BAB ll - Perpustakaan IAIN Kendari

advertisement
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakekat Kompetensi Kepribadian Dosen
1. Deskripsi Kompetensi
Dalam sistem pendidikan nasional kita, eksistensi dosen sangat penting, dosen
merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus. Menurut UU No.
14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini di jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.1 Profesional adalah pekerjaan
atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan
kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi
standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.2 Berdasarkan
hal tersebut dapat dikatakakan bahwa dosen profesional pada intinya adalah dosen
yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan. Oleh karena itu jika membicarakan
aspek kemampuan profesional dosen berarti mengkaji kompetensi yang harus dimiliki
seorang dosen.
1
UU No.14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen.
2
ibid
11
Kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan atau
memutuskan sesuatu hal. Dalam bahasa inggris, competency atau competence
merupakan kata benda yang bisa diartikan: 1) kecakapan, kemampuan, kompetensi;
2) wewenang. Kata sifat dari competence adalah competent yang berarti cakap,
mampu dan tangkas. Secara general, kompetensi dapat dipahami sebagai sebuah
kombinasi antar keterampilan (skill), perilaku kinerja (job behavior) yang dapat
diamati, diukur, dan dievaluasi.3 Maka kompetensi guru adalah kemampuan seorang
tenaga pengajar atau tenaga pendidik dalam menjalankan tugasnya. Terkait dengan
kompetensi, banyak para ahli yang memberikan definisi diantaranya:
1) Daeng Sudirwo
menyatakan : ”Kompetensi artinya kewenangan,
kecakapan ataupun kemampuan.
2) Echols & Shadily, dalam Suwardi menyatakan bahwa: “kata kompetensi
berasal dari Bahasa Inggris competency sebagai kata benda competence
yang berarti kecakapan, kompetensi, dan kewenangan”.
3) Suharsimi, mengemukakan bahwa : ”Konsep kompetensi tidak sekedar
perbuatan yang tampak dan dapat dilihat, akan tetapi kompetensi juga
berkaitan dengan potensi-potensi untuk melakukan tindakan.4
Sebagai seorang pendidik profesional, maka seorang dosen dituntut untuk
memiliki kualifikasi pendidikan khusus sehingga dosen memiliki kemampuan untuk
menjalankan profesinya tersebut sehingga akan mencerminkan dosen yang
profesional. Dosen yang profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian
tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode. Dosen
3
4
Abd. Muis Kompetensi (online) (www.http://abdmuis.com, diakses 29/12/2011).
Tomi, Kompetensi Kepribadian Guru, (online) (http://triatra.wordpress.com, Diakses pada
1/8/2011).
12
yang professional diyakini mampu memotivasi siswa untuk mengoptimalkan
potensinya dalam kerangka pencapaian standar pendidikan yang ditetapkan.
Majid mengatakan bahwa “kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan
menunjukan kualitas guru dalam mengajar”.5 Kompetensi tersebut akan terwujud
dalam bentuk penguasaan
pengetahuan dan professional dalam menjalankan
fungsinya sebagai dosen. Kompetensi yang diperlukan terserbut dapat diperoleh baik
melalui pendidikan formal maupun pengalaman.
Mulyasa dalam bukunya mengatakan bahwa kompetensi diartikan sebagai
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah
menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif,
afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.6 Hal tersebut menunjukan bahwa
kompetensi dapat dilihat pada segi pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang
dikuasai oleh seseorang yang melekat pada dirinya untuk melakukan perilaku
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam tataran aplikasi, kompetensi seseorang
dapat dilihat pada perilaku-perilaku tersebut dengan menunjukan tingkat kompetensi
yang dimiliki. Dengan demikian kompetensi sesungguhnya merupakan gambaran
potensi seseorang yang dapat dinilai. Senada apa yang diungkapkan Jamal Ma’mur
Asmani bahwa:
5
Abdul Mujib, Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru
(Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 6.
6
Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 37.
13
Kompetensi merupakan satu kesatuan yang utuh yang menggambarkan
potensi, pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dinilai, yang terkait
dengan profesi tertentu berkenaan dengan bagian-bagian yang dapat
diaktualisasikan dan diwujudkan dalam bentuk tindakan atau kinerja untuk
menjalankan profesi tertentu.7
Kesatuan yang utuh antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap menunjukan
pola kompetensi yang tidak bisa dipisahkan dan dikesampingkan satu sama lain
karena tiga domain tersebut merupakan gambaran potensi yang pada tataran aplikasi
bersentuhan dengan nilai, dalam menjalankan atau berkenaan dengan profesi tertentu.
Berdasarkan uraian di atas, maka kompetensi bukan hanya ada dalam tataran
pengetahuan akan tetapi sebuah kompetensi harus tergambarkan dalam pola perilaku
(keterampilan dan sikap). Artinya seseorang dikatakan memiliki kompetensi tertentu,
apabila ia bukan hanya sekedar tahu tentang sesuatu itu, akan tetapi bagaimana
implikasi dan implementasi pengetahuan itu dalam tingkah laku atau tindakan yang ia
lakukan. Dengan demikian, maka kompetensi pada dasarnya merupakan perpaduan
dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan
berpikir dan bertindak.
Dari pendapat yang telah disebutkan di atas, maka kompetensi dapat diartikan
sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang
yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilakuperilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Jamal Ma’mur Asmani, Tujuh Kompetensi Guru Menyenangkan dan Professional,
(Jogjakarta: Power Books, 2009), h. 38.
7
14
2. Konsep Dasar Kepribadian
2.1 Deskripsi Kepribadian
a. Makna Etimologi Kepribadian
Pada prinsipnya seorang pendidik adalah figur dan titik sentral dalam proses
pembelajaran baik hal itu dilakukan didalam ruangan ataupun di luar ruangan, oleh
karena itulah setiap pendidik harus mempunyai kepribadian yang baik sebagai suatu
bekal dalam menghadapi peserta didiknya, baik dalam hal kemampuan kogniif,
afektif, dan psikomotorik. Istilah kepribadian dalam beberapa literature memiliki
ragam makna dan pendekatan. Sebagian psikolog ada yang menyebutnya dengan (1).
