http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=203:kognitif&catid=42:widyaiswara&Itemid=203 APLIKASI TEORI KOGNITIF DAN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN IPA SD Muh.Abduh Makka Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan A. Pendahuluan Berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Sekolah Dasar (SD), telah dilakukan pemerintah dengan tujuan untuk menyiapkan masa depan sumberdaya manusia yanp berkualitas. Guru sebagai ujung tombak dalam rangka peningkatan mutu pendidikan perlu menyesuaikan diri seiring dengan tuntutan masyarakat dan paradigma pendidikan masa kini. Sebagai praktisi di kelas. guru sangat dituntut untuk menjalankan perannya antara lain sebagai motivator, edukator, fasilitator, dan administrator. Implementasi proses pembelajaran di kelas perlu diterapkan model pembelajaran yang membuat siswa aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan dapat tercapai. Meskipun demikian, hingga saat ini pemberdayaan penalaran siswa dalam pembclajaran IPA masih rendah (Corebima. 1999:18). Kenyataan yang ditemukan dalam pelaksanaan proses pembelajaran IPA maupun evaluasinya selama ini terbukti bahwa aspek penalaran tidak pcrnah dikelola secara langsung, terencana atau terprogram. Hal ini berdampak pada lambannya perkembangan intelektual siswa, artinya siswa tidak mampu berfikir kritis, bahkan malas untuk berfikir. Akhirnya keadaan seperti ini dapat berpenganuh buruk terhadap hasil dan dampak belajar siswa. Hasil penelitian Corebima, (2000) terbukti bahwa penalaran siswa SLTP terhadap mata pelajaran biologi dapat berkembang melalui pertanyaan yang bersifat pemahaman, aplikasi, dan sintesis senada dengan penelitian tersebut, Pudyarjo dalam Wasih, (1998: 27) menyatakan. bahwa proses pembelajaran IPA di SD yang dipraktikkan selama ini tidak mampu mengembangkan dan membentuk kemandirian. siswa. Proses pembelajaran mengarah kepada sikap yang pasif, membuat siswa kurang percaya diri dan tidak dilatih berfikir kritis guna mengembangkan penalarannya. Indikator lain juga menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam memahamim konsep IPA, antara lain nampak dalam kegiatan proses belajar mengajar dimana siswa kurang perhatian dan rasa ingin tabu terhadap materi yang dipelajari (Rahayu, 1999:79). Hal ini tercermin dari kenyataan bahwa selama dalam proses pembelajaran. hampir tidak ada pertanyaan dari siswa. Segala sesuatu yang disampaikan seolah-olah sudah merupakan fakta final, dan tidak ada yang perlu dikembangkan. Selain itu, jika guru melontarkan pertanyaan kcpada siswa pada saat proses pcmbelajaran di kelas 1 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=203:kognitif&catid=42:widyaiswara&Itemid=203 sedang berlangsung, jawaban yang diberikan siswa seringkali tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh guru. Pembelajaran 1PA dengan model pembelajaran Konstruktivisme merupakan salah satu alternatif model pembelajarn yang mernberi kesempatan kepada siswa untuk mempereloh pengalaman belajar secara langsung. B. Teori-teori Belajar Kognitif 1. Teori Belajar Piaget Piaget merupakan salah satu pioner konstruktivis, ia berpendapat bahwa anak membangun sendiri pengetahuannya dari pengalamannya sendiri dengan lingkungan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada beberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator dan buku sebagai informasi. Piaget menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan yaitu: 1) memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada hasil tersebut. Pengalaman-pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap pendekatan yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud., 2) mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pengajaran pengetahuan jadi (ready made knowledge) anak didorong menentukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungan, 3) memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena itu guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu –individu ke dalam bentuk kelompokkelompok kecil siswa dari pada aktivitas dalam bentuk klasikal, 4) mengutamakan peran siswauntuk saling berinteraksi. Menurut Piaget, pertukaran gagasan –gagasan tidak dapat 2 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=203:kognitif&catid=42:widyaiswara&Itemid=203 dihindari untuk perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarakan secara langsung, perkembangannya dapat di simulasi. 2. Teori Belajar Vygotsky Tokoh konstruktivis lain adalah Vigotsky. Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakekatnya pembelajaran sosiokultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara “internal” dan “eksternal” dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori Vygotsky, fungsi kognitif berasal dari interaksi sosial masing-masing individu dalam konsep budaya. Vigotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas – tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu berada dalam “zone of proximal development” mereka. Zone of proximal development adalah jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah secara sendiri dan tingkat kemampuan perkembangan potensial yang ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu. Teori Vygotsky yang lain adalah “scaffolding”. Scaffolding adalah memberikan kepada seseorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberinya kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri. Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori pembelajaran yaitu 1) menghendaki setting kelas kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan saling memunculkan strategi - strategi pemecahan masalah yang efektif dalam masing-masing zone of proximal development mereka; 2) Pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan scaffolding. Jadi teori belajar Vigotsky adalah salah satu teori belajar social sehingga sangat sesuai dengan model pembelajaran kooperatif terjadi interaksi sosial 3 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=203:kognitif&catid=42:widyaiswara&Itemid=203 yaitu interaksi antara siswa dengan siswa antara siswa dengan guru dalam usaha mengemukan konsep – konsep pemecahan masalah. C. Model Pembelajaran Konstruktivisme 1. Proses Pembelajaran Berdasarkan Pandangan Konstruktivisme Pandangan konstruktivisme mengenai pengetahuan dan bagaimana kita menjadi tahu mengenai apa yang kita ketahui, berakar pada teori genetik Piaget. Piaget mengemukakan bahwa ”setiap organisasi menyusun pengetahuan dengan jalan menciptakan struktur dengan mental (struktur kognisi) dan menerapkannya dalam pengalaman”. Piaget mendeduksi mengenai struktur mental tersebut berdasarkan studinya terhadap siswa. Berdasarkan studi itu diketahui adanya suatu proses dalam diri organisme atau individu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya dan mentransformasikannya ke dalam pikirannya dengan bantuan struktur mental (skemata) siswa yang telah ada di dalam pikirannya untuk menjadi tahu tentang pengetahuan baru tersebut(Suparmo, 1997 : 12). Dahar. R.W. (1990) menyatakan bahwa perkembangan intelektual anak didasarkan pada dua fungsi, yaitu fungsi organisasi dan adaptasi. Fungsi Organisasi memberikan kemampuan kepada siswa untuk mensistimatiskan atau mengorganisasikan proses-proses psikologis menjadi sistim-sistim yang