Map 3.1 China: Human Trafficking Routes

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi sekarang, semakin terbukanya akses untuk melintasi batas
negara sudah menjadi celah bagi para pelaku kejahatan termasuk kejahatan
internasional. Globalisasi dan interdependensi antara satu negara dengan negara
lain disamping melahirkan kesejahteraan dan kemajuan peradaban, juga
membawa dampak negatif antara lain telah mendorong lahirnya kejahatan lintas
batas di seluruh belahan dunia. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
informasi dan komunikasi, seolah mengaburkan batas-batas negara, mendorong
semakin mudahnya perpindahan orang, barang dan jasa dari suatu negara ke
negara lain. Perkembangan global telah mengubah karakteristik kejahatan yang
semula dalam lingkup domestik bergeser menjadi lintas batas negara atau
transnasional. Salah satu hal yang sering terjadi adalah human trafficking.
Dalam kasus human trafficking, korban yang paling banyak adalah
perempuan. Mereka dieksploitasi sebagai budak maupun sebagai pekerja
prostitusi. Kejahatan ini disebut Women Trafficking. Korban yang sering
mengalami perbudakan berasal dari kelompok masyarakat bawah yang kurang
mempunyai pendidikan formal yang cukup. Dengan alasan ekonomi, banyak
keluarga yang memiliki anak perempuan yang masih berusia dibawah umur,
didesak untuk menerima tawaran orang-orang yang sering mendatangi rumah
1
mereka agar mau bekerja di luar negeri. Tujuannya klasik agar dapat memperbaiki
kehidupan ekonomi mereka tanpa paham akan akibatnya.
Perdagangan manusia dianggap sebagai bentuk perbudakan dalam
masyarakat modern dan merupakan pelanggaran serius terhadap hak-hak dasar
manusia. Hal ini telah menjadi masalah sosial yang serius di daratan China.
Sebagian besar perdagangan manusia terjadi di wilayah-wilayah perbatasan
China, sekitar 600.000 pekerja bermigrasi setiap tahun ke luar negeri yang
kebanyakan dari mereka direkrut dengan janji-janji palsu pekerjaan dan kemudian
dipaksa bekerja prostitusi atau kerja paksa di berbagai negara1. Meskipun wanita
yang paling banyak diperdagangkan untuk terlibat dalam industri seks di negara
maju, namun juga banyak perempuan yang diperdagangkan dan banyak dijual
oleh negara lain sebagai pengantin di China.
Hal ini tidak terlepas karena adanya ketidakseimbangan rasio jumlah lakilaki dan perempuan di China sehingga meningkatkan permintaan untuk tenaga
kerja perempuan dan istri. Dari banyak kasus trafficking yang dilaporkan,
perempuan yang paling banyak diperdagangkan berusia berkisar 14-20 tahun2.
Berdasarkan informasi dari Departemen Keamanan Publik di China, kasus women
trafficking yang diperdagangkan untuk bekerja di industri hiburan kini meningkat
menjadi 50-60% dari semua jumlah kasus human trafficking, dan perempuan
berumur 16-20 tahun adalah target utama untuk diekploitasi3.
1
United Nations Inter-Agency Project on Human Trafficking (UNIAP): The Human Trafficking
Situation in China, dikutip dari http://www.no-trafficking.org/china.html, diakses pada tanggal 25
November 2012
2
Ibid.
3
Ibid.
2
Pada masa lampau, orang-orang China membeli
perempuanuntuk
dijadikanpembantu atauseliradalah hal yang sah. Sampai saat ini, pemikiran
seperti itu masih melekat pada beberapa orang Tionghoa yang menganggap
membeli pengantin adalah perilaku normal. Sebagai akibat ketidakseimbangan
rasio jenis kelamin di China kedepannya, diperkirakan akan semakin banyak
kasus women trafficking dari negara-negara tetangga.
China merupakan negara sumber, tempat transit dan tujuan women
trafficking4. Para ahli dan NGOs melaporkan bahwa setelah tiga dekade berlalu,
kebijakan pemerintah China yang menyerukan agar tiap keluarga hanya memiliki
satu anak saja guna menekan laju pertumbuhan penduduknya memberi masalah
baru,
ditambah lagi adanya kepercayaan orang China bahwa anak laki-laki
dianggap sebagai anugerah dan lebih berpotensi untuk mencari nafkah, sehingga
ada ketidakseimbangan gender di China5. Jumlah laki-laki menjadi lebih banyak
dibanding perempuan sehingga para pemuda menjadi sulit menemukan pasangan.
Hal ini yang mendorong kelompok kejahatan untuk mendatangkan perempuan
dari negara lain ke China untuk dijadikan pengantin.
Banyak kasus yang terjadi, apabila seorang istri yang mengandung dan
mengetahui jenis kelamin anaknya adalah perempuan, maka ia memilih untuk
mengaborsi. Jika ia melahirkan anak perempuan seringkali juga diadopsi oleh
keluarga lain
di luar negeri dan hal ini membuat banyak anak-anak dan
perempuan diperdagangkan dari China ke negara-negara lain untuk dipaksa
4
China: China National Plan of Action on Combating Trafficking in Women and Children (20082012), dikutip dari http://humantrafficking.org/countries/china,diakses pada tanggal 25 November
2012
5
Voice of America: Trafficking in Foreign Women Rises in China, dikutip dari
http://www.voanews.com/165970.html, diakses pada tanggal 10 Desember 2012
3
menjadi pengantin, bahkan sangat rentan untuk dieksploitasi oleh pasangan
mereka termasuk menjadi pekerja seksual ataupun menjadi budak.6 Sebagai
negara transit, kelompok kejahatan akan membawa orang-orang korban Women
Trafficking ke China terlebih dahulu kemudian akan dibawa ke Thailand dan
Malaysia yang kemudian akan dieksploitasi sebagai budak dan pekerja sex.7
China sebagai negara tujuan Women Trafficking
adalah lebih banyak
berasal dari negara-negara tetangga seperti Burma, Vietnam, Laos, Mongolia,
Russia, dan Korea Utara, bahkan yang paling jauh dalah dari Romania and
Zimbabwe8.Pada bulan Januari 2011, China’s Ministry of Public Security
melaporkan bahwa sejumlah perempuan di China yang dipaksa menjadi pelacur di
luar negeri meningkat karena banyak wanita menjadi korban sindikat kelompok
kejahatan9. Kasus women
trafficking telah melanggar hak-hak individu
perempuan, yang bertentangan dengan hukum nasional, menjadi masalah serius
terhadap international human rights, menciptakan masalah sosial dansangat
mengancam keamanan sosial dan publikserta ketertiban sehingga perlu ada
kebijakan yang efektif oleh pemerintah China agar kasus ini tidak semakin
bertambah setiap tahunnya.
Pemerintah Republik Rakyat China tidak sepenuhnya memenuhi standa
rminimum
untuk
penghapusan
perdagangan
manusia.
Pemerintah
tidak
menunjukkan bukti peningkatan upaya untuk mengatasi perdagangan manusia
6
China National Plan of Action on Combating Trafficking in Women and Children (2008-2012),
loc,cit.
7
US Department of State Trafficking in Persons Report, 2011, dikutip dari
http://beijing.usembassy-china.org.cn/index.html, diakses pada tanggal 25 November 2012
8
Ibid.
9
Ibid.
4
dari tahun ke tahun, karena itu, China di tempatkan pada Tier 2 Watch List untuk
delapan tahun berturut-turut. Tier 2 Watch List adalah Peringkat tingkat negara
dalam melihat upaya pemerintah dalam
melawan perdagangan manusia
berdasarkan standar minimum Trafficking Victims Protection Acts (TVPA).
Namun China telah membuat rencana lebih lanjut untuk memenuhi standar
minimum untuk pemberantasan perdagangan manusia dan menyediakan sumber
daya yang cukupuntuk melaksanakan rencana itu.10 Dengan demikian, penulis
mengangkat judul “Kebijakan Luar Negeri China Dalam Penanganan Women
Trafficking”.
B.
Batasan dan Rumusan Masalah
China sebagai negara sumber, tempat transit, dan tujuan para korban women
trafficking membuat pemerintah setempat semakin memperketat kebijakannya.
Karena hal ini merupakan kejahatan transnasional yang bisa membawa kerugian
terhadap China. Korban women trafficking ini rata-rata berasal dari negara
tetangga yang berbatasan langsung dari China sehingga ada interaksi antar negara
dalam menanggapi hal ini yang kemudian tertuang dalam kebijakan luar negeri
guna untuk melindungi keamanan warga negara China maupun keamanan wilayah
China itu sendiri. Women trafficking di China merupakan batasan dalam
menganalisis kebijakan luar negeri apa saja yang dirumuskan China dalam
negaranya. Sehingga, poin analisis utama dalam skripsi ini adalah rumusan
kebijakan maupun kebijakan luar negeri China dalam menangani masalah Women
10
US Department of State Trafficking in Persons Report, 2012, dikutip
http://beijing.usembassy-china.org.cn/index.html, diakses pada tanggal 25 November 2012
dari
5
trafficking dimana kebijakan luar negeri yang dimaksud adalah kerjasama
pemerintah China dengan negara maupun organisasi lain terhitung sejak tahun
2007 sampai dengan tahun 2012.
Dari hal di atas, penulis mencoba merumuskan batasan masalah dalam
bentuk pertanyaan penelitian guna menghindari kesalahan dalam menganalisis
masalah dalam penulisan skripsi ini, yaitu sebagai berikut:
1. Apa faktor pendorong dan penghambat kebijakan luar negeri China
dalam penanganan women trafficking?
2. Bagaimana efektifitas kebijakan luar negeri China dalam penanganan
women trafficking?
C.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan penelitian ini sesuai dengan batasan pada perumusan masalah, yaitu:
1. Menjelaskan faktor pendorong dan penghambat kebijakan luar negeri
China dalam penanganan women trafficking di China.
2. Menjelaskan efektifitas kebijakan luar negeri China dalam penangan
women trafficking di China.
Dengan adanya hasil penelitian di lapangan, maka penelitian ini diharapkan
dapat:
1. Memberi sumbangan pemikiran dan informasi bagi Akademisi Ilmu
Hubungan Internasional, yaitu Dosen dan Mahasiswa dalam mengkaji
dan
memahami
masalah
women
trafficking
sebagai
kejahatan
transnasional yang perlu mendapatkan penanganan yang baik, dalam hal
6
ini pembahasan kebijakan pemerintah China dalam penanganan women
trafficking di China.
2. Menjadi bahan pertimbangan bagi setiap aktor Hubungan Internasional,
baik itu individu, organisasi, pemerintah, maupun organisasi nonpemerintah baik dalam level nasional, regional, maupun internasional
tentang bagaimana merumuskan kebijakan internal untuk mengatasi
masalah yang melibatkan perdagangan wanita antara beberapa negara.
D.
Kerangka Konseptual
Kejahatan transnasional seperti women trafficking terjadi karena lemahnya
suatu kebijakan yang mengatur sebuah negara. Oleh karena itu perlu perhatian
pemerintah dalam menerapkan peraturan dalam menangani hal tersebut secara
efektif. Hal ini tidak terlepas dari keinginan suatu negara dalam menjaga hak asasi
warga negaranya dan menjaga keamanan negaranya yang termasuk dalam
kepentingan nasionalnya.
Politik luar negeri diartikan sebagai suatu bentuk kebijaksanaan atau
tindakan yang diambil dalam hubungannya dengan situasi/aktor yang ada di luar
batas-batas wilayah negara.11 Sebuah negara membuat kebijakan luar negerinya
dalam menghadapi negara lain, termasuk negara-negara tetangganya untuk
memenuhi kepentingan nasionalnya itu, negara-negara maupun aktor dari negara
tersebut melakukan berbagai macam kerjasama diantaranya adalah kerjasama
11
P. Anthonius Sitepu, Studi Hubungan Internasional, Graha Ilmu, Edisi Pertama, Cetakan
Pertama, 2011, hal. 178
7
bilateral, trilateral, regional dan multilateral12. Salah satu tujuan dari kebijakan
luar negeri ini adalah untuk meningkatkan keamanan internasional dengan alasan
beraneka ragam, tergantung pada informasi tentang kondisi internasional.13
Menurut Rosenau, pengertian kebijakan luar negeri yaitu upaya suatu
negara melalui keseluruhan sikap dan aktivitasnya untuk mengatasi dan
memperoleh keuntungan dari lingkungan eksternalnya.14 Kebijakan luar negeri
juga berfungsi untuk mengatasi dan menghadapi hal-hal dari lingkungan
eksternalnya, seperti krisis, budaya, globalisasi, dan masalah eksternal lainnya.
Namun dalam skripsi ini, masalah eksternal yang dimaksud adalah masalah
women trafficking. Kemudian melihat bagaimana upaya pemerintah dalam
mengatasi kasus women trafficking ini di China.
Secara konsep, transnational crime merupakan tindak pidana atau kejahatan
yang melintasi batas negara. Konsep ini diperkenalkan pertama kali secara
internasional pada tahun 1990-an dalam The Eigth United Nations Congress on
the Prevention of Crime and theTreatment of Offenders.Pada tahun 1995, PBB
mengidentifikasi 18 jenis kejahatan transnasional yaitu money laundering,
terrorism, theft of art and cultural objects, theft of intellectual property, illicit
arms trafficking, aircraft hijacking, sea piracy, insurance fraud, computer crime,
environmental crime, trafficking in persons, trade in human body parts, illicitdrug
trafficking, fraudulent bankruptcy, infiltration of legal business, corruption and
12
Ibid.
William D. Coplin, Pengantar Politik Internasional : Suatu Telaah Teoritis, 2nd terj. Drs.
Marsedes Marbun, Bandung, Sinar Baru Bandung, 1992, hal. 40.
14
Ibid.
13
8
bribery of public or party officials15.18 bentuk kejahatan transnasional secara
terperinci yakni, pencucian uang, terorisme, pencurian seni dan objek budaya,
pencurian kekayaan intelektual, perdagangan senjata gelap, pembajakan pesawat
terbang, pembajakan di laut, penipuan asuransi, kejahatan komputer, kejahatan
lingkungan, perdagangan manusia, perdagangan anggota tubuh manusia,
perdagangan obat bius, kebangkrutan bank, bisnis ilegal, korupsi, penyogokan
pejabat pemerintah, dan kejahatan yang dilakukan oleh kelompok terorganisir
lainnya.
Salah satu kejahatan transnasional adalah perdagangan manusia dimana
termasuk di dalamnya laki-laki, anak-anak, dan perempuan. Namun dalam skripsi
ini yang akan dibahas adalah masalah Women trafficking yang merupakan bagian
dari trafficking in persons. Untuk itu konsep Kejahatan transnasional dipakai
untuk menganalisis women trafficking yang terjadi di China.
Menurut UnitedNations Convention on Transnational Organized Crime
tahun 2000, kejahatan bisa disebut bersifat transnasional jika16:
1. dilakukan di lebih dari satu negara,
2. persiapan, perencanaan, pengarahan dan pengawasan dilakukan di
negara lain,
3. melibatkan organized criminal group dimana kejahatan dilakukan di
lebih satu negara,dan
4. berdampak serius pada negara lain.
15
Peace
palace
library
,
Transnational
Crime
Introduction
http://www.peacepalacelibrary.nl/research-guides/international-criminal-law/transnational-crime/
diakses pada tanggal 5 Februari 2012
16
Transnational Organized Crime diambil dari http://tncc.co.id/id/home/about/ diakses pada
tanggal 4 februari 2013
9
Para korban women trafficking di China banyak yang merupakan orangorang yang dijaring oleh kelompok kejahatan dengan diiming-imingi sebuah
pekerjaan yang bagus, dengan gaji dan kehidupan yang layak. Para korban
kebanyakan merupakan warga negara tetangga China seperti Korea Utara, Burma,
dan Vietnam sehingga banyak transaksi penjualan manusia yang dilakukan di
perbatasan negara. Para kelompok kejahatan ini tentu telah melakukan
perencanaan dalam menjaring mangsanya yang tidak lain adalah para perempuan
yang memiliki pengetahuan yang rendah sehingga mudah untuk ditipu dengan
janji-janji palsu.