Personality (kepribadian) sendiri, (2). Character (watak atau perangai), (3). Type
(tipe).
Kepribadian
merupakan
terjemahan
dari
kata
personality
(Inggris),
persoonlijkeid (Belanda), personalita (Prancis), personalichkey (Jerman), personalita
(Italia), dan personalidad (Spanyol). Akar kata masing-masing tyersebut berasal dari
bahasa latin “persona”nyang berarti “topeng”. Yaitu topeng yang digunakan oleh
actor drama atau sandiwara atau juga dari bahasa latin “personare” yang berarti to
sound througth (suara tembus), dalam bahasa arab kontemporer, kepribadian
ekuivalen dengan istilah syakhsiyah.8
Sedangkan dalam bahasa Arab, pengertian etimologi kepribadian dapat dilihat
dari pengertian term-term padanya, seperti huwwiyah (personality atau identity),
8
Abdul Mujib, Kepribadian Dalam Psikolog Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2006), h. 18.
15
aniyyah (aktualisasi lahiriyah), dzatiyyah (tendensi amal individu pada dirinya yang
berasal dari substansinya sendiri), nafsiyyah (pribadi), khuluqiyyah (character,
disposition, dan moral constitution),dan syaksiyyah sendiri.9 Masing-masing term ini
meskipun memiliki kemiripan makna dengan kata syakhsiyyah, tetapi memiliki
keunikan tersendiri. Misalnya term khuluqiyyah/akhlak dalam hadisnya: bahwa nabi
muhnammad saw diutus ke dunia untuk menyempurnakan atau memperbaiki akhlak
(syaksiyyah) sabda beliau: “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak (kepribadian
yang baik)” HR. Malik dari anas bin malik.
b. Makna Terminologi Kepribadian
Pengertian kepribadian dari sudut terminologi memiliki banyak definisi,
karena hal itu berkaitan dengan konsep-konsep empiris dan filosofis yang merupakan
bagian dari teori kepribadian. Konsep-konsep empiris dan filosofis disini meliputi
dasar-dasar pemikiran mengenai wawasan, landasan, fungsi-fungsi, tujuan, ruang
lingkup, dan metodologi yang dipakai perumus.
Kata kepribadian dalam praktiknya ternyata mengandung pengertian yang
kompleks. Hal ini terlihat dari kesulitan para ahli psikolog untuk merumuskan
definisi tentang kepribadian secara tepat, jelas, dan mudah dimengerti. Antara
psikolog dengan psikolog lain memiliki definisi yang berbeda-beda. Di bawah ini ada
beberapa pengertian mengenai kepribadian:
1) Witherington, kepribadian adalah seluruh tingkah laku seorang yang
diintegrasikan, sebagaimana yang tampak pada orang lain. Kepribadian bukan
9
Ibid, h. 18-19.
16
hanya yang melekat pada diri seseorang, tetapi lebih merupakan hasil daripada
suatu pertumbuhan yang dalam suatu lingkungan cultural.
2) W. stern, pengertian person yaitu suatu kesatuan yang dapat menetukan diri
sendiri dengan merdeka dan mempunyai dua tujuan yaitu mengembangkan
diri dan mempertahankan diri.
3) Gordon W.A kepribadian yakni sebagai organisasi dinamis dalam individu
sebagai system psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam
menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
4) Bahri Djamara, kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari
unsure psikis dan fisik. Dalam makna tersebut seluruh sikap dan perbuatan
seseorang merupakan suatu gambaran dari kepribadian orang itu, asal
dilakukan secara sadar. Dan perbuatan yang baik sering dikatakan bahwa
seseorang itu mamiliki kepribadian yang baik atau berakhlak mulia.
Sebaliknya bila seseorang melakukan sesuatu sikap dan perbuatan yang
kurang terpuji maka, dikatakan orang itu tidak memiliki kepribadian yang
baik atau tidak berakhlak baik.10
Dilihat dari sudut pandang sosiologi, kepribadian merupakan gambaran yang
utuh dari diri seseorang yang dilambangkan dengan pikiran, penampilan, serta sikap
dari diri seseorang yang terorganisir atau tertata dengan baik, dimana perilaku
merupakan abstraksi dari seluruh aspek yang terdapat dalam individu yang
substansinya terletak pada dimensi kemanusiaanya. Dalam hal ini Soejono Soekanto
merumuskan pengertian kepribadian sebagai berikut:
Kepribadian merupakan organisasi dari sikap-sikap seseorang untuk berbuat
mengetahui, berfikir, dan merasakan secara khusus apabila berhubungan dengan
orang lain atau menanggapi suatu keadaan. Karena kepribadian tersebut
merupakan abstraksi dari individu dan kelakuannya sebagaimana masyarakat dan
kebudayaan.11
10
Sitti Suwadah Rimang, Meraih Predikat Guru dan Dosen Paripurna, (Bandung: Alfabeta,
2011), h. 37.
11
Soejono Soekanto, sosioloigi suatu pengantar, (Jakarta : Yayasan Universitas Indonesia,
1998 ), h. 65.
17
Kepribadian manusia berhubungan dengan aspek-aspek yang terkandung
dalam kehidupan manusia itu sendiri yang tercermin pada sikap dan perilakunya
sehari-hari, sehubungan dengan itu kepribadian seorang muslim dimaksudkan sebagai
bentuk dan sifat karakteristik seseorang yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam.
Karakteristik itu tidak saja tercermin dari perilaku secara lahiriyah semata melainkan
juga menyangkut aspek bathiniyah (kejiwaan). Sebagaimana yang diuraikan oleh Drs.
Wasty Soemanto yaitu:
Kepribadian adalah organisasi dinamis dari sistem psycofisik dalam individu
yang menentukan cara-cara yang unik atau khas dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungannya.12
Secara umum, kepribadian dapat diartikan sebagai keseluruhan kualitas
perilaku individu yang merupakan cirinya yang khas dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.13. kepribadian pendidik akan menentukan bagi keberkesanan dalam
melaksanakan tugasnya. Kepribadian pendidik tidak hanya menjadi dasar baginya
untuk berperilaku, tetapi juga akan menjadi model keteladanan bagi para peserta
didik dalam perkembangannya.
