8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Serviks 2.1.1 Definisi Kanker Serviks Kanker adalah istilah yang digunakan untuk pertumbuhan sel dan jaringan ganas, otonom dan tidak terkontrol. Pertumbuhan tersebut membentuk tumor, yang dapat menginvasi jaringan di sekitar kanker dan menyebabkan pertumbuhan baru yang mirip dengan kanker pada umumnya dibagian yang jauh dari tubuh, yang disebut metastasis. Kanker tumbuh kemudian menghancurkan jaringan normal dan bersaing untuk memperoleh nutrisi dan oksigen. Sedangkan kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada bagian leher rahim. Infeksi persisten dengan tipe HPV merupakan penyebab kanker serviks paling banyak (WHO, 2014). Kanker serviks menduduki urutan tertinggi di negara berkembang dan urutan ke 10 di negara maju atau urutan ke 5 secara global. Di Indonesia, kanker serviks menduduki urutan pertama dari 10 kanker terbanyak ditemukan di 13 Laboratorium Patologi di Indonesia (Kemenkes RIb, 2015). Tujuh dari 10 (70%) dari semua kasus kanker serviks dilaporkan di seluruh dunia disebabkan oleh dua jenis HPV: 16 dan 18. Sebanyak 90% dari kanker serviks adalah kanker sel skuamosa pada zona transformasi ectocervix dan 10% merupakan adenokarsinoma yang timbul dalam lapisan kolumnar kelenjar endocervix (WHO, 2014). 8 9 Serviks adalah organ dibawah rahim, dimana pada wanita yang tidak hamil usia subur, berukuran sekitar 2,5 cm-3 cm. Bagian bawah dari serviks (ectocervix) terletak di dalam vagina dan terlihat dengan spekulum; dua pertiga dari leher rahim (endocervix) terletak di atas vagina dan tidak terlihat. Serviks terdiri dari jaringan fibrosa padat-otot. Kebanyakan kanker serviks berasal dari daerah dimana endoserviks dan ektoserviks bergabung. (WHO, 2014). Gambar 2.1 Rahim dan leher rahim wanita usia reproduktif (WHO, 2014) 2.1.2 Gejala dan Faktor Risiko Kanker Serviks Perjalanan kanker dimulai dengan lesi prakanker dan setelah bertahun-tahun baru menjadi invasif. Pada lesi prakanker, 92% tidak mempunyai gejala dan jika ada hanya berupa rasa kering di vagina (Kemenkes RIb, 2015). Gejala awal kanker serviks invasif yaitu keputihan, kadang-kadang berbau busuk; pendarahan tidak teratur pada wanita usia reproduktif; bercak pasca menopause atau perdarahan abnormal. Pada tahap lanjut, gejalanya berupa frekuensi kencing meningkat; sakit punggung; nyeri perut bagian bawah; sakit punggung yang parah; penurunan berat 9 10 badan; penurunan pengeluaran urin (dari obstruksi ureter, dan gagal ginjal); kebocoran urin atau feses melalui vagina; pembengkakan pada tungkai bawah. Jika telah bermetastasis maka akan timbul gejala sesuai dengan organ yang terkena (WHO, 2014; Kemenkes RIb, 2015). Faktor risiko dari kanker serviks umumnya terkait dengan aktivitas seksual. Faktor risiko terutama adalah hubungan seksual sejak dini, berganti-ganti pasangan seksual, sosial ekonomi rendah, merokok, pemakaian pil KB, penyakit ditularkan secara seksual, dan gangguan imunitas (Kemenkes RIb, 2015). Sedangkan menurut WHO (2014), faktor-faktor risiko penyakit kanker serviks yaitu : a. Jenis HPV - onkogenisitas atau penyebab kanker; b. Sistem kekebalan, seperti individu yang terjangkit HIV lebih cenderung memiliki infeksi HPV persisten dan perkembangan yang lebih cepat untuk pra-kanker dan kanker; c. Ko-infeksi dengan agen menular seksual lainnya, seperti herpes simpleks, Clamidia dan Gonorhoe; d. Paritas (jumlah kelahiran banyak) dan usia muda pada saat pertama melahirkan; e. Merokok (tembakau); f. Penggunaan kontrasepsi oral selama lebih dari lima tahun. (WHO, 2014) 10 11 2.1.3 Stadium Kanker Serviks Stadium klinik adalah stadium yang ditetapkan berdasarkan pemeriksaan