Transnational organized crime (TOC) adalah kejahatan lintas negara yang
secara khusus dilakukan oleh organisasi kejahatan terorganisir17. Dalam skripsi
ini, women trafficking merupakan fenomena kejahatan yang melintasi batas
negara, melanggar hukum dan berdampak pada negara lain. China sebagai negara
sumber korban woman trafficking yang juga berarti terdapat aktivitas imigrasi
dari negaranya ke negara lain namun merupakan kejahatan transnasional karena
bersifat ilegal. Women trafficking tentu mengancam keselamatan para korban dan
juga menodai keamanan warga negara dan negara itu sendiri sehingga perlu ada
kebijakan untuk mencegah hal ini terjadi. Kebijakan luar negeri merupakan salah
satu cara China dalam menanggapi masalah ini karena kasus women trafficking
yang terjadi di negaranya juga melibatkan negara lain dan memberi dampak
negatif bagi China itu sendiri.
17
Ibid
10
E.
Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan oleh penulis adalah tipe deskriptif-analitik,
yaitu penelitian yang menggunakan pola penggambaran keadaan fakta empiris
disertai argumen yang relevan. Tipe penelitin deskriptif-analitik dimaksudkan
untuk memberikan gambaran mengenai fenomena yang terjadi yang relevan
dengan masalah yang diteliti. Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan
fakta-fakta perkembangan women trafficking di China dan bagaimana pemerintah
china mengatur kebijakannya untuk menangani kasus women trafficking.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
telaah pustaka (library research) yaitu dengan mengumpulkan data-data dari
berbagai literaturyang mendukung penelitian.Penulis menelaah sejumlah literatur
yang berkaitan dengan masalah yang diteliti berupa buku, jurnal, dokumen, dan
artikel yang diambil melalui internet.
Dengan penelitian bertempat di Perpustakaan ,yaitu :
a. Perpustakaan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik LIPI di Jakarta.
b. Perpustakaan Freedom Institute di Jakarta.
c. Perpustakaan Kementerian Luar Negeri Indonesia di Jakarta
3. Jenis Data
Jenis data yang penulis gunakan adalah data sekunder. Data sekunder
merupakan data yang diperoleh melalui studi literatur. Seperti buku, jurnal,
artikel, majalah, handbook, situs internet, institut dan lembaga terkait. Adapun,
11
data yang dibutuhkan ialah data yang berkaitan langsung dengan penelitian
penulis tentang kebijakan pemerintah China dalam mengatasi women trafficking
di China.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan oleh penulis dalam menganalisis data
hasil penelitian adalah teknik analisis kualitatif. Adapun dalam menganalisis
permasalahan digambarkan berdasarkan fakta-fakta yang ada, kemudian
menghubungkan fakta tersebut dengan fakta lainnya sehingga menghasilkan
sebuah argumen yang tepat. Sedangkan, data kuantitatif memperkuat analisis
kualitatif.
5. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan oleh penulis ialah metode deduktif, yaitu
penulis mencoba menggambarkan secara umum masalah yang diteliti, kemudian
menarik kesimpulan secara khusus.
12
BAB II
TELAAH PUSTAKA
1. Konsep Kebijakan Luar Negeri
Kebijakan luar negeri merupakan aktualisasi dari politik luar negeri suatu
negara yang di dalamnya terdapat kepentingan nasional sebagai akumulasi
keragaman kepentingan masyarakat. Kebijakan luar negeri yang dikeluarkan oleh
suatu negara dimaksudkan kepada tercapainya kesejahteraan rakyat negara
tersebut. Holsti melihat bahwa politik luar negeri sebagai output kebijakan luar
negeri, tindakan atau ide yang dirancang oleh para pembuat keputusan untuk
memecahkan suatu masalah atau melancarkan perubahan dalam lingkungan yaitu
kebijakan, sikap atau tindakan suatu negara18.
Menurut K.J. Holsti, kepentingan dapat dibagi ke dalam tiga klasifikasi,
yaitu: pertama, core values atau sesuatu yang dianggap paling vital bagi negara
dan menyangkut eksistensi suatu negara. Kedua, middle range objectives,
biasanya menyangkut tentang peningkatan derajat perekonomian suatu negara.
Dan yang ketiga long range goals yaitu sesuatu yang bersifat ideal misalnya,
keinginan untuk mewujudkan perdamaian dan ketertiban dunia.19China dalam
penangan women trafficking termasuk dalam long range goals yang mengatur
kebijakan bukan hanya dalam negeri tetapi juga kebijakan luar negeri untuk
18
K.J. Holsti, Politik Internasional: Kerangka Untuk Analisis, Edisi Keempat, Cetakan II,
Erlangga, Jakarta, 1988, hal. 135
19
Umar Suryadi Bakry, 1999, Pengantar Hubungan Internasional, Jayabaya University Press,
Jakarta, hal. 63.
13
menghindari dan mengatasi kejahatan transnasional yaitu women trafficking guns
mewujudkan keamanan dan perdamaian.
“Teuku May Rudi mendefinisikan Politik Luar Negeri merupakan
sekumpulan kebijakan yang berperan dan berpengaruh dalam
hubungan suatu negara (pemerintah) dengan negara (pemerintah)
lainnya sebagai tanggapan (respon) terhadap kejadian dan masalah
dunia (internasional). Dengan kata lain politik luar negeri
merupakan sintesa pengejawantahan tujuan dan kemampuan
(kapabilitas) nasional.”20
Sejalan dengan pendapat di atas maka dapat dikatakan bahwa politik luar
negeri adalah suatu pola kebijaksanaan suatu negara yang ditujukan untuk
beradaptasi dengan lingkungan internasional.21Dimana lingkungan internasional
itu dapat berupa negara lain, situasi internasional maupun badan-badan
internasional. Kebijakan luar negeri merupakan bagian dari kepentingan nasional
yang diwujudkan melalui hubungan dengan internasional. China dalam penangan
women trafficking juga membutuhkan negara lain dalam mencapai ketertiban dan
keamanan dalam negaranya khususnya dalam mengantisipasi masalah women
trafficking.
2. Konsep Transnational Organized Crime
Kejahatan lintas batas negara merupakan isu yang bukan hanya terjadi secara
nasional namun sudah menjadi perhatian internasional karena merupakan
pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Tidak jarang masalah kejahatan ini
menimbulkan trauma terhadap korbannya. Salah stau bentuk kejahatan, yaitu
20
Teuku May Rudy, 1993, Teori, Etika, dan Kebijakan hubungan Internasional, Angkasa,
Bandung, hal.16.
21
Umar Suryadi Bakry, Op.cit, hal. 125.
14
kejahatan yang dilakukan secara terorganisir oleh suatu kelompok yang bergerak
di suatu negara bahkan lebih dari suatu negara.
Transnational crimes atau kejahatan transnasional pada dasarnya meliputi
dua aspek utama yakni:22
1. Bahwa tindakan yang dilakukan oleh pelaku tersebut melanggar aturanaturan yang ada atau hukum yang berlaku
2. Kejahatan transnasional adalah lingkup aksi atau tindakan yang dilakukan
tersebut telah melewati batas-batas negara atau lintas negara.
Kejahatan transnasional menggabungkan konsep formal dan keamanan
transnasional. Kata “kejahatan” dalam bahasa inggris “crime” yang berarti
kelakuan atau perilaku kejahatan atau perbuatan kejahatan, secara etimologis
kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral
kemanusiaan23. Paul W. Tappan mengatakan bahwa:
“Kejahatan adalah The criminal Law (statutory or case law),
commited without defence or execuse, and penalized by tha
state as a felony and misdemeanor” 24
22
Muzadi Hasyi, 2004, Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM dan Hukum, Bandung :
Rafika Aditama, hal. 52
23
Ibid.
24
Ibid.
15
Sedangkan menurut sekretaris NCB Interpol Indonesia Sisno Adiwinoto,
yang dimaksud dengan Kejahatan transnasional adalah kejahatan yang merupakan
kejahatan lintas negara dengan bentuk kejahatan yang terorganisir.25
Meskipun ada beberapa definisi yang berkembang di masyarakat
internasional, ada satu definisi yang banyak dijadikan referensi di tingkat
internasional, yaitu definisi yang dikeluarkan oleh PBB dalam suplemen konvensi
tentang kejahatan internasional (2000) pada artikel 3:26
a. Perdagangan
manusia
adalah
perekrutan,
pengiriman,
pemindahan,
penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan
kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan,
kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi
atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat
memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk
tujuan melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual,
kerja atau pelayan paksa, perbudakan atau praktik-praktik serupa perbudakan,
perhambaan atau pengambilan organ tubuh).
b. Anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 tahun.
Dari definisi PBB tersebut bisa disimpulkan bahwa women trafficking adalah
perempuan di atas 18 tahun yang direkrut lalu dikirim ke suatu tempat dengan
“Penanggulangan Kejahatan Transnasional”,ttp://news.indosiar.com/newsread.htm?id=99091,
diakses tanggal 9 februari 2008
26
Muzadi Hasyi, op.cit., hal 55
25
16
tujuan eksploitasi. Umumnya kejahatan terorganisir ini memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:27
1. Beranggotakan pekerja yang berasal dari berbagai lapisan usia dan latar
belakang pendidikan yang berbeda-beda pula.
2. Biasanya menutupi kegiatannya dengan pekerjaan lain seperti pengusaha,
pencari bakat, ibu rumah tangga, dan lain-lain.
3. Menggunakan cara-cara yang digunakan organisasi kriminal seperti
bekerjasama dengan pegawai pemerintah yang korup, pemutihan uang,
menjalin hubungan baik dengan pihak yang berwenang maupun gerakan
kriminal bawah tanah dari berbagai hirarki dan area pekerjaan.
4. Sasaran yang biasa dituju adalah negara-negara dalam kategori
terbelakang baik negara miskin maupun negara yang sedang berkembang
Sementara itu, lebih jauh lagi menurut Bungkaran, kejahatan transnasional
tersebut merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang harus memenuhi atau memiliki
elemen-elemen berikut ini :28
(1) Lintas batas, baik yang dilakukan oleh orang (penjahat kriminal,
buronan, atau mereka yang sedang melakukan kejahatan, atau korban
seperti dalam kasus penyelundupan manusia atau oleh benda) Senjata
api, seperti saat teroris memasukkan senjata ke dalam pesawat sebelum
lepas landas, uang yang digunakan dalam kejahatan pencucian uang,
benda-benda yang digunakan dalam kejahatan seperti obat-obat
Philip Jusario Vermonte, “Analisa CSIS: Isu-Isu Non-Tradisional Bentuk Baru Ancaman
Keamanan, Transnasional Organized Crime: Isu dan Permasalahannya, CSIS”: Jakarta, Tahun
XXXI/2002 No.1 hal. 45
28
Ibid.
27
17
terlarang, atau oleh niatan kriminal (seperti penipuan melalui komputer
dimana perintah yang dikeluarkan di negara A ditransmisikan ke
negara B)
(2) Pengakuan internasional terhadap sebuah bentuk kejahatan. Pada
tataran nasional, sesuai dengan prinsip nullum crimen, nulla poena
sine lege (tidak ada serangan, tidak ada sanksi apabila tidak ada
hukumannya). Sebuah tindakan anti sosial baru bisa dianggap sebagai
tindakan kriminal apabila ada aturan hukum tertulis yang mengaturnya
pada tatanan internasional, sebuah tindakan dianggap tindak kriminal
bila dianggap demikian oleh minimal dua negara. Pengakuan ini
berasal dari konvensi internasioal perjanjian ekstradisi atau adanya
kesamaan dalam hukum nasionalnya.29
PBB sendiri mengidentifikasikan 18 bentuk kejahatan transnasional secara
terperinci yakni:30
1. Penucucian uang (Money laundering)
2. Terorisme
3. Pencurian seni dan objek budaya (theft of art and cultural object)
4. Pencurian kekayaan intelektual (theft of intellectual property)
5. Perdagangan senjata gelap (illicit traffict in arms)
6. Pembajakan pesawat terbang (aircraft hijacking)
7. Pembajakan di laut (sea piracy)
29
Ibid.
Mohammad Nuh, 2005, Jejaring Anti Trafficking : Strategi Penghapusan Perdagangan
Perempuan dan Anak, cetakan pertama, Universitas Gadjah Mada, hal. 23
30
18
8. Penipuan asuransi (insurance fraud)
9. Kejahatan komputer (computer crime)
10. Kejahatan lingkungan (environmental crime)
11. Perdagangan manusia (trafficking in person)
12. Perdagangan anggota tubuh manusia (trade in human body part)
13. Perdagangan obat bius (illicit drug trafficking)
14. Kebangkrutan bank (fraudulent bankruptcy)
15. Bisnis illegal (infiltration of illegal bussines)
16. Korupsi
17. Benyogokan pejabat pemerintah (corruption and bribey of public official)
18. Kejahatan yang dilakukan oleh kelompok terorganisir lainnya (ang others
offences commited by organized criminal group).
Persatuan Bangsa- Bangsa (PBB) yaitu melalui United Nation Convention
Agains Transnational Organized Crime di Palermo tahun 2000 atau lebih dikenal
dengan Konvensi Palermo.
“Transnational Organized Crime (TOC) adalah kejahatan lintas
negara yang dilakukan oleh suatu kelompok yang terstruktur yang
terdiri dari tiga orang atau lebih, yang telah ada dalam kurun waktu
tertentu dan bertindak secara tertata dengan tujuan untuk melakukan
satu atau lebih kejahatan serius dalam rangka memperoleh secara
langsung, keuntungan financial atau material lainnya.”31
31
Protocol to prevent, Suppress and punish trafficking in Persons, especially Woman and
Children, supplementing the United Nations Convention Against Transnational Organized Crime,
United Nations,2000.http://www.uncjin.org/Documents/Coventions/dcatoc/final_ documents_2/
convention_%20traff_eng.pdf
19
Berdasarkan Konvensi Palermo, TOC adalah kejahatan yang memenuhi
karakteristik sebagai berikut :32
a. Kejahatan ini terkait lebih dari satu negara
b. Kejahatan ini dalam satu negara tapi substansinya menjadi sebagian dari
persiapan, perencanaan, kelangsungan, atau dikontrol dari negara lain.
c. Kejahatan ini terkait dengan satu negara tetapi juga terkait dengan
kelompok-kelompok criminal yang berhubungan dengan aktifitas criminal
yang ada di berbagai negara.
d. Kejahatan ini terkait dengan satu negara tetapi hal ini dapat menjadi efek
untuk seluruh dunia.
Definisi kejahatan terorganisir menurut pendapat para sarjana33 adalah sebagai
berikut:
a.
Donald Cressey: kejahatan terorganisir adalah suatu kejahatan yang
mempercayakan penyelenggaraannya pada seseorang yang mana dalam
mendirikan pembagian kerjanya yang sedikit, di dalamnya terdapat
seorang penaksir, pengumpul, dan pemaksa.
b.
Michael Maltz: kejahatan terorganisir sebagai suatu kejahatan yang
dilakukan lebih dari satu orang yang memiliki kesetiaan terhadap
perkumpulannya untuk menyelenggarakan kejahatan. Ruang lingkup dari
kejahatan ini meliputi kekejaman, pencurian, korupsi monopoli, ekonomi,
penipuan, dan menimbulkan korban.
32
Ibid.
Perdagangan Perempuan Dan Anak (Trafiking) Menurut Aturan-Aturan Hukum Internasional
http://usupress.usu.ac.id/files/Trafiking_finish_normal_bab%201.pdf
33
20
c.
Frank Hagan: kejahatan terorganisir adalah sekumpulan orang yang
memulai aktivitas kejahatannya dengan melibatkan diri pada pelanggaran
hukum untuk mencari keuntungan secara ilegal dengan kekuatan ilegal
serta
mengikatkan
aktivitasnya
pada
kegiatan
pemerasan
dan
penyelewengan keuangan
PBB telah mensahkan United Nations Convention Against Transnational
Organized Crime (UNCATOC) atau yang dikenal dengan sebutan Palermo
Convention pada pertemuan ke-62 tanggal 15 November 2000.