2.2. Struktur Kepribadian
Definisi yang luas dapat berpijak pada struktur kepribadian, yaitu integritas
system qalbu, akal dan hawa nafsu manusia yang menimbulkan tingkah laku manusia.
12
13
Wasty Sumanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : PT. Rineke Cipta, 1983), h. 56.
Thohirin, psikologi pembelajaran pendidikan agama islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, ,2005), h. 169.
18
Struktur yang dimaksud disini adalah aspek-aspek atau elemen-elemen yang terdapat
pada teori manusia yang karenanya kepribadian terbentuk. Menurut Sukamto M.M.
sebagaimana yang dikutip oleh Jalaluddin mengatakan bahwa kepribadian terdiri dari
empat system atau aspek, yaitu:
a.
b.
c.
d.
Qalb (angan-angan kehatian)
Fuad (perasaan/hati nurani/ulu hati)
Ego (aku sebagai pelaksana dari kepribadian)
Tingkah laku (wujud gerakan)14
Setiap manusia memiliki naluri baqo’ yang salah satu penampakannya adalah
bisa dilihat dari keinginan seseoarang ingin berkuasa, survive dalam hidupnya
ataupun diakui keberadaannya.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Khayr al-din Az-zarkazi.
Menurut Az-zarkazi, bahwa studi tentang diri manusia dapat dilihat melalui tiga
sudut, yakni:
a. Jasad (fisik); apa dan bagamana organisme dan sifat-sifat uniknya.
b. Jiwa (psikis); apadan bagaimana hakikat uniknya.
c. Jasad dan jiwa (psikofisik); berupa akhlak, perbuatan gerak, dan
sebagainya.15
Ketiga kondisi yang disebut oleh Khayr al-din Az-zarkali, dalam term islam
dikenal dengan term jasad, al-ruh, dan an-nafs. Jasad merupakan aspek biologis atau
14
Jalaluddin, Psikologi Agama,( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007). h.190.
15
Khayr al-din az-Zarkazi, Ikhwan al-Safa, (Beirut: Dar Shadi, 1957), h. 319.
19
fisik manusia, ruh aspek fisiologis atau psikis manusia, sedangkan manusia
merupakan aspek psikofisik manusia yang merupakan sinergi antara jasad dan ruh.
Para ahli umumnya membedakan manusia dari dua aspek yaitu jasad dan ruh.
Mereka sedikit sekali yang membedakan antara jasad, ruh dan nafs. Jasad dan ruh
merupakan dimensi manusia yang berlawanan sifatnya, jasad sifatnya kasar dan dapat
diindera atau empiris, sedangkan ruh sifatnya halus dan ghoib. Sementara itu
Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya “Mafahim Hizbut Tahrir” mengatakan bahwa
ruh adalah kesadaran manusia akan hubungannya dengan Allah SWT.16 Oleh sebab
itu sudah menjadi keharusan bagi setiap muslim dalam berbuat untuk selalu berada
dalam koridor islam agar perbuatan tersebut memperoleh ridho Allah swt.
2.3. Pembentukan Kepribadian
Amang Syarifuddin mengatakan bahwa ada tiga unsur yang mesti diperhatikan
dalam pembentukan kepribadian islam yaitu: aspek keimanan, aspek pemikiran dan
akhlak.17
Ketiga unsure tersebut harus mutlak ada dalam rangka pembentukan
kepribadian islam, apabila salah satunya tidak ada maka akan terjadi kecacatan dalam
tingkah laku. Cacat dalam tingkah laku yang menyebabkan cacatnya kepribadian
islam seorang muslim, menurut Taqiyuddin an-Nabhani, dipengaruhi oleh tiga faktor:
1) Kelengahan seseorang yang menyebabkannya lalai untuk mengaitkan
antara mafhum dengan akidahnya;
2) Kebodohan seseorang yang menyebabkan ketidaktahuannya, bahwa
mafhum-nya bertentangan dengan akidahnya;
16
Taqiyuddin an-Nabhani, Mafahim Hizbut Tahrir, (Jakarta: HTI press , 2008), h. 26.
17
Amang Syarifuddin, Muslim Visioner, (Depok : Pustaka Nauka, 2005), h. 166.
20
3) Syetan yang menguasai akalnya, sehingga akidahnya ditutupi agar tidak
bisa mengendalikan aktivitasnya.18
Dengan ketiga atau salah satu dari ketiga sebab di atas seorang muslim bisa
saja melakukan maksiat, tetapi pada waktu yang sama tetap memeluk akidah islam,
dan menjadikn akidah tersebut sebagai kaidah berfikir dan muyul-nya. Inilah yang
menyebabkan orang tersebut berbuat maksiat, sehingga mrnyebabkan tingkah
lakunya cacat.
Ketika seseorang memahami sesuatu berdasarkan tata cara yang khas berarti
dia memiliki aqliyah yang unik. Ketika seluruh dorongan pemuasan (atas kebutuhan
fisik dan naluri-pen) dikaitkan dan digabungkan secara pasti dengan mafahim tentang
sesuatu berdasarkan mafahim yang khas tentang kehidupan berarti dia memiliki
nafsiyah yang unik. Dan takkala mafahimnya tentang kehidupan menyatu dalam
dirinya disaat pemahaman dan kecenderungannya menentukan sesuatu berarti dia
memiliki kepribadian yang unik. Jadi, syakhshiyah itu adalah mengarahkan manusia,
baik akal maupun kecenderungannya, terhadap sesuatu dengan arahan yang dibangun
diatas asas yang satu. Berdasarkan hal itu maka pembentukan syakhshiyah adalah
mewujudkan satu asas dalam berpikir dan muyulnya seseorang.19
Dari pendapat di atas maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa tingkah
laku manusia akan selalu berkaitan erat dengan mafahim yang diyakininya.
18
19
Hafidz Abdurrahman, Islam Politik Spiritual, (Bogor: Al-Azhar Press, 2007), h. 89.
Taqiyuddin an-Nabhani, Kepribadian Islam, judul asli Syakhsiyyah Islamiyyah,( Jakarta :
Tim HTI Press, 2003), h. 21.