teratur dan berhubungan. Sedangkan adaptasi dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Dalam proses asimilasi seseorang menggunakan struktur mental yang sudah ada untuk merespons terhadap informasi dari lingkungan. Sedangkan dalam proses akomadasi seseorang memerlukan proses modifikasi dan struktur yang ada untuk tujuan yang sama. Adaptasi merupakan keseimbangan antara asimilasi dan akomadasi. Perkembangan kognitif bukan merupakan akomodasi dari bagian informasi yang terpisah, namun lebih merupakan pengkonstruksian oleh siswa untuk memahami lingkungan mereka. Guru sebaiknya menyediakan diri sebagai model dalam cara menyelesaikan masalah bersama siswa. Guru hadir sebagai nara sumber dan bukan menjadi penguasa yang memaksakan jawaban benar, biarkan siswa bebas membangun pemahaman mereka sendiri. Guru mengamati pembelajar selama beraktifitas dan mendengarkan secara seksama atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari siswa. Menurut pandangan konstruktivisme proses belajar didasarkan pada suatu anggapan 4 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=203:kognitif&catid=42:widyaiswara&Itemid=203 bahwa pembelajar membangun atau mengkonstruksi sendiri pengalaman/pengetahuan dan memperoleh banyak pengetahuan di luar sekolah (Dahar. R.W ; 1990: 160). Esensi dari teori Konstruktivis adalah ide-ide atau gagasan harus siswa sendiri yang diamati, ditemukan sendiri oleh siswa dan ditransformasikan serta diinterpretasikan sendiri suatu informasi kompleks jika mereka diharuskan menjadikan informasi itu sebagai miliknya. Konstruktivisme adalah suatu pendapat yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses pembelajar secara aktif membangun sistem arti dan pemahaman terhadap realita melalui pengamatan dan interaksi mereka. Menurut pandangan konstruktivisme pembelajar secara aktif membangun pengetahuan secara terus menerus mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru. Dengan perkataan lain konstruktivisme adalah teori perkembangan kognitif yang menekankan kepada pembelajar dalam membangun tentang pemahaman mereka menganai realita. Dahar. R.W (1990) menyatakan bahwa implikasi pandangan konstruktivisme dalam pembelajaran yaitu pertama, dalam mengajar guru harus memperhatikan pengetahuan awal siswa yang dibawah dari luar sekolah. Kedua, mengajar bukan berati meneruskan gagasan/ide guru kepada siswa, melainkan merupakan suatu proses untuk mengubah gagasan/ide siswa yang sudah dimilikinya yang mungkin salah. Ausebel (1990 : 6) menyatakan bahwa jika pengajaran tidak mengindahkan gagasan / ide yang dibawa siswa maka akan membuat miskonsepsi-miskonsepsi anak semakin kompleks dan stabil. Tasker (Wayan Sadi'a, 1992 : 30) mengemukakan pandangan konstruktivisme dengan beberapa penekanan, Pertama, konstruktivisme menekankan peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua, pentingnya membuat kaitan (sibernitik) antara ide-ide oleh pembelajar dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga, konstruktivisme mengaitkan antara gagasan oleh pembelajar dengan informasi baru di kelas. Driver & Bell (1997) mengemukakan beberapa prinsip dasar dari pembelajaran berdasarkan pendangan konstruktivisme. Pertama, hasil belajar sangat bergantung pada lingkungan belajar dan pengetahuan yang sudah ada dimiliki oleh pembelajar. Kedua, belajar merupakan pembentukan makna (meaning) dengan cara membangun atau mengkonstruksi hubungan antara pengetahuan yang telah dimiliki oleh pembelajar dan pengetahuan yang sedang dipelajari. Ketiga, proses ini berlangsung secara terus-menerus dan aktif. Keempat, belajar juga menyangkut kesedian pembelajar untuk menerima pengetahuan