“Transnational Organized Crime (TOC) adalah kejahatan lintas
negara yang dilakukan oleh suatu kelompok yang terstruktur yang
terdiri dari tiga orang atau lebih, yang telah ada dalam kurun waktu
tertentu dan bertindak secara tertata dengan tujuan untuk melakukan
satu atau lebih kejahatan serius dalam rangka memperoleh secara
langsung, keuntungan financial atau material lainnya.”34
Modus poperandi rekrutmen terhadap kelompok rentan tersebut biasanya
dengan rayuan, menjanjikan berbagai kesenangan dan kemewahan, menipu atau
janji palsu, menjebak, mengancam, menyalahguanakan wewenang, menjerat
dengan hutang, mengawini atau memacari, menculik, meyekap, atau memperkosa.
Modus lain berkedok mencari tenaga kerja untuk bisnis entertainment, kerja
diperkebunan atau bidang jasa di luar negeri dengan upah besar.
Para agen atau calo ini bekerja dalam kelompok dan seringkali menyamar
sebagai remaja yang sedang bersenang-senang atau sebagai agen pencari tenaga
kerja. Korban yang direkrut dibawa ke tempat transit atau ke tempat tujuan
34
Protocol to prevent, Suppress and punish trafficking in Persons, especially Woman and
Children, supplementing the United Nations Convention Against Transnational Organized Crime,
United Nations, op.cit.
21
sendiri-sendiri atau dalam rombongan, menggunakan pesawat terbang, kapal, atau
mobil tergantung pada tujuannnya. Biasanya agen atau calo menyertai mereka dan
menanggung biaya perjalanan. Untuk ke luar negeri, mereka dilengkapi dengan
visa turis, tetapi seluruh dokumen dipegang oleh agen termasuk dalam
penanganan masalah keuangan.
3. Konsep Women Trafficking
Kejahatan perdagangan manusia tidak hanya menyangkut kepentingan
satu negara saja tetapi juga menyangkut kepentingan negara lain mengganggu
kehidupan manusia baik secara individu maupun secara kolektif. Perdagangan
manusia merupakan bentuk modern dari perbudakan bertumbuh subur dan
berkembang menjadi kejahatan lintas negara, mengeksploitasi sesama manusia.
Coalition to Abolish Slavery and Trafficking (sebuah koalisi internasional
yang dibentuk untuk menghapuskan perbudakan dan perdagangan manusia)
mendefinisikan perdagangan manusia sebagai semua usaha yang berkaitan dengan
rekrutmen atau pemindahan manusia oleh pihak lain dengan menggunakan
kekerasan, ancaman penggunaan kekerasan, penyelewengan kekuasaan atau posisi
dominan,
penipuan
ataupun
segala
bentuk
kekerasan
untuk
tujuan
mengeksploitasi manusia-manusia tersebut secara seksual maupun ekonomi untuk
22
keuntungan pihak lain seperti perekrut, mucikari, trafficker, perantara, pemilik
rumah bordil dan pegawai lainnya, pelanggan atau sindikat kriminal35.
Deklarasi Stockholm membatasi perdagangan manusia sebagai36:
“ illicit clandestine movement of persons across borders with
the end goal of forcing these persons into sexually or
economically oppressive and exploitative situation for profit of
recriters, traffickers and crime syndicates”.
Definisi di atas dapat diartikan sebagai pergerakan atau perpindahan
manusia secara rahasia dan terlarang dengan melintasi perbatasan wilayah atau
lokasi dengan tujuan akhir untuk memaksa manusia-manusia tersebut masuk ke
dalam situasi yang secara seksual atau ekonomi bersifat menekan dan eksploitatif
serta memberikan keuntungan bagi para perekrut, trafficker dan sindikat
kejahatan.
Pada intinya Protokol PBB ini menetapkan unsur penting dalam
perdagangan dan anak yang tidak saja berkonotasi adanya pembayaran, namun
jika itu mengandung unsur-unsur: perekrutan, pengiriman, pemindahan dan
penerimaan manusia dengan menggunakan ancaman, paksaan, tekanan,
penculikan, penipuan, curang, penyalahgunaan kekuasaan, atau kerentanan posisi
dari mereka yang menerima pembayaran atau keuntungan untuk mencapai
persetujuan dari mereka yang berada dalam control kekuasaan mereka dengan
tujuan eksploitasi.
35
Parjoko, Sri Moertiningsih Adioetomo, Maesuroh, 2003, Jurnal Perempuan Untuk Pencerahan
dan Kesataraan: Berbagai Upaya Memerangi Perdagangan Manusia (Anak dan
Perempuan),SMKG Desa Putera, Jakarta, hal.34
36
Ibid.
23
Protokolini
bertujuanuntuk
mencegah
danmemberantasperdagangan
manusia, khususnyapadaperempuan dan anak, melindungikorban danmenjunjung
tinggihak asasi manusia, dan memfasilitasi kerjasamaantar negarauntuk
mencapaitujuan37. Protokolmenambahkan bahwaeksploitasiyang di maksud
seperti untuk melacurkan orang lain,bentuk-bentuk lain darieksploitasi seksual,
kerja paksa atau jasa, 'perbudakan atau praktek-praktekmirip denganperbudakan,
penghambaan, dan bahkanpemindahanorgan.38 Dari beberapa definisi di atas, ada
beberapa hal yang menjadi ciri utama dari beberapa pengertian perdagangan
manusia yaitu39:
1. Adanya proses perekrutan dan pemindahan manusia baik itu lintas wilayah
maupun negara.
2. Ada pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dengan memanfaatkan
perempuan dan anak untuk melakukan sebuah pekerjaan (dibayar atau tidak),
sebagai hubungan kerja yang eksploitatif (secara ekonomi atau seksual), baik
itu tenaga kerja, prostitusi, buruh manual atau industri, perkawinan paksa atau
pekerjaan lainnya.
3. Ada korban baik perempuan maupun anak yang karena keperempuanan dan
kekanakannya dimanfaatkan dan dieksplotasi baik secara ekonomi maupun
seksual, guna kepentingan pihak-pihak tertentu dengan cara paksa, disertai
ancaman, maupun tipuan dan penculikan. Dalam hal ini termasuk juga
terhadap beberapa korban yang menyatakan persetujuan yang dalam hal ini
37
Suyanto, 2002, Perdagangan Anak dan Perempuan : Kekerasan seksual dan gagasan kebijakan,
Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada, hal. 83
38
Ibid.
39
Ibid.
24
dipahami bahwa situasi-situasi tertentu yang mengakibatkan para korban
setuju, misalnya karena desakan kebutuhan ekonomi, ada tekanan kekuasaan
dan lain sebagainya.
Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana(KUHP) China,
trafficking adalah:
“the abduction, kidnapping, trading and transporting of
women and children for the purpose of selling.” Offences
such as forced labour and other trafficking related offences
are punished as other crimes and not as trafficking
offences40.e
Berdasarkan poin di atas, trafficking yang dimaksud dalam KUHP
China
adalah
wanita
dan
anak-anak
yang mengalami
penculikan,
pengangkutan, dan perdagangan untuk tujuan penjualan. Laki-laki tidak
termasuk dalam konsep trafficking. Selain itu pelanggaran seperti bentuk
tenaga kerja dan trafficking lainnya dihukum sesuai hukum kriminal lainnya
dan bukan merupakan bentuk trafficking.
Salah satu tulisan paling awal tentang kehadiran women trafficking adalah
karya Justinian, Kaisar Romawi yang memerintah dari tahun 527-565, yaitu :41
”Kita telah mempelajari bahwa keuntungan yang mereka peroleh
dari prostitusi tidaklah cukup sehingga mereka berkelana
mengelilingi daratan Eropa dan mengambil keuntungan dari
perempuan-perempuan muda miskin dan tidak berpengalaman
setelah merayu mereka dengan pakaian-pakaian dan barangbarang mahal lainnya. Mereka kemudian menyekap perempuanperempuan itu dalam rumah-rumah dan menipu mereka untuk
menandatangani kontrak dan memaksa mereka untuk terus
bekerja dalam rumah bordil selama mucikari mengkhendakinya”
40
41
UNIAP, Strategic Information Response Network: Anti-Trafficking Action in China, hal. 11
Andy Yentryani, 2004, Politik pedagangan perempuan, Galang Press, Yogyakarta, hal. 19
25
Dalam tulisannya ini, Justinian juga secara detil menggambarkan
bagaimana pelaku (traffickers) bekerja lewat lilitan hutang, pengambilalihan upah
dan minimnya jam istirahat, tidur dan makan yang diberikan kepada para korban.
Dengan semakin berkembangya perhatian internasional pada masalah women
trafficking ini, kemudian disadari bahwa masalah women trafficking tidaklah
semata-mata berkaitan dengan prostitusi, tetapi dapat mengambil bentuk-bentuk
lainnya. Hal ini dapat dilihat dalam:
1. Resolusi mengenai perdagangan (trafficking) perempuan dan anak-anak yang
diadopsi Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1994. Dalam resolusi ini
disebutkan bahwa trafficking adalah :
“Pergerakan dan penyelundupan orang secara sembunyi-sembunyi
melintas batas-batas negara dan internasional, kebanyakan berasal dari
negara berkembang dan negara-negara yang ekonominya berada dalam
masa transisi, dengan tujuan untuk memaksa perempuan dan anak-anak
masuk ke dalam sebuah situasi yang secara seksual maupun ekonomi,
dan situasi eksploitatif demi keuntungan perekrut, penyelundup, dan
sindikat criminal, seperti halnya aktivitas illegal lainnya yang terkait
dengan perdagangan (trafficking), misalnya pekerja rumah tangga
paksa, perkawinan palsu, pekerja yang diselundupkan dan adopsi
palsu”.42
2. Dalam Konferensi Perempuan Sedunia IV di Beijing tahun 199543,
dirumuskan bahwa women trafficking merupakan:
“Salah satu bentuk eksploitasi seksual global yang melecehkan hak
asasi dari jutaan perempuan dan anak perempuan di seluruh dunia. Adapun
yang termasuk dalam eksploitasi seksual tidak hanya terbatas pada
perdagangan perempuan untuk kepentingan prostitusi, tetapi juga
pornografi, pariwisata seks, perdagangan pengantin perempuan dan
42
Ibid.
Coalition Against Trafficking in Women: Trafficking and Prostitution in Asia Pasific,
http://www.uri.edu/artsci/hughes/catw/philos.html
43
26
perkawinan sementara. Termasuk juga di dalamnya kekerasan terhadap
perempuan seperti perkosaan, incest, pengebiran atau perusakan genital
serta pelecehan seksual.”
Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik benang merah tentang
karakteristik women in trafficking”, antara lain sebagai berikut bahwa semua
perempuan memiliki resiko yang sama menjadi korban women trafficking,
terutama perempuan dari negara-negara miskin atau Dunia III. Trafficking dapat
terjadi dalam batas wilayah negara-bangsa itu sendiri, antarnegara di sebuah
kawasan maupun internasional.44
44
Andy Yentryani, op.cit., hal. 23
27
BAB III
WOMEN TRAFFICKING DI CHINA
A. Perkembangan Women Trafficking di China
Secara faktual, perdagangan manusia dalam bentuk perbudakan sudah ada
jauh sebelum ia mencapai skala besar melintasi Atlantik lima abad lalu, Bangsa
Mesir, Babilonia, Yunani, Persia, dan Romawi semuanya melakukan praktik
perbudakan. Pada abad pertengahan, seluruh jaringan arab yang tumbuh di Sahara
dan seputar sungai Nil, mengambil para budak dari jantung Afrika. Pada waktu
itu, budak terdiri dari orang yang negaranya ditaklukkan, sebagai hak milik pasca
perang untuk barter.45
Perdagangan perempuan mempunyai sejarah yang panjang, setidaknya
dapat dilacak hingga kurun waktu tahun 1786. Pada masa itu, perempuan sudah
menjadi komoditas yang menarik karena mempunyai harga jual yang lebih tinggi
daripada laki-laki untuk keperluan domestik, pelacuran, atau dijadikan istri.
Perempuan dijual seharga 60 dollar Spayol, sedangkan laki-laki hanya 40 dollar
Spanyol46. Fenomena tentang perdagangan manusia ini telah ada sejak tahun
1949, yaitu sejak ditandatangani Convention on The Traffic in Person. Hal ini
kemudian berkembang ketika banyak laporan tentang terjadinya tindakan
perdagangan di Beijing Plat Form of Action yang selanjutnya dengan Convention
on the elimination of All Form of Discrimination Agains Women (CEDAW).
45
46
Andy Yentryani, op.cit., hal 32
Ibid.
28
Isu perdagangan manusia sebagai bagian dari bentuk kejahatan
kemanusiaan bukan merupakan fenomena baru. Praktik jual beli manusia
(terutama anak dan perempuan) sudah lama terjadi serta mengalami perubahan
bentuk dan pola penjaringan korban dari waktu ke waktu. Akhir-akhir ini,
perdagangan manusia mencapai klimaks, yaitu selain jumlah korban yang
semakin besar dari waktu ke waktu, juga terbentuk jaringan antar pelaku
(trafficker) yang cukup rapi (organized) sehingga sulit untuk mendeteksi dan
menemukan ujung pangkal tindak kejahatan kemanusiaan ini.
Pemerintah Amerika Serikat mengembangkan standar minimal bagi
penghapusan trafficking yang harus dipenuhi oleh suatu negara sebagai berikut:47
1. The government should prohibit trafficking and punish acts trafficking
2. The government should prescribe punishment commensurate with that
for grave crime, such as forcible sexual assault, for the knowing
commission of trafficking in some its most reprehensible forms
(trafficking for sexual purposes, trafficking involving rape of
kidnapping, or trafficking that causes a death).
3. For knowing commission of any act of trafficking, the government
should prescribe punishment that is sufficiently stringent to deter, and
that adequately reflects the offen’s heinous nature.
4. The government should make serious and sustained efforts to eliminate
trafficking.
Jika diterjemahkan secara bebas, standar minimal bagi penghapusan
trafficking adalah pemerintah harus melarang perdagangan dan menghukum
tindakan trafficking. Pemerintah harus menerapkan hukuman yang sepadan
dengan kejahatan tersebut seperti kekerasan seksual secara paksa atau
pemerkosaan, mengetahui bentuk dari trafficking yang lebih parah yaitu
47
U.S Department of State Diplomacy and Action: Trafficking Victims Protection Act: Minimum
Standards
for
the
Elimination
of
Trafficking
in
Persons
diakses
darihttp://www.state.gov/j/tip/rls/tiprpt/2012/192370.htm pada 25 Januari 2013
29
perdagangan untuk tujuan seksual, trafficking yang melibatkan perkosaan,
penculikan, atau trafficking yang menyebabkan kematian. Pemerintah harus
menunjukkan upaya yang serius dalam penanganan women trafficking.
Berbagai tuntutan perubahan dan perkembangan China pada satu sisi
melahirkan dampak positif, seperti tersedianya berbagai fasilitas perkotaan
termasuk berkembangnya tempat hiburan, pusat perbelanjaan, dan industri
makanan khas negeri tirai bambu tersebut. Perkembangan berbagai sarana dan
prasarana tersebut mampu memberikan sumbangan yang cukup bagi peningkatan
pembangunan ekonomi China. Laju pertumbuhan ekonomi tersebut tidak terlepas
dari perkembangan sektor perdagangan, industri, dan jasa. Namun demikian,
perkembangan industri dan jasa, terutama pada industri sebagaimana disebutkan
di atas telah melahirkan sisi negatif bagi perempuan.
Banyaknya pemanfaatan tenaga kerja perempuan pada berbagai jenis
hiburan dinilai mengandung unsur tindakan atau aktifitas perdagangan
perempuan. Berbagai tuntutan pemenuhan kebutuhan sarana hiburan tidak jarang
membuat para pebisnis di bidang ini memanfaatkan berbagai kelemahan
perempuan untuk diperjualbelikan. Bentuk-bentuk perdagangan yang terjadi di
China tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di tingkat internasional lainnya.
Jenis-jenis pekerjaan yang riskan untuk terjadinya perdagangan, antara lain adalah
buruh migran, pembantu rumah tangga, pekerja seks, perbudakan berkedok
pernikahan.