21
3. Kompetensi Keparibadian Dosen
Pada pembahasan di atas penulis sudah memaparkan terkait pengertian
kompetensi dan kepribadian, oleh sebab itu pada poin ini penulis tidak
memperpanjang terkait hal tersebut namun akan lebih menspesifikan pada
pembahasan kompetensi kepribadian dosen.
Dosen sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki
karakteristik
kepribadian
yang
sangat
berpengaruh
terhadap
keberhasilan
pengembangan sumber daya manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok seorang
pendidik akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun
masyarakatnya, sehingga pendidik akan tampil sebagai sosok yang patut “digugu”
(ditaati nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (dicontoh sikap dan perilakunya).
Kepribadian pendidik merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan belajar anak
didik. Dalam Undang-undang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi kepribadian
adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa
serta menjadi teladan peserta didik. Sejalan dengan pendapat tersebut Muhammad
Surya mengemukakan bahwa:
kompetensi kepribadian ini sebagai kompetensi personal, yaitu kemampuan
pribadi seorang guru yang diperlukan agar dapat menjadi guru yang baik.
Kompetensi personal ini mencakup kemampuan pribadi yang berkenaan
dengan pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan
diri.20
20
Muhammad Surya, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, (Bandung : Yayasan Bhakti
Winaya, , 2003), h. 138.
22
Pasal 28 PP No. 19 Tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan,
menyebutkan bahwa: Pendidik adalah agen pembelajaran yang harus memiliki empat
jenis kompetensi, yakni, kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial.21
Penguasaan empat kompetensi tersebut mutlak harus dimiliki setiap pendidik untuk
menjadi tenaga pendidik yang profesional seperti yang disyaratkan Undang-Undang
Guru dan Dosen. Kompetensi dosen dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang ditampilkan dalam bentuk perilaku cerdas dan penuh
tanggung jawab yang dimiliki seorang pendidik dalam menjalankan profesinya.
Tanpa bermaksud mengabaikan salah satu kompetensi yang harus dimiliki
seorang dosen, kompetensi kepribadian kiranya harus mendapatkan perhatian yang
lebih. Sebab, kompetensi ini akan berkaitan dengan idealisme dan kemampuan untuk
dapat memahami dirinya sendiri dalam kapasitas sebagai pendidik. Mengacu kepada
Standar Nasional Pendidikan, kompetensi kepribadian guru meliputi:
1) Memiliki kepribadian yang mantap dan stabil, yang indikatornya
bertindak sesuai dengan norma hukum, norma sosial. Bangga sebagai
pendidik, dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
2) Memiliki kepribadian yang dewasa, dengan ciri-ciri, menampilkan
kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik yang memiliki etos kerja
3) Memiliki kepribadian yang arif, yang ditunjukkan dengan tindakan yang
bermanfaat bagi peserta didik, sekolah dan masyarakat serta menunjukkan
keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
4) Memiliki kepribadian yang berwibawa, yaitu perilaku yang berpengaruh
positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
5) Memiliki akhlak mulia dan menjadi teladan, dengan menampilkan
tindakan yang sesuai dengan norma religius (iman dan takwa, jujur,
ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta
didik.22
21
22
PP No. 19 Tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan.
Sudrajat, Kompetensi Kepribadian Guru, (online) (http://kimia.upi.edu/isiberita.php?kode,
Di akses pada 1/8/2011).
23
Esensi kompetensi kepribadian pendidik semuanya bermuara ke dalam intern
pribadi pendidik. Kompetensi paedagogik, profesional dan sosial yang dimiliki
seorang pendidik dalam melaksanakan pembelajaran, pada akhirnya akan lebih
banyak ditentukan oleh kompetensi kepribadian yang dimilikinya. Tampilan
kepribadian pendidik akan lebih banyak memengaruhi minat dan antusiasme peserta
didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Pribadi pendidik yang santun, respek
terhadap peserta didik, jujur, ikhlas dan dapat diteladani, mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap keberhasilan dalam pembelajaran apa pun jenis mata
pelajarannya.
Suroso Abdussalam dalam bukunya mengatakan bahwa:
Kompetensi pribadi itu adalah meliputi beriman/bertaqwa dan istiqamah di
jalan taqwa; mereka adalah yang minimal memahami, meyakini dan
mengamalkan serta komitmen dan konsisten terhadap rukun islam dan rukun
iman, serta rukun ihsan. Pemikiran, sikap, dan tingkah lakunya sehari-hari,
baik ketika bertugas sebagai pendidik/guru maupun di luar itu, senantiasa
mengukur dirinya dengan ketiga rukun tersebut. Ketiga rukun tersebut di
dalam manifestasi/perwujudan di dalm lembaga pendidikan islam berupa
komitmen dan konsisten (istiqomah) atas asas/landasan pendidikan islam,
arah, bentuk, dan prinsip-prinsip pendidikan islam.23
Dari seluruh pembahasan di atas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa
kompetensi kepribadian dosen adalah kemampuan yang dimiliki oleh seorang
pendidik untuk menampilakan kepribadian yang unik dan khas yang tercermin dalam
pola pikir dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari, dengan indikator:
1. Bertanggungjawab.
2. Memiliki kepribadian yang berwibawa.
23
Suroso Abdussalam, Arah & Asas Pendidikan Islam, (Surabaya: PT. Elba Fitrah Mandiri
Sejahtera, 2011), h. 159.
24
3. Memiliki kepribadian yang mantap dan stabil.
4. Memiliki akhlak mulia dan menjadi teladan
5. Disiplin.
B. Hakikat Motivasi Berprestasi
1. Konsep Motivasi
Kata motif berasal dari bahasa latin movere yang berarti bergerak atau to
move yang berarti kekuatan dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat
(driving force). Motif sebagai pendorong tidak berdiri sendiri tetapi saling terkait
dengan faktor lain yang disebut dengan motivasi. Berawal dari kata “motif” itu, maka
motivasi dapt diartikan sebagai daya penggerak yang telah mennjadi aktif. Motif
menjadi aktif pada saat-saat tertentu, tertutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan
sangat dirasakan/mendesak.