klinik pada tumor primer sebelum pengobatan (HOGI, 2011). Dalam memperkirakan penyebaran penyakit, penentuan stadium klinis sangat penting karena merupakan dasar dalam penentuan terapi yang tepat. Menurut Figo Committee On Gynecologic Oncology (2009), membagi penentuan stadium klinis berdasarkan pemeriksaan klinik. Tabel 2.1 Klasifikasi Stadium Klinis Kanker Serviks Menurut Figo Committee On Gynecologic Oncology (International Federation of Gynecology and Obstetric) tahun 2009 Stadium Kriteria 0 Karsinoma in-situ [dihapuskan] I Karsinoma masih terbatas di serviks IA Invasi hanya dapat dikenali secara makroskopis Kedalaman invasi ke stroma tidak lebih dari 5 mm dan lebar lesi tidak lebih 7 mm. IA1 Invasi stroma dengan kedalaman ≥ 3 mm dan lebar ≤ 7 mm IA2 Invasi stroma dengan kedalaman > 3 mm dan < 5 mm, lebar > 7 mm IB Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis lebih dari stadium IA IB1 Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cm IB2 Besar lesi secara klinis lebih besar dari 4 cm II Telah melibatkan vagina, tetapi belum sampai 1/3 bawah atau infiltrasi ke parametrium belum mencapai dinding panggul IIA1 Lesi ≤ 4 cm dari diameter terbesar IIA2 Lesi > 4 cm dari diameter terbesar IIB Infiltrasi ke parametrium tetapi belum mencapai panggul. III Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya perluasan ke panggul. Hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal termasuk dalam stadium ini, kecuali 11 12 kelainan ginjal dapat dibuktikan oleh sebab lain. IIIA Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum mencapai panggul. IIIB Perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal IV Perluasan ke luar organ reproduktif IVA Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rectum IVB Metastasis jauh atau telah keluar dari rongga panggul 2.1.4 Penatalaksanaan Kanker Serviks Penatalalaksanaan terapi pada pasien kanker tergantung pada stadium klinis, tingkat penyebaran tumor, gambaran histologis, faktor risiko dari pembedahan atau terapi radiasi, umur, serta kondisi kesehatan pasien (NCI, 2008; Williams and Wilkins, 2001). Menurut WHO (2014), secara umum pilihan terapi pada kanker serviks dibagi 3 yaitu, operasi, radioterapi dan kemoterapi. Kemoterapi adalah penggunaan obat–obat sitotoksik untuk membunuh sel kanker yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anti-kanker ke dalam pembuluh darah atau mengonsumsi obat anti-kanker. Melalui pembuluh darah, obat akan disebarkan ke seluruh tubuh sehingga dapat membunuh sel kanker yang telah menyebar ke organ jauh lainnya (Handayani dkk, 2012). Kemoterapi dilakukan bersiklus yang diselingi dengan waktu istirahat untuk membatasi kerusakan sel-sel sehat (GCF, 2005). 12 13 Terdapat beberapa jenis penggunaan kemoterapi yaitu : a. Kemoterapi sebagai terapi utama. Kemoterapi jarang digunakan sebagai pengobatan tunggal untuk kanker serviks, melainkan dikombinasikan dengan radioterapi dan dengan operasi. b. Kemoterapi sebagai terapi primer dikombinasikan dengan radioterapi Kemoterapi digunakan pertama pada wanita dengan tumor yang sangat besar, untuk mengurangi ukuran kanker, dan kemudian diikuti oleh radioterapi. Pengobatan dilakukan dalam urutan ini karena kanker merespon lebih baik dengan radiasi ketika ukuran tumor kurang besar. c. Kemoterapi sebagai perawatan paliatif Kemoterapi paliatif kadang-kadang digunakan, dengan pertimbangan manfaat yang diharapkan lebih besar dibandingkan efek samping yang merugikan, untuk meringankan gejala dengan metastasis ke organ lain seperti hati, paru-paru dan tulang. (WHO, 2014) Obat kemoterapi tidak hanya mempengaruhi sel-sel kanker tetapi juga sel membelah dengan cepat pada sistem seluruh tubuh seperti sumsum tulang, sistem pencernaan, sistem kandung kemih, kulit dan organ lainnya yang dilapisi oleh sel epitel. Hal ini menyebabkan terdapat risiko anemia, jumlah sel darah putih rendah; infeksi atau perdarahan; dan jumlah trombosit yang rendah. Kemoterapi juga dapat menyebabkan mual dan diare serta reaksi alergi terhadap obat. Hal ini biasanya terjadi sangat singkat dan tidak menggambarkan peningkatan risiko (WHO, 2014). 