STUDI AMDAL PENGOLAHAN LIMBAH MEDIS DENGAN INCINERATOR DI KABUPATEN SIDOARJO Mohammad Razifa*, dan Afry Rakhmadanyb, a,b Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS *E-mail : [email protected] Abstract Studi AMDAL Pengolahan Limbah Medis dengan Incinerator ini dilakukan sebagai persyaratan pengurusan izin lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup. Sosialisasi dan konsultasi publik telah dilaksanakan di Sidoarjo tanggal 26 Desember 2011. Dari hasil pelingkupan pada dokumen KA-ANDALtelah dihasilkan 38 dampak potensial yang kemudian dievaluasi menjadi 5 dampak penting hipotetik berupa 4 dampak di tahap operasi yaitu penurunan kualitas udara, terbukanya kesempatan kerja, peningkatan pendapatan, gangguan kesehatan masyarakat, dan 1 dampak di tahap pasca operasi berupa kehilangan kesempatan kerja. Pada tanggal 1 Juni 2012 telah dilaksanakan Rapat Tim Teknis Pusat untuk membahas KA-ANDAL. Setelah melalui tahap konsultasi yang cukup lama KA-ANDALini akhirnya disetujui dengan Surat Rekomendasi tanggal 25 September 2013. Hasil kajian tim studi dalam dokumen ANDALmerekomendasikan kegiatan ini layak lingkungan dengan kewajiban pemrakarsa mengelola semua dampak penting hipotetik. Dalam dokumen RKL-RPL selain mengelola 5 dampak penting hipotetik dikelola juga 4 dampak tidak penting yaitu sikap dan persepsi masyarakat, timbulan limbah B3, penurunan kualitas air dan gangguan kenyamanan lalu lintas. Sidang Tim Teknis untuk dokumen ANDAL dan RKL-RPL ini telah dilaksanakan tanggal 9 Januari 2014 dan dilanjutkan dengan Sidang Komisi AMDAL tanggal 10 Januari 2014. Masih diperlukan koreksi dokumen ANDAL dan RKL-RPL oleh tim studi sebelum pemrakarsa dapat memperoleh Surat Kelayakan Lingkungan dan Izin Lingkungan. Kata kunci: Incinerator, Limbah Medis, Studi AMDAL Abstract Study of Environmental Impact Assessment (EIA) for medical waste using incinerator is carried out as the requirements to the environmental permit from The Ministry of Environment. Socialization and public consultation was held in Sidoarjo, 26 January 2011. From the result of scooping of Term Of Refference-Environmental Impact Analysis (TOR-EIA) has generated 38 potential impacts which are then evaluated to 5 hypothetic important impacts. 4 impact at operation stage such as decrease in air quality, recruitment of employees, income generation, public health risk, and 1 in postoperation stage : the loss of employment opportunities. On June 1st, 2012 had been held a meeting by Technical Team to discuss TOR-EIA document. After going through the consultation stage for quit a while, TOR-EIA document was finally approved with letters of recommendation dated 25th September 2013. Result of the study team for TOR-EIA document recommends that this activity deserves the environment with the obligation of the initiator to manage all of the hypothetic important impacts. In a document of Environmental Management Plan-Environmental Monitoring Plan (EManP-EMonP) besides manage 5 hypothetic important impacts managed also 4 impact unimportant namely attitude and perception society, generation of hazardous waste, decline of water quality and disorder comfort traffic. Meeting of technical team for EIAn and EManP-EMonP documents has been implemented on January 9th 2014 and continued to meeting of the Environmental Impact Assessment Commision on January 10th 2014. Still needed the correction for the EIAn and EManP-EMonP documents by study team before the initiator can obtain the letters of environmental feasibility and permit of environment. Keywords: incinerator, medical waste, EIA study. 