Summary Perdagangan Internasional Kelompok I : Anne Margareth (0706291205) Erika (0706241243) Natasha Agnes (0706291344) Raditya Pradipta (0606097184) Welly Raurianto (0706294296) Sumber : Jeffry A. Frieden. Global Capitalism, Its Fall and Rise in the Twentieth Century. (New York: W.W. Norton and Company, 2006), bab 1-5, hal. 13-121. Masa Keemasan Perdagangan Internasional: 1894-1914 Jeffry A. Frieden dalam bukunya yang berjudul Global Capitalism, Its Fall and Rise in the Twentieth Century menjelaskan mengenai perkembangan perdagangan internasional, yang dimulai dari masa kejayaan negara-negara Eropa, khususnya Inggris—ditandai dengan digunakannya sistem standar emas sebagai alat tukar perdagangan internasional, sampai ketika diakhirinya penggunaan sistem standar emas tersebut. Selepas penggunaan sistem standar emas itu, terjadi banyak peristiwa penting yang berpengaruh pada perkembangan kondisi perdagangan internasional secara keseluruhan, seperti misalnya tren industrialisasi yang dianut negara-negara pada saat itu, kebijakan proteksionisme yang diterapkan, sampai pada masalah-masalah yang dihadapi oleh perekonomian global. Selanjutnya akan dijelaskan dalam pembahasan chapter 1-5 berikut: Chapter pertama menjelaskan bahwa pada akhir abad ke 19 merupakan akhir dari era merkantilisme dan gold standard. Berawal dari daratan Amerika, timbul pergolakan di hampir seluruh dunia terhadap sistem gold standard dan peran pemerintah yang terlalu besar yang dianggap tidak berpihak terhadap kesejahteraan rakyatnya. Hal tersebut pada akhirnya membawa dunia pada sebuah tatanan perekonomian yang baru dimana free trade, capital movement, dan peran pasar yang lebih besar mulia mengambil alih. Peran pemerintah yang sangat besar dalam menentukan nilai tukar dalam sistem gold standard dinilai dapat menrusak daya saing dari komoditas-komoditas negara yang tidak memiliki banyak emas, oleh karena itu tatanan baru dimana pasar berjalan lebih bebas dan harga terhadap sebuah komoditas ditentukan oleh mekanisme pasar menjadi primadona baru diantara negara-negara di seluruh dunia. Negara-negara yang bergabung dalam tatanan ekonomi global yang baru ini berusaha membentuk dan menempatkan diri mereka dalam posisi yang sangat strategis. Untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dari sistem baru tersebut, masing-masing pada akhirnya memilih untuk melakukan spesialisasi terhadap komoditas-komoditas yang mereka 1 anggap dapat mereka hasilkan lebih baik dari negara lain. Inggris sebagai contoh melakukan spesialisasi dalam bidang investasi, perbankan, sistem perdagangan, dan komunikasi. Sementara itu Jerman memproduksi besi dan baja serta industri kimia dan alat berat. Sedangkan negara-negara penghasil bahan-bahan mentah seperti Argentina, Australia, dan Afrika Selatan menggunakan modal dari Inggris dan alat-alat berat dari Jerman untuk mengeksploitasi sumber daya alam yang kemudian dijual kembali kepada negara-negara yang membutuhkan bahan mentah untuk proses industrinya. Sistem dimana negara-negara tersebut saling memproduksi barang sesuai dengan spesialisasi masing-masing dipaparkan oleh Adam Smith dalam sebuah pemikirannya yang terkenal yaitu Teori Keuntungan Absolut (Absolute Advantage Theory) yang di kemudian hari disempurnakan oleh muridnya yaitu David Ricardo. Dasar dari teori keuntungan absolut seperti telah dijelaskan dalam contoh di atas adalah setiap negara memiliki keunggulan absolut (absolut advantage) dalam memproduksi suatu jenis barang sehingga tiap negara akan saling memenuhi kebutuhan barangnya dengan cara melakukan perdagangan dengan negara lain untuk mencapai tingkat yang paling efisien. Chapter kedua menjelaskan pada masa Kejayaan Bangsa Eropa (The Golden Age), pergerakan transaksi ekonomi internasional meningkat secara bertahap. Pada waktu yang bersamaan, daerah-daerah lain di dunia telah mengalami perubahan pola ekonomi yang meningkat secara drastis. Hal ini tidak lepas dari peran para pembela ekonomi global (the defenders of the global economy) yang banyak menyumbangkan pemikiran-pemikirannya untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan ekonomi di dunia internasional. Para pengusaha, politisi dan pemikir terkemuka melihat sistem ekonomi internasional yang terbuka sebagai suatu hal yang normal negara merela. Pada saat itu juga sudah berkembang pemikiranbahwa bukan hanya barang saja yang dapat dipertukarkan melalui perdagangan internasional, melainkan manusia dan uang juga dapat mengalir kenegara-negara lain tanpa adanya pembatasan (restiriksi). Dengan kata lain mungkin dapat dijelaskan melalui pemikiran Keynes yang menganggap bahwa kapitalisme telah mengglobal di dunia dan dunia itu sendiri telah dipenuhi oleh kaum kapitalis (capitalism was global and globe was capitalist). Sistem ekonomi internasional pada masa kejayaan Eropan menurut Frieden