yang sedang 5 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=203:kognitif&catid=42:widyaiswara&Itemid=203 dipelajari, sehingga pembelajar bertanggung jawab tentang belajarnya, dan Kelima, pengalaman belajar dan kemampuan berbahasa berpengaruh pada pola "meaning" yang dikonstruksi. Menurut pandangan/perspektif konstruktivisme, bahwa pengetahuan berasal dari aktivitas pembelajar yang ditampilkan pada objek-objek. Misalnya, jika seseorang memikirkan sebuah rumah, maka dalam pemikirannya dibangunlah tentang konsep rumah. Penganut konstrutivisme percaya bahwa pengetahuan bukanlah tidak terwujud, tetapi berhubungan erat dengan tindakan dan pengalaman kita. Bahwa pengetahuan itu selalu bersifat konstektual dan tidak pernah terpisahkan dari subjek yang memiliki pengetahuan yang bersangkutan. Berdasarkan prinsip dasar konstruktivis terlihat bahwa pembelajar (leaner) adalah seseorang yang melakukan proses aktif untuk membentuk pengetahuannya. Dengan demikian guru hendaknya berperan untuk menyediakan suatu kondisi atau suasana belajar yang dapat membantu berlangsungnya proses aktif yang mengkonstruksi pengetahuan pada diri siswa. Pendapat von Glaserfeld 1997, bahwa jika guru bermaksud untuk mentransper pengetahuan, konsep, ide-ide dan pengertiannya kepada siswa, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan dikonstruksi oleh pembelajar dengan pengalaman mereka yang sudah dimilikinya. Dari uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran menurut pandangan konstruktivisme, Guru perlu mengidentifikasi secara dini pengetahuan awal siswa. Hal ini bertujuan agar bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan oleh guru dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa. Karena secara umum, siswa mempunyai rasa ingin tahu yang berlebih bila memiliki hal-hal yang bersifat baru dan menantang untuk dicoba. Guru tidak perlu berintervensi terlampau mendalam pada topik pembelajaran yang sedang dibahas, akan tetapi hanya sebatas sebagai fasilitator dan mediator yang dapat membuat siswa agar lebih aktif untuk menggali, mencari pengalaman dan pengetahuan baru tersebut. Adapun selanjutnya bagaimana proses assimilasi dan akomodasi pengetahuan itu terjadi menurut pandangan konstruktivisme dalam pembelajaran dapat dijelaskan dengan model interaksi Piaget. Alur proses memperoleh pengalaman/pengatahuan dalam mengadaptasi lingkungan, seseorang (pembelajar) berusaha untuk mencapai struktur kognitif atau skemata yang stabil. Stabil dalam arti terjadi kesetimbangan antara assimilasi dan akomodasi yang oleh Piaget dinamakan ekuilibrasi. Secara garis besar proses ekuilibrasi dapat dijelaskan melalui. 6 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=203:kognitif&catid=42:widyaiswara&Itemid=203 langkah-langkah proses terjadinya perolehan pengetahuan dalam struktur kognisi siswa menurut pandangan konstruktivisme ini dapat ditunjukkan dengan bagan skema 11.1 di bawah ini: PEMGALAMAN BARU STRUKTUR KOGNITIF KONSEP AWAL COCOK TIDAK COCOK TIDAK SEIMBANG (DISEKUILEBRASI) AKOMODASI ADAFTASI ASIMILASI COCOK JALAN BUNTU (TAK MENGERTI) KESEIMBANGAN ALTERNATIF STRATEGI LAIN PENGUATAN MENGERTI Bagan I. Skema Proses Konstrusi Pengetahuan Berdasarkan bagan skema di atas dapat dijelaskan bahwa proses belajar menurut pandangan konstruktivisme dimulai dari hal baru (pengalaman baru), kemudian berdasarkan dari pengalaman baru itu anak mengingat pengetahuan awal yang 7 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=203:kognitif&catid=42:widyaiswara&Itemid=203 ada di dalam memori (otaknya). Bila pengalaman baru itu cocok menurut struktur kognisinya yang dimilikinya maka terjadi asimilasi