Menurut Mc. Donald sebagaimana yang dikutip oleh Sardiman mengatakan
bahwa motivasi adalah perubahan energy dalam diri seseorang yang ditandai dengan
munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.24
Dalam melakukan suatu perbuatan, hal yang mendorong/merangsang setiap
individu untuk meraih tujuan perbuatan pasti berbeda antara individu yang satu
dengan yang lainnya, dan dalam mengimplementasikan keinginannya tersebut
seseorang pasti memiliki pandangan yang berbeda-beda, ada yang melakukan suatu
24
Sardiman, Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2007), h. 73.
25
perbuatan atas dasar manfaat dan ada juga yang melakukan atas dasar perintah dan
larangan-Nya.
Ngalim Purwanto, dalam bukunya sebagaimana yang dikutip oleh Adesanjaya
mengatakan bahwa motivasi adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu
organisme yang mengarahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan (goal) atau
perangsang (incentive), Tujuannya adalah yang membatasi/menentukan tingkah laku
organisme itu.25
a. Fungsi Motivasi
Dalam belajar sangat diperlukan adanya motivasi. Hasil belajar akan menjadi
optimal, kalau ada motivasi. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin
berhasil pula pelajaran itu. Jadi, motivasi akan senantiasa menentukan intensitas
usaha belajar bagi para mahasiswa.
Sehubungan dengan hal tersebut ada empat fungsi motivasi:
1) Motivasi mendorong manusia untuk bertindak. Motivasi belajar berfungsi
sebagai penggerak atau sebagai motor yang memberikan kekuatan
menyelesaikan suatu tugas dalam kegiatan belajar.
2) Motivasi menentukan arah tujuan belajar.Yakni kearah suatu tujuan/cita-cita
yang hendak dicapai. Motivasi mencegah penyelewengan dari jalanyang harus
ditempuh untuk mencapai tujuan dari belajar.
3) Motivasi menyeleksi perbuatan. Artinya menentukan perbuatan mana yang
harus dilakukan yang serasi guna mencapai tujuan belajar
denganmengesampingkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan belajar
tersebut.
4) Motivasi berfungsi untuk mendorong usaha dan pencapaian prestasi belajar. 26
25
Aadesanjaya, Motivasi Belajar Siswa, (online) (http://aadesanjaya.blogspot.com ,diakses
pada 1/8/2011).
26
Sardiman, Interaksi...... h. 84-85.
26
b. Macam - Macam Motivasi
Menurut Muhibbin Syah bahwa motivasi dapat dibedakan dua macam, yaitu:
1) Motivasi Intrinsik, yaitu hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa
sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Termasuk
dalam motivasi intrinsik siswa adalah perasaan menyenangi materi pelajaran
dan kebutuhannya terhadap materi tersebut, misalnya untuk kehidupan masa
depan siswa yang bersangkutan.
2) Motivasi Ekstrinsik yaitu hal dan keadaan yang datang dari luar individu
siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Pujian dan
perhatian, peraturan dan tata tertib sekolah, guru tauladan, orang tua , guru, ini
merupakan contoh-contoh konkret motivasi ekstrinsik yang dapat menolong
siswa untuk belajar.27
Dari pendapat di atas, dapat dikemukakan dengan jelas bahwa tinggi
rendahnya motivasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pertama, faktor dari
dalam diri mahasiswa itu sendiri yang berkeinginan untuk berubah menjadi yang
lebih. kedua, faktor dari luar diri mahasiswa seperti faktor lingkungan, kebiasaan
prestasi dan latihan. Tetapi harus diingat, kedua faktor tersebut disebabkan oleh
rangsangan tertentu, sehingga seseorang berkeinginan untuk melakukan aktifitas
belajar yang lebih giat dan semangat.
2. Konsep Motivasi Berprestasi
Motivasi Berprestasi merupakan bekal untuk meraih sukses. Sukses berkaitan
dengan perilaku 'produktif dan selalu memperhatikan / menjaga 'kualitas' produknya.
Motivasi berprestasi merupakan konsep personal yang merupakan faktor pendorong
untuk meraih atau mencapai sesuatu yang diinginkannya agar meraih kesuksesan.
Untuk mencapai kesuksesan tersebut setiap orang mempunyai hambatan-hambatan
27
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung : PT. Remaja
Rosda Karya, 2000), h. 137.
27
yang berbeda, dan dengan memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, diharapkan
hambatan-hambatan tersebut akan dapat diatasi dan kesuksesan yang dinginkan dapat
diraih.
Islam sebagai agama sekaligus pandangan hidup umat islam telah
memberikan apresiasi terkait motivasi untuk berprestasi kapada umatnya, hal ini
sebagaimana yang digambarkan dalam Allah swt berfirman:
    
   





     
  
Terjemahan: Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap
kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu
berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat).
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S. Al-Baqarah: 148)
Dalam ayat yang lain juga Allah swt berfirman:



   
   
    









    
    











    
   
  
28
Terjemahan: Dan kami Telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa
kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah
perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang Telah datang kepadamu.
untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang.
sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi
Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlombalombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu
diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah kamu perselisihkan itu. (Al-maidah:
48).
Dengan memiliki motivasi berprestasi maka akan muncul kesadaran bahwa
dorongan untuk selalu mencapai kesuksesan (perilaku produktif dan selalu
memperhatikan kualitas) dapat menjadi sikap dan perilaku permanen pada diri
individu. Motivasi berprestasi akan dapat mendobrak ketahanan individu dalam
menghadapi tantangan hidup sehingga mencapai kesuksesan.
Semangat untuk meraih tujuan, semangat menjalankan aktivitas, semanagat
untuk belajar, mengerjakan tugas-tugas, bahkan semangat dalam keseluruhan
hidupnya. Karena semangat ini pula hasil usaha menjadi maksimal, maka tak jarang
usahanya itu melahirkan suatu prestasi, motivasi melahirkan prestasi dan prestasi
melahirkan motivasi. Ini mengisyaratkan betapa pentingnya suatu motivasi, karena
prestasi adalah suatu kebanggaan.
