View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Umum Timbal (Pb)
1. Sumber pencemaran Timbal
Sumber pencemaran timbal di lingkungan berasal dari alam dan
kegiatan manusia yaitu emisi kendaraan dan industri. Emisi timbal yang
masuk dalam bentuk gas terutama berkaitan sekali berasal dari buangan
kendaraan
bermotor.
Emisi
tersebut
merupakan
hasil
samping
pembakaran yang terjadi dalam mesin kendaraan yang berasal dari
senyawa Tetra Etil Lead dan Tetra Metil Lead yang selalu ditambahkan
dalam bahan bakar kendaraan bermotor yang berfungsi sebagai anti
knock. Musnahnya timbal dalam peristiwa pembakaran pada mesin
menyebabkan jumlah timbal yang dibuang ke udara melalui asap
kendaraan menjadi sangat tinggi. Tingginya tingkat timbal di udara akan
mempengaruhi jumlah timbal dalam darah (KPPB, 2005).
Gencarnya pengkonsumsian bahan bakar kendaraan di Indonesia
terlihat dari catatan tahun 1996. Diperkirakan tak kurang dari 9 juta kiloliter
bahan bakar habis dijalanan pertahun, dengan tingkat pertumbuhan
tahunan mencapai 7%. Dengan kata lain setiap menit di Indonesia, tak
kurang dari 17.000 liter bahan bakar musnah habis terbakar menjadi asap
knalpot. Menurut spesifikasi resmi Ditjen Migas, kandungan maksimum
timbal dalam bahan bakar yang diizinkan adalah 0,45 gram perliter
14
(KPBB, 2005). Sementara, menurut ukuran internasional, ambang batas
maksimum kandungan timbal dalam bensin adalah 0,15 gram perliter.
Penggunaan bahan bakar bertimbal melepaskan 95% timbal yang
mencemari udara dinegara berkembang (Tugaswati, 2008).
2. Akumulasi Timbal (Pb) pada Kerang
Binatang air jenis kerang-kerangan atau jenis binatang lunak (moluska),
baik jenis klam (kerang besar) atau oister (kerang kecil) pergerakannya
sangat lambat di dalam air. Hewan air ini sangat peka terhadap pengaruh
polusi dalam perairan sehingga kecenderungan kepunahan spesies
hewan ini sangat mungkin terjadi (Darmono, 2001).
Seperti pada hewan air lainnya (ikan dan udang) logam berat dapat juga
terakumulasi pada jaringan kerang. Faktor yang mempengaruhi tinggi
rendahnya derajat akumulasi logam berat tersebut sama dengan faktor
yang mempengaruhi akumulasi logam berat pada hewan air lainnya.
Perbedaannya, jenis kerang dapat mengakumulasi logam lebih besar
daripada hewan air lainnya karena sifatnya tetap dan lambat untuk
menghindarkan diri dari pengaruh polusi dan mempunyai toleransi yang
tinggi terhadap konsentrasi logam berat tertentu. Karena itu kerang ini
merupakan
indikator
yang
sangat
baik
untuk
memonitor
suatu
pencemaran dalam lingkungan perairan (Darmono, 2001).
3. Pencemaran Timbal di Udara
Baku mutu udara nasional untuk timbal, berdasarkan Peraturan
Pemerintah
Republik
Indonesia
Nomor
41
tahun
1999
tentang
pengendalian pencemaran udara adalah sebesar 2 µg/m 3 untuk 24 jam
15
pengukuran (Depkes RI, 1991). Sedangkan standar yang ditetapkan oleh
WHO untuk konsentrasi timbal di udara adalah 0,5 µg/m3 (Lestari, 2006).
Sebagai bahan pencemar udara, keberadaan timbal diudara dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut (Depkes RI, 1991) :
a. Suhu Udara
Suhu udara dapat mempengaruhi konsentrasi bahan pencemar
diudara. Suhu udara tinggi menyebabkan udara renggang, sehingga
konsentrasi bahan pencemar menjadi rendah dan sebaliknya, pada
suhu dingin keadaan udara makin padat sehingga konsentrasi bahan
pencemar diudara makin tinggi.
b. Kelembaban
Kelembaban udara dapat mempengaruhi bahan pencemar
diudara. Pada kelembaban tinggi, kadar uap air dapat bereaksi dengan
bahan pencemar diudara menjadi senyawa yang berbahaya atau
menjadi bahan pencemar sekunder.
c. Angin
Angin merupakan udara yang bergerak, akibat pergerakan
angin akan terjadi proses penyebaran bahan pencemar. Arah dan
kecepatan angin sangat mempengaruhi konsentrasi bahan pencemar
disuatu tempat. Untuk partikel timbal dapat disebarkan angin hingga
mencapai jarak 100 – 1000 km dari sumbernya.
d. Curah Hujan
16
Hujan dapat melarutkan bahan pencemar diudara, sehingga
bahan pencemar tersebut jatuh ke bumi. Dengan demikian bahan
pencemar yang berbentuk partikel dapat berkurang konsentrasinya
pada saat hujan.
e. Sinar matahari
Sinar matahari dapat membuat bahan pencemar diudara saling
bereaksi satu sama lain melalui reaksi fotokimia menjadi bahan
pencemar sekunder. Konsentrasi bahan pencemar udara terutama
bahan pencemar sekunder dapat berbeda disatu tempat dengan
tempat yang lain, tergantung pada banyaknya sinar matahari yang
diterima tempat tersebut.
a. Mekanisme Timbal Dalam Tubuh manusia
a. Absorbsi
Sumber pencemaran timbal di lingkungan berasal dari alam dan
kegiatan manusia yaitu emisi kendaraan dan industri. Emisi timbal
diudara dapat mencemari udara, tanaman, tanah dan binatang, yang
akhirnya
berpengaruh
terhadap
digambarkan pada gambar 1.
kesehatan
manusia,
seperti
17
Gambar 1. Perjalanan timbal yang berasal dari lingkungan sampai
masuk ke dalam tubuh manusia (National Health and
Medical Research Councils, 2009)
Absorbsi timbal terutama melalui saluran nafas 85%, saluran
pencernaan 14% dan kulit 1%. Absorbsi timbal melalui saluran
pernafasan dipengaruhi oleh tiga proses yaitu: deposisi, pembersihan
mukosiliar dan pembersihan alveolar. Deposisi tergantung pada
ukuran partikel timbal, volume nafas dan daya larut. Pembersihan
mukosiliar membawa partikel ke faring lalu ditelan, fungsinya adalah
membawa partikel ke eskalator mukosiliar, menembus lapisan jaringan
paru menuju kelenjar limfe dan aliran darah. Sebanyak 30-40% timbal
yang diabsorbsi melalui saluran nafas akan masuk kedalam saluran
pernafasan dan akan masuk kedalam aliran darah, tergantung ukuran,
daya larut, volume nafas dan variasi faal antar individu (Darmono,
1995).
18
Absorbsi timbal melalui saluran pencernaan, biasanya terjadi
karena timbal tersebut tertelan bersama dengan merokok, makan dan
minum dengan menggunakan tangan yang terkontaminasi timbal,
begitupula apabila memakan makanan yang terkontaminasi dengan
debu dijalanan. Kurang lebih 5-10% dari timbal yang tertelan
diabsorbsi melalui mukosa saluran pencernaan. Pada orang dewasa
timbal diserap melalui usus sekitar 5-10%, tetapi hal ini dipengaruhi
oleh banyak faktor misalnya dalam keadaan puasa penyerapan timbal
dari usus lebih besar, yaitu sekitar 15-12% (Darmono, 1995).
b. Distribusi dan Penyimpanan
Timbal
yang
diabsorbsi
melalui
saluran
pencernaan
didistribusikan kedalam jaringan lain melalui darah. Dalam tubuh
manusia timbal terdeteksi dalam (Darmono, 1995):
1) Darah, timbal terikat dalam sel darah merah (eritrosit). Sekitar 95%
timbal yang berada pada peredaran darah terikat oleh eritrosit.
Waktu paruh timbal dalam darah sekitar 25-30 hari.
2) Jaringan lunak (hati dan ginjal) mempunyai waktu paruh sekitar
beberapa bulan. Terdapat keseimbangan antara kadar timbal
dalam darah dan dalam jaringan lunak. Pada jaringan ini sejumlah
timbal didistribusikan dan sejumlah lainnya didepositkan.