Faktor-faktor yang menjadikan perempuan terhadap praktik trafficking
relatif bersifat kompleks dan saling terkait satu sama lain. Faktor yang sering
30
disebut-sebut sebagai pemicu kerentanan tersebut, antara lain adalah kemiskinan,
tingkat pendidikan yang rendah, dan isu budaya yang berkaitan dengan peran
perempuan dalam keluarga. Di antara korban trafficking, perempuan menderita
eksploitasi seksual (79%), laki-laki menjadi pekerja paksa(18%), selebihnya
menjadi pembantu rumah tangga, dan anak-anak dijadikan manipulasi dalam
mengemis dan sex trade48
Map 3.1 China: Human Trafficking Routes
Sumber : Diolah dari ILO, Preventing Human Trafficking in the GMhttp://www
.ilo.org/public/english/region/asro/bangkok/child/trafficking/wherewew
ork-china.htm49
48
United Nations Office on Drugs and Crime, Human Trafficking FAQs
http://www.Unodc.org/unodc /en/human-trafficking/faqs.html. diakses pada tanggal 15 Januari
2013
49
Preventing Human Trafficking in the GMhttp://www.ilo.org/public/english/reg
ion/sro/bangkok/child/trafficking/wherewework-china.htm diakses pada tanggal 15 Januari 2013
31
Table 3.1 Perkembangan Perdagangan Perempuan dan Anak50
Pola
Tujuan
Dulu
Sekarang
Peorangan
Sindikat terorganisasi
Dalam wilayah negara
Lintas batas/antarnegara
Pembantu
tangga
rumah Pekerja seks komersial
Buruh migrant legal dan
Menunjang kehidupan illegal
ekonomi keluarga
Pengiriman
pengantin
perempuan
Perekrutan
Dengan sukarela
Melalui
kenalan/keluarga
Dengan kekerasan fisik
maupun psikologi, sosial,
dan ekonomi
Penipuan
calo/aparat negara
Penampungan/penempatan Perumahan/keluarga
korban
Di tempat relative
layak
oleh
Terisolasi
di
penampungan
dan
tertutup di lingkungsn
budaya asing
Penghasilan/gaji pantas Tidak manusiawi
dan
diterima
Dengan
sepenuhnya
kekerasan/premanisme
Penghasilan tinggi tetapi
tidak
diterima
sepenuhnya,
banyak
terjadi
kecurangan/pemotongan
Sumber: Diolah berdasarkan jurnal Migrasi Tenaga Kerja, Kejahatan Lintas
Negara Dan Perdagangan Perempuan Dan Anak-Anak hal. 4.
50
Sukarwarsini Djelantik, 2010, Globalisasi, Jurnal Hubungan Internasional: Migrasi Tenaga
Kerja, Kejahatan Lintas Negara dan Perdagangan Perempuan dan anak-anak, vol. 6.
32
Dalam
kasus
human
trafficking,
traffickersmemiliki
pengetahuan
tentangcaradanprosesperekrutan, pengiriman , danmemilikikontrol atasapa yang
terjadi. Sepanjang rantaiperdagangan, perantaraakan mendapatkan keuntungan
lebihdengan menjualkorbankemucikari, atauke tempat-tempatuntukeksploitasi,
seperti pabrikataurumah bordil. Setelah tiba ditujuan, orang yang diperdagangkan
akandijualataudipaksa
bekerja
Traffickingmerupakantindak
untukkeuntunganpara
pidanatransnasional,
karena
mucikari.
korbannya
tidak
memiliki hak apapun kecuali dieksloitasi semena-mena, misalnya dikirim ke
tempat asingsebagaiburuh paksa, dan sebagaipekerja seks.
Perdagangan manusiaadalah kejahatanyang sangatserius dan melanggar
HAM. Dalam hal ini, yang diperdagangkan bukanlah barang misalnya obatobatan
terlarang
,
tetapimanusiayang
tahun2004,diperkirakanbahwa
seluruh
duniasetiap
tahun.
dijualseperti
barang.
Pada
sekitar800,000-900,000orangdiperdagangkandi
Para
traffikcermenganggapperdagangan
manusiasebagai bisnis yanglebih menguntungkanbisnis daripadaperdaganganobatobatan danbarang-barang.51
Perdagangan manusia khususnya perempuan yang terjadi secara lintas batas
negara menunjukkan bahwa lemahnyakebijakan yang diterapkan pemerintah
terhadap
peraturan
masalah
keimigrasian.Bahkan
pada
kenyataan
bahwapemerintahtelah kehilangankontrol atasaktivitas di perbatasan termasuk
masalah perpindahan manusia (imigrasi). Perdagangantelah menjadiisu global,
yang melibatkanpemerintah danorganisasi internasional. Para traffickers bahkan
51
Cindy Yik-Yi Chu, 2011, Journal of Contemporary China: Human Trafficking and Smuggling in
China, routledge taylor and francis group, hal. 40
33
masuk sampai ke dalam lapisan masyarakat guna melancarkan aksinya, mencari
calon-calon korban yang merupakan para perempuan yang memiliki tingkat
pendidikan yang rendah sehingga mudah untuk dipengaruhi.
Perdagangan
perhatianuniversal
manusiadan
penyelundupandi
karenasejumlahfaktor.Pertama,
Chinatelah
karena
masalah
menarik
women
trafficking yang terjadi di China sulit untuk diselesaikan. Women traffickingdi
Chinamelewatiruteyang rumit, jaringan yang sangat terorganisir, danpemindahan
korban yang melewati jarak yang sangat jauh. Hal ini senada dengan yang
dikemukakan oleh organisasi-organisasi internasional yang sulit untuk mengontrol
dan mengawasi kasus women trafficking, termasuk masalah transportasi yang
digunakan karena seiring jaman juga berubah menjadi lebih canggih.
Kedua, banyaknya penganiayaan bahkan kematian yang terjadi karena
menjadi korban women trafficking. Ketiga, perempuan-perempuan yang
dijanjikan pekerjaan yang lebih layak dan rela membayar sejumlah uang untuk
mencapai tujuannya tersebut justru dijual dan para traffickers ini akan
mendapatkan uang yang lebuh banyak lagi. Keuntungan yang sangat besar ini
adalah salah satu faktor yang menjadi godaan untuk tetap melakukan kejahatan
transnasional ini dan bahkan memperluasnya.
Sindikat kriminal biasanya mengendalikan bisnis perdagangan yang
menguntungkan dan target penjualannya pada negara-negara kaya dari Barat.
Banyak kasus yang terjadi, para women trafficking menjadi pekerja paksa dan
bahkan menjadi budak yang tidak digaji dan tentu memberikan dampak buruk
seperti penderitaan atau traumatik terhadap mereka. Para korban kemudian
34
berkontribusi dalam tenaga kerja gelap, dan pada saat yang sama women
trafficking terjadi bisa karena berawal dari penculikan dan berakhir dengan
eksploitasi. Hal yang lebih parah adalah kasus women trafficking akan membuat
peningkatan kriminal di negara tujuan. Banyak peneliti percaya bahwa orangorang China dan kelompok kejahatan adalah pengendali utama dari women
trafficking yang terjadi di dunia52.
Adanya ketidakseimbangan gender di mana jumlah laki-laki lebih banyak
dari perempuan membuat para pemuda yang telah dewasa kesulitan untuk
menemukan pasangan hidup53. Pemuda yang dimaksud di sini kebanyakan berasal
dari kalangan petani dan miskin. Hal ini salah satu faktor mengapa banyak
permintaan pengantin perempuan yang dibeli dari luar negaranya. Para kelompok
kejahatan terorganisir melihat ini sebagai peluang untuk mendapatkan keuntungan
sehingga bisnis ini terus berkembang. Mereka menyediakan perempuan yang
merupakan korban women trafficking dan meminta sejumlah imbalan kepada lakilaki tersebut. Korban women traficking sebagai pengantin yang dibawa ke China
banyak yang berasal dari Vietnam dan Korea Utara54. Wanita Vietnam
diperdagangkan ke desa-desa di bagian Selatan China, sedangkan wanita Korea
Utara diperdagangkan ke desa-desa di provinsi timur Laut China.
Terlebih lagi dengan status sosial laki-laki di China yang tergolong rendah
akan menyulitkan mereka menemukan pasangan. Wanita di China lebih memilih
52
Ibid.
Theguardian,China imprisons four men for 'ghost marriage' corpse bride trafficking diambil dari
http://www.guardian.co.uk/world/2013/mar/04/china-imprisons-men-ghost-marriage-corpsebridepada tanggal 5 februari 2013
54
ILO, 2002, US Department of States, 2007 diambil dari http://www.ilo.org/public
/english/region /asro/bangkok/child/trafficking/wherewework-chinadetail.htm pada tanggal 5
februari 2013.
53
35
untuk menikah dengan pemuda dewasa yang memiliki status sosial yang lebih
tinggi untuk mendapatkan hidup yang layak. Pada tahun 1990, jumlah petani
miskin yang tidak menikah yang sudah berusia 40 tahun 19%, pada tahun 2000
laki-laki dengan pendidikan rendah berusia 30 tahun belum pernah menikah
berjumlah 44,8%55.Laki-laki dengan status sosial terendah terdiri dari 40 sampai
50 juta laki-laki, dan ini merupakan salah satu strata terendah di China
(chen,2006). Dibeberapa daerah miskin dan terpencil di China para laki-laki
dengan status sosial terendah membuat satu perkumpulan yang disebut “bare
branch village”.Bare branch adalah sebutan bagi para lelaki yang masih bujangan
atau belum menikah dengan usia yang sudah cukup tua.
Minimnya jumlah perempuan di beberapa daerah menyebabkan imigrasi
perempuan dari daerah-daerah lain bahkan dari negara-negara lain khususnya
negara tetangga untuk mencari pekerjaan dan pernikahan. Semakin meningkatnya
imigrasi ini berarti semakin banyak pengantin yang terjual atau terpaksa bekerja
di industri hiburan malam. Pada abad ke-21, pasar perdagangan perempuan dan
anak-anak telah berkembang pesat dan global untuk tujuan eksploitasi seks,
pernikahan paksa dan perbudakan. Diperkirakan bahwa 600.000 hingga 800.000
pria, wanita dan anak-anak yang diperdagangkan ke luar negeri setiap tahun dan
80% dari mereka adalah perempuan dan anak perempuan (US Department of
55
Cindy Yik-Yi Chu, op.cit., hal. 42
36
State, 2007)56. Hal ini menunjukkan bahwa kasus women trafficking sudah berada
dalm tahap mengkhawatirkan.
Pengantin wanita atau mail order bride yang disediakan kepada pembeli
berusia antara 28-36 tahun di Guangde, Anhui. Di beberapa desa, bahkan ada
pengantin yang merupakan wanita yang diculik dari daerah lain sekitar 30-90%
dari jumlah pernikahan yang terjadi di desa. Para wanita yang diperdagangkan
terutama berasal dari daerah miskin dan akhirnya dijual ke daerah yang memiliki
kekurangan wanita. Dengan perkembangan ekonomi China, jumlah wanita yang
diperdagangkan juga meningkat. Selain wanita yang diperdagangkan berasal dari
beberapa daerah di China itu sendiri, pengantin pesanan juga berasal dari negaranegara tetangga, termasuk Vietnam, Korea Utara, dan Myanmar.
Perdagangan wanita di China sudah terjadi sejak masa lampau. Pada masa
dulu, membeli perempuan untuk dijadikan pembantu atau selir adalah hal yang
wajar. Bahkan sampai saat ini masih ada sekelompok orang yang menganggap
bahwa membeli wanita sebagai pengantin adalah hal yang normal. Sebagai akibat
ketidakseimbangan rasio jenis kelamin di China, memungkinkan semakin
meningkatnya permintaan pengantin pesanan dari negara-negara tetangga. Kasus
women trafficking telah menyebabkan kerugian besar terhadap hak-hak individu
perempuan yang bertentangan dengan hukum nasional dan perlindungan ham
skala internasional, menciptakan masalah sosial serta mengancam keamanan
56
UNIAP CHINA, The Trafficking Situation in
trafficking.org/china.html pada tanggal 18 Januari 2013
China
diambil
darihttp://www.no-
37
sosial dan ketertiban publik. Beberapa negara yang merupakan sumber korban
women trafficking yang dijual ke China, antara lain:
1.
Korea Utara
Sebagai negara yang memiliki kondisi ekonomi yang buruk, banyak warga
negaranya yang melarikan diri dari negara mereka sendiri. Korea Utara berbatasan
langsung dengan China, dan mayoritas penduduk di perbatasan itu adalah warga
Korea Utara. Banyak dari mereka yang mencoba berimigrasi ke China untuk
medapatkan kehidupan yang layak namun banyak pula yang menjadi korban
women trafficking. Ketika mereka berhasil ke China, mereka memastikan diri
untuk tidak kembali ke Korea Utara karena mereka akan mendapatkan hukuman
yang berat, dan di sisi lain China justru tidak menyediakan bala bantuan atau
rumah detensi untuk pengungsi. Hal ini membuat para kelompok kejahatan
terorganisir mengambil kesempatan ini sebagai peluang peradagangan dengan
memanfaatkan para wanita dari Korea Utara untuk dijadikan pengantin oleh para
pemuda dewasa di China dan pekerja seks di industri hiburan malam.
Diperkirakan bahwa lebih dari 100.000 perempuan Korea Utara telah memasuki
China tanpa melalui jalur hukum, tetapi antara 80 sampai 90% dari mereka
kemudian diculik57.
Warga Korea Utara pada umumnya memiliki pekerjaan yang stabil seperti
buruh pabrik, petani, insinyur, pekerja pemerintah dan pengusaha tetapi mereka
tidak menerima upah mereka. Untuk bertahan hidup, beberapa dari mereka
57
Robyn Emerton, 2007Asia-Pacific Journal on Human Rights and the Law: Trafficking Of
Mainland ChineseWomen into hong kong’s sex industry:Problems of identification and Response ,
hal. 36
38
menyeberangi perbatasan masuk ke China, namun pada kenyataannya mereka
sering diperdagangkan. Salah satu korban women trafficking yang berasal dari
Korea Utara mengatakan bahwa wanita yang melintasi perbatasan untuk pindah
ke China kemungkinan besar akan dianiaya dan dijual. Kerika wanita dari Kore
Utara telah melintasi perbatasan dan masuk ke dalam wilayah China, mereka akan
berusaha untuk tidak kembali lagi ke Korea Utara karena jika mereka ketahuan
telah melakukan migrasi secara ilegal ke negara lain maka mereka akan
mendapatkan hukuman yang sangat berat ktika mereka kembali ke Korea Utara.
Sementara China tidak menyediakan penampungan untuk pengungsi.
2. Vietnam
Perang Vietnam menyebabkan struktur penduduk Vietnam menjadi sangatt
idak seimbang, sehinggadi sanajumlah perempuan lebih banyak daripada jumlah
laki-laki. Sama halnya dengan korban women trafficking yang berasal dari China,
wanita Vietnam juga menginginkan hidup yang lebih baik di China dan gampang
terpengaruh oleh janji-janji dan iming-iming pekerjaan yang layak dari para
traffickers. Sejak tahun 1980-an, kejahatan transnasional mulai berkembang
semenjak dibukanya perbatasan antara China dan Vietnam. Ribuan wanita
Vietnam berusia 19-45 tahun, terutama dari Utara Vietnam diperdagangkan ke
China dengan janji gaji tinggi atau pernikahan. Para wanita yang diperdagangkan
biasanya mereka yang berasal dari keluarga miskin, berpendidikan rendah
sehingga mudah tertipu. Menurut Vietnam State Action Project, China merupakan
negara tujuan yang paling ditargetkan untuk menjual wanita Vietnam.
39
Tabel 3.2 Trik yang digunakan traffickers dalam merekrut korban
Trafficking
case type
Ethnicity
Trick of trafficker
Kinh (Viet)
My recruiter said she would take
me to Lao Cai town to apprentice
as a tailor, and I would get paid 2
million dong/month.
My parents and I agreed.
Kinh (Viet)
My recruiter said he would help
me find a good job
in Hanoi, with a salary of 3
million dong/month.
Kinh (Viet)
My recruiter said he would
introduce me to a
woman who could help me find a
job in Hanoi
making 3 million dong/month.
Himong
My recruiter told my brother that
she would help
me find a job in a tailor shop, and
I would be paid 2
million dong/month.
Nung
My recruiter said she knew a
person working in
Hanoi, and he just sent 10 million
dong back to his
home. She said she could help me
find a factory
job in Hanoi earning 3 million
dong/month.
Marriage
trafficking
Kinh (Viet)
Sex
trafficking
Dao
My recruiter said she could help
me find a job in
Lang Son province.