1. Pendahuluan Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitarnya, tetapi juga mungkin dampak negatif. Dampak negatif itu berupa cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa pengelolaan yang benar. Pengelolaan limbah medis yang tidak baik akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit dari pasien ke pekerja, dari pasien ke pasien, dari pekerja ke pasien maupun dari dan kepada masyarakat pengunjung rumah sakit (Mukono, 1997). Aktivitas selain rumah sakit seperti : puskesmas, klinik, balai pengobatan, praktek dokter bersama, dan laboratorium kesehatan juga akan menghasilkan sejumlah hasil samping berupa limbah, baik limbah padat, cair, dan gas yang mengandung kuman patogen, zat-zat kimia serta alat-alat kesehatan yang pada umumnya bersifat limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Adapun sarana pengolahan limbah B3 salah satunya adalah dengan menggunakan insinerator. Insinerator atau pembakaran limbah padat dapat didefinisikan sebagai pengubahan bentuk limbah padat menjadi fasa gas, cair, dan produk padat yang terkonversi, dengan pelepasan energi panas. Insinerasi atau pembakaran limbah padat tergolong sebagai salah satu teknik pengolahan limbah padat yang dapat mengurangi volume hingga 85-95% (Tchobanoglous, 1993). Kelancaran proses pembakaran tergantung dari sifat fisik dan sifat kimia limbah padat (Tsiliyannis, 2013). Kegiatan penggunaan incinerator untuk pengolahan limbah medis di Indonesia, khususnya di Jawa Timur saat ini masih relatif kurang, meskipun peraturan perundangundangan yang ada sudah cukup memadai. Limbah medis merupakan salah satu limbah B3 yang tercantum dalam Tabel 2 Lampiran I Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dengan kode D227. (Anonim, 2002). Suatu sistem pengelolaan limbah medis atau limbah bahan berbahaya dan beracun yang tidak tepat, dapat menimbulkan dampak lingkungan. Dalam upaya menekan dampak negatif seminimal mungkin dan meningkatkan dampak positif semaksimal mungkin, maka pemrakarsa untuk pembangunan incinerator limbah medis dalam awal pelaksanaannya telah melengkapi kegiatannya dengan menyusun studi AMDAL sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Anonim 2012a) bidang Pengelolaan Limbah B3 dengan incinerator. Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup (Anonim, 2013), maka jenis rencana usaha pengolahan limbah B3 sebagai kegiatan utama (skala semua besaran), kewenangan penilaiannya dilakukan oleh Komisi AMDAL Pusat. Dokumen AMDAL yang akan disusun untuk dinilai oleh tim teknis dan tim komisi AMDAL Pusat ini terdiri atas dokumen Kerangka Acuan ANDAL, ANDAL, RKL, dan RPL (Anonim, 2012b) yang diharapkan akan berfungsi sebagai pedoman dalam melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan dari dampak yang terjadi akibat kegiatan tersebut (Alshuwaikhat, 2005). Sosialisasi dan konsultasi publik (O'Faircheallaigh, 2009 dan Hourdequin, et al. 2012) telah dilaksanakan di Sidoarjo tanggal 26 Desember 2011 untuk memenuhi ketentuan dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 17 tahun 2012 (Anonim, 2012c). Pada tanggal 1 Juni 2012 telah dilaksanakan Rapat Tim Teknis Pusat untuk membahas KA-ANDAL. Dari pelingkupan dampak penting telah dihasilkan 38 dampak potensial yang dievaluasi menjadi 5 dampak penting hipotetik. Dari pelingkupan batas wilayah studi (Snell & Cowell, 2006) juga telah dihasilkan peta batas wilayah studi pada Gambar 1. Gambar 1 Peta Batas Wilayah Studi Dari uraian rencana kegiatan telah diperoleh rencana total limbah medis yang akan diolah dengan incinerator seperti diperlihatkan di neraca massa pengolahan limbah medis pada Gambar 2. Gambar 2 Rencana Neraca Massa Pengolahan Limbah Medis Limbah medis direncanakan dibakar dengan incinerator tanpa mengganggu lingkungan sekitarnya. Sistem incinerator yang dipakai menggunakan pengumpanan berkelanjutan (Continuous). Dalam teknologi ini akan digunakan bantuan conveyor dan sensor sehingga semua proses berjalan otomatis dan berkelanjutan melalui 5 tahapan. Emisi dari Incinerator akan dikurangi dampaknya memakai wet scrubber dengan semprotan spray. Spray yang disemprotkan ke dalam cerobong akan melarutkan emisi gas menjadi larutan dan turun kedalam bak penampungan di bagian bawah. Air limbah dari wet scrubber ini akan diolah dengan IPAL memakai sistem kombinasi aerobik dan anaerobik biofilter (Sasse, 1998) dan setelah itu efluent IPAL ini diolah lagi menjadi air bersih yang memenuhi