13 14 Kombinasi obat kemoterapi didasari atas adanya heterogenitas sel tumor dan perkembangan adanya resistensi obat. Pemilihan agen untuk regimen kombinasi kemoterapi melibatkan pertimbangan faktor obat yang spesifik seperti mekanisme kerja, aktivitas antitumor, dan profil toksisitas. Obat-obatan yang memiliki mekanisme kerja berbeda dan toksisitas minimal digabungkan sehingga menjadi pilihan utama. Agen yang dipilih masing-masing harus memiliki aktivitas yang signifikan terhadap tumor sehingga pengobatan berjalan dengan optimal (Dipiro, et al., 2005). Pedoman pemilihan terapi berdasarkan Standar Prosedur Operasional (SPO) kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar tertera pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Pemilihan Terapi Kanker Serviks Berdasarkan Stadium Penyakit (Komite Medik, 2004). Stadium 0 Tindakan Terapi yang Dianjurkan a. Bila masih ingin memiliki anak dilakukan konisasi b. Bila tidak ingin memiliki anak lagi dilakukan histerektomi sederhana Radikal histerektomi a. Jika terdapat sel ganas pada kelenjar limfe/vaskular, maka ditambahkan radiasi I–IIA eksternal 5.000–6.000 rad atau sitostatika b. Jika tidak terdapat sel ganas pada kelenjar limfe/vaskular, maka dilakukan pengawasan lebih lanjut IIB Neoadjuvan (Kemoterapi atau ditambah radiasi internal) a. Jika operabel, maka diberikan radikal histerektomi, kemudian radiasi ekternal 4000–5000 rad b. Jika non operabel, maka diberikan radiasi ekternal 4000–5000 rad III IV a. Kemoterapi dan radiasi b. Radiasi eksternal Paliatif (radiasi/operasi/sitostatika paliatif dan simptomatis) 14 15 Catatan: Jika pasien berisiko tinggi diperlukan adjuvan radioterapi atau kemoterapi. Dikatakan risiko tinggi jika terdapat sel ganas, tepi tidak bebas tumor/radioterapi kurang efektif, dan terdapat perdarahan ke uterus Regimen kemoterapi yang biasa digunakan di RSUP Sanglah adalah kombinasi paklitaksel cisplatin; kombinasi paklitaksel karboplatin; kombinasi bleomisin, Oncovin®, mitomisin, dan cisplatin (BOMP); dan kombinasi bleomisin Oncovin® , mitomisin, dan karboplatin (BOM-Karboplatin) (Komite Medik, 2004). 2.2 Paklitaksel dan Karboplatin Paklitaksel karboplatin merupakan salah satu regimen yang digunakan dalam prosedur kemoterapi untuk kanker serviks di Rumah sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar (Komite Medik, 2004). Paklitaksel karboplatin merupakan kombinasi obat yang direkomendasikan dan sering digunakan pada terapi kanker serviks, khususnya pada stadium lanjut (Hoskins et al., 2005; Markovic and Markovic, 2008). Kombinasi obat ini menjadi pengobatan lini pertama untuk pasien dengan kanker serviks yang tidak bisa menjalankan radioterapi ataupun kemoradioterapi (Braybrooke, 2011). 2.2.1 Paklitaksel Paklitasel merupakan anggota dari kelompok obat taxane yang diberikan dengan infus intravena (UK Health, 2009). Cara kerja paklitaksel dengan mengikat protein tubulin sehingga menyebabkan polimerisasi mikrotubulus dan adanya penangkapan sel abnormal pada tahap metafase (Anderson et al., 2002). 