konsep sehingga pada akhirnya terjadi penguatan konsep pada diri anak tersebut. Namun apabila pengalaman baru tersebut tidak cocok menurut struktur kognisisnya maka akan terjadi ketidak seimbangan (disekuilibrasi). Selanjutnya akan terjadi dua kemungkinan : Pertama, menemui jalan buntu sehingga anak menjadi tidak mengerti, maka dalam proses pembelajaran dicari alternatif strategi lain. Kedua, terjadi adaptasi dan modifikasi pengalaman yang telah dimilikimya, melalui akomodasi sehingga terjadi kecocokan, lebih lanjut akan terjadi keseimbangan (ekuilibrasi) dan pada akhirnya pembelajar menjadi mengerti mengenai suatu konsep yang sedang dipelajari. Dari uraian di atas, maka dalam pembelajaran yang mengacu pada pandangan konstruktivisme hendaknya menekankan pada langkah-langkah berikut. Pertama guru sebaiknya memilih pengalaman belajar yang mendukung konsep yang akan dipelajari siswa. Kedua, siswa menyusun pengertian pribadinya terhadap pengalaman belajar tersebut, sehingga pengetahuan yang disusun itu harus bermakna bagi siswa itu sendiri. Ketiga, pengetahuan yang telah dikonstruksi oleh siswa itu sendiri itu dievaluasi melalui diskusi, masing-masing siswa mengemukakan pendapatnya dan guru berperan sebagai fasilitator dan mediator yang kreatif. Keempat, masing-masing siswa mengkonstruksi kembali tentang pengertiannya dengan dikaitkan pengalaman aslinya. Konstruksi pengetahuan yang sesuai dengan kriteria, akan diterima secara ilmiah, sedangkan yang tidak sesuai (cocok) akan dimodifikasi, adaptasi melalui akomodasi sampai diterima secara ilmiah. 2. Model Pembelajaran Generatif (Konstruktivisme) (Aliran Osborn R & Wittrock 1989 : 14) Teori belajar generatif merupakan suatu penjelasan mengenai gambaran seseorang siswa membangun pengetahuan/pengalaman baru dalam pikirannya, seperti membangun ide mengenai suatu fenomena alam atau membangun arti untuk suatu istilah. Dalam membangun strategi untuk sampai pada suatu penjelasan tentang pertanyaan bagaimana dan mengapa Intisari dari belajar generatif adalah bahwa otak tidak menerima informasi dengan pasif, melainkan justru dengan aktif. Mengkonstruk suatu interpretasi dan informasi itu untuk selanjutnya dapat membuat kesimpulan. Jadi, otak bukanlah sesuatu yang "blank state" yang 8 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=203:kognitif&catid=42:widyaiswara&Itemid=203 dengan pasif belajar dan mencatat nformasi yang datang (Wittrock, 1980 dalam Osborn R & Wittrock, 1989). "Osbor R & Wittrock" menjelaskan bagaimana pengolahan input indera dalam otak dengan proses berikut ini. a. Ide yang ada di pikiran siswa mempengaruhi dalam pengarahan indera b. Ide yang ada dalam pikiran siswa menentukan pemasukan indera mana yang akan diperhatikan dan mana yang tidak c. Pemasukan indera yang diperhatikan siswa belum mempunyai arti d. Siswa membangun hubungan-hubungan antara pemasukan indera yang diperhatikannya dengan ingatan yang ada di pikirannya itu. e. Siswa menggunakan hubungan tersebut dan pemasukan indera untuk membangun arti pada pemasukan itu. f. Kadang-kadang siswa menguji arti yang dibangun dengan keterangan lain yang disimpan dalam otak (memory) g. Mungkin siswa menyimpan arti yang dibangun di dalam ingatan h. Karena otak (memory) siswa begitu berperan dalam menyerap dan mengartikan informasi, maka siswa sendiri adalah penanggung jawab utama dalam belajar.Proses pembentukan pengetahuan atau pengalaman baru menurut model belajaran Generatif (Konstruktivisme)ersebut di atas, disajikan dalam gambar seperti berikut ini : 9 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=203:kognitif&catid=42:widyaiswara&Itemid=203 1. otak mengatur dan