seperti sebuah klub bangsawan Inggris (London Gentelman’s Club) terdiri atas dukungan dari para anggotanya untuk menjalankan kegiatan klub tersebut. Anggotanya direkrut melalui berbagai persyaratan.persyaratan. Demikian juga sistem ekonomi Internasional saat itu yang sangat 2 diwarnai dengan perdagangan bebas antarnegara yang satu dengan negara lainnya, tidak menutup juga beberapa negara sekaligus, misalnya AS dengan Amerika Latin. Dalam perdagangan ini mereka sudag mengenal aturan-aturan umum seperti: adanya komitmen keterbukaan masalah-masalah ekonomi, diantaranya untuk perlindungan barang, standar emas (gold standard), dan terbatasnya intervensi dari pemerintah terhadap kegiatan makro-ekonomi. David Ricardo, seorang pemikir ekonomi klasik berkebangsaan Inggris, memberikan banyak pengaruh di dunia perdagangan internsional melalui pemikirannya. Salah satu pemikirannya yang paling terkenal adalah Teori Keuntungan Relatif (Comparative Advantage Theory). Teori ini membahas dan menggagas dasar perdagangan bebas bagi negara-negara di dunia. Asumsi dasarnya: setiap negara memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) dalam memproduksi suatu barang jika biaya pengorbanannya (opportunity cost) dalam memproduksi barang tersebut (dalam satuan negara lain) lebih rendah. Selain itu David Ricardo juga menyatakan bahwa dengan melakukan perdagangan Internasional setiap negara memperoleh keuntungan (gain from trade) sehingga ketika suatu negara mempertimbangkan keuntungan mana yang paling besar dan produk mana yang lebih efesien diproduksi maka negara akan cenderung melakukan spesialisasi barang dagangannya. Teori ini berbanding terbalik dengan merkantilisme yang menganjurkan penggunaan kebijakan proteksionisme (tarif) bagi setiap negara. Merkantilisme menganggap kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan perdagangan, keuangan, dan bisnis sebagai dasar untuk memperkuat kedudukan suatu negara. Frieden memaparkan seringkali dalam perdagangan internasional, pihak-pihak pemegang kekuasaan lah yang mengendalikan keterbukaan negara yang satu dengan yang lainnya di dalam kancah perekonomian internasional demi mencapai kepentingan kelompok atau pribadi mereka. Contoh yang diangkat Frieden adalah kisah keluarga Rothschild keluarga yang berkebangsaan Yahudi, yang selama kurang lebih 200 tahun telah memberikan sumbangsih yang besar dalam sejarah perekonomian Eropa. Nathan Mayer Rothschild merupakan salah seorang aktor penting dalam dunia ekonomi dan politik di Inggris diabad Ke-19. Ia mendirikan Rothschild banking house cabang Inggris di London pada tahun 1905. Ia kemudian memimpin dan mengatur keuangan pemerintahan Inggris selama perang Napoleon dengan sistem standar 3 emas1. Anak pertamanya yaitu Lionel Nathan Rothschild kemudian menjadi yahudi pertama yang menjadi anggota parlemen Inggris. Rumah perbankan Rothschid di London terus berlanjut hingga sekarang menjadi salah satu perusahaan perbankan yang sangat penting di dunia. Usaha Rothschild di Eropa dan Amerika bertujuan untuk membuat pasar keuangan (pasar investasi maupun peminjaman dana) gobal tetap stabil dan dapat diakses dengn mudah,selain itu keluarga Rothschild menambah kejayaan mereka dengan merebut kekuasaan perusahaan pertambangan emas dan berlian di Afrika Selatan (perusahaan Tambang De Beers) setelah kematian Cecil Rhodes, penguasa Rhodesia sebelumnya, pada Perang Boer tahun 1899. Setelah masa kejayaan dari ekonomi global, Beberapa kelompok negara-negara penting seperti Inggris, Belanda dan Belgia mulai meningkatkan hubungan perdagangannya dengan negara lain. Negara-negara yang lebih kecil kekuatannya (Amerika Latin) mulai mengurangi proteksi perdagangannya dikarenakan besarnya keuntungan yang didapat dari perdagangan bebas bagi negara-negara yang memiliki pasar terbatas. Negara-negara barupun pun (cth China 1912) lebih cenderung ke arah perdagangan bebas, beberapa dari negara tersebut tidak dapat bertahan dari persaingan tarif dengan negara eropa yang bertujuan untuk membuka pasar. Misalnya di kawasan Eropa sendiri pada awal abad 19, tarif sekitar 40% sedangkan tarif rata-rata dunia 13%. Bagi negara-negara kecil jelas ini malah menaikkan harga produk mereka di negara lain, ditambah lagi persaingan kualitas dengan produk negara lain. Kekuatan politik merupakan kunci dasar keberhasilan dari keterbukaan ekonomi. Keterbukaan tersebut haruslah didukung oleh stabilitas makro-ekonomi, dan kemajuan teknologi, akan tetapi sumber utamanya adalah kekuatan politik yang secara konsisten mendukung konsep tersebut. Perdagangan bebas memang dalam pertarungan politik domestik, meyebabkan perdagangan internasional tumbuh lebih cepat dan negara yang satu dengan yang lainnya hal ini berdmpak pada persaingan antarnegara memproduksi dan mengekspor lebih banyak produk dalam negeri mereka dibandingkan untuk mengkonsumsi