarkan etimonologis bahasa arab, hukum dalam konteks ilmu komunikasi diartikan sebagai peraturan tertulis yang dibentuk dan diadakan oleh penguasa setempat atau pihak yang berwenang. Bentuk peraturan tertulis ini, seperti undang-undang atau peraturan yang lebih dikenal atau kita mengenal UUPenyiaran, UU Pers, UU Perfilman, bentuk peraturan dan Kode Etik. Materi hukum berisikan peraturan dalam kehidupan bermasyarakat dan bersifat memaksa yakni hukum itu tegas bila dilanggar dapat dikenakan sanksi ataupun hukuman sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sementara itu, hubungan antara komunikasi dan hukum menghasilkan dua pengertian yakni hukum komunikasi dan komunikasi hukum3. Hukum komunikasi adalah akibat-akibat hukum yang muncul dari proses penyampaian pesan antar manusia, misalnya, pencemaran nama baik melalui media massa, menghinaan terhadap kepala negara melalui media massa, menghasut dan merendahkan martabat seseorang dan lain-lain. Hukum komunikasi adalah hukum yang mengatur tentang berbagai masalah yang berkaitan Ketentuan yang diatur adalah tentang masalah isi media, prosedur penggunaan media, kepemilikan media dan sebagainya Sedangkan Komunikasi hukum adalah mempelajari komunikasi dan hukum secara imperatif normatif. Dalam kontek ini wujud atau produk dari komunikasi hukum adalah undang-undang, peraturan dan yurisprudensi. Produk komunikasi hukum ini ditetapkan oleh penguasa, untuk dipergunakan mengatur proses penyampaian pesan (komunikasi dan informasi) kepada masyarakat dengan tujuan memaksakan prilaku tertentu sesuai kaidah hukum itu sendiri. Pengertian ini merujuk pada pengertian hukum berdasarkan etmologis tersebut di atas. Hukum Penyiaran Sebelum membahas hukum dan undang-undang penyiaran di Indonesia terlebih dahulu perlu dikupas definisi mengenai penyiaran dan siaran. Penyiaran terdiri dari struktur bahasa terdiri dari kata dasar siar yang artinya memberitahukan kepada umum; mengumumkan. Sedangkan arti penyiaran adalah proses, cara, perbuatan menyiarkan. Menurut UU Penyiaran Nomor 32 tahun 2002 : Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran. 3 ‘6 ibid 2 Hukum Dan Etika Penyiaran Th. Bambang Pamungkas, S.Sos Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Dan “Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.4 Untuk kegiatan penyiaran meliputi dua bagian, yaitu penyiaran radio dan penyiaran televisi. Sedang kedua penyiaran itu menurut UU Penyiaran disebutnya sebagai lembaga penyiaran. Menurut Ketentuan Umum UU 32/2002 Lembaga Penyiaran adalah penyelenggara penyiaran. Sedangkan penyelenggara penyiaran terbagi menjadi 4 (empat), yaitu lembaga penyiaran publik, swsat, komunitas, dan berlangganan yang dalam menjalankan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya harus berpedoman pada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.5 Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengertian lembaga penyiaran adalah sama dnegan dengan penyelenggara penyiaran. Ada pun istilah jasa penyiaran yang adalam UU 32/2002 terbagi menjadi jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi sebagai ketentuan pasal 13, yaitu jasa penyiaran terdiri dari jasa penyiaran radio dan televisi6. Istilah lainnya adalah stasiun penyiaran, pasal 31 menyebutkan lembaga penyiaran yang menyelenggarakan jasa penyiaran radio dan televisi terdiri atas stasiun penyiaran jaringan dan/atau stasiun lokal7. Dan menggunkan spektrum frekuensi radio8. Prinsip-prinsip Penyiaran Berikut ini adalah prinsip-prinsip penyiaran secara universal, yaitu : 1. Sistem penyiaran dijalankan bagi kepentingan rakyat Melalui dukungan terhadap bidang-bidang berikut: akses universal, keanekaragaman, demokratisasi gelombang udara, pembangunan bangsa, pendidikan, penguatan karakter rohani dan akhlak masyarakat. 2. Suatu kebijakan penyiaran yang demokratis Membantu publik untuk memahami tujuan sistem penyiaran yang mereka inginkan dan peran yang dimiliki sistem tersebut dalam masyarakat 3. Suatu kerangka kebijakan 4 Pasal 1 ayat 1 UU Penyiaran No 32 Tahun 2002n Pasal 1, butir 9, Ketentuan Umum, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran 6 Pasal 13, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 5 7 Pasal 31 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 8 Spektrum frekuensi radio adalah gelombang elektromagnetik yang dipergunakan untuk penyiaran dan merambat di udara serta ruang angkasa tanpa sarana penghantar buatan, merupakan ranah publik dan sumber daya alam terbatas. ‘6 3 Hukum Dan Etika Penyiaran Th. Bambang Pamungkas, S.Sos Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Hendaknya sanggup beradaptasi dengan kondisi-kondisi yang berubah tanpa membiarkan publik bertanya-tanya apa yang menjadi tujuan kebijakan dan undangundang penyiaran. 