3) Tulang dan jaringan keras seperti gigi, tulang rawan dan
sebagainya. Hampir sekitar 90-95% timbal dalam tubuh terdapat
dalam tulang, terutama pada tulang panjang. Waktu paruhnya
mencapai 30 – 40 tahun. Timbal dalam tulang terdiri atas dua
19
bagian yaitu timbal yang terikat dalam matriks tulang, disebut old
lead dan yang lain disebut sebagai new lead yang mudah berubah
jika dibandingkan dengan old lead. Tulang berfungsi sebagai
tempat pengumpulan timbal karena sifat ion timbal hampir sama
dengan Ca. Jika kadar timbal dalam darah turun, tulang akan
mengembalikan timbal dalam peredaran darah.
c. Ekskresi
Ekskresi timbal melalui beberapa cara, yang terpenting adalah
melalui ginjal dan saluran cerna. Ekskresi timbal melalui urine
sebanyak 75-80%, melalui feces 15% dan lainnya melalui empedu,
keringat, kuku dan rambut (Palar, 2008). Ekskresi timbal melalui
saluran cerna dipengaruhi oleh saluran aktif dan pasif kelenjar saliva,
pankreas dan kelenjar lainnya didinding usus, regenerasi sel epitel dan
ekskresi empedu. Sedangkan proses ekskresi timbal melalui ginjal
adalah melalui filtrasiglomerulus (Ardyanto, 2005).
Biasanya ekskresi timbal dari tubuh sangat kecil meskipun
intake timbal tiap hari naik, sehingga dapat menaikkan kandungan
timbal dalam tubuh. Rata-rata intake timbal perhari sekitar 0,3 mg,
apabila intake mencapai 0,6 mg/hari akan menunjukkan gejala yang
positif, akan tetapi karena timbal lambat dideposit maka dosis tersebut
tidak akan memperlihatkan gejala keracunan pada orang selama
hidupnya (Darmono, 2001).
b. Standar Pajanan Timbal untuk anak-anak
20
CDC di Amerika Serikat menetapkan bahwa ambang batas kadar
timbal dalam darah anak-anak (BLL) adalah 10 μg/dl, namun ada buktibukti bahwa dampak negatif dapat terjadi pada tingkat yang lebih rendah
dari kadar itu (KPBB, 2005). WHO menyatakan tidak ada ambang batas
paparan timbal didalam darah mengingat sifatnya sebagai logam berat
dan neurotoksik (Khidri dkk., 2008).
Keracunan timbal dapat menimbulkan suatu gejala keracunan yang
berbeda antara anak dan orang dewasa, begitu juga sumber dan jenis
kontaminasi timbal. Toksisitas timbal dosis rendah atau pengaruh kronis
toksisitas timbal pada anak memiliki efek yang permanen. Penelitian pada
anak usia sekolah dasar berdasarkan analisis kandungan timbal pada
giginya yang tanggal menunjukkan kelompok dengan kandungan timbal
tinggi mengalami penurunan intelegensi, penurunan kemampuan dalam
berbicara dan susah berkonsentrasi (Darmono, 2001). Studi toksisitas
Timbal menunjukkan bahwa kandungan Timbal dalam darah sebanyak
100 mikrogram/l dianggap sebagai tingkat aktif (Level Action) berdampak
pada gangguan perkembangan dan penyimpangan perilaku. Kandungan
Timbal 450 µg/l membutuhkan perawatan segera dalam waktu 48 jam.
Kandungan Timbal lebih dari 700 mikrogram/l menyebabkan kondisi
gawat secara medis (Medical Emergency). Kandungan timbal di atas 1200
µg/l bersifat sangat toksik dan dapat menimbulkan kematian pada anak.
Kadar timbal 68 µg/l dapat menyebabkan anak makin agresif, kurang
konsentrasi, bahkan menyebabkan kanker (Hakim, 2004).
Tabel 1. Tingkat Toksisitas Timbal Dalam Darah
21
Timbal (Pb)
dalam Darah
(µg/dl)
< 10
20 – 25
20 – 30
25 – 35
30 – 40
40
40
40
Dampak
Meningkatkan kadar enzim
ALAD (Amino Levulinic Acid
Dehidrase) dalam sel darah
merah
Meningkatkan
kadar
Protoporphyrin dalam sel
darah merah
Meningkatkan
kadar
Protoporphyrin dalam sel
darah merah
Meningkatkan
Kadar
Protoporphyrin dalam sel
darah merah
Meningkatkan eksresi ALA
(Amino Levulinic Acid)
Meningkatkan ALA (Amino
Levulinic Acid) dalam urin
Meningkatkan
Coproporphyrine dalam urin
Anemia
40 – 50
Gangguan sistem syaraf
tepi
50 – 60
Gangguan fungsi otak
60 – 70
Gangguan fungsi otak
60 – 70
Gangguan
neurologi
(susunan saraf) berupa
encephalopathy
dan
keracunan timah hitam
> 80
Gangguan
neurologi
(susunan saraf) berupa
encephalopathy
dan
keracunan timah hitam
Sumber : EHC 3 dalam WHO, 1997
c. Efek Timbal Terhadap Kesehatan
Populasi
Dewasa,
Anak
Anak-
Anak-Anak
Dewasa
Perempuan
Dewasa Laki-Laki
Umum
Dewasa,
Anak
Dewasa
Anak-
Dewasa,
Anak
Dewasa
Anak-
Anak-Anak
Dewasa
Anak-Anak
Dewasa
22
Setiap manusia mempunyai daya tahan yang berbeda terhadap
toksisitas timbal. Biasanya orang yang mengkonsumsi timbal sekitar 0,22,0 mg/hari akan mengalami keracunan dan pada orang dewasa timbal
diserap melalui usus sekitar 5–10%. Intake Pb 2,5 mg/hari akan
memerlukan waktu hampir 4 tahun untuk menjadi toksik, dan hal itu terjadi
pada waktu timbal terakumulasi dalam jaringan lunak. Sedangkan intake
Pb 3,5 mg/hari akan mengakibatkan kandungan timbal yang toksik dalam
beberapa bulan saja (Darmono, 1995).
Timbal sebagai salah satu komponen polutan udara mempunyai
efek toksik yang luas pada manusia dengan menganggu fungsi ginjal,
saluran pencernaan dan sistem syaraf. Konsentrasi timbal dalam darah
orang dewasa (PbB) pada taraf 40–50 µg/100 ml mampu menghambat
sintesis hemoglobin yang pada akhirnya merusak hemoglobin darah.
Debu timbal yang terhirup secara akumulatif dapat menganggu fungsi
ginjal, alat reproduksi serta menyebabkan tekanan darah tinggi bahkan
stress karena timbal bersifat akumulatif (KPBB, 2005).
Keracunan akibat kontaminasi timbal dapat menimbulkan berbagai
hal diantaranya (Palar, 2008):
a. Meningkatkan kadar ALAD dalam darah dan urine
b. Meningkatkan kadar protophorine dalam sel darah merah
c. Memperpendek umur sel darah merah
d. Menurunkan jumlah sel darah merah dan kadar sel darah merah yang
masih muda
e. Meningkatkan kandungan Fe dalam plasma darah.
23
Mekanisme
toksisitas
timbal
berdasarkan
organ
yang
dipengaruhinya adalah (Widowati dkk., 2008) :
a. Sistem
Haemopoietik;
dimana
timbal
menghambat
sistem
pembentukan hemoglobin (Hb) sehingga menyebabkan anemia
b. Sistem Saraf; dimana timbal bisa menimbulkan kerusakan otak dengan
gejala epilepsi, halusinasi, kerusakan otak besar dan delirium.
c. Sistem Urinaria; dimana timbal bisa menyebabkan lesi tubulus
proksimalis, Loop of Henle serta menyebabkan aminasiduria.
d. Sistem Gastro-intestinal; dimana timbal bisa menyebabkan kolik dan
konstipasi.
e. Sistem Kardiovaskuler; dimana timbal bisa menyebabkan peningkatan
permiabilitas pembuluh darah.
f. Sistem Reproduksi berpengaruh terutama terhadap gametoksisitas
atau janin belum lahir menjadi peka terhadap timbal. Ibu hamil yang
terkontaminasi
timbal
bisa
mengalami
keguguran,
tidak
berkembangnya sel otak embrio, kematian janin waktu lahir, serta
hipospermia dan teratospermia pada pria.
g. Sistem Endokrin; dimana timbal mengakibatkan gangguan fungsi tiroid
dan fungsi adrenal. Bersifat karsinogenik dalam dosis tinggi.