I was asked by a friend to go take
photos somewhere
beautiful. I did not know I was
going to China.
Total cost
to go to
China
0
Intercepted
probable
sex or
marriage
trafficking
Labour
trafficking
Debt
incurred
travelling to
China
0
2 million
dong
300.000 dong
2 million
dong
1
million
dong
0
0
0
0
0
0
0
0
Sumber : United Nations Inter-Agency Project on Human Trafficking, Human
Trafficking Sentinel Surveillance Viet Nam–China Border 2010 diambil dari
http://www.no-trafficking.org/reports_docs/siren/SentinelVTNCHN.pdf58
58
United Nations Inter-Agency Project on Human Trafficking, Human Trafficking Sentinel
Surveillance
Viet
Nam–China
Border
2010
diambil
dari
http://www.notrafficking.org/reports_docs/siren/SentinelVTNCHN.pdf
40
Berdasarkan tabel di atas, disimpulkan bahwa kasus trafficking yang terjadi
memang kebanyakan diawali dengan janji-janji palsu oleh pelaku kejahatan yang
merupakan bagian dari kelompok kejahatan. Perekrutan adalah salah satu ciri-ciri
seseorang menjadi korban transnational organized crime. Terdapat beberapa
korban yang juga harus mengeluarkan biaya yang besar untuk memenuhi syarat
dari para perekrut. Para korban mau mengeluarkan uang mereka karena berfikir
bahwa biaya yang dikeluarkannya tidak seberapa dengan upah yang akan didapat
ketika mereka berada di China nanti dan sudah bekerja. Namun, mereka yang
tidak mengeluarkan biaya merupakan korban yang ditipu seperti alasan yang
dikemukakan salah satu korban pada tabel di atas.
Map 3.3 Marriage trafficking routes from within Viet Nam to Chinese border
crossings
Sumber : Diolah dari United Nations Inter-Agency Project on Human
Trafficking, Human Trafficking Sentinel Surveillance Viet
Nam–China Border 2010 diambil dari http://www.notrafficking.org/reports_docs/siren/Sentinel VTNCHN.pdf diakses
pada tanggal 5 Januari 2013
41
3. Myanmar
Di bawah pemerintahan rezim militer Myanmar, peningkatan harga komoditas
sehari-hari Burma seiring dengan kenaikan iuran sekolah dan biaya pengobatan
telah membuat masyarakat kesulitan untuk menanggung kehidupannya seharihari. Situasi politik dan ekonomi yang buruk membuat banyak wanita berharap
mendapatkan pekerjaan untuk menopang kehidupan keluarga mereka dengan
melirik China sebagai negara tujuan karena melihat perekonomian China yang
cukup maju. Mereka berpikir bahwa di China pasti mereka akan mendapatkan
upah yang lebih tinggi dibanding di negaranya sendiri.
Pada tahun 1970-an, kasus women trafficking sudah ada, yaitu wanita yang
dijual sebagai pengantin dari Burma ke China namun kasus itu belum tercium
publik. Namun sekarang justru penjualan wanita sebagai pengantin ke China
merupakan salah satu bisnis yang marak terjadi di perbatasan Burma dan China.
Polisi
Yunnan
(China)
melaporkan
bahwa
jumlah
perempuan
yang
diperdagangkan dari Burma dan berhasil dipulangkan pada tahun 2007 berjumlah
54 orang, pada tahun 2008 berjumlah 87 orang, dan pada tahun 2009 berjumlah
268 orang59. Namun laporan ini masih diragukan karena diduga masih jauh lebih
banyak jumlah korban sebenarnya.
Seperti kebanyakan korban women trafficking, wanita dari Burma yang
menjadi korban juga rata-rata yang berasal dari pedesaan dan memiliki tingkat
59
IRIN humanitarian news and analysis, Myanmar: Bride trafficking to China unveiled diambil
dari
http://www.irinnews.org/Report/92868/MYANMAR-Bride-trafficking-to-China-unveiled
pada tanggal 14 Februari 2013
42
pendidikan yang lebih rendah. Sebagian besar wanita yang diperdagangkan adalah
pengangguran, nelayan, atau memiliki uasha kecil yang menjual pakaian dan
makanan. Kurangnya lapangan pekerjaan dan upah yang tidak memadai menjadi
alasan mereka untuk mudah tertipu oleh janji pekerjaan yang layak di China
namun pada akhirnya mereka justru dijual sebagai pengantin. Semakin tinggi
permintaan pengantin pesanan, harga jual korban women trafficking ini juga
meningkat. Pada tahun 2008 seorang wanita muda cantik dan menarik yang
berasal dari Burma dijual seharga 20.000 sampai 30.000 RMB. Sedangkan pada
tahun 2009 di mana permintaan sedang meningkat, harga jual wanita yang tidak
terlalu menarik dijual lebih tinggi yaitu dari 38.000 smpai 50.000 RMB60.
Melihat keuntungan yang banyak diperoleh kelompok kejahatan justru
kebanyakan berasal dari Burma itu sendiri yang menjaring para korbannya lalu
dijual ke China. Kebanyakan mereka tidak mengerti untuk berbahasa China
sehingga menggunakan bahasa tubuh dalam berkomunikasi. Mereka dijual ke
daerah miskin dan terpencil di China kepada para petani yang sudah tua dan
kadang memiliki gangguan fisik dan mental. Faktor kemiskinan dan gangguan
fisik itulah yang membuat mereka kurang kompetitif untuk mendapatkan
pasangan yang berasal dari China itu sendiri. Namun mereka juga masih
menginginkan keturunan sehingga merasa perlu untuk membangun rumah tangga
dan jalan satu-satunya adalah membeli istri. Saat ini, membeli pengantin pesanan
untuk dijadikan istri telah menjadi tren di beberapa daerah di China.
60
Ibid.
43
B. Bentuk-bentuk Women Trafficking di China
Secara teoritis dan praktis, perdagangan perempuan dan anak dapat terjadi
dalam berbagai bentuk, mulai dari bentuknya yang bersifat eksploitatif maupun
pelanggaran hak asasi manusia, baik pada saat proses, cara maupun tujuan. Hasil
lokakarya
internasional
tentang Migrasi
Internasional
dan
Perdagangan
Perempuan di Thailand pada bulan oktober 1994 yang diselenggarakan oleh
Global Alliance Against Traffic In Women (GAATW) merumuskan beberapa
bentuk perdagangan perempuan berdasarkan tujuannya, yang antara lain sebagai
berikut.61
1. Perdagangan perempuan untuk kerja seks.
2. Perdagangan perempuan untuk kerja domestik.
3. Perdagangan perempuan untuk perkawinan.
4. Perdagangan perempuan untuk kerja paksa.
5. Perdagangan perempuan untuk mengemis.
Berbagai bentuk trafficking yang banyak terjadi di China terkait dengan
pekerjaan-pekerjaan yang disinyalir memiliki tujuan yang tersembunyi untuk
terjadinya aktifitas trafficking yaitu:
1. Buruh Migran
Pada
saat
sekarang
ini,
mayoritas
masyarakat
yang
memiliki
kecenderungan bermigrasi untuk bekerja menjadi pembantu rumah tangga,
pelayan restoran, buruh pabrik dan perkebunan serta bekerja pada industri
61
Nur Iman Subono, Jurnal Perempuan: Trafficking dan Kebijakan, Yayasan Jurnal Perempuan,
Jakarta Selatan hal 23.
44
hiburan atau pekerja seks. Buruh migran biasanya dieksplotasi sepanjang
proses migrasi mulai dari perekrutan sampai pemberangkatan, selama bekerja
dan sampai kembali ke tempat asal. Trafficking terjadi pada sektor pekerja
buruh migran, karena seringkali perekrutan tenaga kerjanya dilakukan melalui
jalur
illegal.
Banyak
dari
bentuk-bentuk
eksploitasi
yang
terjadi
mengakibatkan buruh migran yang direkrut atas kemauannya sendiri menjadi
korban trafficking.
China merupakan salah satu tujuan untuk mencari pekerjaan karena
dianggap sebagai negara yang memiliki stabilitas ekonomi yang baik. Hal ini
merupakan salah satu faktor mengapa banyak orang yang ingin bermigrasi di
China. Namun untuk bermigrasi bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan
karena banyaknya aturan yang harus dipatuhi. Keinginan untuk mencari
kehidupan yang lebih layak membuat orang-orang dari negara tetangga
berdatangan unutuk menjadi tenaga kerja di China, salah satunya dengan
menjadi buruh migran. Mereka bekerja di pabrik-pabrik dan dibayar dengan
upah yang sangat rendah bahkan tidak jarang upah yang seharusnya mereka
dapat tidak dilunasi segera sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan seharihari mereka.
2. Pekerja Sex
Sebagai negara yang memiliki ekonomi yang baik, China juga tidak
terlepas dari berkembangnya industri hiburan. Untuk menjalankan industri
hiburan ini, maka diperlukan wanita sebagai daya tarik. Korban trafficking
yang menjadi pekerja sex adalah korban perekrutan dan penipuan. Mereka
45
diiming-imingi pekerjaan yang layak namun pada akhirnya dipaksa bekerja
untuk hiburan malam atau prostitusi. Kebanyakan mereka berasal dari
Vietnam, Korea Utara dan Myanmar di mana kedaaan dalam negeri mereka
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, misalnya kurangnya
lapangan pekerjaan dan rendahnya upah yang diterima. Hal ini membuat
mereka melirik negara tetangga, China sebagai harapan hidup baru.
Pada awal-awal mereka akan diberikan obat-obat terlarang untuk
dikonsumsi agar mereka tidak ingat dengan apa yang mereka lakukan. Banyak
kasus yang terjadi ketika mereka sudah menjadi pekerja seks mereka akan
sulit untuk keluar dari pekerjaannya itu karena terikat oleh mucikari. Bahkan
banyak dari mereka yang terus melakukan pekerjaan ini namun tidak diberi
upah.
3. Mail Order Bride
Salah satu bentuk trafficking adalah perkawinan. Bagi sebagian orang,
bentuk ini kurang dapat diterima karena secara ideal orang menggambarkan
perkawinan sebagai persatuan kasih antar dua manusia (laki-laki dan
perempuan) dalam sebuah ikatan sakral. Seorang perempuan umumnya tidak
bisa menolak ketika mereka dijodohkan oleh keluarganya untuk menikah. Hal
ini membuat wanita rentan untuk menjadi korban trafficking berkedok
pernikahan.
Adanya pihak-pihak yang diuntungkan dalam perkawinan trsebut
kemudian menjadi dasar bagi pelaksanaan women trafficking . Ada dua
metode yang dikembangkan dalam melihat pernikahan sebagai salah satu
46
model women trafficking. Pertama, bila perkawinan tersebut merupakan salah
satu cara penipuan, terutama untuk kemudian disalurkan dalam industri
seks/prostitusi. Kedua, bila perkawinan tersebut dikomersialisasikan yang
biasanya dilakukan dengan melalui proses perjodohan atau lebih dikenal
dengan istilah mail order bride. Oleh karena itu seringkali women trafficking
melalui perkawinan disebut trafficking bride.
Pada masa kini, di banyak negara terdapat agen-agen yang menawarkan
jasa untuk melakukan perjodohan terutama bagi pihak laki-laki. Agen tersebut
dapt berbentuk institusi maupun perorangan, profesional maupun amatir, yang
kemudian mempresentasekan dirinya sebagai perantara. Agen berjanji kepada
sang wanita dan keluarganya bahwa mereka akan diperkenalkan dengan calon
suami “baik-baik” yang sudah mapan. Begitupun sebaliknya, sang perempuan
juga diperkenalkan sebaga wanita yang bisa diandalkan sebagai seorang istri.
Seperti halnya beberapa daerah di China khususnya di pedesaan yang
memiliki banyak petani-petani dan lelaki dewasa yang belum menikah dan
melakukan pembelian wanita pesanan. Terlebih karena kurang wanita yang
berada di daerahnya yang bersedia hidup di daerah pedesaan dan bekerja
sebagai petani. Lewat bantuan agen, mereka akan dipertemukan dengan sang
wanita kemudian dinikahkan dan tinggal di negara sang laki-laki. Pada
umumnyaseluruh biaya perjodohan ditanggung oleh pihak laki-laki, meskipun
tidak tertutup kemungkinan pihak perempuan juga dibebani sejumlah biaya
“pertolongan” mencarikan jodoh dengan harapan akan mendapatkan
kehidupan yang lebih baik. Setelah perjodohan selesai, maka si agen tidak
47
memiliki tanggung jawab lagi apalagi untuk mengawasi kehidupan rumah
tangga mereka selanjutnya.
Setelah perkawinan, wanita-wanita ini akan tinggal di lingkungan baru,
tanpa tahu banyak tentang budaya dan bahasa yang ada. Tidak menutup
kemungkinan kalau suami mereka telah memiliki istri atau merupakan seorang
mucikari. Belum lagi beberapa suami yang dilatarbelakangi keluarga miskin
dan memiliki kemampuan rendah cenderung emosional dan menyiksa secara
fisik maupun seksual. Akibatnya, wanita-wanita ini kemudian dipaksa menjadi
pekerja seks, bekerja tanpa bayar atau terjebak dalam kondisi perkawinan
yang tidak seimbang. Secara kasar dapat dikatakan bahwa wanita-wanita
tersebut menajdi budak terselebung dengan berkedok perkawinan.
Kondisi para perempuan ini diperburuk oleh tidak adanya perlindungan
hukum. Di banyak negara, termasuk China status kependudukan perempuan
diperoleh selama mereka bertahan dalam perkawinan itu dengan kurun wktu
tertentu. Sementara itu, status anak-anak mereka pun tegantung dengan status
perkawinan, seperti haknya atas warisan dan properti. Hal ini yang
menyebabkan para perempuan harus berpikir berulang kali sebelum dapat
memutuskan untuk melaporkan ketidakharmonisan perkawinannya kepada
pihak berwenang di China. Belum lagi kalau mereka masuk dengan dokumen
palsu atau bahkan tanpandokumen sehingga mereka khawatir akan
dideportasi.
48
C. Kebijakan Luar Negeri China Dalam Penanganan Women Trafficking
Hal utama dalam penanganan women trafficking adalah pembentukan visi dan
kerjasama yang berlangsung secara terus menerus. Kasus women trafficking yang
merupakan transnational organized crime merupakan kejahatan lintas negara
yang dilakukan oleh sekelompok orang di mana aktivitas kejahatan ini bukan
hanya melibatkan satu negara saja sehingga China tidak bisa sendiri untuk
menyelesaikan masalah ini. China memerlukan kerja sama dengan negara-negara
lain yang merupakan sumber women trafficking yang masuk ke wilayah China.
Dalam mengatasi kasus women trafficking yang terjadi di China,
pemerintah membuat rencana baru dalam negaranya. Rancangan ini adalah
respon dari masuknya China dalam kategori Tier 2 Watch List dan
keanggotaan China dalam COMMIT. Rancangan ini dinamakan China
National Plan of Action on Combating Trafficking in Women and Children
(2008-2012) yang dibuat pada tanggal 13 Desember 200762. Tujuan utama
dari NPA adalah secara efektif mencegah dan mengatasi tindakan kejahatan
women and child trafficking , secara aktif memberikan bantuan dan
rehabilitasi terhadap korban yang diselamatkan, dan dengan sungguhsungguh meindungi hak-hak hukum dan kepentingan wanita dan anak-anak.
NPA ini berakar dari prinsip atau teori yang dikemukakan oleh Deng
Xiaoping yaitu “Three Representatives” bahwa sepenuhnya menerapkan
konsep pembangunan ilmiah dan pedoman “memprioritaskan pencegahan,
62
China National Plan of Action on Combating Trafficking in Women and Children (2008-2012)
diambil dari China_National_Plan_of_Action_on_Combating_Trafficking_in_Women_and_
Children_December_2007.pdf diakses pada tanggal 7 januari 2013
49
menggabungkan antara penanganan dan pencegahan, berpusat pada manusia
dan manajemen yang komprehansif”, fokus pada akar masalah serta dampak
yang ditimbulkan, dengan sungguh-sungguh melindungi hak-hak hukum dan
kepentingan perempuan dan anak-anak, serta menunjukkan pembangunan
yang harmonis tentang China63.