persyaratan kualitas untuk dipakai kembali untuk keperluan wet scrubber (sehingga akan menjadi sistem tertutup). Dengan demikian tidak ada air limbah yang dibuang ke media lingkungan atau badan air. Gambar rencana incinerator yang dilengkapi IPAL ini diperlihatkan di Gambar 3. Selain menerima air limbah dari wet scrubber IPAL juga menerima air limbah dari toilet kantor dan air bekas wastafel dan shower pembersih diri karyawan. Neraca air diperlihatkan pada Gambar 4 Gambar 3. Rencana Incinerator yang dilengkapi IPAL Gambar 4 Rencana Neraca Air Pengolahan Limbah Medis 2. Metode Metode dalam studi AMDAL umumnya mencakup metode pengumpulan dan analisis data, metode prakiraan dampak penting, metode evaluasi dampak penting dan metode pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Metode pengumpulan dan analisis data dilakukan dengan menelaah, mengamati, dan mengukur rona lingkungan awal yang diperkirakan akan terkena dampak besar dan penting dari kegiatan proyek, serta menelaah komponen kegiatan sebagai sumber dampak. Metode Prakiraan Dampak Penting umumnya mencakup metode prakiraan besarnya dampak dan metode penentuan sifat penting dampak. Prakiraan besaran dampak (magnitude), dilakukan baik memakai metode formal maupun metode non formal (Canter, 1979). Besarnya perubahan kualitas lingkungan karena kegiatan proyek bisa dinyatakan dengan skala nilai tertentu. Nilai tersebut menjadi skala tingkat kualitas. Adapun skala nilai yang dipakai yakni : 1 berarti nilai dampak sangat kecil, 2. berarti nilai dampak kecil, 3. berarti nilai dampak sedang, 4. berarti nilai dampak besar, 5. berarti nilai dampak sangat besar. Dalam menilai besaran dampak lingkungan bisa dipilih dari empat (4) pendekatan, yakni : (1) Model matematik, (2) Penilaian para ahli, (3) Pendekatan analogi, dan (4) Penggunaan standar baku mutu (Anonim, 2012b). Menurut Permen LH No. 16 Tahun 2012 (Anonim, 2012b), evaluasi dampak yang bersifat holistik adalah telaahan secara totalitas terhadap beragam dampak penting hipotetik lingkungan hidup, dengan sumber usaha dan/atau kegiatan penyebab dampak. Beragam komponen lingkungan hidup yang terkena dampak penting tersebut (baik positif maupun negatif) ditelaah sebagai satu kesatuan yang saling terkait dan saling pengaruh-mempengaruhi, sehingga diketahui sejauh mana perimbangan dampak penting yang bersifat positif dengan yang bersifat negatif. Metode rencana pengelolaan lingkungan memakai 3 pendekatan, yakni : pendekatan teknologi, pendekatan sosial ekonomi, dan pendekatan institusi. Sedangkan metode pemantauan mencakup juga penentuan lokasi pemantauan, dan frekuensi pemantauan. Metode pemantauan bisa dilakukan dengan pengamatan dan survei lapangan (Green, 1979). 3. Hasil dan Pembahasan A. Prakiraan dampak Penting Berikut ini ditampilkan contoh prakiraan besar dampak dan penentuan sifat penting dampak untuk dampak penurunan kualitas udara akibat pengoperasian incinerator. Kondisi Sebelum Proyek : Kondisi lingkungan awal sebelum adanya kegiatan ini diketahui melalui sampling kualitas udara ambien yang dilakukan di dalam dan luar rencana Pengolahan Limbah Medis dengan Incinerator yaitu untuk parameter CO sebesar < 0,1ppm dan debu sebesar 0,045 mg/m3. Nilai tersebut menunjukkan bahwa dampak ini termasuk dalam skala kondisi lingkungan yang masih baik (4). Kondisi Masa Depan Tanpa Proyek: Kondisi lingkungan dengan dampak ini di masa mendatang tanpa adanya proyek diprakirakan masih tetap baik (4) dengan parameter CO sebesar ± 0,1 ppm dan debu sebesar 0,5 mg/m3, asumsi ada pertambahan sedikit dari dampak yang dihasilkan melalui aktivitas industri sekitar. Kondisi Masa Depan Dengan Proyek : Berdasarkan Gambar 5. didapatkan bahwa konsentrasi tertinggi masing-masing parameter terjadi pada jarak 0,1 km atau 100 m dari sumber emisi incenerator, dimana konsentrasi Debu, SOx, NOx, CO, dan Hidrokarbon masing-masing sebesar 1,324847 µg/m3, 6,624236 µg/m3, 7,949083 µg/m3, 2,649694 µg/m3 dan 0,927393 µg/m3. MODEL DISPERSI DENGAN EMISI SESUAI BAKU MUTU INCENERATOR C (ug/m³) 