atau mengimpor barang negara lain. Perdagangan bebas, invetasi dan migrasi penduduk terikat oleh suatu ketetapan sistem standar emas yang kuat. Pemilik dari perusahaan, pertambangan, dan perkebunan di setiap daerah memproduksi untuk pasar global, dengan menggunakan modal dan sumber daya yang ada di seluruh dunia. Dengan kondisi yang demikian, ekonomi dunia tumbuh lebih cepat dari sebelumnya. Standar kehidupan meningkat seiring dengan berkembangnya negara mengikuti 1 Standar emas yang dimaksud adalah 1 Ons emas= 27 $ pada tahun 1900an. Baca selengkapnya di Robert A. Mundell, The International Monetary System in the 21st Century: Could Gold Make a Comeback? accessed from www.springerlink.com, Mei, 20th 2009, 18.40 WIB. 4 negara industri terdepan di dunia yakni Inggris. Sehingga sistem standar emas meningkatkan daya tarik dari perdagangan dan finasial internasional sebaliknya perdagangan dan finansial internasional juga meningkatkan daya tarik dari penggunaan sistem standar emas. Keterbukaan ekonomi, komitmen kepada sistem standar emas, dan minimnya interferensi di dalam mekanisme pasar nasional dan global, membuat setiap anggota dari sistem perdagangan internasional makmur dan lebih sejahtera. Chapter ketiga membahas masa keemasan perdagangan dunia yang ditandai dengan berakhirnya dominasi Inggris dalam dunia industri. Inggris—yang pada masa sebelumnya begitu dominan dengan Revolusi Industrinya—tampaknya harus rela tergeserkan posisinya oleh Amerika Serikat (AS), Jerman, Rusia, dan Jepang. Pergeseran kedudukan sebagai negara yang dominan secara industrialisasi ini berjalan seiringan dengan semakin terintegrasinya perekonomian dunia kala itu, yang memungkinkan tersebarnya manufaktur-manufaktur modern dari negara-negara Eropa ke berbagai belahan bumi lain. Meningkatnya industrialisasi dalam perekonomian dunia menyebabkan munculnya peningkatan pada kebutuhan akan produk-produk non-pangan, sandang, dan papan. Berbagai penemuan dan teknologi yang berkembang kala itu juga menyebabkan keinginan akan pemenuhan kebutuhan tersier (barang mewah) mulai meningkat. Barang mewah ini sendiri merupakan barang yang membutuhkan bahan mentah berkualitas dan mesin-mesin berteknologi canggih dalam pembuatannya. Barang mewah ini juga merupakan barang yang akan digunakan dalam waktu lama oleh pemiliknya, sehingga masalah kualitas tentunya sangat diutamakan. Pembuatannya yang membutuhkan teknologi canggih dan kualitas terbaik ini menyebabkan beberapa merek tertentu menjadi andalan masyarakat, yang lantas memunculkan tendensi terdominasinya pasar oleh beberapa perusahaan besar dunia. Satu asumsi yang melatarbelakangi penyebaran industrialisasi di dunia pada kala itu adalah dijalankannya open world economy. Akan tetapi jika mau ditilik lebih lanjut, sebenarnya konsep open world economy ini tidaklah dijalankan secara menyeluruh karena setiap negara ternyata menerapkan adanya proteksi industri pada produk tertentu. Proteksi pada suatu produk ini bertujuan untuk menghindarkan kompetisi dengan produk luar sejenis, sehingga dapat diperoleh keuntungan maksimal pada produk tersebut, keuntungan yang nantinya dapat digunakan untuk membangun kehidupan industri negara tersebut. Pemikiran tentang proteksi ini juga disampaikan oleh Friedrich List, yang mengatakan bahwa proteksi perdagangan yang sementara (temporary trade protection) diperlukan untuk menyeimbangkan hubungan antara 5 major powers. List juga melanjutkan bahwa proteksi di sini hanya digunakan untuk kepentingan pembangunan industri negara tersebut, sehingga setelah kemampuan industri negara tersebut sudah maju dan kompetitif, kebijakan proteksi dapat ditarik. Para penganut proteksionisme ini berpendapat bahwa tidak ada negara yang mampu menjalankan industrialisasi tanpa menerapkan batasan protektif sebelumnya sehingga untuk menjadi negara besar dan kaya, di mana industri menjadi faktor yang krusial, pengorbanan jangka pendek berupa proteksionisme diperlukan untuk mendapatkan keuntungan jangka panjang. Pendapat kaum proteksionis ini sejalan dengan teori perdagangan klasik yang diungkapkan oleh John Stuart Mill, yaitu bahwa negara industri awal memerlukan dukungan dari pemerintah; akan tetapi Mill dan pendukung neoklasikme mengatakan proteksi sebisa mungkin harus menjadi langkah terakhir yang dapat ditolerir dalam perdagangan internasional karena tingkat proteksi yang tinggi akan cenderung melahirkan monopoli perdagangan. Walaupun sekilas terlihat menguntungkan bagi kemajuan industri suatu negara, kebijakan proteksi perdagangan ternyata memiliki dua masalah. Pertama adalah proteksi perdagangan menyebabkan adanya transfer pendapatan dari konsumen ke produsen yang disebabkan karena tingginya harganya produk dan tidak adanya pesaing, proteksi perdagangan pada akhirnya seperti akan membebankan pajak pada konsumer untuk keuntungan