Tujuan
NPA
diselaraskan
dengan
pengimplementasian
yang
diharapkan secara efektif yaitu meningkatkan koordinasi mengenai antihuman trafficking, mendifinisikan peran dan tanggung jawab departemen dan
badan-badan yang terkait, memperkuat kerjasama, penanganan, bantuan, dan
rehabilitasi. Meningkatkan efisiensi kinerja mengenai anti-trafficking ,
mengurangi dan mencegah terjadinya kejahatan women and child trafficking,
dan mengurangi trauma fisik dan psikologis korban kejahatan women and
child trafficking.
China juga telah mebuat satu kebijakan baru dalam merespon masalah
women trafficking yaitu China National Plan of Action on Combating
Trafficking in Women and Children dalam kurun waktu 5 tahun yaitu 20082012. Dalam plan tersebut disebutkan perlunya meningkatkan kerjasama
internasional dengan64:
1. Memperkuat kerjasama internasional anti-human trafficking, khususnya
women and child trafficking secara efisien yang merupakan kejahatan
lintas batas negara.
63
64
Ibid.
Ibid.
50
2. Meningkatkan kerjasama dengan PBB, LSM, Negara-negara yang
termasuk Greater Mekong Sub-region, dan NGO baik secara bilateral
maupun multilateral.
3. Memperkuatkerjasama internasional antara kepolisian untuk memerangi
perdagangan lintas batas.
China national plan of action on combating trafficking in women and
children (2008-2012) disetujui pada bulan desember 2007 dan pelaksanaan
rencana untuk NPA ini sedang dirumuskan oleh 28 kementerian yang
bertanggung jawab dalam penanganan women and child trafficking
nantinya65. Provinsi Fujian dan Guizhou telah menyelesaikan rencana
pelaksanaannya. Ministry of Public Security (MPS) telah menandatangani
tujuh puluh dua perjanjian dan MOU dengan 41 negara untuk memperkuat
kerjasama untuk mengatasi human trafficking66. Misalnya kerangka kerja
untuk mengintensifkan kerjasama bilateral antara China dan Myanmar yang
ditandatangani di Kunming pada bulan November 2006 dan mengadakan
pertemuan pertama dengan terjun langsung untuk melihat keadaan perbatasan
pada bulan februari 2007.
Menurut laporan MPS, 6 kantor Perbatasan didirikan di Dongxing,
Pingxiang, Jingxi di Guangxi, Hekou di Yunnan, Ruili di Yunnan, dan
Mengla di Yunnan67. Kantor perbatsan yang ada di Hekou didirikan untuk
65
Ibid.
Country Paper against Trafficking in Women and Children diambil dari china_wom_chil.pdf
diakses pada tanggal 7 januari 2013
67
Ibid.
66
51
mengantisipasi women trafficking yang berasal dari Vietnam68. Sementara
kantor yang berada di Ruili untuk mengantisipasi women trafficking yang
berasal dari Myanmar69. Sedangkan yang berada di Mengla untuk
mengantisipasi women trafficking yang berasal dari Laos. Kantor-kantor ini
didirikan sejak tahun 2007 sampai dengan 2008 untuk meningkatkan
kerjasama antara polisi lokal China dengan kepolisian dari Myanmar,
Vietnam, dan Laos. Kerjasama yang dimaksud adalah untuk sarana
pertukaran informasi dan memfasilitasi pemulangan korban women
trafficking.
Dalam NPA juga disebutkan perlunya membangun kerjasama
internasional seperti:
Tindakan yang dilakukan dalam bidang kebijakan dan kerjasama (nasional
dan internasional)
a. Melanjutkan program kerja Protocol to Prevent, Suppress and Punish
Trafficking in Persons, Especially Women and Children, supplementing
the United Nations Convention against Transnational Organized Crime.
b. Mengembangkan rencana aksi nasional melawan human trafficking di
semua bentuk.
c. Bekerja untuk membangun dan memperkuat sebuah negara, komite multisektoral tentang perdagangan manusia dengan mengkoordinasikan
pelaksanaan National Plan of Actions dan intervensi anti-trafficking
lainnya.
68
69
Ibid.
Ibid.
52
d. Menciptakan mekanisme untuk memperkuat kerjasama regional dan
pertukaran informasi dan menunjuk focal point nasional dalam memerangi
perdagangan
e. Meningkatkan
kerjasama
regional
melawan
perdagangan
melalui
kesepakatan khususnya bilateral dan multirateral
f. Meningkatkan
kerjasama
regional
antara
pemerintah,
organisasi
internasional dan organisasi non pemerintah dalam penanganan women
trafficking
Salah satu kepentingan nasional suatu negara adalah menjaga keamanan
regional maupun internasional. Begitupun dengan China. Untuk menjaga
negaranya dari kejahatan transnasional maka salah satu kebijakan luar negerinya
adalah dengan melakukan kerjasama dengan negara atau aktor non nrgara lainnya
baik bersifat bilateral maupun multilateral. NPA merupakan salah satu strategi
pemerintah China dalam penanganan women trafficking yang memiliki berbagai
kebijakan dan salah satunya adalah dengan bekerja sama bersama negara-negara
lain. Untuk mewujudkan kepentingan nasional itu, salah satu kerjasama yang
dilakukan adalah dengan ikut bergabung dalam The Coordinated Mekong
Ministerial Initiative Against Human Trafficking bersama enam negara GMS
lainnya.
1. The Coordinated Mekong Ministerial Initiative AgainstHuman Trafficking
(COMMIT)
Sebuah negara dalam mencapai kepentingan nasionalnya juga memerlukan
negara lain. Khususnya masalah kejahatan lintas batas negara, maka perlu ada
53
kebijakan luar negeri. Untuk mencapai kepentingan tersebut maka China
melakukan beberapa kebijakan luar negeri, salah satunya dengan kerjasama
bilateral dan multilateral baik dengan negara maupun non-negara. Melakukan
kerjasama dalam penangan women trafficking bersama enam negara yang
termasuk Greater Mekong Sub-region the Coordinated Mekong Ministerial
Initiative AgainstHuman Trafficking (COMMIT).
Dengan terbukanya GMS sebagai tempat untuk melakukan perdagangan,
pertumbuhan ekonomi, dan perdagangan lintas batas, maka juga membuka jalur
kejahatan transnasional, seperti human trafficking dan drugs trafficking.
Pemberantasan human trafficking di Greater Mekong Sub-region adalah salah
satu agenda yang terus direalisasikan negara anggota, badan-badan internasional,
dan LSM selama dua dekade terakhir.
Negara anggota dari wilayah Greater Mekong Sub-region yaitu, Kamboja,
China, Laos, Burma, Thailand dan Vietnam akan bekerjasama dalam penyidikan
dan penuntutan untuk kasus trafficking dan juga dalam hal pemulangan dan
bantuan bagipara korban70. Pertemuan yang dilakukan diHanoi, ibukota dari
Vietnam yang juga dihadiri para sukarelawan, diplomat dan organisasi
internasional, yang ikut dalam penandatanganan perjanjian oleh enam negara di
Burma pada Oktober 2004di mana mereka berjanji untuk mengambil tindakan
terhadap kejahatan transnasional. Pada tanggal 31 Maret 2005 wakil pemerintah
dankepala polisi dari enam negaradi sepanjang Sungai Mekong, di Asia Tenggara
70
The nexus between human rigths and human security in eradicating trafficking in persons: The
case of Regional Cooperation to Combat Human Trafficking in the Greater Mekong Sub-region
diambil dari The case of Regional Cooperation to Combat Human Trafficking in the Greater
Mekong.pdf diakses pada tanggal 5 Januari 2013.
54
telah menyepakati rencana aksi untuk memerangi perdagangan manusia dan
membantu para korban kembali ke kehidupan normal71.
Pengambilan kebijakan COMMIT diatur dari enam perwakilan dari GMS,
masing-masing terdiri dari wakil pemerintah dari kementerian yang paling relevan
untuk
memerangi
perdagangan
manusia,
termasuk
polisi,
kementerian
kesejahteraan sosial dan kemeterian urusan perempuan. Para wakil dari setiap
negaralah yang membuat program dan kebijakan anti-human trafficking di negara
mereka masing-masing dan tercermin dalam rencana kerja tahunan COMMIT.
Dua perwakilan dari semua wakil negara memiliki kewajiban untuk melakukan
pertemuan setidaknya dua kali setahun untuk menetapkan prioritas dan
mengadakan diskusi tentang isu-isu di tingkat regional.
Kegiatan di bawah Sub-regional Plan Action (SPAs) sedang dilaksanakan
masing-masing negara baik bilateral maupun multilateral. Implementasi dilakukan
dalam kerjasama antara departemenn yang bersangkutan, PBB atau LSM untuk
mengkoordinasikan upaya-upaya dan menggabungkan sumber daya baik itu
bersifat power maupun kekuatan ekonomi.
Tujuan dari COMMIT adalah:
1. Untuk mempromosikan dan memperkuat sistem dan pengaturan kerja
sama antar negara dan regional dalam memberantas human trafficking
2. Untuk membentuk respon regional mencakup semua aspek dari masalah
human trafficking termasuk tanggung jawab terhadap korban
71
Ibid.
55
3. Untuk mengidentifikasi dan mengadaptasi bentuk trafficking dari suatu
negara
4. Untuk meningkatkan kapasitas nasional untuk mengatasi human
trafficking termasuk keterlibatan masing-masing daerah dalam setiap
negara.
Diagram 3.1 WorkplanThe Coordinated Mekong Ministerial Initiative
AgainstHuman Trafficking (COMMIT)
Monitoring
and
Evaluation
Listing of
activities
Funding Plan
Workplan
Technical
Assistance
(Local/PMO)
Targets and
Timelines
Schedule
(Calender)
Sumber: Diolah dari COMMIT Sub-Regional Plan of Action (SPA II 2008-2010)
diambil dari commit_spa2_final.pdf diakses pada tanggal 5 Januari 2013
56
Bagan di atas menjelaskan bahwa COMMIT merupakan sarana untuk
memfasilitasi ke enam negara dalam penanganan human trafficking. Kinerja
COMMIT adalah dengan pengawasan dan evaluasi yang dilakukan secara rutin
sekali atau dua kali sebulan antara negara-negara. Menentukan rencana kerja
dengan merencanakan waktu pengimplementasiannya. Menyiapkan segala bentuk
bantuan, baim berua fasilitas maupun dalam bentuk dana.
COMMIT adalah high-level policy dialoge di Greater Mekong Sub-Region
di mana semua pemerintah dari setiap negara menyadari bahwa mereka tidak
dapat menuntaskan sendiri masalah human trafficking secara efektif tanpa adanya
kerjasama dengan negara lain. Upaya yang dilakukan adalah melakukan
pencegahan human trafficking, perlindungan korban, dan melakukan tuntutan
hukum terhadap pelaku kejahatan. COMMIT adalah instrumen regional pertama
yang melakukan upaya serius melalui pendekatan regional untuk memastikan
bahwa kewajiban dan komitmen yang teruang dalam Memorandum of
Understanding
dan
dan
Sub-regional
Plan
of
Action
(SPA)
yang
diimplementasikan dalam tindakan nyata secara tepat waktu dan sesuai dengan
standar norma internasional yang disepakati. Sekertariat COMMIT berada di
Bangkok-UN Inter-Agency Project (UNIAP) untuk penangan human trafficking
di GMS.
Beberapa hal yang menjadi fokus COMMIT:
1. Menyadari bahwa populasi daerah pinggiran memiliki kerentanan
khusus yang harus diatasi.
57
2. Memperkuat mekanisme untuk pengidentifikasian korban, pengobatan
korban, dan penegakan hukum yang lebih efektif.
3. Menekankan
bahwa kebijakan migrasi (termasuk perjanjian migrasi
bilateral) juga adalah hal yang penting untuk mencegah trafficking.
4. Bekerjasama dengan UNIAP, ILO, CEDAW
Diagram 3.2 Anggota COMMIT
Regional
Senor Officials Meeting
Inter-ministerial Meetings
Project Steering Committe
Task
Forces
Task
Forces
Civil Society
Task
Forces
Task
Forces
UN Partners
Task
Forces
Task
Forces
Other
Sumber : Diolah dari COMMIT Sub-Regional Plan of Action (SPA II 2008-2010)
diambil dari commit_spa2_final.pdf diakses pada tanggal 5 Januari
2013
58
Bagan di atas menjelaskan bahwa COMMIT terdiri dari enam negara yang
masing-masing memilki Task Forces. Masing-masing Task Forces merupakan
wakil dari sebuah negara seperti diplomat atau perwakilan departemen. Kinerja ke
enam task forces akan mendapatkan pengawasan dari masyarakat, badan-badan
PBB dan lainnya.
Salah satu rencana kerja dari COMMIT adalah dengan membangun
kerjasama dengan organisasi Internasional dan negara lain. Setiap antar negara
diharapkan meratifikasi masing-masing Memorandum Of Understanding (MOU)
untuk penghubung kedua negara. Setiap negara anggota COMMIT harus
menunjukkan upaya penanganan Women Trafficking dengan bekerja sama atau
melakukan perjanjian dengan salah satu Organisasi Internasional yaitu
International Labour Organization dan salah satu negara anggota COMMIT yaitu
Vietnam.
a. ILO Project to Prevent Trafficking in Girls and Young Women for
Labour Exploitation within China (CP-TING) April 30, 200472
International Labour Organization (ILO) telah menciptakan kerangka
kerja yang bertujuan untuk mempromosikan keadilan sosial sebagai dasar
perdamaian internasional, dengan menjamin hak-hak dasar setiap warganegara
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak73. Mengenai perdagangan
perempuan, dalam pasal 29 konvensi ILO kerangka kerja ILO ini berdasarkan
72
Anti
Trafficking
Action
In
China
http://www.ilo.org/public/english/region/asro/bangkok/child/trafficking/whereweworkchinadetail.htm pada tanggal 20 Februari 2013
73
International Labour Organization dimabil dari http://www.ilo.org/global/about-the-ilo/lang-en/index.htm pada tanggal 20 februari 2013
59
pada satu asumsi bahwa perdagangan perempuan adalah salah satu bentuk
pelanggaran hak asasi manusia, dimana perempuan atau anak perempuan
dipaksa untuk bekerja dalam kegiatan seks yang melawan harkat dan
martabatnya sebagai manusia, melawan moral dan kultur umat manusia. Pasal
29 ini juga menegaskan bahwa setiap bentuk perdagangan anak perempuan
yang dengan cara memaksa untuk mendatangkan penghasilan adalah perbuatan
melawan hukum74. Pengertian seperti ini ditegaskan lagi di dalam Kovensi
Internasional tentang Buruh Anak-Anak (Child Labour Convention). Pasal 182
konvensi ini menegaskan bahwa memperdagangkan anak perempuan adalah
bagian dari perbuatan memperbudak perempuan75.
Dalam rangka mencapai kebijakan luar negerinya, China juga bekerja
sama dengan International Labour Organization (ILO) membuat proyek untuk
mencegah women trafficking dan eksploitasi buruh di China. Pada bulan April
2004, All-China Women’s Federation, Kementerian Tenaga Kerja Dan
Jaminan Sosial, Kementerian Keamanan Publik, dan berbagai kementerian
lainnya serta perwakilan dari Anhui, Guangdong, Henan, Hunan, dan provinsi
Jiangsu sama-sama fokus terhadap women trafficking dan eksploitasi tenaga
kerja di China.
Proyek ini memiliki tiga tujuan sebagai berikut:
74
HRIC, Human Rights In China: China and the ILO diambil dari http://www.hrichina.org
/crf/article/4804 pada tanggal 18 Februari 2013
75
Ibid.
60
1. Mobilisasi kunci taskforcessecara efektif dalam mencegah women
trafficking untuk tujuan eksploitasi tenaga kerja
2. Integrasi, efektifitas, tahap berkelanjutan untuk pencegahan women
trafficking dari dalam atau luar negeri
3. Memperkuat kerangka kebijakan nasional dan sub-nasional serta
efektifitas pelaksanaan dalam pencegahan women trafficking.
Salah satu kerjasama China dan ILO adalah melakukan sejumlah
kampanye anti-women
trafficking dengan
melibatkan
Yunnan Women's
Federation, the Industrial and Commerce Federation and the Yunnan Provincial
Academy of Social Science76. Hal lainnya adalah dengan menetapkan beberapa
kebijakan publik, dan pengembangan wawasan masyarakat pedesaaan khususnya
wanita.