10 Debu 5 SOx 0 -5 0 0,2 0,4 0,6 X (km) 0,8 1 NOx 1,2 CO Gambar 5. Grafik Dispersi Polutan Dengan Kondisi Emisi Incenerator Konsentrasi parameter tersebut semuanya masih dibawah Baku Mutu Ambien (Anonim, 2009). Kondisi masa depan ini diambil dari hasil simulasi dispersi polutan diatas ditambah dengan kondisi sebelum proyek, maka termasuk dalam kondisi lingkungan sedang (3). Dengan demikian besar skala dampak adalah 4-3 = 1 (skala besar dampak kecil) berdasarkan Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3. Tabel 1 Perkiraan Besaran Dampak Penurunan Kualitas Udara Skala Besar Dampak 2 3 Sedang Besar Skala Kondisi Lingkungan 4 3 2 Baik Sedang Jelek Jumlah debu Jumlah debu Jumlah debu 0.016-0.05 0.06-0.23 0.24-0.30 3 3 3 mg/Nm mg/Nm mg/Nm 0 Sangat Kecil 1 Kecil 5 Sangat Baik Jumlah debu 03 0.015 mg/Nm 4 Sangat Besar 1 Sangat Jelek Jumlah debu 3 >0.30 mg/Nm Tabel 2 Perkiraan Sifat Penting Dampak Penurunan Kualitas Udara Kriteria Sifat Penting Dampak Deskripsi Luas persebaran dampak Masyarakat sekitar daerah proyek yaitu desa kletek, dengan jumlah penduduk yang terkena dampak 2000 orang dalam batas ekologis dari 6844 orang. Wilayah persebaran akan meliputi 1 desa, yaitu Desa Kletek Lamanya dampak berlangsung Dampak akan berlangsung selama kegiatan operasi CV Rojo Koyo berlangsung Intensitas dampak Konsentrasi parameter tersebut dibawah Baku Mutu Ambien Komponen lingkungan lain yang terkena dampak Komponen lain yang terkena dampak adalah gangguan kesehatan masyarakat Sifat kumulatif dampak Dampak tidak bersifat kumulatif dan berlangsung lama -P Berbalik tidaknya dampak Dampak tidak berbalik dengan intensitas tinggi sehingga memiliki efek majemuk terhadap lingkungan lainnya. -P Jumlah manusia terkena dampak yang semuanya masih -P -TP -P -TP -TP Tabel 3. Batasan Penting/Tidak Penting Dampak Penurunan Kualitas Udara NO Kriteria TIDAK PENTING PENTING 1. Jumlah Manusia Terkena Yang Akan Terkena Dampak Jumlah manusia yang akan terkena dampak penurunan kualitas udara berkisar antara 2130% Jumlah manusia yang terkena dampak penurunan kualitas udara lebih dari 30 % 2. Luas wilayah persebaran dampak Wilayah persebaran dampak lebih kecil dari wilayah Kabupaten Wilayah persebaran dampak melampaui wilayah kabupaten. 3. Lamanya Dampak Berlangsung Dampak berlangsung lama tetapi tidak melebihi masa konstruksi Dampak berlangsung sampai dengan tahap operasi 4. Intensitas Dampak 5. Banyaknya Komponen Lingkungan Lainnya Yang Akan Terkena Dampak Satu komponen lainnya 6. Sifat Kumulatif Dampak Penurunan kualitas udara bersifat tidak kumulatif, waktu tidak terlalu lama pada wilayah yang tidak luas Penurunan kualitas udara bersifat tidak kumulatif, waktu relatif lama dengan wilayah persebaran yang luas 7. Berbalik Atau Tidak Berbaliknya Dampak Penurunan kualitas udara tidak berbalik dengan intensitas rendah, tidak memiliki efek majemuk terhadap lingkungan lainnya. Penurunan kualitas udara tidak berbalik dengan intensitas tinggi sehingga memiliki efek majemuk terhadap lingkungan lainnya. - SO2 NOx CO Debu < 0,100 ppm < 0,05 ppm < 20 ppm 3 < 0.26 mg/m lingkungan - SO2 NOx CO Debu > 0,100 ppm > 0,05 ppm > 20 ppm 3 > 0.26 mg/m Lebih dari satu lingkungan lainnya komponen Dengan demikian dampak penurunan kualitas udara dari kegiatan pengoperasian incinerator tahap operasi dikategorikan sebagai dampak negatif penting (-P). B. Evaluasi Dampak Penting Evaluasi dampak penting secara holistik dimaksudkan untuk menelaah segenap dampak penting yang timbul dari Rencana Kegiatan Pengolahan Limbah Medis Dengan Incinerator. Pemahaman secara menyeluruh terhadap dampak penting ini akan memberikan kemudahan bagi penyusunan arahan pengelolaan lingkungan dan sekaligus landasan bagi penilaian kelayakan kegiatan ditinjau dari aspek lingkungan. Pada tahap operasi, dampak penting yang muncul adalah (1) terbukanya kesempatan kerja; (2) peningkatan pendapatan yang bersumber dari kegiatan mobilisasi tenaga kerja dan (3) penurunan kualitas udara ; (4) gangguan kesehatan masayarakat yang bersumber