8 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Serviks 2.1.1 Definisi

advertisement
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kanker Serviks
2.1.1 Definisi Kanker Serviks
Kanker adalah istilah yang digunakan untuk pertumbuhan sel dan jaringan
ganas, otonom dan tidak terkontrol. Pertumbuhan tersebut membentuk tumor,
yang dapat menginvasi jaringan di sekitar kanker dan menyebabkan pertumbuhan
baru yang mirip dengan kanker pada umumnya dibagian yang jauh dari tubuh,
yang disebut metastasis. Kanker tumbuh kemudian menghancurkan jaringan
normal dan bersaing untuk memperoleh nutrisi dan oksigen. Sedangkan kanker
serviks merupakan kanker yang terjadi pada bagian leher rahim. Infeksi persisten
dengan tipe HPV merupakan penyebab kanker serviks paling banyak (WHO,
2014).
Kanker serviks menduduki urutan tertinggi di negara berkembang dan urutan
ke 10 di negara maju atau urutan ke 5 secara global. Di Indonesia, kanker serviks
menduduki urutan pertama dari 10 kanker terbanyak ditemukan di 13
Laboratorium Patologi di Indonesia (Kemenkes RIb, 2015). Tujuh dari 10 (70%)
dari semua kasus kanker serviks dilaporkan di seluruh dunia disebabkan oleh dua
jenis HPV: 16 dan 18. Sebanyak 90% dari kanker serviks adalah kanker sel
skuamosa
pada
zona
transformasi
ectocervix
dan
10%
merupakan
adenokarsinoma yang timbul dalam lapisan kolumnar kelenjar endocervix (WHO,
2014).
8
9
Serviks adalah organ dibawah rahim, dimana pada wanita yang tidak hamil
usia subur, berukuran sekitar 2,5 cm-3 cm. Bagian bawah dari serviks (ectocervix)
terletak di dalam vagina dan terlihat dengan spekulum; dua pertiga dari leher
rahim (endocervix) terletak di atas vagina dan tidak terlihat. Serviks terdiri dari
jaringan fibrosa padat-otot. Kebanyakan kanker serviks berasal dari daerah
dimana endoserviks dan ektoserviks bergabung. (WHO, 2014).
Gambar 2.1 Rahim dan leher rahim wanita usia reproduktif (WHO, 2014)
2.1.2 Gejala dan Faktor Risiko Kanker Serviks
Perjalanan kanker dimulai dengan lesi prakanker dan setelah bertahun-tahun
baru menjadi invasif. Pada lesi prakanker, 92% tidak mempunyai gejala dan jika
ada hanya berupa rasa kering di vagina (Kemenkes RIb, 2015). Gejala awal kanker
serviks invasif yaitu keputihan, kadang-kadang berbau busuk; pendarahan tidak
teratur pada wanita usia reproduktif; bercak pasca menopause atau perdarahan
abnormal. Pada tahap lanjut, gejalanya berupa frekuensi kencing meningkat; sakit
punggung; nyeri perut bagian bawah; sakit punggung yang parah; penurunan berat
9
10
badan; penurunan pengeluaran urin (dari obstruksi ureter, dan gagal ginjal);
kebocoran urin atau feses melalui vagina; pembengkakan pada tungkai bawah.
Jika telah bermetastasis maka akan timbul gejala sesuai dengan organ yang
terkena (WHO, 2014; Kemenkes RIb, 2015).
Faktor risiko dari kanker serviks umumnya terkait dengan aktivitas seksual.
Faktor risiko terutama adalah hubungan seksual sejak dini, berganti-ganti
pasangan seksual, sosial ekonomi rendah, merokok, pemakaian pil KB, penyakit
ditularkan secara seksual, dan gangguan imunitas (Kemenkes RIb, 2015).