Adapun Work Plan (2006-2008) yaitu : ILO bertugas untuk mengawasi
wanita dan anak-anak yang rentan terhadap women trafficking77. Mengawasi para
tenaga kerja migran dalam mematuhi aturan dan prosedur agar tetap berada dalam
jalur hukum dan tidak termasuk dalam korban women trafficking. Mengumpulkan
data-data tentang proses women trafficking. Pemerintah China dan ILO juga
melakukan advokasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar tidak mudah
termasuk dalam jaringan kelompok kejahatan dengan menjadi imigran yang
ilegal. Untuk merealisasikan hal tersebut maka dibangun beberapa tempat untuk
menjadi pusat informasi masalah ketenagakerjaan.
Salah satunya berada di
Provinsi Yunnan di beberapa desa-desa dengan tingkat imigrasi yang tinggi. Di
76
77
Ibid.
Ibid.
61
sana mereka bisa mendapatkan informasi tentang pekerjaan (job-matching) dan
cara-cara untuk menghindari eksploitasi.
China dan ILO juga bekerja sama dengan Biro Kereta Api Yunnan di mana
pihak stasiun kereta api rutin juga ikut dalam memberikan informasi terhadap
wanita yang ingin bekerja ke negara lain contohnya dengan mengidentifikasi
orang yang menemani para wanita ini agar mereka tidak terjebak oleh kelompok
kejahatan dengan tujuan trafficking.
Seperti yang selalu disebutkan di atas bahwa pemberian materi lebih intensif
seperti pendidikan dengan standar yang lebih tinggi terhadap keluarga minoritas
untuk mengembangkan wawasan mereka sehingga mereka bisa mengantisipasi
diri mereka dengan mengetahui cara-cara untuk mencegah ekploitasi terhadap diri
mereka sendiri. Dalam pemberian materi itu sendiri mulai dikembangkan interaksi
yang aktif antara “siswa dan guru” bukan lagi dengan metode penghafalan saja.
Mereka juga diberikan video-video sebagai alat pembelajaran yang didistribusikan
ke 129 kabupaten di Provinsi Yunnan. Dengan seiring berjalannya program ini,
salah satu antisipasi yang dilakukan masyarakat setempat adalah dengan
melaporkan orang asing yang sering masuk ke wilayah mereka.
Federasi Wanita China di setiap provinsi juga telah mengambil langkahlangkah yang signifikan untuk mempromosikan undang-undang, melek hukum
dan
membantu
rehabilitasi
korban
perempuan
dan
anak
perdagangan.
Memberikan bantuan dan dukungan yang ditargetkan. Pusat Perempuan di desa
sasaran yang menawarkan pelatihan wirausaha agar penduduk desa untuk
mengembangkan
bisnis
berharga
homegrown,
keterampilan.
Hal
ini
62
memungkinkan anggota keluarga untuk tetap dekat dengan rumah, dan dengan
demikian mengurangi kerentanan mereka terhadap pedagang.
B. Kerjasama dengan Vietnam
Upaya lain yang dilakukan China dalam memberantas masalah kejahatan
transnasional adalah dengan membangun kerjasama dengan negara yang
berbatasan. Salah satunya dengan COMMIT yang tadi sudah dijelaskan. Dalam
COMMIT dijelaskan bahwa untuk penanganan women trafficking juga harus
dilakukan kerjasama bilateral dengan negara lain. China bekerja sama dengan
Vietnam dengan menggunakan sistem Green Passage78.
Sistem Green Passage dibuka atas permintaan dari Biro Keamanan Publik
Mong Cai, Vietnam dan Biro Keamanan Publik Guangxi Dongxing, China, untuk
melawan kejahatan transnasional khususnya wilayah perbatasan misalnya masalah
bea cukai, pemeriksaan perbatasan, dan karantina. Dengan adanya Green Passage,
telah menguntungkan bagi kedua pasukan kepolisian karena memperpendek
waktu yang dibutuhkan dalam menangani kasus-kasus. Kerjasama dan
komunikasi antara anggota kepolisian 24 jam sehari. Kedua pasukan kepolisian
juga mendirikan kantor khusus untuk meningkatkan pertukaran informasi.
Dalam beberapa tahun terakhir, kantor khusus ini telah mengadakan kelas
pelatihan penegakan yang dilakukan oleh kedua pasukan polisi ini mengenai
penegahan women and child trafficking. Kantor ini juga sudah melakukan seminar
sebanyak 12 kali, 8 kali konferensi gabungan, dan 48 kali pertemuan antara
78
Li Shuheng, 2007, Chinese Practices in Fighting Against Transnational Organized Crime,
International Centre for Criminal Law Reform and Criminal Justice Policy, Canada, hal. 5
63
kepolisian China dan Vietnam79. Hasilnya didaptkan pertukaran 190 informasi
tentang anti-abduction seperti syarat yang ditentukan Biro Keamanan Publik dan
The United Nations Children Fund80. Hal ini memperkuat pertukaran informasi
dan kerjasama antara polisi China dan Vietnam dalam pelaksanaan penanganan
kejahatan terorganisir lintas batas negara.
Selain daripada upaya-upaya yang sebelumnya telah dipaparkan, dalam
penanganan women trafficking, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah dari
penegak hukum itu sendiri. Bagaimana ketegasan mereka sehingga kasus seperti
ini tidak terulang lagi.
Pemerintah delegasi dari China dan Vietnam, semakin giat dalam
memerangi women trafficking. Hal ini direalisasikan dengan adanya kampanye
yang dilakukan kedua negara ini guna mengatasi masalah trafficking di wilayah
perbatasan. Kedua negara ini juga mendirikan kantor penghubung di perbatasan
untuk saling bertukar informasi secara rutin tiap bulannya. Sebuah kampanye baru
dirancang untuk memberikan penyuluhan terutama kepada wanita yang rentan
terhadap kasus women trafficking, anak-anak, dan orang tua untuk melindungi diri
mereka sendiri terhadap kejahatan transnasional serta ikut berpartisipasi dalam
pencegahan trafficking.
The All-China’s
Women Federation
juga ikut
berpartisipasi. Kampanye Anti Human Trafficking ini sedang dikembangkan di
kedua sisi perbatasan China dan Vietnam. Hal ini diharapkan mampu
79
80
Ibid.
Ibid.
64
meningkatkan pengetahuan masyarakat sehingga tidak mudah untuk dikelabuhi
para pelaku kejahatan.
65
BAB 4
KEBIJAKAN LUAR NEGERI CHINA DALAM PENANGANAN WOMEN
TRAFFICKING
A. Faktor Pendorong dan Penghambat Kebijakan Luar Negeri China
Dalam Penanganan Women Trafficking
Sebagai anggota negara The Greater Mekong Sub-Region, China
memiliki tanggung jawab dalam menjaga stabilitas keamanan dalam negeri
maupun wilayah GMS itu sendiri. Semakin terbukanya jalur perdagangan
antara negara anggota juga semakin membuka jalan kejahatan transnasional
termasuk
kejahatan
terorganisir
seperti
women
trafficking.
Sejak
penandatanganan Memorandum Of Understanding COMMIT, pemerintah di
setiap negara anggota GMS melakukan kerjasama dalam menghentikan kasus
women trafficking, pemeberian sanksi terhadap para pelaku kejahatan atau
traffickers, perlindungan terhadap korban women trafficking untuk kembali
ke negaranya dengan selamat, dan melakukan upaya agar kasus women
trafficking selanjutnya tidak terjadi lagi. China sebagai anggota GMS meiliki
tanggung jawab untuk mengatasi pelanggaran hak perempuan khususnya
dalam penanganan women trafficking.
Pemerintah China tidak sepenuhnya memenuhi standar minimum
dalam penanganan women trafficking. Pemerintah China tidak menunjukkan
bukti-bukti upaya peningkatan untuk mengatasi human trafficking dari tahun
sebelumnya. Hal ini membuat China masuk dalam Tier 2 Watchlist sejak
66
tahun 2005 yang sebelumnya berada dalam Tier 2. Dengan adanya kategori
ini membuat China melakukan pembenahan terhadap peraturan dan upayaupaya dalam penanganan women trafficking. Alasan tersebut menjadi salah
satu faktor pemerintah China membenahi kebijakannya baik di dalam
maupun luar negeri guna mengatasi kasus women trafficking.
Grafik 4.A.1 China Tier Ranking By Year
CHINA TIER RANKING BY YEAR
1
2
2WL
3
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Sumber : Diolah dari Trafficking in person reports 2012, Country
narratives A-C diambil dari CountryNarratives-A-C.pdf pada tanggal 5
Januari 2013
Berdasarkan grafik di atas dapat disimpulkan bahwa dari tahun 2005
China masuk dalam Tier 2 Watch List. Hal ini menggambarkan bahwa tidak
ada perubahan dalam penanganan women trafficking tiap tahunnya. Terbukti
dengan masuknya kategori Tier 2 Watch List selama 8 tahun berturut-turut.
China sudah melakukan upaya penanganan Women trafficking dengan
meningkatkan kerjasama bilateral untuk meningkatkan keamanan perbatasan.
Semua workplan juga berjalan dengan baik namun tetap saja tidak mengubah
angka kejahatan transnasional.
67
Penerapan kebijakan luar negeri China di dorong dengan adanya
kerjasama-kerjasama yang dilakukan baik itu bilateral maupun multilateral.
Di mana kerjasama tersebut menghasilkan berbagai upaya dalam penanganan
women trafficking. Pemerintah membentuk China’s National Plan of Action
on Combating Trafficking in Women and Children (NPA) yang diharapkan
lebih efektif dan pembentukan kantor-kantor untuk pengawasan urusan
keimigrasian di wilayah perbatasan. The Ministry of Public Security (MPS)
telah menandatangani 72 perjanjian dan MOU dengan 41 negara lainnya
untuk membangun kerjasama yang lebih kuat dalam penanganan women
trafficking.81 Berdasarkan laporan dari MPS, bahwa sudah ada tujuh Boarder
Liaison Offices yang sudah terbentuk di Dongxing, Pingxiang, Jingxi, Ruili,
Zhangfeng.
Dalam laporan statistik yang dikeluarkan, pemerintah China tidak
membuat laporan khusus perkembangan women trafficking, tetapi laporan
tersebut justru digabung dengan tindak kejahatan lainnya seperti penculikan
dan penyelundupan manusia. Pemerintah tidak mengeluarkan laporan statistik
yang berkaitan dengan perdagangan tenaga kerja paksa atau women
trafficking. Pemerintah juga tidak menyediakan layanan bantuan dan
perlindungan korban baik korban women trafficking yang berasal dari China
itu sendiri maupun dari negara lain. Pada bulan Maret 2012, pemerintah
China merilis data tentang berbagai kejahatan transnasional namun tidak
membagi secara spesifik dengan menggabungkan adopsi ilegal dan
China Online, ‘Women’s Federation - Research Report on the Situation of Rural Stay-At-Home
Children’ http://www.china.com.cn/news/2008-02/27/content_10861371.htm diakses pada tanggal
27 Februari 2013
81
68
penculikan. Sehingga sulit untuk membedakan upaya apa yang dilakukan
telah pemerintah China dalam menangani kasus trafficking.
Pemerintah China dalam upayanya dalam penanganan women
trafficking mengalami dilematis. Satu sisi China berusaha menunjukkan
keseriusan dalam penangan women trafficking dengan berbagai kebijakan dan
kerjasama yang dilakukan baik dengan negara lain maupun organisasi
internasional lainnya. Namun di sisi lain penyebab terjadinya women
trafficking itu sendiri berasal dari China itu sendiri, dengan adanya kebijakan
yang mewajibkan sebuah keluarga hanya boleh memiliki seorang anak.
Walaupun diperbolehkan memiliki dua orang anak jika anak pertama adalah
perempuan.
Hal ini selaras dengan yang dikatakan Christopher H. Smith, sebagai
U.S. Representative dari New Jersey dalam Congressional-Executive Commission
On China, 6 Maret 2006 bahwa:
“Let me just point out to my colleagues, and I have given you a
copy of just one report that was from about a year ago, March 9, 2004,
that was in The Guardian newspaper. It points out that there may beas
many as 40 million single men by the year 2020 who are looking for
wives and cannot find them because of the one child policy, creating a
shortage of female babies.82”(Terjemahan:Mari saya tunjukkan kepada
rekan-rekan, dan saya akan memberikan salinan laporan sekitar tahun
lalu, 9 Maret 2004, yang berasal dari surat kabar The Guardian. Ini
menunjukkan bahwa mungkin akan ada sebanyak 40 juta laki-laki
bujangan pada tahun 2020 yang mencari istri dan tidak dapat
menemukan pasangan sebagai akibat dari kebijakan satu anak , yang
akan menimbulkan kekurangan bayi perempuan).
82
Congressional-Executive Commission on China : Combating Human Trafficking in China:
Domestic and International Effortshttp://cecc.gov/pages/hearings/2006/20060306/index.php 6
Maret 2006 diakses pada tanggal 17 februari 2013
69
Terjemahan di atas bisa diartikan bahwa berdasarkan surat kabar The
Guardian tahun 2004, bahwa akan ada empat puluh juta laki-laki di tahun
2020 yang akan sulit menemukan pasangan hidupnya atau pengantin wanita
karena kebijakan satu orang anak yang mengakibatkan kurangnya bayi
perempuan yang akan lahir. Dari statement di atas menunjukkan bahwa akan
ada lebih banyak lagi jumlah laki-laki dibanding jumlah wanita karena
kebijakan satu anak yang diterapkan oleh pemerintah China. Jumlah laki-laki
yang banyak ini diperkirakan akan sulit menemukan pasangannya ketika
dewasa nanti dan hal ini akan memicu banyaknya permintaan pengantin
pesanan guna untuk meneruskan keturunan sehingga mereka merasa perlu
untuk menikah . Oleh karena kurangnya jumlah wanita yang ada di wilayah
mereka yang kebanyakan berasal dari pedesaan dan berprofesi sebagai petani.
Sehingga kasus women trafficking ke China diperkirakan akan semakin
meningkat per tahunnya.
Hal ini juga disampaikan oleh Chen Shiqu Director of the Ministry of
Public Security’s Anti-Trafficking Task Force bahwa :
“the number of foreign women trafficked to China is definitely
rising. Great demand from buyers as well as traditional
preferences for boys in Chinese families are the main culprits
fueling trafficking in China.83”(Terjemahan: “jumlahperempuan
asingdiperdagangkanke Chinapastinaik. Permintaan yang besar dari
pembeli maupun pilihan tradisional yang menginginkan anak lakilaki dalam keluarga China adalah penyabab utama pemicu
perdagangan ke China”)
83
The epoch times : Trafficking of Women to China on thr Increasehttp://www.theepochtimes
.com/n2/china-news/women-trafficking-to-china-on-the-increase-173283.html pada tanggal 12
Januari 2012 diakses pada tanggal 17 februari 2013
70
Berdasarkan statement Chen Siqu bahwa kasus perdagangan wanita ke
China mengalami peningkatan. Banyaknya permintaan dari pembeli dan
pemikiran tradisional manfaat anak laki-laki bagi keluarga China merupaka
salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan women trafficking.Menurut
sensus 2011, rasio gender di China adalah 120 laki-laki dan 100 perempuan.
Beberapa daerah lain justru dengan jumlah lebih tinggi yaitu 135 berbanding
100. Dengan kesenjangan gender yang semakin melebar ini, diperkirakan
bahwa akan ada empat puluh juta orang China yang tidak akan menemukan
istri dalam waktu dekat.84
Para pelaku kejahatan atau traffickers biasanya mencari perempuan
dari daerah pedesaan berusia 20-an dan 30-an. Mereka kemudian diberi janji
akan mendapatkan pekerjaan bergaji tinggi sebagai umpan. Kemudian mereka
mengatur perjalanan korban baik dengan cara ilegal untuk bisa melintasi
China baik itu dengan dokumen palsu maupun melalui jalan lain yang tidak
mendapatkan pengawasan yang ketat. Para korban juga dijanjikan akan
mendapat pria China kaya di kota-kota besar. Setelah wanita setuju, para
pedagang mengatur perjalanan mereka melewati pos-pos pemeriksaan
perbatasan, atau melewati hutan dan daerah pegunungan, atau dengan
melewati sungai.