produsen. Masalah kedua datang dari sisi efisiensi produk, di mana proteksi perdagangan akan menyebabkan produksi suatu barang menjadi berlebih karena sesuai dengan the law of comparative advantage, usaha produksi kemudian akan difokuskan pada produk yang diproteksi tersebut, yang kemudian berdampak pada supply produk tersebut yang berlebih dan menjadi tidak efisien dan tidak produktif. Telah disebutkan sebelumnya bahwa adanya proteksi perdagangan akan menaikkan harga suatu produk karena tidak adanya pesaing luar negeri. Berangkat dari nosi tersebut, pembicaraan mengenai munculnya kartel (kombinasi perusahaan-perusahaan besar, baik secara formal maupun informal, yang dapat mengendalikan harga) pun timbul. Kartel sendiri dapat timbul karena perusahaan-perusahaan nasional setuju untuk tidak berkompetisi satu sama lain agar harga suatu produk tetap tinggi, hal ini diperparah dengan kebijakan proteksi perdagangan yang menutup kemungkinan masuknya pesaing luar negeri sehingga dapat dikatakan kebijakan proteksi perdagangan seringkali melahirkan berbagai bentuk oligopolis dan sindikat perdagangan dalam suatu negara, seperti yang terjadi di AS dan negara lainnya. 6 Selain ditandai dengan munculnya negara-negara industrialisasi, masa keemasan dalam perdagangan internasional juga ditandai oleh lahirnya negara-negara yang memiliki kekayaan alam melimpah, yang oleh Jeffry A. Frieden disebut dengan istilah recent settlement. Berbeda dengan negara industrialisasi yang memfokuskan kegiatan ekonominya pada intensifikasi manufaktur, recent settlement merupakan negara dengan kondisi alam yang subur dan persediaan produk yang melimpah, sehingga relatif tidak menemui kesulitan dalam produksi ekonomi. Kondisi alam yang subur itu lantas didukung oleh masuknya manufaktur dan mesin-mesin yang semakin mempermudah pengolahan kekayaan alam yang dimiliki. Recent settlement biasa merupakan daerah dengan iklim kondusif dan lahan subur untuk pertanian dan peternakan, seperti misalnya Argentina, Kanada, Australia, dan Uruguay. Dengan kesuburan alam dan prospek alam yang menjanjikan, tentulah recent settlement digemari oleh para imigran. Di antara para imigran itu, imigran Eropa merupakan kelompok paling besar yang mendatangi keempat wilayah recent settlement tersebut. Imigran Eropa ini lantas membangun masyarakat baru yang berbasis pada pertanian, peternakan, dan pertambangan. Lama-kelamaan, standar hidup masyarakat recent settlement pun semakin meningkat, produk-produknya pun mulai dikenal oleh dunia internasional, pertumbuhan ekonomi pun terjadi melalui perdagangan internasional dan akses negara tersebut ke pasar dunia. Perkembangan yang cukup signifikan juga terjadi di belahan dunia lain, yang juga memiliki sumber daya alam melimpah seperti recent settlement; namun berbeda dengan recent settlement yang berpenduduk relatif sedikit, daerah ini memiliki jumlah penduduk yang besar. Freiden menyebut daerah ini sebagai daerah tropis, karena iklim di wilayah berciri-ciri seperti ini kebanyakan adalah iklim tropis/semi-tropis. Yang termasuk dalam daerah tropis ini adalah Amerika Latin, Afrika, dan Asia; di mana ketiga wilayah ini memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah: Meksiko dengan besi dan baja; Brazil dengan kopi dan karetnya di Amazon; Chili dengan baja dan nitrat; Kuba dengan gula; Peru dengan kapas dan gula; dan banyak negara Afrika lain yang rata-rata memiliki kekayaan alam berupa kacang, palm oil,dan berbagai kekayaan alam lainnya; sementara untuk sisi Asia, Burma dan Thailand terlihat dominan dengan produksi berasnya. Daerah-daerah tropis ini kemudian menjalin hubungan perdagangan dengan negara-negara Eropa, yang pada akhirnya mampu meningkatkan taraf hidup penduduk daerah tropis ini dikarenakan produk-produk yang mereka tawarkan sangat diminati oleh masyarakat Eropa yang tidak memiliki alam sekaya daerah tropis ini. Seiring dengan terlibatnya daerah-daerah tropis ini dalam perdagangan internasional, modernisasi pun memasuki daerah 7 tropis ini. Modal asing pun mulai masuk, pembangunan infrastruktur dengan berdasarkan pada modal asing mulai dijalankan, negara-negara yang semula tertinggal ini pun kini mulai dapat mengejar ketertinggalannya. Menanggapi perbedaan tingkah laku negara-negara sehubungan dengan perdagangan internasional, Eli Hecksher dan Bertil Ohlin menyampaikan teorinya yang kemudian dikenal dengan sebutan teori Hecksher-Ohlin. Hecksher dan Ohlin mengatakan bahwa sebenarnya keterlibatan suatu negara dalam perdagangan internasional akan berdasar pada hukum keuntungan komparatif (the law of comparative advantage), yang mendasari preskripsi apa yang akan dilakukan suatu negara maupun deskripsi apa yang telah dilakukan suatu negara, yaitu bahwa suatu negara akan cenderung mengekspor produk yang dapat ia produksi secara baik, dan mengimpor produk yang kurang dapat