15 16 Dosis dari paklitaksel adalah 135-175 mg/m2 setiap 2 sampai 3 minggu tergantung kondisi dan respon individu. Paklitaksel dimetabolisme di hati dengan jalur metabolisme utama dimediasi oleh sitokrom P450 isoform CYP2C8 dan CYP3A4. Obat ini mengalami distribusi ekstravaskular yang luas sampai jaringan, tetapi tidak melewati sawar darah otak. Ikatan proteinnya sebesar 88 sampai 98% (Anderson et al., 2002; Moffat, et al., 2005). Efek samping dari paklitaksel yaitu myelosupresi, neuropati perifer, dan konduksi jantung cacat dengan aritmia (yang hampir selalu tanpa gejala). Obat ini juga menyebabkan alopecia dan rasa sakit otot; mual dan muntah ringan sampai sedang (UK Health, 2009). Adanya reaksi hipersensitivitas dengan ruam, dyspnea, hipotensi, nyeri dada, dan angioederma dapat terjadi, dimana semua pasien harus diberikan premedikasi awal dengan kortikosteroid, antihistamin, dan histamin H2-antagonis. Paklitaksel tidak dianjurkan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat (Sweetman, 2009). 2.2.2 Karboplatin Karboplatin merupakan analog struktural cisplatin dimana kelompok klorida dari senyawa induk diganti oleh bagian karboksil siklobutan (Dipiro, et al., 2005). Cara kerja karboplatin dengan mengikat DNA melalui intra strand antar cross link (ikatan silang) lebih lama dibandingkan cisplatin. Sekitar 30% dari karboplatin terikat protein plasma ireversibel. Waktu paruh dari karboplatin sekitar 1,5 sampai 6 jam. Platinum dari karboplatin perlahan-lahan menjadi protein terikat, dan kemudian diekskresikan selama 5 hari atau lebih (Sweetman, 2009). Lebih dari 65% obat ini dieliminasi di urin pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Efek samping karboplatin yaitu trombositopenia, anemia derajat 16 17 ringan, diare, sakit perut atau konstipasi serta nefrotoksisitas (Anderson et al., 2002). Namun, karboplatin dapat ditoleransi lebih baik dibandingkan cisplatin seperti mual dan muntah berkurang; nefrotoksisitas dan neurotoksisitas lebih rendah dibandingkan dengan cisplatin (UK Health, 2009). Karboplatin tidak menyebabkan kerusakan tubulus ginjal kumulatif. Obat ini menyebabkan penurunan sementara 20-30% pada beberapa elektrolit, khususnya magnesium, kalium, natrium, dan kalsium. Efek samping lain yaitu reaksi hipersensitivitas, alopecia, dan berbagai gangguan kardiovaskular. Interaksi dengan obat lain misalnya aminoglikosida dapat memperlambat eliminasi karboplatin dan meningkatkan toksisitas (Anderson et al., 2002; UK Health, 2009). Dosis awal 400 mg/m2 untuk digunakan sebagai agen tunggal jika pasien dengan fungsi ginjal normal, namun dosis dikurangi 20 sampai 25% (300-320 mg/m2) pada pasien yang sebelumnya telah diobati dengan terapi imunosupresif atau yang memiliki fungsi ginjal yang buruk, sehingga diperlukan penyesuaian dosis pada pasien tersebut (Sweetman, 2009). 2.3 Perubahan Massa Tumor Neoplasma (dalam bahasa Yunani berarti pertumbuhan baru) yang juga dikenal dengan nama tumor yaitu jaringan abnormal, pertumbuhan jaringan atau organ tidak terorganisasi, umumnya membentuk suatu massa yang jelas. Neoplasma merupakan istilah ilmiah untuk penyakit yang umum dinamakan kanker, tumor, atau pertumbuhan (Sudiono, 2008). Terdapat dua jenis tumor yaitu tumor jinak dan ganas. Sel-sel tumor yang jinak tidak menyebar ke bagian tubuh 17 18 lainnya. Tumor jinak ini bila berkembang dan membesar ditempatnya maka akan menimbulkan masalah karena menekan organ disekitarnya. Sedangkan tumor ganas disebut kanker. Tumor ganas terdiri dari sel-sel kanker yang tumbuh tidak terkendali serta mampu menyebar ke bagian tubuh lainnya (invasi) (Nurwijaya, dkk, 2010). Salah satu indikator atau parameter efektivitas pengobatan yang dapat diamati melalui massa tumor, dimana jika terdapat proses pengecilan atau penyusutan massa tumor, maka dinyatakan pengobatan