mengarahkan indra atau sensoris 3. masukkan sensori belum mempunyai arti atau makna 2. otak menentukan data sensoris mana yang diperhatikan dan dipilih 4. pembelajar membangun hubungan antar data sensori baru dan isi otak (memory) 5. hubungan yang digunakan untuk memberi makna terhadap data sensori baru 6. pengujian makna yang dibangun terhadap isi otak (memory) 7. makna yang dibangun oleh pembelajar disimpan diotak melalui proses asimilasi akomodasi Bagan II. Proses pembentukan pengetahuan menurut model belajar Generatif (Konstruktivisme) Aliran Osborn R & Wittrock, 1989 : 14 Ada beberapa hal yang mendapat perhatian khusus dalam model pembelajaran Generatif (Konstruktivisme), yaitu motivasi, perhatian, konsepsi awal dan pengalaman belajar. Menurut Osborn R & Wittrock, 1989. Motivasi, serta peratian siswa merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajarnya. Perhatian sebelumnya oleh Tasker (1982, dalam Osborn R & Wittrock, 1984) menemukan beberapa hal yang menyebabkan hasil belajar IPA masih belum apa yang diharapkan. Diantaranya karena siswa sering menunjukkan minat dan perhatian yang rendah dalam pembelajaran IPA serta menganggap pelajarannya sebagai sesuatu kejadian yang terisolir dari pengalaman hidupnya. Kemudian Symington 1985, juga mengemukakan bahwa setelah pembelajaran ternyata guru sering mengalami kesulitan mengubah konsepsi awal siswa sebab siswa tidak termotivasi untuk mengubah konsepsinya. Hal itu dikarenakan siswa 10 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=203:kognitif&catid=42:widyaiswara&Itemid=203 yang dapat memberikan penjelasan terhadap sesuatu fenomena sehari-hari akan cenderung tidak tertarik pada penjelasan lain. Adapun langkah-langkah dalam model pembelajaran Generatif yang diusulkan oleh Osborn R & Wittrock (1989), terdiri dari lima tahapan atau lima langkah yang akan dijelaskan pada penerapan (implementasi) model pembelajaran konstruktivisme dalam topik tumbuhan hijau melalui kegiatan praktikum cara tumbuhan hijau membat makanan dengan kegiatan di laboratorium atau kegiatan di kelas. D. Implementasi Model Pembelajarn Konstruktivisme dalam Mata Pelajaran IPA SD 1. Pengertian Model pembelajaran Siswa pada umumnya sulit memikirkan sesuatu dengan merenung sesuatu hal dalam pikirannya. Oleh karenanya, agar siswa dapat memikirkan sesuatu dengan benar dan lancar diperlukan alat bantu untuk memikirkan atau merenung sesuatu itu. Salah satu alat bantu itu adalah model. Menurut pendapat Hesse (1961), suatu model merupakan suatu hukum faktual, jika model itu menampilkan suatu analogi positif, bukan analogi yang negatif, dalam seluruh hal dari hal model itu yang dapat diuji, dan jika model itu memiliki materi yang berlebihan, pada dasarnya materi itu dapat diuji atau dapat diukur kebenarannya.Suatu model dapat menggambarkan suatu gambaran tertentu dari bendabenda yang dipermasalahkan atau dipersoalkan dan digunakan untuk memprediksi sesuatu yang sesuai dengan model itu. Contohnya tumbuhan berhijau daun dapat menghasilkan zat teung atau fungsi pembuluh kayu pada tumbuhan hijau atau tumbuhan hijau menghasilkan oksigen pada saat fotosintesis. Dalam model pembelajaran ini digunakan langkah-langkah prosedural dalam mengerjakan suatu kegiatan eksperimen di laboratorium yang cocok atau sesuai dengan model yang akan dipergunakan. Misalnya model Konstruktivisme. Pada lembar kegiatan ini, penulis akan mencoba menguraikan model pembelajaran dengan beberapa kegiatan yang berlangsung di laboratorium atau baik itu secara berdemonstrasi atau dengan melakukan kegiatan bereksperimen. E. Kesimpulan 11 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=203:kognitif&catid=42:widyaiswara&Itemid=203 