Toksisitas timbal bersifat kronis dan akut. Paparan timbal secara
kronis bisa mengakibatkan kelelahan, kelesuan, gangguan iritabilitas,
gangguan gastrointestinal, depresi, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, daya
ingat terganggu, dan sulit tidur. Toksisitas akut dapat terjadi bila timbal
masuk kedalam tubuh seseorang melalui makanan atau menghirup gas
24
timbal yang relatif pendek dengan dosis atau kadar yang relatif tinggi
(Widowati dkk., 2008).
Timbal termasuk logam berat yang terlibat dalam proses enzimatik
dan mempengaruhi semua organ. Akibatnya adalah menganggu sistem
metabolisme sel (Darmono, 1995).
d. Patofisiologi Konsentrasi Timbal dalam Darah dengan Sistem Saraf
Patofisiologi adalah ilmu yang mempelajari perubahan fisiologis
yang diakibatkan oleh proses patologis. Gangguan dalam proses seluler
normal
mengakibatkan
terjadinya
perubahan
adaptif
atau
lethal.
Perbedaan antara sel yang sanggup beradaptasi dan sel yang cedera
adalah pada dapat atau tidaknya sel itu mengikuti dan mengatasi atau
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah atau merusak itu. Sel
cedera menunjukan perubahan-perubahan yang dapat mempengaruhi
fungsi-fungsi tubuh dan bermanifestasi sebagai penyakit (Tamboyang,
2002).
Diantara semua sistem pada organ tubuh, sistem saraf merupakan
sistem yang paling sensitif dan merupakan organ sasaran terhadap daya
racun yang dibawa oleh timbal (Palar, 2008). Setelah tingkat pajanan
tinggi, dengan kadar timbal darah diatas 80 µg/100 ml, dapat terjadi
enselopati.
Terjadi
kerusakan
pada
arteriol
dan
kapiler
yang
mengakibatkan edema otak, meningkatnya tekanan cairan serebrospinal,
degenerasi neuron dan perkembangbiakan sel glia. Secara klinis keadaan
ini disertai dengan munculnya ataksia, stupor, koma dan kejang-kejang.
Pada anak-anak, sindroma klinis ini dapat terjadi pada kadar Pb darah
25
sebesar 70 µg/100 ml. Pada kadar yang lebih rendah 40–50 µg/100 ml
anak-anak dapat hiperaktivitas, berkurangnya rentang perhatian dan skor
IQ sedikit menurun (Widowati dkk., 2008). Gangguan terhadap fungsi
syaraf orang dewasa berdasarkan uji psikologi diamati pada kadar 50
µg/100 ml. Sedangkan gangguan sistem saraf tepi diamati pada kadar
timbal darah 30 µg/100 ml (Tugaswati, 2004 ).
Ensefalopati merupakan nama umum dari gangguan fungsi otak,
yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain infeksi, toksin, kelainan
metabolik dan iskemik. Encephalopati timbal dapat terjadi akut maupun
kronis. Pada akut terjadi pembengkakan otak kadang disertai pendarahan
kecil diotak. Sedangkan pada kasus kronis terjadi kerusakan jaringan otak
yang luas disertai adanya kavitas, penebalan dinding vena yang tak
teratur sehingga dapat berkembang menjadi cerebral injury. (Widowati
dkk., 2008)
Gejala klinis encephalopati akut tergantung pada umur, kondisi
penderita secara umum, jumlah timbal yang diabsorbsi, lamanya paparan,
alkoholik kronis dan lain sebagainya. Beberapa gejala dan tandanya
adalah perubahan sikap mental, melemahnya daya ingat dan sukar
berkonsentrasi, hiperiritabiliti, gelisah, depresi, sakit kepala, vertigo dan
tremor. Jika terus berlanjut apalagi terjadi muntah-muntah yang hebat,
apatis, stupor dan koma harus dicurigai indikasi terjadinya edema
cerebral. Kadar timbal dalam darah yang menyebabkan kelainan ini tidak
bisa dipastikan, walaupun biasanya tidak terjadi pada kadar timbal dalam
darah dibawah 100 µg/100 ml (Tugaswati, 2004).
26
Kerusakan pada sistem saraf perifer atau tepi akibat keracunan
timbal terutama terjadi pada motoriknya dan terjadi pada orang dewasa.
Kerusakan terjadi pada motor neuron sedangkan neuron sensorik sedikit
mengalami gangguan. Kerusakan biasanya mengenai otot ekstensor dan
unilateral sehingga bisa menimbulkan Wrist Drop pada otot lengan, otot
mata dan tungkai. Biasanya yang terpengaruh adalah bagian otot yang
sering digerakkan. Beberapa gejala dan tandanya adalah rasa sakit dan
lemah pada otot dan persendian, otot mudah lelah dan tremor. jIka
penyakit ini terus berkembang akan terjadi parese tanpa rasa sakit.
Kerusakan syaraf ini dijumpai pada pekerja dengan timbal darah 80 - 120
µg/100 ml (Sudarmadji, 2006).
Sifat racun timbal memang lebih berpengaruh pada anak daripada
terhadap orang dewasa. Semakin muda usia, apalagi semasih di dalam
kandungan, semakin rentan. Usus mereka menyerap serbuk timbal lebih
banyak daripada orang dewasa. Dari semua bagian tubuh mereka yang
tengah berkembang, sistem syaraflah yang paling menonjol dan mudah
terancam, meski hanya sedikit masukan zat berbahaya tersebut. Timbal
yang
terserap
oleh
anak-anak,
meski
jumlahnya
kecil,
dapat
menyebabkan gangguan pada fase awal pertumbuhan fisik dan mental
yang kemudian berakibat pada fungsi kecerdasan dan kemampuan
akademik (Lestari, 2005).
Sistem
saraf
dan
pencernaan
anak
masih
dalam
tahap
perkembangan, sehingga lebih rentan terhadap timbal yang terserap.
Anak dapat menyerap hingga 50% timbal yang masuk ke dalam tubuh,
27
sedangkan orang dewasa hanya menyerap 10-15% (Widowati dkk.,
2008).
Jika mengabsorbsi lebih dari 0,5 mg/hari akan terjadi akumulasi
sehingga keracunan. Efek toksik timbal terutama pada otak dan saraf
dengan kadar diotak dan hati bisa mencapai 5-10 kali dari dalam darah.
Jumlah timbal minimal didalam darah orang dewasa berkisar antara 60–
100 µg/100 ml darah dapat menyebabkan keracunan. Pada keracunan
akut biasanya terjadi karena masuknya senyawa timbal yang larut dalam
asam atau menghirup uap timbal tersebut. Gejala-gejala yang timbul
berupa mual, muntah, sakit perut hebat, kelainan fungsi otak, anemia
berat, kerusakan ginjal bahkan kematian dapat terjadi dalam 1-2 hari
(Darmono, 1995).
Kelainan fungsi otak terjadi karena timbal ini secara kompetitif
menggantikan mineral-mineral utama seperti seng, tembaga dan besi
dalam mengatur fungsi sistem saraf pusat. Kandungan timbal dalam darah
berkorelasi dengan tingkat kecerdasan anak, semakin tinggi kadar timbal
dalam darah, semakin rendah poin IQ, apabila dalam darah ditemukan
kadar timbal sebanyak tiga kali batas normal (intake normal sekitar 0,3
mg/hari) maka akan terjadi penurunan kecerdasan intelektual dibawah 80
(Widowati dkk., 2008).
Keracunan timbal kronik menimbulkan gejala seperti depresi, sakit
kepala, sulit berkonsentrasi, gelisah, daya ingat menurun, sulit tidur,
halusinasi dan kelemahan otot. Susunan saraf pusat merupakan organ
sasaran utama timbal (Santi, 2001).