Sedangkan menurut WHO (2014), faktor-faktor risiko penyakit kanker serviks
yaitu :
a. Jenis HPV - onkogenisitas atau penyebab kanker;
b. Sistem kekebalan, seperti individu yang terjangkit HIV lebih cenderung
memiliki infeksi HPV persisten dan perkembangan yang lebih cepat untuk
pra-kanker dan kanker;
c. Ko-infeksi dengan agen menular seksual lainnya, seperti herpes simpleks,
Clamidia dan Gonorhoe;
d. Paritas (jumlah kelahiran banyak) dan usia muda pada saat pertama
melahirkan;
e. Merokok (tembakau);
f. Penggunaan kontrasepsi oral selama lebih dari lima tahun.
(WHO, 2014)
10
11
2.1.3 Stadium Kanker Serviks
Stadium klinik adalah stadium yang ditetapkan berdasarkan pemeriksaan
klinik pada tumor primer sebelum pengobatan (HOGI, 2011). Dalam
memperkirakan penyebaran penyakit, penentuan stadium klinis sangat penting
karena merupakan dasar dalam penentuan terapi yang tepat. Menurut Figo
Committee On Gynecologic Oncology (2009), membagi penentuan stadium klinis
berdasarkan pemeriksaan klinik.
Tabel 2.1 Klasifikasi Stadium Klinis Kanker Serviks Menurut Figo Committee On
Gynecologic Oncology (International Federation of Gynecology and Obstetric)
tahun 2009
Stadium
Kriteria
0
Karsinoma in-situ [dihapuskan]
I
Karsinoma masih terbatas di serviks
IA
Invasi hanya dapat dikenali secara makroskopis
Kedalaman invasi ke stroma tidak lebih dari 5 mm dan lebar lesi tidak lebih 7 mm.
IA1
Invasi stroma dengan kedalaman ≥ 3 mm dan lebar ≤ 7 mm
IA2
Invasi stroma dengan kedalaman > 3 mm dan < 5 mm, lebar > 7 mm
IB
Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis lebih dari stadium IA
IB1
Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cm
IB2
Besar lesi secara klinis lebih besar dari 4 cm
II
Telah melibatkan vagina, tetapi belum sampai 1/3 bawah atau infiltrasi ke
parametrium belum mencapai dinding panggul
IIA1
Lesi ≤ 4 cm dari diameter terbesar
IIA2
Lesi > 4 cm dari diameter terbesar
IIB
Infiltrasi ke parametrium tetapi belum mencapai panggul.
III
Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya perluasan ke panggul.
Hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal termasuk dalam stadium ini, kecuali
11
12
kelainan ginjal dapat dibuktikan oleh sebab lain.
IIIA
Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum mencapai panggul.
IIIB
Perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidronefrosis atau gangguan fungsi
ginjal
IV
Perluasan ke luar organ reproduktif
IVA
Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rectum
IVB
Metastasis jauh atau telah keluar dari rongga panggul
2.1.4 Penatalaksanaan Kanker Serviks
Penatalalaksanaan terapi pada pasien kanker tergantung pada stadium klinis,
tingkat penyebaran tumor, gambaran histologis, faktor risiko dari pembedahan
atau terapi radiasi, umur, serta kondisi kesehatan pasien (NCI, 2008; Williams and
Wilkins, 2001). Menurut WHO (2014), secara umum pilihan terapi pada kanker
serviks dibagi 3 yaitu, operasi, radioterapi dan kemoterapi.
Kemoterapi adalah penggunaan obat–obat sitotoksik untuk membunuh sel
kanker yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anti-kanker ke dalam
pembuluh darah atau mengonsumsi obat anti-kanker. Melalui pembuluh darah,
obat akan disebarkan ke seluruh tubuh sehingga dapat membunuh sel kanker yang
telah menyebar ke organ jauh lainnya (Handayani dkk, 2012). Kemoterapi
dilakukan bersiklus yang diselingi dengan waktu istirahat untuk membatasi
kerusakan sel-sel sehat (GCF, 2005).