29
McClelland dalam bukunya yang dikutip oleh Pakdesota mengatakan bahwa
motivasi berprestasi merupakan usaha yang dilakukan untuk mencapai sukses dalam
suatu persaingan berdasarkan suatu keunggulan yang didasarkan pada prestasi orang
lain ataupun prestasi diri sebelumnya.28 Motivasi ini terefleksikan dalam perilakuperilaku, seperti pencapaian tujuan yang sulit, penentuan rekor baru, ingin sukses
dalam pencapaian tugas sulit dan mengerjakan sesuatu yang belum selesai
sebelumnya. Individu tersebut menyukai tugas-tugas yang kesuksesannya tergantung
pada usaha dan kemampuan maksimal mereka.
Menurut Murray sebagaimana yang dikutip oleh Sunartombs mengatakan
bahwa motivasi berprestasi adalah suatu keinginan atau kecenderungan untuk
mengatasi hambatan, melatih kekuatan, dan untuk berusaha melakukan sesuatu yang
sulit dengan baik dan secepat mungkin.29 Sementara itu Atkinson menyatakan bahwa
motivasi berprestasi individu didasarkan atas dua hal, yaitu tendensi untuk meraih
sukses dan tendensi untuk menghindari kegagalan. Individu yang memiliki motivasi
berprestasi tinggi berarti ia memiliki motivasi untuk meraih sukses yang lebih kuat
daripada motivasi untuk menghindari kegagalan, begitu pula sebaliknya.
Jadi Motivasi berprestasi adalah daya dorong yang terdapat dalam diri
seseorang sehingga orang tersebut berusaha untuk melakukan sesuatu tindakan /
kegiatan dengan baik dan berhasil yang bertujuan untuk berhasil dalam kompetisi
dengan suatu ukuran keunggulan.
Pakdesota, Jurnal, “Motivasi dalam Pembelajaran, (online) (www.wordpress.com,
Diakses 13/01/2012).
28
29
Sunartombs, Pengertian-Prestasi, (online), (http://www.scribd.com/doc/23735462/,
diakses tgl 17/01/2012).
30
a. Ciri Individu yang Memiliki Motivasi Berprestasi
Mc Clelland
sebagaimana yang dikutip oleh Sherly Meilany Muskita
mengemukakan beberapa ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi, yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
a.
Pemilihan tingkat kesulitan tugas
Ketahanan atau ketekunan (persistence) dalam mengerjakan tugas
Harapan terhadap umpan balik (feedback)
Memiliki tanggung jawab pribadi terhadap kinerjanya
Kemampuan dalam melakukan inovasi (innovativeness).30
Pemilihan tingkat kesulitan tugas
Weiner
mengatakan bahwa pemilihan tingkat kesulitan tugas berhubungan
dengan seberapa besar usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh
kesuksesan. Tugas yang mudah dapat diselesaikan oleh semua orang, sehingga
individu tidak mengetahui seberapa besar usaha yang telah mereka lakukan untuk
mencapai kesuksesan. Tugas sulit membuat individu tidak dapat mengetahui
usaha yang sudah dihasilkan karena betapapun besar usaha yang telah mereka
lakukan, namun mereka mengalami kegagalan.
b. Ketahanan atau ketekunan (persistence) dalam mengerjakan tugas.
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan lebih bertahan atau tekun dalam
mengerjakan berbagai tugas, tidak mudah menyerah ketika mengalami kegagalan
dan cenderung untuk terus mencoba menyelesaikan tugas, sementara individu
dengan motivasi berprestasi rendah cenderung memiliki ketekunan yang rendah.
30
Sherly meilany muskita, Motivasi Berprestasi, (online)
(http:/www.widyamandala.ac.id/home/index.php?option=com, Diakses 13/01/2012).
31
Ketekunan individu dengan motivasi berprestasi rendah terbatas pada rasa takut
akan kegagalan dan menghindari tugas dengan kesulitan menengah
c.
Harapan terhadap umpan balik (feedback)
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi selalu mengharapkan umpan balik
(feedback) atau tugas yang sudah dilakukan, bersifat konkret atau nyata
mengenai seberapa baik hasil kerja yang telah dilakukan. Individu dengan
motivasi berprestasi rendah tidak mengharapkan umpan balik atas tugas yang
sudah dilakukan. Bagi individu dengan motivasi berprestasi tinggi, umpan balik
yang bersifat materi seperti uang, bukan merupakan pendorong untuk melakukan
sesuatu dengan lebih baik, namun digunakan sebagai pengukur keberhasilan.
a. Memiliki tanggung jawab pribadi terhadap kinerjanya.
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi memiliki tanggung jawab pribadi
atas pekerjaan yang dilakukan.
b. Kemampuan dalam melakukan inovasi (innovativeness)
Inovatif dapat diartikan mampu melakukan sesuatu lebih baik dengan cara
berbeda dari biasanya. Individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan
menyelesaikan tugas dengan lebih baik, menyelesaikan tugas dengan cara
berbeda dari biasanya, menghindari hal-hal rutin, aktif mencari informasi untuk
menemukan cara yang lebih baik dalam melakukan sesuatu, serta cenderung
menyukai hal-hal yang sifatnya menantang daripada individu yang memiliki
motivasi berprestasi rendah.
32
b. Faktor - Faktor Motivasi Berprestasi
Pada kenyataannya, ada mahasiswa yang motif berprestasinya lebih bersifat
intrinsik sedangkan pada orang lain bersifat ekstrinsik, hal ini karena adanya factor
individual maupun situasional.31
a) Faktor Individual
Penelitian Harter pada siswa berdasarkan dimensi instrinsik dan ekstrinsik
menunjukkan bahwa hanya siswa yang mempersepsikan dirinya untuk berkompetensi
dalam bidang akademis yang mampu mengembangkan motivasi intrinsik. Siswasiswa ini lebih menyukai tugas-tugas yang menantang dan selalu berusaha mencari
kesempatan untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Sebaliknya, pada siswa dengan
persepsi diri yang rendah, lebih menykai tugas-tugas yang mudah dan sangat
tergantung pada pengarahan guru. Yang termasuk faktor individual antara lain
pengarahan orang tua.
b) Faktor Situasional
Pentingnya peranan motivasi dalam proses pembelajaran perlu dipahami oleh
pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau bantuan kepada siswa.