28
e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Timbal dalam Darah
a. Umur
WHO membedakan antara batas normal timbal dalam darah
anak-anak (10µg/dl) dan dewasa (40µg/dl). Makin muda usia
seseorang akan ditemukan rentan terhadap keracunan Pb, hal ini
disebabkan karena sistem imun pada usia kanak-kanak belum
terbentuk dengan sempurna. Selain itu, anak-anak mampu menyerap
timbal hingga 50% melalui saluran cerna sedangkan orang dewasa
hanya 10-15% karena sistem pencernaan dan sistem saraf anak masih
dalam tahap perkembangan sehingga lebih mudah menyerap toksik
dari lingkungan (Widowati dkk., 2008)
Pada anak-anak, timbal menurunkan tingkat
kecerdasan,
pertumbuhan dan pendengaran, menyebabkan anemia dan dapat
menimbulkan gangguan pemusatan perhatian dan gangguan tingkah
laku. Pemaparan yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan otak yang
parah bahkan kematian. Anak-anak kecil sangat rentan terhadap
keracunan timbal karena mereka menyerap jauh lebih banyak timbal
dari lingkungannya daripada orang dewasa dan karena sistem saraf
pusat mereka masih dalam taraf berkembang, timbal juga dapat
meracuni
sistem
pembentukan
darah
merah,
karena
dapat
menimbulkan gangguan pembentukan sel darah merah (Widowati
dkk., 2008).
Bambang Sutrisna (1996) mengatakan bahwa Umur merupakan
faktor penentu yang sangat penting bila dihubungkan dengan
29
terjadinya penyakit dan distribusi penyakit. Hal ini merupakan
konsekuensi adanya hubungan faktor umur adalah tingkat imunitas
atau daya tahan tubuh dan aktivitas fisiologis macam-macam jaringan
yang mempengaruhi perjalanan penyakit seseorang.
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah kelas atau kelompok yang terbentuk
dalam
suatu
spesies
sebagai
sarana
atau
sebagai
akibat
digunakannya proses reproduksi seksual untuk mempertahankan
keberlangsungan spesies itu. Jenis kelamin merupakan suatu akibat
dari dimorfisme seksual, yang pada manusia dikenal menjadi laki-laki
dan perempuan.
Jenis kelamin turut mempengaruhi konsentrasi timbal dalam
jaringan
tubuh
seseorang,
sehingga
jenis jaringan
juga
turut
mempengaruhi kadar timbal yang terkandung, sehingga kadar timbal
ada dalam jaringan otak tidak sama dengan kadar timbal dalam paruparu maupun dalam ginjal. Pada laki-laki yang berumur antara 21-30
tahun akan ditemukan 0,055 mg/100 gr timbal dalam jaringan otaknya,
sedangkan pada laki-laki yang berumur antara 51-60 tahun, jumlah
kandungan timbal dalam jaringan otaknya adalah 0,064 mg/100 gr.
Sementara pada perempuan, kadar timbal dalam jaringan otaknya
lebih rendah dibanding laki-laki yaitu sekitar 0,46 sampai 0,051 mg/100
gr. Dalam paru-paru perempuan, kadar timbal yang ada biasanya
adalah sekitar 55% dari kadar timbal yang ada dalam paru-paru lakilaki (Palar, 2008).
30
Anak laki-laki maupun anak perempuan memiliki resiko yang
sama terhadap paparan timbal. Perbedaan kadar timbal dalam darah
antara anak laki-laki dan perempuan disebabkan oleh faktor kebiasaan
bermain atau beraktivitas (Suherni, 2010).
c. Lama Terpapar
Lama terpapar yaitu lamanya seseorang kontak dengan sumber
pencemaran. Potensi bahan kimia untuk dapat menimbulkan efek
negatif terhadap kesehatan tergantung pada toksisitas bahan kimia
tersebut dan besarnya paparan. Setiap paparan udara yang tercemar
timbal 1 µg/m3 berpeluang menyumbangkan 2,5-5,3 µg/dl pada darah
seseorang yang berada ditempat tersebut. Timbal yang masuk
kedalam tubuh normalnya 0,3 mg/100cc perhari, jika intake timbal 2,5
µg/hari maka butuh waktu 3 – 4 tahun untuk mendapatkan efek toksik
sedangkan apabila intak timbal 3,5 µg/hari maka butuh waktu hanya
beberapa bulan saja untuk terpapar timbal (Darmono, 1995).
Lama terpapar akan mempengaruhi jumlah konsentrasi timbal
yang masuk kedalam tubuh. Lama terpapar merupakan waktu terpapar
seseorang dengan timbal. Emisi gas buang kendaraan dengan bahan
bakar bertimbal yang dihirup setiap harinya oleh seseorang saat
berada di ruang terbuka sangat mendorong meningkatnya konsentrasi
timbal (Pb) dalam darahnya (Suma`mur, 1995). Lama terpapar anak
dengan timbal dipengaruhi oleh Jarak tempuh anak ke sekolah, waktu
tempuh dan jenis kendaraan. Makin jauh jarak dan waktu tempuh ke
31
sekolah, maka makin banyak menghirup udara yang sudah tercemar
(Lestari, 2005)
d. Lokasi Tempat Tinggal
Lokasi tempat tinggal akan mempengaruhi konsentrasi timbal
yang masuk dalam tubuh. Hal ini karena semakin dekatnya jarak
rumah dengan jalan protokol berarti semakin dekat dengan sumber
asap kendaraan bermotor yang memungkinkan semakin tingginya
kadar timbal (Pb) diudara. Menurut Atrisman (2002) udara ambien
dengan radius 0,5 km dari sumber emisi gas buang merupakan lokasi
yang paling besar resikonya, 0,5 – 1 km merupakan resiko sedang dan
di atas 1 km merupakan resiko ringan. Hal ini sejalan dengan pendapat
Simanullang (2005) konsentrasi timbal di udara perkotaan yang padat
lalu lintasnya bisa mencapai 5 - 50 kali dibandingkan dengan udara
pegunungan yang masih lestari. Selanjutnya dipertegas oleh Palar
(2008) yang menyatakan bahwa konsentrasi kadar timbal dalam darah
penduduk yang tinggal jauh dari jalan protokol sebesar 16 μg/100 ml
pada laki-laki dan 9,4 μg/100 ml pada wanita, sedangkan penduduk
yang tinggal dekat dengan jalan protokol sebesar 22,7μg/100 ml pada
laki-laki dan 16,7 μg/100 ml pada wanita.
e. Sosial Ekonomi Orang Tua
Keadaan sosial ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor
yang menentukan jumlah makanan yang tersedia dalam keluarga
32
sehingga turut menentukan status gizi keluarga tersebut. Yang
termasuk dalam faktor sosial ekonomi adalah Keadaan penduduk
suatu masyarakat, keadaan keluarga, tingkat pendidikan orang tua dan
keadaan rumah. Sedangkan data ekonomi dari faktor sosial ekonomi
meliputi pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, pengeluaran
keluarga, harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi
musim. Banyak faktor sosial ekonomi yang sukar untuk dinilai secara
kuantitatif, khususnya pendapatan dan kepemilikan (Supariasa, 2001).
Tingkat pedidikan termasuk dalam faktor sosial ekonomi karena
tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi dan hygiene anak
yaitu dengan meningkatkan pendidikan kemungkinan akan dapat
meningkatkan pendapatan sehingga meningkatkan daya beli makanan
untuk mencukupi kebutuhan gizi keluarga (Sari, 2010). Tingkat
pendidikan orang tua berpengaruh terhadap hygiene dan sanitasi
keluarga dengan membiasakan anak selalu mencuci tangan pakai
sabun sebelum makan, karena dengan mencuci tangan dapat
mengurangi resiko asupan Pb melalui kontak tangan dan mulut
(Sunoko, 2009).
Kadar timbal darah juga dipengaruhi kebiasaan konsumsi
makanan bergizi misalnya kebiasaan mengkonsumsi makanan yang
mengandung protein tinggi, vitamin C, zat besi, dan kalsium. Susu
merupakan sumber kalsium (Ca) yang baik bagi tubuh karena dapat
mengurangi resiko absorbsi Pb pada gastrointestinal anak, Absorpsi
dan retensi Pb dalam gastrointestinal (GIT) ini tergantung pada status
33
mikronutrien yang terdapat dalam lumen GIT. Pada keadaan defisiensi
Ca, absorpsi Pb dalam GIT akan meningkat, demikian pula dengan
retensi Pb dalam tubuh akan turut meningkat. Mekanisme berikut
dapat menerangkan peningkatan absorpsi Pb pada keadaan defisiensi
atau kurangnya asupan kalsium. Kalsium dan Pb akan berkompetisi di
tempat pengikatan yang sama (Binding Site), yaitu di tempat
pengikatan protein pada mukosa intestinal, tempat ini merupakan
tempat yang penting dalam proses absorbsi. Dengan adanya asupan
kalsium yang cukup, tingkat absorpsi Pb akan diturunkan, karena
kalsium cenderung akan lebih diikat di tempat binding site. Sedangkan
Vit
C
merupakan
antioksidan
yang
dapat
menghambat
atau
menetralisir radikal bebas dari lingkungan. (Sunoko, 2009).