4. Undang-undang penyiaran harus merefleksikan keanekaragaman masyarakat Dan yang didasarkan pada prinsip-prinsip konstitusional yang mencakup sejumlah hal yang mendasar sifatnya, termasuk, antara lain: a) kebebasan berekspresi bagi semua orang b) kesetaraan hak c) kesetaraan bahasa d) merefleksikan sifat dasar multi budaya masyarakat dan hak hak yang dimiliki semua kelompok etnik untuk menunjukkan dan mempromosikan budaya mereka sendiri e) pilihan dan keanekaragaman. 5. Suatu hukum penyiaran yang memastikan pluralitas Berita, dan informasi, menetapkan ketentuan-ketentuan yang menjamin disebarluaskannya spektrum yang luas dari berbagai titik pandang, dan dengan demikian memberikan kontribusi yang signifikan terhadap sistem demokrasi yang efektif dan hidup. Media penyiaran menggunakan gelombang-gelombang udara (spektrum frekeunsi radio), yang merupakan milik publik dan merupakan sumber daya yang terbatas. Setiap orang tidak dapat seenaknya mempunyai akses terhadap sumber daya yang terbatas ini. Sumber daya yang terbatas harus digunakan semaksimal mungkin bagi kebaikan publik. Apabila terjadi konflik antara kepentingan publik dan kepentingan komersial swasta, kepentingan publik harus didahulukan. UU Penyiaran Produk Hukum Penyiaran 1. Jaminan Kemerdekaan Menyapaikan Pendapat dan Memperoleh Informasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran merupakan produk hukum penyiaran. Secara filosofis lahirnya Undang-Undang tentang Penyiaran ini adalah sebagai wujud pengakuan terhadap jaminan kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi, dalam Konsideran menimbang huruf a UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran disebutkan: ‘6 4 Hukum Dan Etika Penyiaran Th. Bambang Pamungkas, S.Sos Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi melalui penyiaran sebagai perwujudan hak asasi manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dilaksanakan secara bertanggung jawab, selaras dan seimbang antara kemerdekaan dan kesetaraan menggunakan hak berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dari ketentuan di atas, sebenarnya paradigma yang ingin diciptakan oleh UndangUndang Penyiaran adalah paradigma tanggung jawab sosial. Paradigma tanggungjawab sosial ini dapat dilihat dari sisi yang menyatakan bahwa selain pemberian jaminan kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi, hak tersebut harus dilaksanakan secara bertanggung jawab. Jaminan kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi dalam melalui penyiaran akan berdampak positif bagi perkembangan penyiaran di indonesia, karena informasi tidak tersentral melainkan telah terdesentralisasi, yaitu Undang-Undang Penyiaran memberi peluang bagi tumbuhnya lembaga penyiaran di daerah. Selain itu, keaneka ragaman materi siaran dan kepemilikan menjadi panuatan dan acuan bahwa UU Penyiaran sekuarng-kurang telah memberikan ruang adanya kebebasan dan jaminan akses informasi dan memberikan peluang bahwa informasi tidak tersental namun daerah diberikan peluang, implikasinya akan mumcul keanekaragaman kepemilikan (Diversity of Ownership) dan keaneragaman materi siaran (Diversity Of Countent). 2. Kelembagaan UU Penyiaran selain memberikan jaminan dan perlindungan menyampaikan pendapat dan mengakses informasi, UU Penyiaran juga menetapkan adanya pembentuk KPI/D sebagai lembaga independet mengenai regulasi penyiaran. Pasal 6 Ayat 4 UndangUndang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 merupakan dasar utama bagi pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)/ Daerah. Semangatnya adalah pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan independen yang bebas dari campur tangan pemodal maupun kepentingan kekuasaan. Pasal 7 Ayat 2 UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 menyebutkan bahwa “KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independen mengatur hal-hal mengenai penyiaran”. Berbeda dengan semangat dalam Undang-undang penyiaran sebelumnya, yaitu Undang-undang No. 24 Tahun 1997 pasal 7 yang