Model Pembelajaran Konstruktivisme merupakan model pembelajaran yang berangkat dari pengetahuan awal siswa-siswi yang ada di dalam memorinya, yang diperoleh dari pengalam dalam kehidupan sehari-hari di lingkungannya. Pengetahuan atau pengalaman baru tidak bisa ditransper atau dicopy dari seorang guru kepada siswa secara utuh, melainkan siswa itu sendiri yang harus aktif membangun pengetahuannya. Model Pembelajaran Konstruktivisme menekankan pada aktifitas dan kreatifitas siswa untuk membangun atau menyusun pengetahuan atau pengalaman yang baru, dengan merujuk kepada pengetahuan awal siswa yang sudah dimilikinya. Kemudian siswa di dalam memorinya menghubung-hubungkan antara pengetahuan atau pengalaman baru apakah cocok atau tidak, jika cocokakan terjadi penguatan di dalam memori/pikiran siswa tersebut. Dan bila terjadi ketidak cocokan antara pengetahuan atau pengalaman baru dengan apa yang ada di dalam pikiranya mengalami akomodasi, adaptasi, cocok, keseimbangan/ekuilibrasi, dan akhirnya mengerti. Model Pembelajaran Konstruktivisme menekankan gagasan-gagasan berasal dari siswa itu sendiri dalam setiap topik/pokok bahasan, sedangkan guru dituntut harus mempersiapkan dan mengembangkan pengetahuan yang berhubungan dengan pokok bahasan yang akan disampaikan kepada siswa dengan cara memberikan atau mengajukan pertanyaan-ertanyaan yang berhubungan dengan bahan yang disajiakan sehingga peranan guru di dalam penerapan model pembelajaran konstruktivisme ini adalah sebagai fasilitator dan mediator. Menurut pandangan /perspektif konstruktivisme, bahwa pengetahuan berasal dari aktivitas pembelajar yang ditampilkan pada obyek-obyek. Berdasarkan prinsip dasar konstruktivisme terlihat bahwa pembelajar (lianer) adalah suatu proses aktif yang dilakukan untuk induksi yang sedang belajar untuk membentuk pengetahuan sendiri, sehingga guru berperan untuk menyediakan suatu kondisi atau suasana belajar yang dapat membantu berlangsungnya proses konstruksi pengetahuan pada diri siswa. Secara umum siswa mempunyai rasa ingin tahu yang berlebih bilamemiliki hal-hal yag bersifat baru dan menantang untuk dicoba atau mecoba-coba dengan kelompoknya. Guru tidak perlu berintervensi terlampau mendalam pada topic pembelajaran yang sedang dipelajari atau dibahas. DAFTAR PUSTAKA 12 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=203:kognitif&catid=42:widyaiswara&Itemid=203 Corebima, A.D. 1999. Proses dan Hasil Pembelajaran MIPA di SD,SLTP, dan SMU: Perkembangan Penalaran Siswa Tidak Dikelola Secara Terencana . Proceding Seminar in Quality Improvement or Mathematics and Science Education in Indonesia (JICA) Bandung. Corebima, A.D.2000. Pemberdayaan Penalaran pada PBM Biologi SMP untuk Menunjang Perkembangan Penalaran Formal Mahasiswa di jenjang Perguruan Tinggi. Malang: Lembaga Penelitian UM. Dahar.R.W.(1990). Teori-teori Belajar. Jakarta, Erlangga. Lunden M & Wittrock MC, 1981. The Teacheng ol reading Comprehanstion According to the model ol generative learning, Reading Research. Osborne R I, & Wittrock. MC, 1993. Learning in Science a generative process, Science Education 67. (4) 489-508 ---------. 1986. The Generative Learning Model and its Implication for Science Education. Student in ShienceEducation. 12, 59-89. Piaget, J. (2000).”Commentary on Vygotsky”. New Ideas in Psikologi, 18. 241-259 Rahayu, SI. 1999. Peningkatan Mutu Pendidikan Sains. JMS. 4 (1): 25-30 Suparmo. P, 1996. Konstruktivisme dan dampaknya terhadap Pendidikan. Artikel pada harian Kompas Edisi Selasa 19 Nopember 1997. ---------. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan Jakarta, Erlangga 13