Faktor sosial ekonomi orang tua memberi pengaruh pada
kecukupan
gizi
anak.
Gizi
yang
baik
sangat
penting
untuk
pertumbuhan sel-sel otak, terutama pada saat hamil dan juga pada
waktu bayi, di mana sel-sel otak sedang tumbuh dengan pesatnya.
Kekurangan gizi pada saat pertumbuhan, bisa berakibat berkurangnya
jumlah sel-sel otak dari jumlah yang normal. Hal ini tentu saja akan
mempengaruhi kerja otak tersebut di kemudian hari. Telah dibuktikan
dalam beberapa penelitian, bahwa anak-anak yang diberi suplemen
gizi protein selama beberapa tahun, meskipun tingkat sosial ekonomi
orang tuanya rendah, menunjukkan peningkatan kinerja dalam tes
kecerdasan, dibandingkan dengan kelompok anak yang tidak diberikan
suplemen gizi protein (Sari, 2010). Telah dibuktikan dalam beberapa
34
penelitian menunjukkan, ada korelasi antara kadar timbal dalam darah
dan intelligence quotient (IQ) anak-anak. Semakin tinggi kadar timbal
darah, semakin rendah IQ anak. Sekali IQ turun tidak akan dapat naik
lagi (Lestari, 2005).
Tabel 2. Sintesis Hasil Penelitian Pencemaran Timbal di Udara
Terhadap Konsentrasi Timbal dalam Darah
No
Peneliti/
Tahun
Masalah
Utama
Karakteristik Studi
Subyek
Instrument
Metode/
Desain
Cross
Sectional
1.
Ratna Sari
Dewi
(2009)
Ambon
Kadar
46 orang − Pemeriks
Timbal di pedagang
aan darah
Udara
kaki lima − Kuesioner
dan
timbal
dalam
Darah
2.
Alfina
Baharudin
(2009)
f.
Makassar
Kadar
Timbal
dalam
Darah
46 orang − Pemeriks
karyawan
aan darah
SPBU
− Kusioner
Cross
Sectional
3.
Khidri, dkk Kadar
(2008)
Timbal
Makassar
dalam
Darah
200 anak − Pemeriks
TK/TB
aan darah
dan anak − Kusioner
jalanan
Cross
Sectional
4.
Mulyadi
dkk (2007)
Ambon.
Kadar
Timbal
dalam
Darah
30 Orang − Pemeriks
Sopir
aan darah
Angkutan − Kusioner
kota
Cross
Sectional
5.
Zukhri
(2007)
Yogyakarta
Kadar
Timbal
dalam
Darah
Seluruh
anak
jalanan
− Pemeriks
aan darah
− Kusioner
Cross
Sectional
Hasil
Kadar
timbal ratarata dalam
darah
di
daerah
padat
kendaraan
sebesar
37,25
µg/100 ml
dan daerah
tidak padat
kendaraan
sebesar
33,43
µg/100 ml.
Kadar
timbal ratarata 33,71
µg/dl
(normal)
sedangkan
rata-rata
hemoglobin
12,91 µg/dl
(tidak
normal).
10%
memiliki
kadar timbal
35
6.
7.
Lestari
(2005)
Bandung
Albalak
(2001)
Jakarta
Kadar
Timbal
dalam
Darah
Kadar
Timbal
dalam
Darah
200 Anak − Pemeriks
SD
aan darah
− Kusioner
397 Anak − Pemeriks
SD
aan darah
− Kusioner
Cross
Sectional
Cross
Sectional
≤10
µg/dl
dan
90%
memiliki
kadar timbal
>10 µg/dl.
47
%
melebihi
nilai
NAB
Kadar
Pb
sebesar
46,7%
Kadar
Hb
tidak normal
<13 g/100
ml.
Rata-rata
Kadar
Hb
anak
jalanan
10,28
±
1,51
g/dl
dan 70,08
diantaranya
menderita
anemia
(kadar Hb <
12 g/dl
Dari
400
siswa 34,5
% memiliki
kadar timbal
dalam
darah <10
µg/dL dan
65,5
%
memiliki
kadar timbal
dalam
darah > 10
µg/dl
Rata-rata
Pb
dalam
darah
sebesar 8,6
36
µg/100 ml
dengan
perincian
35% diatas
10 µg/100
ml
dan
2,4% diatas
20 µg/100
ml. Kira-kira
seperempat
dari anakanak yang
dites
timbalnya
berkisar
antara 1015 µg/100
ml
Sumber: Beberapa Hasil Penelitian
4. TINJAUAN UMUM ANALISIS RISIKO KESEHATAN
Health Risks Assessment (HRA) atau Analisis Risiko Kesehatan tingkat
lanjut lengkap pada dasarnya sama dengan evaluasi di atas meja namun
didasarkan pada data lingkungan (pada air, udara dan tanah), keparahan tingkat
pencemaran oleh satu atau lebih suatu bahan kimia, kontaminan pada bahan
makanan dan minuman, durasi paparan (eksposure) dan faktor-faktor pemajanan
antropometri sebenarnya yang didapat dari lapangan bukan dengan asumsi atau
simulasi. Kajian ini membutuhkan data dan informasi tentang jalur pemajanan dan
populasi berisiko.
GAMBARAN RINGKAS TAHAPAN HEALTH RISKS ASSESSMENT
Dalam proses menghitung tingkat bahaya atau risiko (HQ) dan nilai THQ
(Target Hazard Quotient) dan penentuan efek exposure pada waktu tertentu
dalam suatu populasi dari suatu pajanan maka langkah-langkah yang harus
37
ditempuh adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya, atau hazard identification, adalah tahap awal Health
Risks Assessment (HRA) untuk mengenali sumber risiko. Informasinya bisa
ditelusuri dari sumber dan penggunaan risk agent memakai pendekatan agent
oriented (WHO 1993). Identifikasi bahaya juga bisa dilakukan dengan mengamati
gejala dan penyakit yang berhubungan dengan tosksitas risk agent di masyarakat
yang telah terkumpul dalam studi-studi sebelumnya, baik di wilayah kajian atau di
tempat-tempat lain. Penelusuran seperti ini dikenal sebagai pendekatan disease
oriented (WHO 1983). Dengan cara ini identifikasi keberadaan risk agent yang
potensial dan aktual dalam media lingkungan dapat digunakan untuk analisis
dosis-respon.
2. Analisis Pemajanan
Analisis pemajanan, atau exposure assessment yang disebut juga
penilaian kontak, bertujuan untuk mengenali jalur-jalur pajanan risk agent agar
jumlah asupan yang diterima individu dalam populasi berisiko bisa dihitung. Risk
agent bisa berada di dalam tanah, di udara, air, atau pangan seperti ikan, daging,
telur, susu, sayur-mayur dan buah-buahan. Data dan informasi yang dibutuhkan
untuk menghitung asupan adalah semua variabel Persamaan (1) (ATSDR 2005;
Louvar).
C x R x tE x fE x Dt
I = ---------------------------Wb x tavg
(1)
38
I
= Asupan (intake), mg/kg/hari
C
=
Konsentrasi risk agent, mg/M3 untuk medium udara, mg/L untuk air
minum, mg/kg untuk makanan pangan
R
=
Laju asupan atau konsumsi, M3 /jam untuk inhalasi, L/hari untuk air
minum, g/hari untuk makanan
tE
= Waktu pajanan, jam/hari
fE
= Frekuensi pajanan, hari/tahun
Dt
=
Durasi pajanan, tahun (real time 6 atau proyeksi, 30 tahun untuk nilai
default residensial)
Wb = Berat badan, kg
Tavg = perioda waktu rata-rata (Dt×365 hari/tahun untuk zat nonkarsinogen, 70
tahun×365 hari/tahun untuk zat karsinogen)
Dalam Health Risks Assessment (HRA) lengkap data dan informasi mengenai C,
R, tE, fE, Dt dan Wb harus dikumpulkan dari populasi berisiko setempat dengan
sampling survey dan pengukuran. Perlu teknik-teknik khusus untuk mendapatkan
data yang benar. Waktu pajanan (tE) harus digali dengan cara menanyakan
berapa lama kebiasaan responden sehari-hari berada di luar rumah seperti ke
pasar, mengantar dan menjemput anak sekolah dalam hitungan jam. Demikian
juga untuk frekuensi pajanan, kebiasaan apa yang dilakukan setiap tahun
meninggalkan tempat mukim seperti pulang kampung, mengajak anak berlibur ke
rumah orang tua, rekreasi dan sebagainya dalam hitungan hari. Untuk durasi
pajanan, harus diketahui berapa lama sesungguhnya (real time) responden
berada di tempat mukim sampai saat survey dilakukan dalam hitungan tahun.