ia produksi secara baik. Permasalahan dari hukum keuntungan komparatif ini adalah, bagaimana suatu negara dapat mengetahui produk mana yang dapat ia produksi secara baik (dan menghasilkan keuntungan maksimal) bila ia tidak mengobservasinya dari keterlibatan langsung dalam perdagangan internasional? Menjawab pertanyaan tersebut, Hecksher-Ohlin mengatakan bahwa setiap negara memiliki faktor bawaan produksi (endowments of the factors of production) yang berbeda-beda: ada negara dengan kekayaan alam yang melimpah ruah, negara dengan jumlah tenaga kerja yang besar, dan negara kaya dengan modal yang tinggi. Faktor bawaan inilah yang, menurut Hecksher dan Ohlin, akan menentukan keuntungan komparatif nasional suatu negara, yang nantinya akan dikembangan negara tersebut dalam perdagangan internasional. Sehingga menurut Hecksher-Ohlin, suatu negara akan mengekspor produk yang dapat memaksimalkan penggunaan faktor bawaan yang ia miliki. Pemikiran Hecksher dan Ohlin ini berguna untuk menjelaskan perpindahan modal (investasi) dan tenaga kerja (imigran), selain untuk perpindahan produk, dalam perdagangan internasional. Menurut Hecksher-Ohlin, negara yang mampu memaksimalkan faktor bawaan yang ia miliki (atau dengan bahasa Hecksher-Ohlin: countries that concentrated on using their abundant factors) akan mampu menjadi negara yang sukses dalam perdagangan internasional. Sehingga dengan demikian, keterbukaan dalam ekonomi internasional akan memungkinkan negara industrialisasi dan negara berkembang untuk mengejar ketinggalannya dari negara maju, yaitu dengan melakukan spesialisasi berdasarkan faktor bawaan yang dimilikinya. Celah antara negara maju dan negara berkembang, karenanya, akan berkurang. Pendapat Hecksher-Ohlin yang mengatakan bahwa keterbukaan dalam ekonomi internasional akan memungkinkan negara berkembang untuk mengejar ketinggalannya dari 8 negara maju dengan melakukan spesialisasi sesuai faktor bawaan yang dimiliki disanggah oleh pendapat kaum globalis yang mengatakan bahwa hubungan yang tercipta antara negara maju dan negara berkembang didasarkan pada suatu mekanisme dominasi, yang menyebabkan terjadinya suatu pembangunan tidak setara2. Pendapat kaum globalis tersebut seperti bertentangan dengan bayangan Hecksher-Ohlin tentang akan berkurangnya celah antara negara maju dan berkembang. Penulis sendiri lebih setuju dengan apa yang disampaikan kaum globalis, yang senada dengan pendapat kaum Marxis, yaitu bahwa sistem yang ada di dunia merupakan sistem yang memungkinkan terjadinya dominasi dan eksploitasi dari negara maju pada negara berkembang, yang lantas menyebabkan negara berkembang akan terus tergantung pada negara maju. Secara umum chapter keempat membahas berbagai hal yang menyebabkan kegagalan, kemunduran, kelambanan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di negara-negara yang dulunya pernah mengalami masa kolonialisme. Frieden menyatakan bahwa disamping adanya revolusi industri yang membawa beberapa negara mengalami masa kejayaan (negara-negara Eropa) sebaliknya ada juga negara yang mengami kemiskinan terus-menerus, misalnya negara-negara di Afrika, Asia, Timur Tengah, beberapa bagian Rusia, Eropa Tengah dan Timur, serta Amerika Latin. Contoh yang paling mencolok adalah masyarakat Kongo yang menderita akibat Kolonial Belgia. Raja Leopold adalah seorang yang berkebangsaan Belgia yang telah 20 tahun mendirikan personal empire di wilayah Kongo, Ia tahu bahwa negaranya Belgia tidak akan memberikan bagian koloni baginya jika ia meminta langsung. Oleh karena ambisi inilah maka dia pun berusaha mendirikan sebuah koloni atas namanya sendiri. Dengan alasan menyebarkan agama Kristen ke penduduk Afrika ia datang ke Kongo. Ia berhasil mendapat simpati dari masyarakat karena saat itu ia menentang perdagangan budak yang dilakukan oleh Eropa pada tahun 1840-an. Raja Leopold memulai kariernya sebagai pelindung ekspedisi orang-orang Eropa yang mengadakan penelitian di Sungai Kongo. Oleh karena itu ia pun dipercayakan untuk memegang kendali wilayah Kongo beserta dengan kekayaan alam yang terkadung di dalamnya. Ini bukan karena geopolitik Belgia ataupun kecerdikan Leopold, namun pada saat itu kekuatan Eropa sedang dibagi-bagi di wilayah Afrika. Wilayah Kongo disebut sebagai The New Congo Free State. Namun masih ada kemungkinan bagi negara lain untuk keluar masuk untuk mempengaruhi wilayah ini. 2 Paul R. Viotti, dan Mark V. Kauppi, International Relations Theory: Realism, Pluralism, Globalism. (New York: Macmillan, 1993), hal. 450. 