Motivasi dirumuskan sebagai dorongan, baik diakibatkan faktor dari dalam maupun
luar siswa, untuk mencapai tujuan tertentu guna memenuhi atau memuaskan suatu
kebutuhan. Dalam konteks pembelajaran maka kebutuhan tersebut berhubungan
dengan kebutuhan untuk belajar.
Pakdesota, Jurnal, “Motivasi dalam Pembelajaran, (online) (www.wordpress.com, Diakses
13/01/2012).
31
33
Mc
Clelland
sebagaimana
kutipan
dari
Sherly
Meilany
Muskita
mengungkapkan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi
berprestasi,32 meliputi:
a. Faktor Individual
Dalam hal ini, faktor individual yang dimaksud terutama adalah factor
intelegensi dan faktor penilaian individu tentang dirinya. Intelegens merupakan
kecakapan yang bersifat potensial yang dimiliki seseorang dan merupakan salah satu
unsur penting dalam proses pemecahan masalah yang dilakukan individu. Apabila
individu mempunyai taraf intelegensi diatas rata-rata maka kemungkinan motivasi
berprestasinya tinggi dan apabila individu mempunyai taraf intelegensi di bawah
ratarata maka kemungkinan taraf motivasi berprestasinya rendah. Taraf kecerdasan
(intelegensi) yang dimiliki indviidu juga akan turut menentukan atau mempengaruhi
prestasi yang dicapainya. Faktor lainnya adalah penilaian individu mengenai dirinya
sendiri.
b. Faktor Lingkungan
Maksud dari faktor lingkungan disini adalah segala sesuatu yang berada diluar
diri individu, yang turut mempengaruhi motivasi berprestasinya.
Faktor lingkungan ini dibagi menjadi 3, yaitu :
32
Sherly meilany muskita, Motivasi Berprestasi, (online)
(http:/www.widyamandala.ac.id/home/index.php?option=com, Diakses 13/01/2012).
34
1) Lingkungan Keluarga
Relasi yang kurang harmonis dalam keluarga dapat menimbulkan gangguangangguan emosional pada anggota keluarga, termasuk anak sebagai anggota sebuah
keluarga. Gangguan emosional seringkali berupa bentuk-bentuk ketegangan atau
konflik yang dirasakan dalam diri individu. Keadaan seperti ini akan menyebabkan
berkurangnya fungsi perhatian individu sehingga daya konsentrasi dalam menghadapi
tugas-tugas yang menuntut kemampuannya menurun. Akibatnya, sekalipun
mahasiswa mempunyai tingkat intelegensi tinggi namun bila ia mengalami gangguan
emosional maka motivasi berprestasinya akan cenderung rendah. Sebaliknya, bila
relasi dalam keluarga berlangsung harmonis dan dapat memberikan rasa aman, maka
individu akan merasa bebas untuk bereksplorasi dan mengekspresikan diri. Individu
yang diberi kesempatan untuk mengekpresikan diri dan ternyata berhasil, maka ia
akan merasa tertantang untuk meraih prestasi yang lebih baik lagi. Bila mengalami
kegagalan, ia tidak akan menyalahkan lingkungan karena ia menyadari bahwa
kegagalan tersebut disebabkan oleh kurangnya usaha dalam mencapai prestasi yang
diinginkan.
3) Lingkungan Sosial
Merupakan lingkungan sekitar tempat individu hidup dan bergaul sehari-hari.
Lingkungan sekitar yang banyak memberikan rangsangan akan membantu
meningkatkan rasa ingin tahu individu sehingga akan mengembangkan dan
meningkatkan motivasi berprestasinya. Disamping itu, lingkungan sekitar yang
memberikan kesempatan pada individu untuk dapat lebih mengekspresikan
35
Kemampuannya, akan membuat individu lebih percaya diri, sehingga meskipun
mengalami kegagalan, ia akan terdorong untuk mengatasinya dan berusaha lebih baik
lagi.
4) Lingkungan Akademik
Lingkungan akademik menyangkut sejauh mana sebuah institusi pendidikan
dapat memenuhi kebutuhan individu sebagai mahasiswa berprestasi di kampusnya,
meliputi fasilitas yang disediakan, hubungan antara mahasiswa dan dosen, dan
hubungan antar mahasiswa sendiri.
C. Hasil Penelitian Yang Relevan
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian akan dicantumkan penelitian
sebelumnya yang telah dilakukan oleh peneliti lain yang relevan dengan penelitian
yang akan dilakukan oleh penulis. Pokok yang dikaji dalam penelitian ini adalah
pengaruh kompetensi kepribadian dosen terhadap motivasi berprestasi mahasisiwa,
dengan objek penelitian yang bertempat di STAIN Sultan Qaimuddin Kendari.
Penelitian tentang kompetensi kepribadian, sebenarnya telah banyak dilakukan
oleh saudara-saudara kita pada objek kajian tertentu yang sama atau sedikit berbeda,
yang tentunya penelitian mereka menjadi sebuah karya yang berharga dalam
menunjang pemahaman dan khasanah keilmuan penulis.
1. Sabarice mahasiswa STAIN dengan judul “Hubungan Motivasi Berprestasi dengan
Kebiasaan Belajar Siswa SMAN 1 Mawasangka Tengah di Kabupaten Buton”.