dari kegiatan pengoperasian incinerator. Pada tahap pasca operasi, dampak penting yang muncul adalah (5) kehilangan kesempatan kerja (pekerjaan) yang bersumber dari kegiatan penanganan tenaga kerja. Dari hasil prakiraan dampak telah dilakukan telaah holistik dengan deskripsi menggunakan bagan alir untuk menilai perimbangan dampak positif dan negatif. Dari hasil penilaian dampak positif lebih dominan dibandingkan dampak negatif. Gambar 6 Dampak-Dampak Lingkungan yang Tercantum Dalam RKL-RPL Pada Gambar 6 diatas, menurut Permen LH No. 16 Tahun 2012 (Anonim, 2012b), selain dampak penting hipotetik hasil pelingkupan pada KA-ANDALyang harus dikelola dan dipantau dalam RKL-RPL, ada juga dampak tidak penting hipotetik yang dapat dimasukkan dalam RKL-RPL untuk dikelola dan dipantau juga. Dalam dokumen RKLRPL Pengolahan Limbah Medis dengan Insinerator ini ,selain mengelola 5 dampak penting hipotetik dikelola juga 4 dampak tidak penting yaitu sikap dan persepsi masyarakat, timbulan limbah B3, penurunan kualitas air dan gangguan kenyamanan lalu lintas. Diharapkan RKL-dan RPL yang disusun ini akan effektif untuk dilaksanakan (Pölönen, et al, 2011). Sidang Tim Teknis untuk membahas dokumen ANDAL dan RKL-RPL ini telah dilaksanakan tanggal 9 Januari 2014 dan dilanjutkan dengan Sidang Komisi AMDAL tanggal 10 Januari 2014. Masih diperlukan koreksi dokumen ANDAL dan RKL-RPL oleh tim studi Amdal sebelum pemrakarsa dapat memperoleh Surat Kelayakan Lingkungan dan Izin Lingkungan (Pischke & Cashmore, 2006). Agar proses perijinan ini bisa lancar diperlukan kerjasama yang baik antara tim studi Amdal dengan Kementerian Lingkungan Hidup (Morrison & Bailey, 2009). 4. Kesimpulan Berdasarkan hasil evaluasi dampak dan arahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup, tim studi AMDAL merekomendasikan : 1. Bahwa rencana kegiatan ini memiliki dampak besar dan penting namun dapat dikelola sesuai dengan arahan pengelolaan. 2. Dengan dikelolanya semua dampak besar dan penting maka dapat disimpulkan bahwa rencana kegiatan lingkungan ini layak lingkungan. 3. Kelayakan lingkungan ini diberikan dengan persyaratan sebagai berikut: a) Pemrakarsa sanggup melaksanakan semua yang tercantum di dalam RKL dan RPL baik secara institusi, finansial, maupun teknologi yang telah disepakati. b) Rencana tata ruang sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan c) Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak mengganggu nilai-nilai social atau pandangan masyarakat (etnic view) d) Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak mempengaruhi dan/atau menganggu entitas ekologis yang merupakan Entitas dan/atau spesies kunci (key species) Memiliki nilai penting secara ekologis (ecological importance) Memiliki nilai penting secara ekonomi (economic importance) Memiliki nilai penting secara ilmiah (scientific importance) e) Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak menimbulkan gangguan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang telah berada di sekitar rencana lokasi usaha dan/atau kegiatan f) Tidak dilampauinya daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup dari lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan. g) Pemrakarsa menyusun laporan pemantauan pelaksanaan RKL, RPL minimal 6 bulan sekali sesuai dengan KepMenLH No. 45 Tahun 2005. Berdasarkan rencana kegiatan yang telah telah dipaparkan pada Bab 1ANDAL dan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dipaparkan pada Bab 2 RKL-RPL, beserta saran dan masukan pada Rapat Tim Teknis dan Komisi AMDAL maka Pengolahan Limbah Medis dengan Incinerator di Kabupaten Sidoarjo ini membutuhkan beberapa Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), yaitu: 1. Izin Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) dengan thermal 2. Izin pengangkutan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) 3. Izin penyimpanan sementara Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) 4. Izin Pengoperasian IPAL 5. Ucapan terima kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ketua dan Semua Anggota Tim Studi AMDAL ini atas kerjasama dalam penyusunan dokumen AMDAL. Ucapan terima kasih juga kepada pemrakarsa yang telah membiayai studi AMDAL ini. 6. Daftar Pustaka Alshuwaikhat, H. M. (2005). “Strategic environmental assessment can help solve environmental impact assessment failures in developing countries”. Environmental Impact Assessment Review, 25(4), 307-317. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.eiar.2004.09.003 Anonim (2002); “Himpunan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pengendalian Dampak Lingkungan di Era Otonomi Daerah”. Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Jakarta Anonim (2009); “Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 10 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Ambien” Badan Lingkungan Hidup Propinsi Jawa Timur, Surabaya. Anonim (2012a); “Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib Memiliki AMDAL, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Jakarta Anonim (2012b); “Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup” Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Jakarta Anonim (2012c); “Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses AMDAL dan Izin Lingkungan” Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Jakarta Anonim (2013); “Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 8 tahun 2013 tentang Tata Laksana Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup serta Penerbitan Izin Lingkungan” Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Jakarta Canter, L. W. And Loren G.H. (1979). “Handbook of Variable for Environmental Impact Assessment”; Ann Arbor Science, Michigan, USA. Green, R. H. (1979); “Sampling Design and Statistical Methods for Environmental Biologists”; John Wiley and Sons; New York; 527 pp. Hourdequin, M., Landres, P., Hanson, M. J., & Craig, D. R. (2012); “Ethical implications of democratic theory for U.S. public participation in environmental impact assessment”. Environmental Impact Assessment Review, 35(0), 37-44. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.eiar.2012.02.001 Morrison-Saunders, A., & Bailey, M. (2009); “Appraising the role of relationships between regulators and consultants for effective EIA”,. Environmental Impact Assessment Review, 29(5), 284-294. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.eiar.2009.01.006 Mukono, H.J. (1997); “Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan Saluran Pernafasan”; Airlangga University Press. O'Faircheallaigh, C. (2009); “Public participation and environmental impact assessment: Purposes, implications, and lessons for public policy making”. Environmental Impact Assessment Review, 30(1), 19-27. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.eiar.2009.05.001 Pischke, F., & Cashmore, M. (2006); “Decision-oriented environmental assessment: An empirical study of its theory and methods”, Environmental Impact Assessment Review, 26(7), 643-662. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.eiar.2006.06.004 Pölönen, I., Hokkanen, P., & Jalava, K. (2011); “The effectiveness of the Finnish EIA system — What works, what doesn't, and what could be improved?”, Environmental Impact Assessment Review, 31(2), 120-128. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.eiar.2010.06.003 Sasse, L. (1998); “Decentralised Wastewater Treatment in Developing Countries”, BORDA (Bremen Overseas Research and Development Association), Germany. Snell, T., & Cowell, R. (2006); “Scoping in environmental impact assessment: Balancing precaution and efficiency?” Environmental Impact Assessment Review, 26(4), 359-376. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.eiar.2005.06.003 Tchobanoglous G., Theises H. and Virgil S.,(1993); Integrated Solid Waste Management, Mc.Graw Hill Publishing Company, New York. Tsiliyannis,C.A, (2013); “Hazardous Waste Incinerators under Waste Uncertainty : balancing and throughput maximization via heat recuperation”, Elsevier, Waste Management Volume 33-9, pp 1800- 1824.