12
13
Terdapat beberapa jenis penggunaan kemoterapi yaitu :
a. Kemoterapi sebagai terapi utama.
Kemoterapi jarang digunakan sebagai pengobatan tunggal untuk kanker
serviks, melainkan dikombinasikan dengan radioterapi dan dengan operasi.
b. Kemoterapi sebagai terapi primer dikombinasikan dengan radioterapi
Kemoterapi digunakan pertama pada wanita dengan tumor yang sangat
besar, untuk mengurangi ukuran kanker, dan kemudian diikuti oleh
radioterapi. Pengobatan dilakukan dalam urutan ini karena kanker
merespon lebih baik dengan radiasi ketika ukuran tumor kurang besar.
c. Kemoterapi sebagai perawatan paliatif
Kemoterapi paliatif kadang-kadang digunakan, dengan pertimbangan
manfaat yang diharapkan lebih besar dibandingkan efek samping yang
merugikan, untuk meringankan gejala dengan metastasis ke organ lain
seperti hati, paru-paru dan tulang.
(WHO, 2014)
Obat kemoterapi tidak hanya mempengaruhi sel-sel kanker tetapi juga sel
membelah dengan cepat pada sistem seluruh tubuh seperti sumsum tulang, sistem
pencernaan, sistem kandung kemih, kulit dan organ lainnya yang dilapisi oleh sel
epitel. Hal ini menyebabkan terdapat risiko anemia, jumlah sel darah putih rendah;
infeksi atau perdarahan; dan jumlah trombosit yang rendah. Kemoterapi juga
dapat menyebabkan mual dan diare serta reaksi alergi terhadap obat. Hal ini
biasanya terjadi sangat singkat dan tidak menggambarkan peningkatan risiko
(WHO, 2014).
13
14
Kombinasi obat kemoterapi didasari atas adanya heterogenitas sel tumor dan
perkembangan adanya resistensi obat. Pemilihan agen untuk regimen kombinasi
kemoterapi melibatkan pertimbangan faktor obat yang spesifik seperti mekanisme
kerja, aktivitas antitumor, dan profil toksisitas. Obat-obatan yang memiliki
mekanisme kerja berbeda dan toksisitas minimal digabungkan sehingga menjadi
pilihan utama. Agen yang dipilih masing-masing harus memiliki aktivitas yang
signifikan terhadap tumor sehingga pengobatan berjalan dengan optimal (Dipiro,
et al., 2005). Pedoman pemilihan terapi berdasarkan Standar Prosedur
Operasional (SPO) kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah,
Denpasar tertera pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Pemilihan Terapi Kanker Serviks Berdasarkan Stadium Penyakit
(Komite Medik, 2004).
Stadium
0
Tindakan Terapi yang Dianjurkan
a. Bila masih ingin memiliki anak dilakukan konisasi
b. Bila tidak ingin memiliki anak lagi dilakukan histerektomi sederhana
Radikal histerektomi
a. Jika terdapat sel ganas pada kelenjar limfe/vaskular, maka ditambahkan radiasi
I–IIA
eksternal 5.000–6.000 rad atau sitostatika
b. Jika tidak terdapat sel ganas pada kelenjar limfe/vaskular, maka dilakukan
pengawasan lebih lanjut
IIB
Neoadjuvan (Kemoterapi atau ditambah radiasi internal)
a. Jika operabel, maka diberikan radikal histerektomi, kemudian radiasi ekternal
4000–5000 rad
b. Jika non operabel, maka diberikan radiasi ekternal 4000–5000 rad
III
IV
a. Kemoterapi dan radiasi
b. Radiasi eksternal
Paliatif (radiasi/operasi/sitostatika paliatif dan simptomatis)
14
15
Catatan:
Jika pasien berisiko tinggi diperlukan adjuvan radioterapi atau kemoterapi.