Berdasarkan hasil penelitian dan olahan data yang dilakukannya, maka dapat
36
diungkapkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara Motivasi Berprestasi
dengan Kebiasaan Siswa SMAN 1 Mawasangka Tengah di Kabupaten Buton. Hal
ini dapat diketahui dari nilai koefisien korelasi antara Motivasi Berprestasi dengan
Kebiasaan Siswa SMAN 1 Mawasangka Tengah di Kabupaten Buton yaitu sebesar
r = 0,518 dimana r hitung = 0,518 > r tabel = 0,297 pada taraf signifikan 5% KD =
0,2683, ini menunjukan bahwa besarnya kontribusi Motivasi Berprestasi dengan
Kebiasaan Siswa SMAN 1 Mawasangka Tengah di Kabupaten Buton sebesar
26,83%. Berdasarkan hasil uji t antara Motivasi Berprestasi dengan Kebiasaan
Siswa SMAN 1 Mawasangka Tengah di Kabupaten Buton diperoleh t hitung =
4,02 dan t tabel = 1, 684. Ini berarti t hitung = 4,02 > t tabel = 1,684. Maka H1
diteriama dan Ho ditolak.
2. Tovan mahasiswa STAIN dengan judul “Pengaruh Kompetensi Kepribadian Guru
Terhadap Motivasi Belajar Siswa di SMK Satria Kendari” menyimpulkan bahwa
dari hasil perhitungn statistiknya ditemukan persamaan linearnya adalah: Y' =
2,0927 + 0, 935 X dan besarnya pengaruh kompetensi guru PAI terhadap motivasi
belajar siswa atau disebut koefisien korelasi adalah 0,70 denngan interpretasi
termasuk kategori kuat. Dan signifikasi atau keberartian koefisien korelasi
ditemukan t hitung > tabel maka Ho ditolak dan H1 diterima, jadi korelasi yang
terjadi mempunyai arti. Maka, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa terdapat
pengaruh yang positif dan signifikan dengan tingkat hubungan yang kuat antara
kompetansi kepribadian guru PAI tetrhadap motivasi belajar siswa di SMK Satria
Kendari.
Perlu diketahui bahwa peneliti pertama, mengkaji terkait kebiasaan membaca
yang nantinya akan turut menunjang motivasi berprestasi siswa di sekolah, sementara
37
peneliti kedua memandang dari segi berpengaruhnya kompetensi kepribadian
terhadap motivasi belajar.
Sedangkan penelitian yang akan disajikan oleh penulis pada saat ini penulis
berupaya menghubungkan secara koprehensip, yakni dengan memandang dari segi
berpengaruhnya kompetensi kepribadian terhadap motivasi berprestasi.
D. Kerangka Pikir
Penelitian ini menggunakan dua macam variabel, Kompetensi Kepribadian
Dosen sebagai variabel (X) dan Motivasi Berprestasi Mahasiswa sebagai variabel (Y)
pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri. Desain penelitian tentang pengaruh kedua
variabel tersebut dapat dilukiskan sebagai berikut :
X
Y
Dimana :
X
= Kompetensi Kepribadian Dosen
Y
=Motivasi berprestasi Mahasiswa
Dari desain penelitian seperti yang terdapat di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa kompetensi kepribadian sangat berpengaruh terhadap motivasi berprestasi,
hasil tentang penelitian
ini sudah pernah dilakukan oleh saudara/i kita yang
menyatakan keberpengaruhannya, diantaranya:
1. Tovan mahasiswa STAIN dengan judul “Pengaruh Kompetensi Kepribadian
Guru Terhadap Motivasi Belajar Siswa di SMK Satria Kendari” menyimpulkan
bahwa dari hasil perhitungn statistiknya ditemukan persamaan linearnya adalah:
Y' = 2,0927 + 0, 935 X dan besarnya pengaruh kompetensi guru PAI terhadap
motivasi belajar siswa atau disebut koefisien korelasi adalah 0,70 denngan
38
interpretasi termasuk kategori kuat. Dan signifikasi atau keberartian koefisien
korelasi ditemukan t hitung > tabel maka Ho ditolak dan H1 diterima, jadi
korelasi yang terjadi mempunyai arti. Maka, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa
terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dengan tingkat hubungan yang kuat
antara kompetansi kepribadian guru PAI tetrhadap motivasi belajar siswa di
SMK Satria Kendari.
2. Sunarti mahasiswi STAIN dengan judul “Pengaruh Kompetensi Kepribadian
Guru Terhadap Motivasi Belajar Siswa di Madrasah Ibtidaiyah Swasta ArRahman Sindangkasih Kecamatan Ranomeeto Kabupaten Konawe Selatan”
dalam skripsinya mengatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan
signifiakn antara Kompetensi Kepribadian Guru terhadap Motivasi Belajar Siswa
di MIS ar-Rahman Sindangkasih Kecamatan Ranomeeto Kabupaten Konawe
Selatan. Hal ini dilihat dari hasil pengujian hipotesis yang diperoleh data bahwa t
hitung = 9,89 lebih besar dari t tabel = 2,045. Sedangkan besarnya kontribusi
Kompetensi Kepribadian Guru terhadap Motivasi Belajar Siswa diperoleh dari
hasil uji koefisien determinasi adalah sebesar 76% dan siswanya dipengaruhi
faktor lain.
3. Lylian mahasiswi STAN dengan judul ”Pengaruh Kompetensi Kepribadian Guru
terhadap Motivasi Belajar Siswa di SMP 1 Rumbia Kecamatan Rumbia
Kabupaten Bombana”. Berdasarkan hasil penelitiannnya di peroleh r hitung
dengan memperoleh α = 1% dan n = 36 maka dapat diperoleh nilai r tabel =
0,424. Dengan demikian r hitung < r tabel. 0,4 < 0,424 dengan demikian untuk
menguji signifikan koefisien korelasi t hitung dimana dk = n-2 = 36-2 = 34
sehingga diperoleh nilai sebesar 0,06 dengan demikian r tabel 0,4 ≥ t hitung 0,06
39
dari keterangan tersebut dapat disimpulakan bahwa ditolak H0 dan H1 diterima
yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara Kepribadiana Guru
terhadap Motivasi Belajar Siswa. Selanjutnya analisis korelasi determinasi
ditemukan 𝑟 2 =0,42 =0,16. Hal ini menentukan bahwa varian yang terjadi pada
variabel Motivasi Belajar Siswa 16% dapat ditentukan oleh varian yang terjadi
pada variabel pengaruh kepribadian sehingga dapat disimpulkan pengaruh
kompetensi kepribadian guru terhadap motivasi belajar siswa =16% dan 84
ditentukan oleh faktor lain.
Download