berbunyi "Penyiaran dikuasai oleh negara yang pembinaan dan ‘6 5 Hukum Dan Etika Penyiaran Th. Bambang Pamungkas, S.Sos Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id pengendaliannya dilakukan oleh pemerintah", yang menunjukkan bahwa penyiaran pada masa itu merupakan bagian dari instrumen kekuasaan yang digunakan untuk semata-mata bagi kepentingan pemerintah. Pasal 8 ayat 1,2, dan 3 dijelaskan bahwa KPI/D merupakan wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingfan masyarakat. atau KPI/D sebagai representasi masyarakat di bidang penyiaran. Sebagai lembaga independent yang mengatur tentang penyiaran dan representasi masyarakat, KPI/D memiliki kewenangannya : 1. Menetapkan standar program siaran; 2. Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran; 3. Mengawasi pelaksanaan peraturan dan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran; 4. Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran; 5. Melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan pemerintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat. Sedangkan tugas dan kewajiban, KPI/D dianataranya : 1. Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia; 2. Ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran; 3. Ikut membangun iklim persiangan yang sehat antar lembaga penyiaran dan industri terkait; 4. Memelihara tatanan informasi yang adil, merata, dan seimbang; 5. Menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan aspresiasi masyarakat terhadap penyelengaran penyiaran; dan 6. Menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesional di bidang penyiaran. Undang-undang No. 32 Tahun 2002 merubah secara fundamental pengelolaan sistem penyiaran di Indonesia. Perubahan paling mendasar limited transfer of authority dari pengelolaan penyiaran yang semulanya merupakan hak ekslusif pemerintah, UU Penyiaran ‘6 6 Hukum Dan Etika Penyiaran Th. Bambang Pamungkas, S.Sos Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id telah mengamanatkan kepada sebuah badan pengatur independen9 (Independent regulatory body). yaitu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).. Belajar dari masa lalu dimana pengelolaan sistem penyiaran masih berada ditangan pemerintah (orde baru), sistem penyiaran sebagai alat strategis tidak luput dari kooptasi negara yang dominan dan digunakan untuk melanggengkan kepentingan kekuasaan. Sistem penyiaran pada waktu itu tidak hanya digunakan untuk mendukung hegemoni rezim terhadap publik dalam penguasaan wacana strategis, tapi juga digunakan untuk mengambil keuntungan dalam kolaborasi antara segelintir elit penguasa dan pengusaha. Subyek dan Obyek Hukum Penyiaran Dalam ilmu hukum, setiap orang dianggap sebagai subjek hukum yang telah memiliki hak dan kewajiban. Setiap manusia, sebagai subjek hukum memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan tindakan hukum. Namun subjek hukum tidak hanya manusia (naturlijke person), melainkan badan hukum (rechtspersoon) juga bisa dianggap sebagai subjek hukum. Sedangkan objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum. Biasanya objek hukum berupa barang atau jasa. Menurut hukum perdata, benda adalah segala barang-barang atau jasa dan hak yang dapat dimiliki oleh orang. Berdasarkan batasan yang telah dikenal dalam dunia hukum, maka yang menjadi subjek hukum penyiaran adalah : a. Pengelola media atau penanggung jawab media; Pengelola media ini adalah orang yang bertanggung jawab akan operasional lembaga penyiaran baik secara strukturan (jajaran direksi pemegang saham) maupun operasional (jajaran operasional); b. Perusahaan media atau lembaga penyiaran. Badan hukum tempat media bernaung. Lembaga/organisasi media penyiaran adalah yang bertanggung jawab terhadap aspek legalitas usaha dan infrastruktur serta usaha 9 Independen dimaksudkan untuk mempertegas bahwa pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan yang bebas dari intervensi modal maupun kepentingan kekuasaan ‘6 7 Hukum Dan Etika Penyiaran Th. Bambang Pamungkas, S.Sos Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Sedangkan yang menjadi objek hukum media adalah segala hal yang menjadi materi isi siaran yang disiarkan, yaitu: a. Materi siaran jurnalistik atau pers Adalah isi media yang sangat penting karena memiliki dampak yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat. Pers juga merupakan isi media massa yang mempunyai batasan atau