Dikatakan risiko tinggi jika terdapat sel ganas, tepi tidak bebas tumor/radioterapi
kurang efektif, dan terdapat perdarahan ke uterus
Regimen kemoterapi yang biasa digunakan di RSUP Sanglah adalah
kombinasi paklitaksel cisplatin; kombinasi paklitaksel karboplatin; kombinasi
bleomisin, Oncovin®, mitomisin, dan cisplatin (BOMP); dan kombinasi bleomisin
Oncovin® , mitomisin, dan karboplatin (BOM-Karboplatin) (Komite Medik,
2004).
2.2
Paklitaksel dan Karboplatin
Paklitaksel karboplatin merupakan salah satu regimen yang digunakan
dalam prosedur kemoterapi untuk kanker serviks di Rumah sakit Umum Pusat
Sanglah Denpasar (Komite Medik, 2004). Paklitaksel karboplatin merupakan
kombinasi obat yang direkomendasikan dan sering digunakan pada terapi kanker
serviks, khususnya pada stadium lanjut (Hoskins et al., 2005; Markovic and
Markovic, 2008). Kombinasi obat ini menjadi pengobatan lini pertama untuk
pasien dengan kanker serviks yang tidak bisa menjalankan radioterapi ataupun
kemoradioterapi (Braybrooke, 2011).
2.2.1 Paklitaksel
Paklitasel merupakan anggota dari kelompok obat taxane yang diberikan
dengan infus intravena (UK Health, 2009). Cara kerja paklitaksel dengan
mengikat protein tubulin sehingga menyebabkan polimerisasi mikrotubulus dan
adanya penangkapan sel abnormal pada tahap metafase (Anderson et al., 2002).
15
16
Dosis dari paklitaksel adalah 135-175 mg/m2 setiap 2 sampai 3 minggu tergantung
kondisi dan respon individu. Paklitaksel dimetabolisme di hati dengan jalur
metabolisme utama dimediasi oleh sitokrom P450 isoform CYP2C8 dan
CYP3A4. Obat ini mengalami distribusi ekstravaskular yang luas sampai jaringan,
tetapi tidak melewati sawar darah otak. Ikatan proteinnya sebesar 88 sampai 98%
(Anderson et al., 2002; Moffat, et al., 2005). Efek samping dari paklitaksel yaitu
myelosupresi, neuropati perifer, dan konduksi jantung cacat dengan aritmia (yang
hampir selalu tanpa gejala). Obat ini juga menyebabkan alopecia dan rasa sakit
otot; mual dan muntah ringan sampai sedang (UK Health, 2009). Adanya reaksi
hipersensitivitas dengan ruam, dyspnea, hipotensi, nyeri dada, dan angioederma
dapat terjadi, dimana semua pasien harus diberikan premedikasi awal dengan
kortikosteroid, antihistamin, dan histamin H2-antagonis. Paklitaksel tidak
dianjurkan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat (Sweetman, 2009).
2.2.2 Karboplatin
Karboplatin merupakan analog struktural cisplatin dimana kelompok klorida
dari senyawa induk diganti oleh bagian karboksil siklobutan (Dipiro, et al., 2005).