9 Pada tahun 1890 William Sheppard seorang Misionaris muda dari Amerika datang ke Kongo untuk menyebarkan Agama Kristen Presbitarian, bersama temannya Samuel Lapsley membuat misi mereka di Luebo, wilayah kekuasaan Kasai, Wilayah Kongo bagian tengah. Karena telah masuk wilayah Kongo yang telah diserahkan kekuasaannya untuk Raja Leopold, maka Sheppard dkk pun melakukan perintah Raja Leopold, yaitu menyebarkan Agama Kristen Protestan dengan maksud membendung pengaruh Portugis dan misionaris Katolik Perancis. Karena Wilayah bagian tengah Kongo masih dikuasai oleh Kasai, maka Raja Leoplold pun memerintahkan Sheppard untuk pindah ke sana dengan maksud untuk menangkal pengaruh-pengaruh negara lain dan menjaga otoritas Leopold. Pada di tahun 1980an Edmund Done Morel seorang pelaut dari Inggris datang ke Kongo. Ia mengajak adanya perdagangan dari Kongo ke Luar negeri, mengingat Kongo sangat baik dalam produksi Karet. Oleh karena itu, Raja Leopold ingin mendaparkan keuntungan dari perdagangan Karet ini, lalu ia pun mempekerjakan penduduk Kongo. Yang menjadi permasalahan adalah penduduk ini tidak secara mnusiawi dipekerjakan. Wanita maupun anak-anak disekap sebagai jaminan agar pria harus bekerja dan menyerahkan hasil pekerjaan mereka kepada pemerintahan Leopold barulah anak maupun istri mereka dilepaskan, selain itu tidak pernah sekalipun mendapatkan upah. Malah kekayaan mereka sebelumnya yaitu ladang, rumah, dll jika mereka malas bekerja akan diambil oleh pemerintahan Leopold. Pemimpin lokal desa-desa di Kondo juga dipaksa untuk mempekerjakan semua anggota desanya. Ketika desa gagal, maka Raja Leopold menyuruh pasukannya untuk membakar desa itu beserta semua orang yang ada di dalamnya. Hal ini dianggap sebagai pelajaran bagi desa tetangga untuk mematuhi perintah Leopold. Pembunuhan massal ini juga tidak hanya terjadi sekali, namun sudah beberapa desa yang menjadi korbannya, Hingga Akhir kekuasaan Raja Leopold ia telah menewaskan kurang berjuta-juta orang penduduk Kongo. William Shepperd yang awalnya menjadi rekan kerja Leopold pun melaporkan hal ini kepada Presiden Theodore Roosevelt di Gedung putih untuk menyampaikannya kembali ke Eropa. Saat itu negara-negara Eropa sepakat bahwa apa yang dilakukan oleh Leopold tidak semata-mata bertujuan membuka perdagangan dan investasi, melainkan untuk kepentingan dan memperkaya dirinya sendiri dan ini. Belgia sendiri mendukung penduduk lokal Kongo untuk mengambil alih kekuasaan Leopold, namun hal ini tentu tidak bisa dilakukan begitu saja, sebab Leopold juga sudah memiliki banyak pasukan dan banyak pemimpin desa Kongo dipenjara. Kekuasaan Leopold baru berakhir hingga akhir hidupnya tahun 1909. 10 Secara Gamblang dikatakan Frieden bahwa kolonialisme berhubungan dengan keterbelakangan pembangunan. Ketika penjajah tidak memberikan hak demokrasi (hak untuk mendapatkan kebebasan) bagi penduduk setempat, otomatis penduduk yang terjajah pun tidak dapat mengembangkan kehidupan sosial, ekonomi. Hal ini sudah diatur sedemikian rupa sehingga penduduk yang terjajah akan melakukan apa yang diperintahkan para kolonialis. Faktanya kekuatan imperialis dan memaksakan negara yang mereka jajah untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi internasional, pada saat itu adalah perdagangan internasional. Namun ada dua masalah utama yang dihadapi oleh negara yang terjajah pada saat itu, pertama, restriksi, kedua, perdagangan ini malah akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi penjajah. Namun penjajahan ini hanyalah salah satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi keterbelakangan ekonomi suatu negara. Keterbelakangan ini juga berkaitan dengan misrule. Misrule ini bisa dilakukan oleh penjajah maupun pemerintahan lokal yang ada di suatu negara. Pertumbuhan ekonomi pastinya membutuhkan investasi, adanya perbaikan metode pertanian dan jenis tanaman yang diproduksi, infrastruktur yang terdiri dari transportasi, mesin-mesin pengolah, informasi tentang teknik, pasar, dan kredit modal. Pembangunan ekonomi juga didukung langsung oleh situasi politik, adanya komitmen dari pemerintah untuk menlindungi pemilik usaha di ngerinya. Selain itu faktor pendidikan untuk membuat pekerja-pekerja ahli di bidangnya semakin dibutuhkan. Selanjutnya dampak buruk yang dihasilkan dari berbagai kesalahan di atas dapat dilihat dari stagnasi di Asia dan stagnasi produksi tanaman. Stagnasi di Asia dapat dilihat di Negara Cina, Turki Osmani dan India. Cina karena pemerintahannya yang sangat dipengaruhi oleh traditional ruling class yang malah bersifat imperialis hingga akhirnya Sun-yat Sen memimpin pemberontakan terhadap penguasa saat itu dan mendeklarasikan kemerdekaan Cina 1912 dan ditambah lagi dengan adanya ancaman dari negara tetangganya Jepang yang mengalahkan Cina. India juga sangat dipengaruhi oleh kekuasaan Inggris dan Turki yang direbut kekuasaannya pada masa Perang Dunia I. Dan adanya reformasi struktur pemerintahan menjadi Republik Turki malah menjadi terhambat pembangunannya. Selain itu ada juga stagnasi produksi tanaman yang dihasilkan oleh beberapa negara, misalnya gula, kopi, kapas dan beras. Permasalahannya adalah negara-negara seperti Amerika Latin, Brazil yang