ruang lingkup yang relative jelas dan memiliki ukuran-ukuran universal; b. Materi siaran entertainment, Program materi hiburan (faktual dan non-faktual). Hiburan dalam media massa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu hiburan faktual misalnya musik, reality show, dan olahraga. Sedangkan yang non faktual misalnya film, sinetron, drama, dan sebagainya; c. Materi siaran iklan Iklan niaga dan non iklan niaga (Iklan Layanan Masyarakat); Mengapa Media Penyiaran Harus Di Atur Pada penjelasan diatas telah dijelaskan bahwa aspek hukum penyiaran adalah meliputi jasa lembaga penyiaran, yaitu jasa penyiaran radio, dan jasa penyiaran TV. Tedapat dau sisi kepentingan dan pengaturan dalam bidang media, yaitu: 1. Menyakut kepentingan publik/masyarakat; Lembaga penyiaran menggunakan ranah publik, yaitu spektrum frekuensi radio dan itu sebagai sumber daya alam terbatas. Pemanfaatnya untuk kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, negara mengatur atas pengunaan atas pengelolaannya. Karena negara harus memberikan jaminan dan perlindungan kebebasan berpendapat dan mendapat akses informasi yang layak dan benar. Ini tercamtum dalam asa, tujuan, fungsi, dan arah penyiaran indonesia.10 2. Kepentingan bisnis Pengeloaan sebuah media jasa penyiaran dilakukan oleh lembaga/organsiasi yang umumnya mencari laba atau profit orientet. (Media memeliki nilai ekonomi). Agar tidak terkontaminasi oleh kepentingan privat/kelompok (Monopoli), media harus diatur agar kepentingan masyarakat tidak terabaikan. 10 ‘6 Pasal 2,3,4, dan 5 UU 32/2002 8 Hukum Dan Etika Penyiaran Th. Bambang Pamungkas, S.Sos Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id B. Delik Media Penyiaran Pengertian Delik Sebelum membahas lebih dalam mengenai delik pers, ada baiknya kita membahas terlebih dahulu mengenai arti dari kata delik11 itu sendiri. Kata delik berasal dari bahasa latin, yaitu dellictum. Dalam bahasa Jerman disebut delict, dalam bahasa Perancis disebut delit. Pengertian delik secara umum adalah perbuatan pidana atau perbuatan melanggar undangundang/ peraturan dan pelakunya diancam hukuman, baik hukuman denda maupun kurungan. Dalam hukum pidana dikenal macam-macam pembagian delik ke dalam12 : 1. Delik yang dilakukan dengan sengaja, Misalnya, sengaja merampas jiwa orang lain (Pasal 338 KUHP) dan delik yang disebabkan karena kurang hati-hati, misalnya, karena kesalahannya telah menimbulkan matinya orang lain dalam lalu lintas di jalan.(Pasal 359 KUHP).[12] 2. Menjalankan hal-hal yang dilarang oleh Undang-undang, Misalnya, melakukan pencurian atau penipuan (Pasal 362 dan378 KUHP) dan tidak menjalankan hal-hal yang seharusnya dilakukan menurut Undang-undang, misalnya tidak melapor adanya komplotan yang merencanakan makar.[12] 3. Kejahatan (Buku II KUHP), Merupakan perbuatan yang sangat tercela, terlepas dari ada atau tidaknya larangan dalam Undang-undang. Karena itu disebut juga sebagai delik hukum.[12] 4. Pelanggaran (Buku III KUHP), Merupakan perbuatan yang dianggap salah satu justru karena adanya larangan dalam Undang-undang. Karena itu juga disebut delik Undang-undang.[12] Sedangkan delik Penyiaran lebih terfokus terhadap materi siaran yang disiarkan oleh media penyiaran, seperti : Penyiaran Iklan Niaga dan Layanan Masyarakat; Penyiaran Berita dan Infoteament; Penyiaran Program Talkshow; Penyiaran Program – program Dokumenter (Feature, Profile dsb); 11 Istilah pertama kali dirumuskan oleh Fernad Terrou dan Lucien Solai yang kemudian dikutip oleh Oemar Seno dan A. MUis 12 ‘6 Pengantar Ilmu hukum, Subandi AL Marsudi, S.H., M.H., Hal. 146-154 9 Hukum Dan Etika Penyiaran Th. Bambang Pamungkas, S.Sos Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Penyiaran Hiburan (Musik, Film, Sinetron, FTV, Drama Komedi,Realty Show dsb); Penyiaran Pemilu; Pormografi, kekerasan, Penyiaran Agama, dsb Dasar Pengawasan Media Penyiaran Fungsi Media dalam UU Penyiaran: 1. Informasi 2. Pendidikan 3. Hiburan 4. Perekat dan kontrol sosial Masyarakat informasi, tidak tetapi mendapatkan semata harus informasi perlu diberi dijamin untuk yg layak dan benar. Media penyiaran harus menjadi kekuatan pencerah bagi masyarakat. Sehingga media penyiaran harus selektif dalam menyajikan program-program siarannya kepada publik selaku khalayak media. ‘6 10 Hukum Dan Etika Penyiaran Th. Bambang Pamungkas, S.Sos Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id