Cara kerja karboplatin dengan mengikat DNA melalui intra strand antar cross
link (ikatan silang) lebih lama dibandingkan cisplatin. Sekitar 30% dari
karboplatin terikat protein plasma ireversibel. Waktu paruh dari karboplatin
sekitar 1,5 sampai 6 jam. Platinum dari karboplatin perlahan-lahan menjadi
protein terikat, dan kemudian diekskresikan selama 5 hari atau lebih (Sweetman,
2009). Lebih dari 65% obat ini dieliminasi di urin pada pasien dengan fungsi
ginjal normal. Efek samping karboplatin yaitu trombositopenia, anemia derajat
16
17
ringan, diare, sakit perut atau konstipasi serta nefrotoksisitas (Anderson et al.,
2002). Namun, karboplatin dapat ditoleransi lebih baik dibandingkan cisplatin
seperti mual dan muntah berkurang; nefrotoksisitas dan neurotoksisitas lebih
rendah dibandingkan dengan cisplatin (UK Health, 2009). Karboplatin tidak
menyebabkan kerusakan tubulus ginjal kumulatif. Obat ini menyebabkan
penurunan sementara 20-30% pada beberapa elektrolit, khususnya magnesium,
kalium, natrium, dan kalsium. Efek samping lain yaitu reaksi hipersensitivitas,
alopecia, dan berbagai gangguan kardiovaskular. Interaksi dengan obat lain
misalnya aminoglikosida dapat memperlambat eliminasi karboplatin dan
meningkatkan toksisitas (Anderson et al., 2002; UK Health, 2009). Dosis awal
400 mg/m2 untuk digunakan sebagai agen tunggal jika pasien dengan fungsi ginjal
normal, namun dosis dikurangi 20 sampai 25% (300-320 mg/m2) pada pasien
yang sebelumnya telah diobati dengan terapi imunosupresif atau yang memiliki
fungsi ginjal yang buruk, sehingga diperlukan penyesuaian dosis pada pasien
tersebut (Sweetman, 2009).
2.3
Perubahan Massa Tumor
Neoplasma (dalam bahasa Yunani berarti pertumbuhan baru) yang juga
dikenal dengan nama tumor yaitu jaringan abnormal, pertumbuhan jaringan atau
organ tidak terorganisasi, umumnya membentuk suatu massa yang jelas.
Neoplasma merupakan istilah ilmiah untuk penyakit yang umum dinamakan
kanker, tumor, atau pertumbuhan (Sudiono, 2008). Terdapat dua jenis tumor yaitu
tumor jinak dan ganas. Sel-sel tumor yang jinak tidak menyebar ke bagian tubuh
17
18
lainnya. Tumor jinak ini bila berkembang dan membesar ditempatnya maka akan
menimbulkan masalah karena menekan organ disekitarnya. Sedangkan tumor
ganas disebut kanker. Tumor ganas terdiri dari sel-sel kanker yang tumbuh tidak
terkendali serta mampu menyebar ke bagian tubuh lainnya (invasi) (Nurwijaya,
dkk, 2010). Salah satu indikator atau parameter efektivitas pengobatan yang dapat
diamati melalui massa tumor, dimana jika terdapat proses pengecilan atau
penyusutan massa tumor, maka dinyatakan pengobatan telah efektif (Aziz dkk.,
2006). Massa tumor berperan dalam mengetahui prognosis suatu kanker serviks,
karena pada beberapa kasus tumor, massa tumor tidak berkolerasi atau tidak
sesuai dengan stadium yang ada pada pasien (Miller and Perry, 2002). Pada
stadium IIB ukuran massa tumor diperkirakan > 4 cm tetapi belum meluas sampai
ke panggul dan pada stadium IIIB diperkiran > 4 cm dan ditandai dengan adanya
perluasan tumor ke panggul serta adanya gangguan fungsi ginjal (FIGO, 2009).
Penggunaan ultrasonografi dari rongga perut (abdomen) dan daerah
retroperitoneal yaitu dapat terabanya massa tumor (WHO, 2011). Ultrasonografi
(USG) merupakan alat kedokteran yang sering dioperasikan sebagai alat bantu
untuk keperluan diagnostik dan operatif. Melalui alat USG 4D seperti Doppler
velocity, transrektal USG, dan transvaginal USG dapat ditegakkan kemungkinan
adanya keganasan tumor. Manfaat dari pemeriksaan USG yaitu untuk melakukan
eksplorasi internal jaringan yang tidak mungkin dilakukan dengan pemeriksaan
luar (Manuaba, 2000). Alat USG memiliki prinsip kerja yaitu berdasarkan pada
gelombang sonik, yaitu dengan memancarkan energi ultrasound sehingga dapat
melewati jaringan atau organ, kemudian menerima pola gelombang yang telah
18
19
diubah dalam bentuk gambar (Hassani, 1974). Satuan luas panjang x lebar x tinggi
(cm3) digunakan untuk melihat massa sel kanker yang ada pada leher rahim (Hsu
et al, 2004).