memproduksi kopi, Kuba yang memproduksi gula tetap mempertahankan jenis tanamannya, tahun demi tahun, tanaman diproduksi dengan sangat berlimpah dan ketika Eropa juga telah memproduksi gula bit, akibatnya harga gula malah sangat jatuh di pasar 11 internasional. Demikian juga dengan teh dan kopi yang diproduksi dengan sangat banyak sehingga terlalu banyak penawaran membuat harganya jatuh di pasar, selain itu upah dari pekerja-pekerja perkebunan ini semakin sedikit. Memang proses ini tidaklah sesederhana masalah ekonomi, namun kurangnya perencanaan dalam penanaman tanaman produksi yang dinamis dan efisien. Demikian juga dengan pengkesploitasian sumber daya alam lainnya misalnya minyak, tembaga, emas, berlian, dsb. Frieden mengatakan sangat penting bagi suatu negara untuk membuat perencanaan dalam mengelola sumber daya alamnya, penggunaan SDA secara bersamaan dan produksi yang berlebihan harus dihindari karena akan membawa dampak buruk bagi jangka pendek (harga anjlok) dan juga jangka panjang (sumber daya cepat habis). Selain itu hal ini tidak menjadi tanggung jawab bidang ekonomi saja, melainkan faktor politik dan sosial malah lebih menentukan pertumbuhan ekonomi suatu negara, dengan adanya kondisi sosial yang stabil beserta dan kebijakan yang baiklah maka suatu negara dapat membangun perekonomiannya. Analisis: dari berbagai hal yang telah dipaparkan diatas, hal-hal yang menjadi tantangan dari pembangunan pada masa 1896-1914, adalah: Pertama, Adanya pengaruh kolonialis (penjajah). Pengaruh umumnya adalah tidak memberikan kebebasan bagi masyarakat yang dijajah untuk melakukan apa yang mereka inginkan sehingga masyarakat ini pun tidak berkembang intelektualnya, demikian juga usaha untuk mengembangkan ekonomi susah dilakukan karena harus menuruti perintah penjajah. Selain itu struktur sosial juga menjadi kacau dengan kehadiran kaum penjajah sebab kaum-kaum aristokrat masyarakat yang terjajah juga akan memihak kepada penjajah dari pada membela rakyat yang lainnya. Kedua, Masyarakat yang masih tradisional pemikirannya sehingga malah menjauh terhadap modernisasi ekonomi. Ketiga Kurangnya perencanaan yang matang akan barang apa yang akan di produksi. Karena pada masa itu masih bergantung dengan hasil alam maka barang yang harus dipertimbangkan adalah hasil-hasil alam, tanaman-tanaman seperti kopi, beras, kapas, dan gula. Negara harus dapat memetakan barang mana yang harus diproduksi dengan banyak atau adanya diferensiasi dalam suatu negara sehingga tidak terjadi kelebihan penawaran barang dipasar yang menyebabkan harga anjlok. Demikian juga dengan hasil tambang dan mineral bumi. Keempat Peran pemerintah setempat juga dapat memberikan hambatan pembangunan ekonomi, yaitu untuk mencari keuntungan disetiap kesempatan dan untuk melindungi masyarakat dari perusahaan yang melakukan monopoli. Kelima, sekaligus merupakan hal yang terpenting yaitu kurangnya kesaamaan hak dalam hal sosial dan politik. 12 Karena yang sering terjadi bukan permasalahan tidak ada SDA ataupun proses pengolahan dan juga penjualan, melainkan dalam mengelola keuntungan usaha tersebut, masalah-masalah korupsi, atau pejabat yang tidak cakap dalam membuat kebijakan menjadi masalah terbesar dalam suatu pembangunan perekenomian. Chapter kelima pada dasarnya membahas masalah-masalah dalam ekonomi global pada zaman yang dikatakan sebagai Golden Age. Menurut Frieden, apa yang menjadi tantangan utama pada masa emas dari kapitalisme global bukan berasal dari kemiskinan yang terjadi di negara-negara Asia maupun Afrika, melainkan datang dari dalam sistem itu sendiri. Inggris diuji komitmennya dalam perannya sebagai pengusung pasar bebas dan pemimpin ekonomi global. Masalah pertama datang dari negara yang menjadi pelopor pasar bebas serta pemimpin ekonomi dunia saat itu, Inggris. Pasar bebas yang dianggap akan sangat menguntungkan bagi Inggris ternyata tidaklah selamanya demikian. Pasar bebas yang dijalankan oleh Inggris membawa dampak yang tidak disangka-sangka, dimana Inggris kebanjiran barang-barang dari Eropa serta Amerika yang dapat masuk dengan mudah. Hal ini menimbulkan kemarahan para pedagang Inggris yang semakin sulit menjual dagangannya, ditambah dengan pemerintah yang memberlakukan tarif lebih berat pada barang-barang Inggris. Tidak hanya dalam pasar domestik saja, para pesaing Inggris juga mengambil alih dominasi Inggris pada negara-negara dunia ketiga yang selama ini menjadi pasar besar bagi Inggris. Kemudian, lahirlah keinginan untuk menggantikan free trade dengan apa yang disebut sebagai fair trade oleh para pedagang Inggris yang juga diikuti dengan permintaan mereka agar pemerintah Inggris melindungi mereka dengan kebijakan proteksionisme. Sayangnya keinginan ini gagal diwujudkan karena kalah dari pihak-pihak yang tetap menginginkan pasar bebas yang diuntungkan daripadanya. Semenjak itu posisi