Selain durasi pajanan lifetime, durasi pajanan
real time penting untuk
dikonfirmasi dengan studi EKL apakah estimasi risiko kesehatan sudah
terindikasikan. Konsentrasi risk agent dalam media lingkungan diperlakukan
menurut karakteristik statistiknya. Jika distribusi konsentrasi risk agent normal,
bisa digunakan nilai arithmetic mean-nya. Jika distribusinya tidak normal, harus
digunakan log normal atau mediannya. Normal tidaknya distribusi konsentrasi
risk agent bisa ditentukan dengan menghitung coefficience of variance (CoV),
39
yaitu SD dibagi mean. Jika CoV ≤20% distribusi dianggap normal dan karena itu
dapat digunakan nilai mean.
Sebelum nilai default nasional tersedia berdasarkan hasil survey maka tE,
fE dan Wb hasil studi pencemaran udara di 9 kota padat transportasi (Nukman et
al. 2005) dapat dipakai sebagai nilai numerik faktor antropometri pemajanan. Nilai
numerik lainnya terpaksa harus diambil dari Exposure Factors Handbook (EPA
1990). Nilai numerik beberapa variabel Persamaan (1) dicantumkan dalam Tabel
2. Tabel ini mungkin belum mencukupi karena ada beberapa kasus dengan tata
guna lahan (land use) lain belum tercantum. US-EPA mengingatkan bahwa data
setempat yang spesifik bisa menghasilkan nilai default berbeda dengan Tabel 2,
tergantung dari karakteristik antropometri dan pola aktivitas populasi yang
bersangkutan.
Tabel 2. Beberapa nilai default factor-faktor pemajanan untuk menhitung asupan
berbagai jalur pajanan
Tata Guna Jalur
Asupan Harian Frekuen Durasi
Berat
Lahan
Pajanan
si
Pajanan
Badan (Kg)
Pajanan (Tahun)
(Hari/ta
hun)
Residensi
Air Minum
2L (dewasa)
350
30
70 kg
55 kg
1L (Anak-anak) 350
6
15 kg
Tanah &
debu
(Tertelan)
Inhalasi
(terhirup)
200 mg
100 mg
350
350
6
24
15 kg
70 kg
55 kg
70 kg
55 kg
15 Kg
20 M3
(Dewasa)
350
30
350
6
12
(Anakanak)
1L
250
25
70 kg
55 kg
50 mg
250
25
70 kg
55 kg
42 g (buah)
80 g (Sayurmayur)
2 L (Dewsa)
350
30
70 kg
55 kg
350
30
70 kg
M3
Industri &
Komersial
Pertanian
Air Minum
Tanah &
Debu
(Tertelan)
Tanaman
Pekaranga
n
Air minum
40
Rekreasi
Inhalasi
(Terhirup)
Ikan
Tangkapan
55 kg
15 kg
1 L (Anakanak)
20 M3
(Dewasa)
54 g
350
30
350
30
70 kg
55 kg
70 kg
55 kg
aKecuali
disebutkan, semua angka berasal dari dari Exposure Factor Handbook
(EPA 1990/. bB Nukman dkk (2005)
Acceptable Daily Intake (ADI)
Istilah asupan harian yang dapat diterima (Acceptable Daily Intake = ADI) oleh
Komite gabungan FAO dan WHO mengenai zat tambahan makanan pada tahun
1991. Selanjutnya digunakan untuk uji toksikologik dan reevaluasinya terhadap
sejumlah besar zat tambahan yang meninggalkan residu dan zat kimia dalam
makanan.
ADI didefinisikan sebagai ”besarnya asupan harian suatu zat kimia yang
bila dikonsumsi seumur hidup, tampaknya tanpa risiko berarti berdasarkan semua
fakta yang diketahui pada saat itu. ADI ini dinyatakan dalam miligram zat kimia
per kilogram berat badan (mg/kg).”
Perlu
”Tampaknya”
diperhatikan
bahwa
ADI
dinyatakan
dengan
pernyataan
dan berdasarkan semua fakta yang diketahui pada saat itu.
Peringatan ini didasarkan pada fakta bahwa tidaklah mungkin untuk benar-benar
yakin mengenai keamanan suatu zat kimia dan bahwa ADI dapat berubah sesuai
dengan data toksikologi yang baru.
Selain itu, ADI juga digunakan sebagai suatu patokan untuk mengecek
dapat diterima atau tidaknya penggunaan yang diusulkan. Ini dilakukan dengan
membandingkan ADI dengan asupan harian ”potensial” yaitu jumlah total zat
tambahan dalam tiap makanan yang dihitung berdasarkan konsumsi rata-rata per
kapita makanan itu dan tingkat penggunaannya yang diizinkan. Kalau asupan
harian potential melebihi ADI, tingkat penggunaann itu dapat diturunkan atau
beberapa penggunaannnya dapat dihapuskan.
41
2. Analisis Dosis-Respon
Analisis dosis-respon, disebut juga
dose-response assessment
atau
toxicity assessment, menetapkan nilai-nilai kuantitatif toksisitas risk agent untuk
setiap bentuk spesi kimianya. Toksisitas dinyatakan sebagai dosis referensi
(reference dose, RfD) untuk efek-efek nonkarsinogenik dan Cancer Slope Factor
(CSF) atau Cancer Unit Risk (CCR) untuk efek-efek karsinogenik. Analisis dosisrespon merupakan tahap paling menentukan karena Health Risks Assessment
(HRA) hanya bisa dilakukan untuk risk agent yang sudah ada dosis-responnya.
RfD adalah toksisitas kuantitatif nonkarsinogenik, menyatakan estimasi dosis
pajanan harian yang diprakirakan tidak menimbulkan efek merugikan kesehatan
meskipun pajanan berlanjut sepanjang hayat (IPCS 2004a). Dosis referensi
dibedakan
untuk pajanan oral atau tertelan (ingesi, untuk makanan dan
minuman) yang disebut RfD (saja) dan untuk pajanan inhalasi (udara) yang
disebut
reference concentration (RfC). Dalam analisis dosis-respon, dosis
dinyatakan sebagai risk agent yang terhirup (inhaled), tertelan (ingested) atau
terserap melalui kulit (absorbed) per kg berat badan per hari (mg/kg/hari). Respon
atau efek nonkarsinogenik, yang disebut juga efek sistemik, yang ditimbulkan
oleh dosis risk agent tersebut dapat beragam, mulai dari yang tidak teramati
yang sifatnya sementara, kerusakan organ yang menetap, kelainan fungsional
yang kronik, sampai kematian.
Dosis yang digunakan untuk menetapkan RfD adalah yang menyebabkan efek
paling rendah yang disebut NOAEL (No Observed Adverse Effect Level) atau
LOAEL (Lowest Observed Adverse Effect Level). NOAEL adalah dosis tertinggi
suatu zat pada studi toksisitas kronik atau subkronik yang secara statistik atau
biologis tidak menunjukkan efek merugikan pada hewan uji atau pada manusia
sedangkan LOAEL berarti dosis terendah yang (masih) menimbulkan efek.
Secara numerik NOAEL selalu lebih rendah daripada LOAEL (enHealth 2002;
WHO 1990).
RfD atau
RfC diturunkan dari NOAEL atau LOAEL menurut
42
Persamaan (2):
NOAEL atau LOAEL
RfD atau RfC =
--------------------------------------UF1 x UF2 x UF3 x UF4 X MF
(2)
UF adalah uncertainty factor (faktor ketidakpastian) dengan UF1 = 10 untuk
variasi sensitivitas dalam populasi manusia (10H, human), UF2 = 10 untuk
ekstrapolasi dari hewan ke manusia (10A, animal), UF3 = 10 jika NOAEL
diturunkan dari uji subkronik, bukan kronik, UF3 = 10 bila menggunakan LOAEL
bukan NOAEL dan MF adalah modifying factor bernilai 1 s/d 10 untuk
mengakomodasi kekurangan atau kelemahan studi yang tidak tertampung UF.