2.4 Parameter toksisitas
2.4.1 Hemoglobin
Hemoglobin (Hb) merupakan komponen utama sel darah merah. Sintesis
hemoglobin dalam sel darah merah berlangsung dari eritoblas sampai stadium
perkembangan retikulosit. Fungsi utama hemoglobin adalah transport oksigen dan
karbon dikosida (Muttaqin, 2008). Hemoglobin merupakan protein majemuk yang
tersusun atas protein sederhana (globin) dan radikal prostetik hem. Afinitas
hemoglobin (Hb) terhadap CO lebih besar daripada afinitas Hb terhadap O2
sehingga Hb lebih suka mengikat CO daripada mengikat O2 (Sumardjo, 2008).
Kadar hemoglobin normal berdasarkan umur dan jenis kelamin telah ditetapkan
sebelumnya oleh WHO, yaitu kadar hemoglobin sebesar 12-16 g/dL pada wanita
normal (Kemenkes RIb, 2011). Pada laki-laki kadar normal >13 gr/dL. Kadar
hemoglobin (Hb) <10 dapat menyebabkan terjadinya anemia. Anemia adalah
keadaan dimana eritrosit atau kadar hemoglobin yang beredar tidak memenuhi
fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh, sehingga berkurang
dari jumlah normalnya. Anemia disebabkan oleh beberapa faktor salah yaitu
kegagalan sumsum tulang untuk memproduksi sel-sel darah, produksi eritrosit
terganggu,defisiensi nutrisi, dan perdarahan akibat kehilangan sel darah merah
dalam jumlah berlebihan (Baradero dkk, 2008). Kegagalan sumsum tulang dapat
19
20
terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau penyebab lain.
sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis. Gejala umum
anemia yaitu lesu, cepat lelah, palpitasi, pusing, mata berkunang-kunang, warna
pucat pada kulit dan mukosa, dan lainnya. Anemia dapat menyebabkan tububh
kekurangan nutrisi dan oksigen, dimana jika hal ini berlangsung secara terus
menerus akan menyebabkan kerusakan organ seperti kerusakan jantung
(Handayani dan Hariwibowo, 2008).
Derajat anemia ditentukan oleh kadar
hemoglobin. Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai terdapat pada tabel
2.3
Tabel 2.3 Derajat Anemia (Handayani dan Hariwibowo, 2008)
Derajat anemia
Kadar
Ringan sekali
Hb 10 gr/dl - 13 gr/dl
Ringan
Hb 8 gr/dl - 9,9 gr/dl
Sedang
Hb 6 gr/dl - 7,9 gr/dl
Berat
Hb < 6 gr/dl
Anemia yang disebabkan oleh kegagalan sumsum tulang memproduksi sel
darah yang diakibatkan pajanan toksik dalam hal ini obat-obat antineoplastik
terjadi pada pasien yang mendapatkan kemoterapi Paklitaksel karboplatin
(Ehrenpreis dan Ehrenpreis, 2001; Handayani dan Hariwibowo, 2008).
Penatalaksanaan terapi yang dapat dilakukan untuk mengatasi anemia yaitu
vitamin B kompleks dan transfusi sel darah merah (PRC/Packed Red Cell)
(Handayani dan Hariwibowo, 2008).