Inggris sebagai pemimpin ekonomi dunia semakin melemah. Permasalahan siapa yang diuntungkan dan dirugikan dalam integrasi ekonomi melalui pasar bebas kemudian berusaha dianalisa melalui teori Heckscher-Ohlin. Dimana teori ini mengasumsikan bahwa negara yang kaya dalam modal (capital) akan mengekspor produk padat modal, begitu juga dengan negara yang kaya dalam bidang buruh (labor) dan tanah (land). Hal yang sama juga berlaku dalam hal impor, negara yang kekurangan modal akan mengekspor produk padat modal. Teori ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Wolfgang Stolper dan Paul Samuelson. Mereka memulai observasi dengan asumsi bahwa perdagangan secara khusus memberikan keuntungan produsen ekspor dan akan sangat berbahaya bagi produsen impor. Seperti yang diprediksikan dalam toeri Heckscher-Ohlin bahwa produsen ekspor adalah mereka 13 yang mengekspor produk yang negaranya kaya akan hal tersebut, misalnya produk padat modal bagi negara yang kaya modal. Seiring dengan meningkatnya ekspor, maka permintaan bagi sumber daya untuk membuatnya pun meningkat. Sebaliknya, produsen impor adalah mereka yang mengimpor produk yang negaranya kekurangan akan hal tersebut. Seiring dengan meningkatnya impor, maka permintaan bagi sumber daya untuk membuatnya semakin menurun. Stolper dan Samuelson kemudian menyimpulkan bahwa perdagangan membuat pemilik-pemilik faktor produksi yang berlimpah dalam negaranya semakin baik, sementara pemilik-pemilik faktor produksi yang terbatas dalam negaranya semakin buruk. Implikasi lebih lanjutnya adalah, proteksi membantu pemilik-pemilik sumber daya yang terbatas dalam suatu negara, sedangkan perdangangan membantu pemilik-pemilik sumber daya yang berlimpah dalam suatu negara. Masalah kedua datang dari standar emas yang digunakan saat itu. Pihak yang paling dirugikan dari penggunaan standar emas ini adalah petani dan penambang. Hal ini dikarenakan harga produk tambang dan pertanian paling sulit untuk diprediksikan, sehingga para eksportir barang-barang ini memerlukan devaluasi mata uang untuk meningkatkan jumlah uang yang mereka dapatkan untuk menjual barang-barangnya diluar negeri. Misalnya, apabila harga kopi/tembaga jatuh, devaluasi mata uang dapat menutup kerugiannya dengan menjaga harga domestik barang-barang tersebut tetap sama. Devaluasi mata uang guna melindungi eksportir dari penurunan harga dari produk-produk mereka ini tidak bisa dilakukan apabila menggunakan standar emas. Meskipun, devaluasi mata uang ini juga tidak sepenuhnya baik. Ketika mata uang terdepresiasi, barang-barang asing menjadi lebih mahal. Peningkatan harga-harga ini berdampak pada ekonomi domestik dan akhirnya menjadi inflasi. Oleh karena itu, negara-negara pengekspor produk pertanian dan pertambangan kemudian tidak memakai emas sebagai mata uangnya atau hanya pada saat-saat tertentu menggunakan mata uang ini. Sebagai alternatifnya mereka menggunakan mata uang kertas dan perak. Masalah yang terakhir adalah masalah buruh, yaitu pergerakan buruh yang menghadirkan tantangan terhadap tatanan yang ada. Dimana pada masa itu buruh adalah pekerjaan yang paling banyak terdapat di masyarakat-masyarakat maju. Para buruh kemudian merasa perlu untuk membentuk perserikatan buruh guna menghadapi kekejaman yang dilakukan oleh pemerintah dan pembisnis. Para buruh ini juga berusaha untuk masuk kedalam bidang politik untuk mempengaruhi pengambilan keputusan melalui partai yang kemudian berkembang menjadi Partai Sosialis. Para buruh dan organisasinya terkadang berurusan dengan isu-isu kebijakan ekonomi internasional, terutama jika buruh dirugikan dalam hal perdagangan dan 14 imigrasi bebas. Hal ini mau tidak mau juga menuntut peran pemerintah yang lebih besar untuk menjamin mereka dengan mengintervensi pasar, menjaga kestabilan pasar. Permasalahan mata uang emas ternyata juga berkaitan dengan masalah buruh ini. Dimana salah satu cara untuk menjaga keseimbangan ekonomi dengan menjaga kestabilan emas adalah dengan menekan upah agar tetap rendah. Hal ini kemudian menimbulkan protes dari para buruh yang menjadi korban dari padanya. Secara keseluruhan, meskipun tantangan ini tidak terlihat begitu berat, namun perundingan yang berlangsung lama ini akhirnya menimbulkan beban tersendiri bagi perekonomian global. Berdasarkan seluruh uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa sistem perekonomian liberal kapitalis dengan pasar bebasnya yang dikumandangkan selama ini ternyata tidak berjalan sesuai dengan apa yang dicanangkan. Masalah-masalah yang tidak diduga tidak hanya terjadi di luar sistem pusat ekonomi ini, tetapi juga terjadi dalam sistem pusatnya termasuk Inggris yang notabene merupakan pelopornya. Berbagai permasalahan yang terjadi ini pada akhirnya terakumulasi menjadi penyebab dari kejatuhan perekonomian global dalam periode yang disebut-sebut sebagai the golden age. 15