Penentuan nilai UF dan MF tidak lepas dari subyektivitas. Untuk menghindari
subyektivitas, tahun 2004 telah
diajukan model dosis-respon baru dengan
memecah UF menjadi ADUF (= 100,4 atau 2,5), AKUF (= 100,6 atau 4,0), HDUF
(=100,5 atau 3,2) dan HKUF (=100,5 atau 3,2) 8 (IPCS 2004).
Menentukan dosis-respon suatu risk agent sangat sulit, membutuhkan data dan
informasi studi toksisitas yang asli dan lengkap, ahli-ahli kimia, toksikologi,
farmakologi, biologi, epidemiologi dan spesialis-spesialis lain yang berhubungan
dengan toksisitas dan farmakologi zat. Namun, saat ini RfD, RfC, SF dan UCR
zat-zat
kimia dalam berbagai spesi, termasuk fomulanya, telah ada dalam
pangkalan data Integrated Risk Information System dari US-EPA (IRIS 2007)
yang tersedia di
http://www.epa.gov/iris dan pangkalan data TOXNET di
http://www.nlm/ yang lebih besar daripada IRIS. Ada ratusan spesi kimia zat yang
telah dimasukkan ke dalam daftar IRIS dan sudah ditabulasi (Louvar and Louvar
1998) sehingga bisa langsung digunakan. Contoh toxicity summary beberapa zat
ditampilkan Tabel 3.
43
”WHO (1990) yang dikutip enHealth (2002) mendefinisikan NOAEL sebagai the
highest dose of a substance at which no toxic (i.e. adverse) effects are observed.
Lihat selanjutnya WHO (1990) Principles for
the Toxiclogical Assessment of
Pesticide Residues in Food, Environmental Health Criteria 104, Geneva, IPCS/
WHO. (A = animal to human; H = human variability; D = toxicodynamics; K =
toxicokinetics.)”
3. Karakterisasi Risiko
Karakteristik risiko kesehatan dinyatakan sebagai Risk Quotient (RQ, Tingkat
Risiko) untuk efek-efek nonkarsinogenik (ATSDR 2005; EPA 1986; IPCS 2004;
Kolluru 1996; Louvar and Louvar 1998) dan Excess Cancer Risk (ECR) untuk
efek-efek karsinogenik (EPA 2005).
RQ dihitung dengan membagi asupan
nonkarsinogenik (Ink) risk agent dengan RfD atau RfC-nya menurut Persamaan
(3):
Ink
RQ = -----------------RfD atau RfC
(3)
Baik Ink maupun RfD atau RfC harus spesifik untuk bentuk spesi kimia risk agent
dan jalur pajanannya. Risiko kesehatan dinyatakan ada dan perlu dikendalikan
jika RQ>1. Jika RQ≤1, risiko tidak perlu dikendalikan tetapi perlu dipertahankan
agar nilai numerik RQ tidak melebihi 1.
ECR dihitung dengan mengalikan CSF dengan asupan karsinogenik risk agent
(Ik) menurut Persamaan (4). Harap diperhatikan, asupan karsinogenik dan
nonkarsinogenik tidak sama karena perbedaan bobot waktu rata-ratanya (tavg)
seperti dijelaskan dalam keterangan rumus asupan Persamaan (1).
44
ECR = CSF× Ik
(4)
Baik CSF maupun Ik harus spesifik untuk bentuk spesi kimia risk agent dan jalur
pajanannya. Karena secara teoretis karsinogenisitas tidak mempunyai ambang
atau non threshold10 maka risiko dinyatakan tidak bisa diterima (unacceptable)
bila
E-6<ECR<E-4. Kisaran angka E-6 s/d E-4 dipungut dari nilai
default karsinogenistas US-EPA (1990).
Table 1. Beberapa contoh nilai screening ecotoxicity berdasarkan standard yang
diakui
Criteria / Standard
Compartment
Environmental
Ministry Republic of
Surface Water
Indonesia
Environmental
Ministry Republic of
Surface Soil
Indonesia
Canadian
Fresh Sediment
Water
Sediment
Quality Guideline
THg Ecotoxicity
Value
References
2.00 µgL-1
Environmental
Impact control
and plan
100 µg kg-1dw
Environmental
Impact control
and plan
174 µg kg-1 dw
Environmental
Canadian
(1995);
Pataranawat
(2008)
Indonesia National Biota
Standard
Tuna Fish
500 µg kg-1
BSNI (2009).
Widowati, et al.
(2008)
Indonesia National Bivalve
Standard
100 µg kg-1dw
BSNI (2009).
Widowati, et al.
(2008)
Indonesia National Rice grain
Standard
100 µg kg-1dw
BSNI 2009
45
Indonesia National Cocoa coconut
Standard
30 µg kg-1dw
BSNI 2009
Environmental
Air Dry Deposit
Ministry Republic of
Indonesia
50 µg/m3
Widowati, et al.
(2008)
5. TINJAUAN
UMUM
MENGENAI
MODEL
DINAMIK
DENGAN
MENGGUNAKAN SETLLA
Model atau Pemodelan STELLA
Model adalah perumusan matematika dari proses-proses fisika/kimia/biologi
suatu fenomena alam, sehingga jika dimasukkan data-data penunjang,
kemudian dihitung dengan metode perhitungan tertentu, akan dapat
dihasilkan gambaran proses secara keseluruhan. Modeling
diartikan
sebagai Illustrasi penggambaran, penyederhanaan, miniatur, visualising
atau
kreasi prediksi innovative. “penggambaran proses Kesehatan
lingkungan beserta hubungan antar komponen/variabel pembentuknya
menggunakan representasi logika dan persamaan matematika. Pemodelan
dipergunakan menjelaskan fenomena fisik, kimia, dan biologi yang terjadi
dalam proses tersebut
Kegiatan pemodelan :
-
pembuatan konsep,
- analisis,
-
pengorganisasian,
- ujicoba pengukuran lapangan,
-
komunikasi,
- prediksi,
-
pemahaman,
- peringatan dini (early warning),
46
-
Ujicoba,
- optimasi pengambilan keputusan
Sebelum menyusun model yg harus diperhatikan
1.
Model adalah representasi dari sebuah teori, sehingga jika teori yang
digunakan benar maka
model juga seharusnya menghasilkan
keluaran yang benar, dan sebaliknya.
2.
Asumsi dan penyederhanaan yang dibuat ketika menyusun model
harus mengikuti aturan/teori yang berlaku, setiap asumsi yang dibuat
harus didokumentasikan/dicatat dengan baik.
3.
Untuk menghitung model matematika biasanya digunakan pendekatan
metode numerik, sehingga harus didefinisikan dengan baik
kemungkinan kesalahan perhitungan dari metode numerik yang
dipilih/digunakan.
Kelebihan model:
1.
Dapat digunakan sebagai sarana simulasi, sehingga dengan model kita
dapat memperkirakan, memprediksi dan mempelajari berbagai
kemungkinan yang dapat terjadi jika berbagai skenario diaplikasikan
dalam model.
2.
Hanya dengan data tersedia kita mampu mengetahui tingkat
Keparahan suatu kasus sampai dengan (100 TAHUN) mendatang
3.
Sangat efisien dan efektif dalam hal Pengeluaran dana untuk
operasional saat ini dan mendatang
Tahapan proses pemodelan
A. Konseptualisasi dan Identifikasi
- Menyusun hipotesis dasar teori yang terlibat dalam proses termaksud
47
- Mengevaluasi hipotesis dasar teori termaksud
- Identifikasi struktur model
B. Representasi matematika
- Biasanya dalam bentuk diferensial atau persamaan aljabar
- Untuk sistem pakar dapat pula menggunakan aturan bahasa (linguistic
rules)
C. Implementasi numerik
- Menyusun algoritma solusi numerik
- Melakukan perhitungan menggunakan komputer
d. Estimasi parameter dan Kalibrasi
- Pengaturan parameter model berdasarkan data pengukuran
- Kalibrasi sehingga seluruh data pengukuran dan parameter model
sesuai
e. Pengujian hipotesis
- Pengujian keluaran model terhadap kondisi uji yang telah ditentukan
untuk hipotesis tertentu
f. Validasi
- Memastikan kualitas model yang dihasilkan dengan
membandingkannya dengan data pengukuran
STELLA Model
STELLA
adalah
otomatis
software
dirancang
untuk
mengoperasionalkan berbagai input problem yang diterjemahkan dalam
48
bentuk model. Program STELLA digunakan untuk membangun dan
kemudian bereksperimen dengan berbagai model kreatif. Menggambarkan
dan menganalisis konsep penting dari sistem dinamik guna Memprediksi
berbagai kasus atau situasi melalui input data penelitian atau data
literature.