telah efektif (Aziz dkk., 2006). Massa tumor berperan dalam mengetahui prognosis suatu kanker serviks, karena pada beberapa kasus tumor, massa tumor tidak berkolerasi atau tidak sesuai dengan stadium yang ada pada pasien (Miller and Perry, 2002). Pada stadium IIB ukuran massa tumor diperkirakan > 4 cm tetapi belum meluas sampai ke panggul dan pada stadium IIIB diperkiran > 4 cm dan ditandai dengan adanya perluasan tumor ke panggul serta adanya gangguan fungsi ginjal (FIGO, 2009). Penggunaan ultrasonografi dari rongga perut (abdomen) dan daerah retroperitoneal yaitu dapat terabanya massa tumor (WHO, 2011). Ultrasonografi (USG) merupakan alat kedokteran yang sering dioperasikan sebagai alat bantu untuk keperluan diagnostik dan operatif. Melalui alat USG 4D seperti Doppler velocity, transrektal USG, dan transvaginal USG dapat ditegakkan kemungkinan adanya keganasan tumor. Manfaat dari pemeriksaan USG yaitu untuk melakukan eksplorasi internal jaringan yang tidak mungkin dilakukan dengan pemeriksaan luar (Manuaba, 2000). Alat USG memiliki prinsip kerja yaitu berdasarkan pada gelombang sonik, yaitu dengan memancarkan energi ultrasound sehingga dapat melewati jaringan atau organ, kemudian menerima pola gelombang yang telah 18 19 diubah dalam bentuk gambar (Hassani, 1974). Satuan luas panjang x lebar x tinggi (cm3) digunakan untuk melihat massa sel kanker yang ada pada leher rahim (Hsu et al, 2004). 2.4 Parameter toksisitas 2.4.1 Hemoglobin Hemoglobin (Hb) merupakan komponen utama sel darah merah. Sintesis hemoglobin dalam sel darah merah berlangsung dari eritoblas sampai stadium perkembangan retikulosit. Fungsi utama hemoglobin adalah transport oksigen dan karbon dikosida (Muttaqin, 2008). Hemoglobin merupakan protein majemuk yang tersusun atas protein sederhana (globin) dan radikal prostetik hem. Afinitas hemoglobin (Hb) terhadap CO lebih besar daripada afinitas Hb terhadap O2 sehingga Hb lebih suka mengikat CO daripada mengikat O2 (Sumardjo, 2008). Kadar hemoglobin normal berdasarkan umur dan jenis kelamin telah ditetapkan sebelumnya oleh WHO, yaitu kadar hemoglobin sebesar 12-16 g/dL pada wanita normal (Kemenkes RIb, 2011). Pada laki-laki kadar normal >13 gr/dL. Kadar hemoglobin (Hb) <10 dapat menyebabkan terjadinya anemia. Anemia adalah keadaan dimana eritrosit atau kadar hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh, sehingga berkurang dari jumlah normalnya. Anemia disebabkan oleh beberapa faktor salah yaitu kegagalan sumsum tulang untuk memproduksi sel-sel darah, produksi eritrosit terganggu,defisiensi nutrisi, dan perdarahan akibat kehilangan sel darah merah dalam jumlah berlebihan (Baradero dkk, 2008). Kegagalan sumsum tulang dapat 19 20 terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau penyebab lain. sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis. Gejala umum anemia yaitu lesu, cepat lelah, palpitasi, pusing, mata berkunang-kunang, warna pucat pada kulit dan mukosa, dan lainnya. Anemia dapat menyebabkan tububh kekurangan nutrisi dan oksigen, dimana jika hal ini berlangsung secara terus menerus akan menyebabkan kerusakan organ seperti kerusakan jantung (Handayani dan Hariwibowo, 2008). Derajat anemia ditentukan oleh kadar hemoglobin. Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai terdapat pada tabel 2.3 Tabel 2.3 Derajat Anemia (Handayani dan Hariwibowo, 2008) Derajat anemia Kadar Ringan sekali Hb 10 gr/dl - 13 gr/dl Ringan Hb 8 gr/dl - 9,9 gr/dl Sedang Hb 6 gr/dl - 7,9 gr/dl Berat Hb < 6 gr/dl Anemia yang disebabkan oleh kegagalan sumsum tulang memproduksi sel darah yang diakibatkan pajanan toksik dalam hal ini obat-obat antineoplastik terjadi pada pasien yang mendapatkan kemoterapi Paklitaksel karboplatin (Ehrenpreis dan Ehrenpreis, 2001; Handayani dan Hariwibowo, 2008). Penatalaksanaan terapi yang dapat dilakukan untuk mengatasi anemia yaitu vitamin B kompleks dan transfusi sel darah merah (PRC/Packed Red Cell) (Handayani dan Hariwibowo, 2008). 