20
21
2.4.2 Trombosit
Trombosit adalah bagian dari beberapa sel-sel besar dalam sumsum tulang
yang berbentuk cakram bulat, oval, bikonveks, tidak berinti dan hidup selama ±10
hari. Jumlah trombosit antara 150 dan 400 x 109/liter (150.000-400.000/mL),
sekitar 30-40 % terkonsentrasi di dalam limpa dan sisanya bersirkulasi dalam
darah. Trombosit berperan penting dalam pembentukan bekuan darah. Trombosit
dalam keadaan normal bersirkulasi ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Namun,
dalam beberapa detik setelah kerusakan suatu pembuluh, trombosit tertarik ke
daerah tersebut sebagai respons terhadap kolagen yang terpajan di lapisan subendotel pembuluh, trombosit melekat ke permukaan yang rusak dan mengeluarkan
beebrapa
zat
(serotonin
dan
histamin)
yang
menyebabkan
terjadinya
vasokonstriksi pembuluh. Fungsi lain dari trombosit yaitu untuk mengubah bentuk
dan kualitas setelah berikatan dengan pembuluh yang cedera. Trombosit akan
menjadi lengket dan menggumpal bersama membentuk sumbat trombosit yang
secara efektif menambal daerah yang luka (Gibson, 2003; Handayani dan
Haribowo, 2008). Kadar trombosit yang berkurang dari jumlah normalnya dapat
menyebabkan keadaan trombositopenia. Penyebab trombositopenia adalah
penurunan fungsi sumsum tulang akibat obat; invasi sumsum tulang oleh penyakit
keganasan; destruksi luas pada beberapa penyakit autoimun; syok dan beberapa
kasus septikemia. Trombositopenia dapat menyebabkan terjadinya perdarahan
karena pembekuan darah terhambat (Gibson, 2003). Salah satu efek samping
trombositopenia yaitu akibat penurunan fungsi sumsum tulang dikarenakan
penggunaan obat terjadi pada pasien yang memperoleh regimen kemoterapi
21
22
paklitaksel karboplatin (Ehrenpreis dan Ehrenpreis, 2001). Trombositopenia dapat
diatasi dengan transfusi darah yaitu transfusi trombosit (Sabiston, 1995).
2.4.3 Leukosit
Sel darah putih (leukosit) bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak
dengan perantaran kaki palsu (pseudopodia), mempunyai bermacam-macam inti
sel, sehingga dapat dibedakan menurut inti selnya serta warnanya bening (tidak
berwarna). Sel darah putih dibentuk di sumsum tulang dari sel-sel bakal. Fungsi
leukosit adalah membunuh dan memakan bibit penyakit/bakteri yang masuk ke
dalam tubuh jaringan RES (sistem retikulo endotel); mengangkut /membawa zat
lemak dari dinding usus melalui limpa terus ke pembuluh darah. Pada orang
dewasa, jumlah sel darah putih total yaitu 4,0-11,00 x 109/L yang terbagi atas
neutrofil (2,5-7,5 x 109), eusinofil (0,04-0,44 x 109), basofil (0-0,10 x109), limfosit
(1,5-3,5 x109), dan monosit (0,2-0,8 x109) (Handayani dan Haribowo, 2008).
Keadaan dimana terjadinya penurunan jumlah leukosit (sel darah putih) dibawah
jumlah normalnya disebut leukopenia (Gibson, 2003). Leukopenia disebabkan
oleh beberapa hal yaitu obat-obatan, infeksi berat, penyakit sumsum tulang, dan
lainnya (Davey, 2005). Efek samping leukopenia akibat obat-obatan salah satunya
terjadi pada pasien kanker yang memperoleh obat-obatan antikanker yaitu pada
penggunaan regimen kemoterapi paklitaksel karboplatin ( Lee et al., 2011). Jika
sel darah putih dalam tubuh terus menerus berkurang, makan tubuh akan mudah
terserang penyakit karena fungsi leukosit sebagai sistem pertahanan terhadap
22
23
penyakit terganggu atau tidak berfungsi dengan baik (Handayani dan Haribowo,
2008).
23
Download