Program pemodelan STELLA atau Structural Thinking Experimental
Learning Laboratory with Animation adalah system dynamic, powerful dan
flexible untuk berbagai kasus urgen menyangkut semua bidang kesehatan
dan seluruh kasus lingkungan. ketepatan MEMPREDIKSI mencapai 95%,
mampu mengkreasi solusi berbagai kasus / masalah yang langsung
mengarahkan
“people learn by doing." Telah dibandingkan dengan
berbagai hasil research ilmiah dari berbagai negara, dan berbagai kasus.
HASILNYA perbedaannya adalah tidak melebihi 5% gap antara Penelitian
langsung dibandingkan dengan aplikasi Pemodelan STELLA
Sistem dinamis STELLA
Sistem yang melibatkan perubahan. Sistem dinamis yang terkait set proses
dan reservoir (tempat di mana hal dapat berada atau bentuk, di mana
materi atau energi ada) di mana aliran material atau energi, ditandai
dengan perubahan terus-menerus.
-
Berubah sejalan dengan perubahan waktu (dynamics)
Masalah yang kompleks
(complexity):
- detail complexity, dan
49
- dynamic complexity
Non-linier (nonlinearity)
 Ada umpan balik (feedback)
6. KERANGKA TEORI
50
1. Emisi gas buang
kendaraan dengan
bahan bakar bertimbal
2. Kurangnya tanaman
penyerap
3. Peningkatan Jumlah
kendaraan bermotor
Kadar timbal diudara
dipengaruhi oleh :
1. Kecepatan dan arah
angin
2. Kelembaban udara
3. Suhu udara
4. Cuaca
Kadar Timbal di
Udara, tanah,Air
Faktor Risiko :
1. Umur
2. Lama Terpapar
3. Jenis kelamin
4. Lokasi Tempat
Tinggal
5. Sosek Orang Tua
1. Aktivitas lain diluar
sekolah
2. Paparan melalui
makanan dan
minuman
3. Jenis Transportasi
Toksisitas
timbal dalam
tubuh
Absorbsi
Inhalasi
Konsumsi
Kulit
Distribusi
Jaringan Keras
(Tulang, Gigi)
Darah
Jaringan Lunak
(Hati, Ginjal)
Eksresi
Urine
Feces
Gambar 6. Kerangka Teori
Timbal merupakan salah satu bahan pencemar udara yang
berbentuk partikel. Emisi timbal udara ambien paling besar terutama di
kota besar berasal dari emisi gas buang kendaraan yang menggunakan
bensin bertimbal karena penambahan Tetra Etil Lead (TEL) atau Tetra
Metil Lead (TML) yang berfungsi sebagai anti knock untuk menjaga
51
keawetan mesin. Keberadaan partikel timbal diudara ambien sangat
dipengaruhi oleh kecepatan dan arah angin, kelembaban udara, suhu
udara dan cuaca. Pada saat keadaan cuaca hujan, mengakibatkan kadar
timbal udara akan relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan cuaca
kemarau. Setiap pajanan udara yang tercemar timbal sebesar 1 µg/m3
udara maka berpeluang menyumbangkan 2,5-5,3 µg/dl timbal dalam
darah seseorang yang berada ditempat tersebut (Mukono, 2002).
Selain dipengaruhi oleh kadar timbal udara, kadar timbal darah juga
dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, lama terpapar, jarak tempuh, waktu
tempuh, jenis kendaraan, lokasi rumah dan status sosial ekonomi akan
mempengaruhi kadar timbal darah seseorang (Lestari, 2005).
Timbal masuk dalam tubuh manusia sebanyak 85% melalui saluran
pernafasan, 14 % melalui saluran pencernaan dan 1% melalui kulit.
Timbal yang terabsorbsi kemudian didistribusi dalam darah, jaringan lunak
(hati dan ginjal) dan jaringan keras (tulang dan gigi), kemudian
dieksresikan dalam bentuk urine dan feces (Darmono, 2001).
7. Kerangka Konsep
Faktor Resiko
Pola
Konsumsi
Cuaca
Umur
Jenis
Kelamin
52
Variabel Independen
Kadar Timbal
dalam Udara,
Debu, Darah
Variabel dependen
Resiko
Kesehatan
: Anemia
: Penurunan
Daya Fungsi
Otak
: Gangguan
Neorologi
Gambar 7. Kerangka Konsep
E. Definisi Operasional Dan Kriteria Obyektif
Masing-masing variabel penelitian seperti pada kerangka konsep
diatas dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Kadar timbal darah adalah konsentrasi timbal dalam darah anak SD
dan Anak Jalanan yang terpilih menjadi responden dalam satuan µg/dl.
Kriteria obyektif
Normal
: Bila konsentrasi timbal dalam darah ≤ 10 µg/dl
Tidak normal
: Bila konsentrasi timbal dalam darah > 10 µg/dl
(Berdasarkan Standar ATSDR, 2010).
53
2. Kadar timbal udara adalah konsentrasi timbal dalam darah anak SD
dan Anak Jalnan yang terpilih menjadi responden dalam satuan µg/dl.
Kriteria obyektif
Normal
: Bila konsentrasi timbal dalam darah ≤ 10 µg/dl
Tidak normal
: Bila konsentrasi timbal dalam darah > 10 µg/dl
(Berdasarkan Standar ATSDR, 2010).
3. Cuaca adalah faktor klimatologi yang mempengaruhi sebaran Timbal
di udara (Kelembaban, Arah Angin dan Suhu)
4. Pola Konsumsi adalah Frekuensi makan setiap hari (food frekuensi)
yang beresiko terhadap keracunan Timbal
5. ‘Umur adalah berdasarkan kalender pada saat dilakukan penelitian
dan yang diperhitungkan adalah tahun kelahiran, jadi terhitung sejak
lahir sampai ulang tahun terakhir pada saat dilakukan penelitian.
6. Jenis Kelamin adalah pembagian manusia berdasarkan bentuk
penampilan fisik yang dibedakan antara laki-laki dan perempuan.
7. Lama terpapar adalah lamanya anak SD atau anak jalanan di lokasi
penelitian, dihitung berdasarkan kalender pada saat dilakukan
penelitian.
Kriteria obyektif :
Resiko Rendah
: Bila lama terpapar ≤ 3 bulan
Resiko Tinggi
: Bila lama sekolah > 3 bulan
8. Lokasi Tempat Tinggal berdasarkan jauh dekat dengan jalan raya
Kriteria Obyektif:
Jauh
: bila > 500 meter
54
: bila ≤ 500 meter
Dekat
9. Sosial
Ekonomi
Status
sosial-ekonomi
orang
tua
merupakan
kedudukan orang tua dalam hidup bermasyarakat ditinjau dari segi
pemenuhan
kebutuhan
keluarga
dalam
kehidupan
sehari-hari.
Penilaian status sosial-ekonomi tinggi, menengah dan rendah
berdasarkan kuesioner yang diadopsi dari “Kuesioner keadaan sosioekonomi dan status Pb dalam darah anak pada pemajanan Pb
Lingkungan” (Sunoko, 2009). Kuesioner yang diisi oleh orang tua
siswa kemudian diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Status sosial-ekonomi rendah bila penghasilan ≤ Rp. 1.000.000,b. Status sosial-ekonomi menengah bila penghasilan Rp 1.000.000,sampai 2000.000,c. Status sosial-ekonomi tinggi bila penghasilan > 2.000.000
10. Lokasi padat kendaraan dan tidak padat kendaraan adalah jumlah arus
lalu lintas pada lokasi tersebut.
Kriteria obyektif :
Padat Kendaraan
: Apabila volume lalu lintasnya lebih besar
dari 20 smp/menit atau 1200 smp/jam.
Tidak padat kendaraan
: Apabila volume lalu lintasnya lebih kecil
dari 20 smp/menit atau 1200 smp/jam.
Download