20 21 2.4.2 Trombosit Trombosit adalah bagian dari beberapa sel-sel besar dalam sumsum tulang yang berbentuk cakram bulat, oval, bikonveks, tidak berinti dan hidup selama ±10 hari. Jumlah trombosit antara 150 dan 400 x 109/liter (150.000-400.000/mL), sekitar 30-40 % terkonsentrasi di dalam limpa dan sisanya bersirkulasi dalam darah. Trombosit berperan penting dalam pembentukan bekuan darah. Trombosit dalam keadaan normal bersirkulasi ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Namun, dalam beberapa detik setelah kerusakan suatu pembuluh, trombosit tertarik ke daerah tersebut sebagai respons terhadap kolagen yang terpajan di lapisan subendotel pembuluh, trombosit melekat ke permukaan yang rusak dan mengeluarkan beebrapa zat (serotonin dan histamin) yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh. Fungsi lain dari trombosit yaitu untuk mengubah bentuk dan kualitas setelah berikatan dengan pembuluh yang cedera. Trombosit akan menjadi lengket dan menggumpal bersama membentuk sumbat trombosit yang secara efektif menambal daerah yang luka (Gibson, 2003; Handayani dan Haribowo, 2008). Kadar trombosit yang berkurang dari jumlah normalnya dapat menyebabkan keadaan trombositopenia. Penyebab trombositopenia adalah penurunan fungsi sumsum tulang akibat obat; invasi sumsum tulang oleh penyakit keganasan; destruksi luas pada beberapa penyakit autoimun; syok dan beberapa kasus septikemia. Trombositopenia dapat menyebabkan terjadinya perdarahan karena pembekuan darah terhambat (Gibson, 2003). Salah satu efek samping trombositopenia yaitu akibat penurunan fungsi sumsum tulang dikarenakan penggunaan obat terjadi pada pasien yang memperoleh regimen kemoterapi 21 22 paklitaksel karboplatin (Ehrenpreis dan Ehrenpreis, 2001). Trombositopenia dapat diatasi dengan transfusi darah yaitu transfusi trombosit (Sabiston, 1995). 2.4.3 Leukosit Sel darah putih (leukosit) bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantaran kaki palsu (pseudopodia), mempunyai bermacam-macam inti sel, sehingga dapat dibedakan menurut inti selnya serta warnanya bening (tidak berwarna). Sel darah putih dibentuk di sumsum tulang dari sel-sel bakal. Fungsi leukosit adalah membunuh dan memakan bibit penyakit/bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan RES (sistem retikulo endotel); mengangkut /membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa terus ke pembuluh darah. Pada orang dewasa, jumlah sel darah putih total yaitu 4,0-11,00 x 109/L yang terbagi atas neutrofil (2,5-7,5 x 109), eusinofil (0,04-0,44 x 109), basofil (0-0,10 x109), limfosit (1,5-3,5 x109), dan monosit (0,2-0,8 x109) (Handayani dan Haribowo, 2008). Keadaan dimana terjadinya penurunan jumlah leukosit (sel darah putih) dibawah jumlah normalnya disebut leukopenia (Gibson, 2003). Leukopenia disebabkan oleh beberapa hal yaitu obat-obatan, infeksi berat, penyakit sumsum tulang, dan lainnya (Davey, 2005). Efek samping leukopenia akibat obat-obatan salah satunya terjadi pada pasien kanker yang memperoleh obat-obatan antikanker yaitu pada penggunaan regimen kemoterapi paklitaksel karboplatin ( Lee et al., 2011). Jika sel darah putih dalam tubuh terus menerus berkurang, makan tubuh akan mudah terserang penyakit karena fungsi leukosit sebagai sistem pertahanan terhadap 22 23 penyakit terganggu atau tidak berfungsi dengan baik (Handayani dan Haribowo, 2008). 23