84
Ibid.
71
Upaya penanganan women trafficking terus diusahakan pemerintah
khususnya dalam penanganan women and child trafficking. Namun upaya
tersebut tidak bisa dipastikan karena kurangnya data yang dikeluarkan oleh
pemerintah China dalam menunjukkan perkembangannya. Pemerintah jarang
melaporkan upaya untuk memerangi kasus women trafficking yang difasilitasi
oleh negara.
Ada beberapa hal yang menjadi faktor penghambat dalam penanganan
women trafficking. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, penanganan women
trafficking berdasarkan tiga hal yaitu, Pencegahan, Penuntutan pidana, dan
Perlindungan terhadap korban seperti yang tercantum dalam The United
Nations Convention against Transnational Organized Crime. Dalam pasal 24
dan 25 ditegaskan bahwa setiap negara harus menjamin perlindungan dan
keamanan saksi dan korban trafficking85.Namun hal ini tidak sejalan dengan
hukum di China. Pasal 49 Hukum Pidana China mengandung prinsip-prinsip
perlidungan terhadap saksi namun tidak tertuang mengenai bantuan dan
perlindungan korban. China hanya fokus dalam pencegahan dan penegakan
hukum terhadap pelaku kejahatan atau traffickers dan bagi siapa saja yang
terlibat dalam kejahatan women trafficking dan mengabaikan bantuan dan
perlindungan terhadap korban.
Tingginya jumlah kelahiran laki-laki telah mengakibatkan kekurangan
wanita untuk dijadikan pengantin. Menurut Chinese Academy of Sciences,
85
Li Shuheng, op.cit, hal. 10
72
satu dari lima pemuda akan brideless86. Diperkirakan bahwa satu juta pria
China pada saat sampai di usia menikah akan sulit menemukan istri.
Beberapa artikel
juga sudah menggambarkan bawa pria yang sudah tua
memiliki kemungkinan kecil untuk menikah. Laki-laki yang berusia tiga
puluhan yang masih lajang sepuluh berbanding satu dengan jumlah wanita.
Hal ini tidak saja membuat pengantin pesanan bertambah banyak namun juga
akan banyak kejahatan prostitusi yang akan terjadi.
Dari banyak data yang telah dilaporkan, bahwa kebanyakan korban
perdagangan sex tidak menerima bayaran atau upah dalam bentuk apapun,
meskipun beberapa dijanjikan gaji bulanan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Mereka tidak menerima gaji karena para mucikari menganggap bahwa gaji
yang harusnya diterima telah dipotong dengan biaya makanan dan pakaian
sehari-hari. Sedangkan korban lainnya tidak menerima alasan mengapa gaji
mereka tidak pernah dibayar. Hal ini juga serupa dengan korban pengantin
pesananan atau marriage trafficking, mereka berharap untuk mendapatkan
uang tunai yang bisa dikirim ke keluarganya di negara asal namun sama
sekali mereka tidak mendapatkan uang seperti yang dijanjikan para perekrut.
Vietnam dan China memiliki kedekatan secara geografis, khusunya
daerah Quang Ninh dan Lao Cai (Vietnam). Kedua daerah ini merupakan
jalur perdagangan linats batas dan beberapa tahun terakhir juga menjadi
tempat transit migrasi internasional. Pembukaan perbatasan sejak akhir 1990an menjadi sarana pertukaran ekonomi dan secara bersamaan juga membuka
86
Ibid.
73
peluang untuk aksi kejahatan transnasional. Kota Mong Cai yang ada di
perbatasan juga merupakan pusat komersial yang sibuk antaraVietnam dan
China.
Peluang terjadinyawomen trafficking juga meningkat. Pada tahun 2001
pemerintah Mong Cai menunjukkan laporan bahwa ada 105.000 orang yang
akan berangkat ke China87. Untuk melintasi perbatasan, semua yang
dibutuhkan adalah kartu identitas dengan foto, surat permohonan yang ditulis
tangan, dan biaya VND 25.000 yang dibayarkan kepada penjaga China88.
Namun, kebanyakan perjalanan yang dilakukan oleh para korban women
trafficking melalui rute informal. Banyaknya women trafficking yang berasal
dari China karena permintaan pengantin pesananan oleh China dan alasan
inflasi mata uang Vietnam dan China yang menyebabkan pengantin pesanan
dari Vietnam terbilang murah. Untuk laki-laki China, pengantin pesanan
adalah salah satu cara untuk mendapatkan keturunan.
B. Efektifitas Kebijakan Luar Negeri China dalam Penanganan Women
Trafficking
Sebuah studi kasus trafficking melaporkan bahwa pada tahun 2006
dan 2007 ada delapan ratus artikel tentang kasus women trafficking yang
dilaporkan. Women trafficking yang terjadi 37% karena penipuan, 26%
penculikan, 17% penyalahgunaan kekuasaan, 5% kekerasan fisik 89. 58% dari
87
IRIN Humanitarian News and analysis, VIETNAM: Trafficked workers exploited in China
diambil dari http://www.irinnews.org/Report/94277/VIETNAM-Trafficked-workers-exploited-inChina pada tanggal 25 Februari 2013
88
Ibid.
89
UNIAP, The Trafficking Situation in China diambil dari
http://www.notrafficking.org/china.html pada tanggal 2 Februari 2013
74
artikel tersebut menunjukkan bentuk women trafficking seperti 19% prostitusi
paksa di industri hiburan, 9 % bekerja di panti pijat, 9% pertambangan, 4%
manufaktur, 3% tenaga kerja domestik, 3% dipaksa mengemis, 11%
lainnya90.
Analisis dari 301 kasus trafficking yang dilaporkan oleh media dari
tahun 2007 sampai pertengahan 2008 menunjukkan bahwa Yunnan dan
Guizhou adalah provinsi yang menjadi sumber utama women trafficking,
sedangkan Fujian, Guangdong, dan Shangdong adalah provinsi tujuan women
trafficking91. Provinsi Henan adalah sumber dan tujuan women trafficking.
Yunnan dan Guizhou adalah provinsi dengan PDB per kapita terendah di
China, sementara Fujian, Guangdong, dan Shangdong memiliki PDB
perkapita tertinggi92.
Perkembangan lainnya dalam penanganan kejahatan transnasional
adalah dengan pembentukan Dongxing Public Security Bureau Abducted
Women and Children Center. Pusat ini telah memulangkan lebih dari seratus
wanita yang diculik sejak tahun 2004. Hal ini secara efektif melindungi hakhak hukum dan kepentingan korban. Selain itu, lebih dari sepuluh kasuskasus serius dalam satu tahun diselesaikan bersama-sama oleh kepolisian
Dongxing (China) dan kepolisisan Mang Cai (Vietnam). Langkah kerja
mereka dengan melakukan penangkapan secepat dan sebisa mungkin lalu
mengembalikan korban atau pelaku kejahatan itu sendiri ke negara asal
90
http://www.no-trafficking.org/china.html loc,cit
Ibid.
92
Ibid.
91
75
mereka. Sejak tahun 2001 sampai dengan tahun 2007, pihak kepolisian telah
menyelamatkan lebih dari 500 korban women trafficking dan lebih dari 90
yang diduga pelaku kejahatan. Para wanita vietnam yang biasanya dijual ke
daerah Yunxiao dengan harga 20.000 sampai dengan 30.000 Yuan atau setara
dengan US$ 2.900-US$ 4.400)93.
Seperti yang tercantum dalam annual trafficking in person report dari
US Department dalam The Trafficking Victims Protection Act of 2000,
terdapat tiga kategori untuk melihat upaya sebuah negara dalam penanganan
women trafficking, yaitu Tier 1, Tier 2, dan Tier 394. China termasuk dalam
Tier 2 tujuh tahun berturut-turut. Kategori ini adalah suatu negara yang tidak
sepenuhnya dapat melaksanakan standar minimal penghapusan trafficking ,
tetapi ada upaya yang sungguh-sungguh dan memiliki sumber daya untuk
memenuhi standar minimal penghapusan women trafficking.
Pada tahun 2008, pengadilan negeri memutuskan1.353kasus women
and child trafficking mengalami peningkatan 9,91% dari tahun 2007. 2.161
pelaku kejahatan yang meningkat
11,05% dari tahun sebelumnya, dan
sebanyak 1.319 dijatuhi hukuman lebih dari 5 tahun meningkat menjadi
10.1%95. Pada tahun 2009 pengadilan negeri memutuskan 1.636 kasus
women and child trafficking , mengalami peningkatan 20,9% dari tahun
2008, 2.413 pelaku kejahatan yang meningkat 11,7% . sebanyak 1.475 yang
93
Ibid.
ibid
95
Supreme People’s Court, Supreme People’s Procuraterate, Ministry of Public Security and
Ministry of Justice, 2010, Laws and Regulationshal. 3
94
76
menerima hukuman lebih dari 5 tahun juga mengalami peningkatan 11, 83%
dari tahun sebelumnya, 200896.
Salah satu keberhasilan ILO dalam penanganan women trafficking
adalah dengan kampanye yang sering dilakukan sekarang banyaknya
perempuan muda yang mukai membuka bisnis mereka sendiri walupun
merupakan bisnis kecil-kecilan namun cukup untuk menutupi kebutuhan
sehari-hari mereka. Melalui materi pelatihan ILO, perempuan muda sedang
belajar untuk menempatkan keterampilan mereka untuk bekerja lebih dekat
ke rumah, meningkatkan stabilitas keuangan keluarga mereka, dan
mengurangi risiko perpecahan keluarga.
Ada beberapa hal yang menjadi fokus Sub-Regional Plan of Action
(SPA) yaitu:Pelatihan dan Peningkatan Kapasitas. Setiap negara harus
memiliki National Plans Of Actions (NPA). China telah mengadopsi materi
pelatihan untuk penanganan anti-trafficking ke dalam bahasa China. Materi
pelatihan yang telah diartikan dalam bahasa China kemudian disetujui oleh
Taskforce dari anggota negara lalu dipublikasikan dalam wilayah negara
China. Pemerintah China khususnya di Beijing melakukan kuesioner untuk
kebutuhan
pelatihan,
kemudian
melakukan
survey
lalu
melakukan
pengembangan pelatihan nasional di Beijing.
Kerjasama bilateral dan multilateral dengan negara anggota GMS.
China telah melakukan kerja sama dengan Vietnam dan Myanmar dengan
96
Ibid.
77
disepakatinya
MOU
antara
dua
negara
ini.Melakukan
kerjasama,
pengawasan, dan evaluasi. Membenahi kerangka hukum, penegakan hukum
dan keadilan. Melakukan Identifikasi korban, perlindungan, pemulihan, serta
bekerja sama dengan sektor pariwisata.
Hasil dari COMMIT Sub-Regional Plan of Action (SPA II 20082010) semua implementasi rencana untuk SPA terlaksana, didanai,
terkordinasi, dan dalam pemantauan. Mekanisme koordinasi bilateral
berfungsi dan diintegrasikan dalam anggaran pemerintah. National plan
action berjalan dengan baik dan terimplementasikan. Pertukaran informasi
yang berhubungan dengan penanganan human trafficking dilakukan secara
dinamis baik antar wilayah dalam negara maupun secara lintas batas.
Kerjasama secara internal, bilateral, dan multilateral berjalan dengan efektif.
Pedoman dan materi tentang perlindungan wanita dan anak sepenuhnya
selesai. Penyesuaian kebijakan nasional dan bilateral diimplementasikan
untuk mempermudah pengembalian korban. Penyesuaian identifikasi korban.
Melakukan kerjasama dengan sektor pariwisata dalam penanganan women
trafficking.
78
Tabel 4.1 Workplan yang berjalan dalam negara COMMIT Summary of
COMMIT Targets Achieved (2008)
Indicators
1.1 The Regional Training
Programme will continue
to provide training to
goverment officials and
non-government partners
from the six GMS
countries quarterly or as
appropriate.
1.2 All countries will have
adapted and piloted the
regional curriculum at
the national level.
1.3 National training
assessments will be
completed in all contries,
with action plans
completed based on these
assessment
1.4 Needs for more targeted
and specific operational
training will be
identified, and
appropriate training will
be provided as necessary
1.5 All countries will have a
cadre of government and
non-government trainers
to run regular training
programmers
1.6 All countries will have
functional trainer
certification and trainer
refresher programs
1.7 Innovative remote
learning material and
approaches will be tested
and implomented and
complement overall
country and ragoinal
capacity and building
efforts
Cambo
dia
China
Lao
PDR
Myanmar
Thailand
Viet
Nam
Regio
nal









o






















o




o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
Sumber : Diolah dari COMMIT Sub-Regional Plan of Action (SPA II 2008-2010)
diambil dari commit_spa2_final.pdf diakses pada tanggal 5 Januari 2013
Keterangan:
 Achieved
 In Progress
o No Activity Yet
79
Berdasarkan tabel di atas, China telah melakukan Program pelatihan
dengan bekerja sama dengan aktor negara dan non-negara. Sedangkan, empat
workplan lainnya masih dalam proses berjalan yaitu China mengadopsi
kerangka kerja regional dan diimplementasikan dalam negaranya. China
melakukan evaluasi dan penilaian terhadap workplan yang berjalan.
Sementara yang masih belum dilakukan China berdasarkan workplan
COMMIT adalah China akan memiliki sertifikasi trainer yang fungsional.
Salah satu faktor penghambat penanganan women trafficking adalah
banyaknya undang-undang dalam negara China yang tidak sesuai dengan
pedoman dalam mengatasi women trafficking. Pasal 240 KUHP pemerintah
China melarang “menculik dan perdagangan wanita atau anak-anak” tetapi
tidak menuliskan defini atau konsep-konsep yang jelas mengenai penculikan
dan perdaganga yang dimaksud97. Pasal 358 melarang prostitusi paksa yang
akan dikenakan ancaman hukuman penjara lima sampai sepuluh tahun atau
hukuman mati bagi yang melakukan pelanggaran yang berat termasuk
pemerkosaan98. Namun tidak jelas pelanggaran berat apa yang dimaksud.
Pasal 244 KUHP China melarang tenaga kerja paksa, dan akan dikenakan
ancaman hukuman penjara tiga sampai sepuluh tahun berikut dengan denda
termasuk kepada mereka yang merekrut, terlibat dalam transportasi, atau
membantu untuk memaksa orang lain untuk bekerja99. Namun tidak
dijelaskan batas umur dan apakah undang-undang China juga melarang
97
UNIAP, Strategic Information Response Network: Anti trafficking Action in China hal. 12
Employment Promotion Law of the People's
Republic of China, 2007
china_guidelines_2010_en.pdf
99
Ibid.
98
80
bentuk pemaksaan seperti ancaman jeratan hutang sebagai bentuk pemaksaan
dalam bekerja.
Pemerintah China juga mulai membenahi kerangka hukum termasuk
pembahasan Protokol Palermo yang akan diadopsi dalam kerangka hukum
dalam kaitannya dengan penuntutan tindak pidana perdagangan manusia
dan perlindungan terhadap korban. Misalnya, pasal 240 KUHP menjelaskan
tentang penyalahgunaan, penculikan, dan eksploitasi terhadap wanita dan
anak, yaitu “penculikan dan perdagangan wanita dan anak dengan cara
menculik, penculikan, membeli, menjual, mengangkut, atau melakukan
perdagangan wanita dan anak secara transnasional”100. Sedangkan pasal 241,
bahwa transaksi komersial yang berkaitan dengan eksploitasi terhadap korban
juga terkena hukuman101. Sebagian besar hukum fokus terhadap pemberian
sanksi terhadap penyalahgunaan korban dan identifikasi tindak pidana.
Prosedur identifikasi korban dan perlindungan hak korban tidak tercakup
dalam KUHP China. Masalah identifikasi dan perlindungan korban perlu
untuk dibenahi agar dalam penanganan women trafficking berjalan sesuai
dengan koordinatnya.
Pasal 244 dari KUHP tentang kerja paksa, termasuk definisi dan
tindak pidana terhadapa kerja paksa, telah diubah pada tahun 2011 menjadi:
“Barangsiapa memaksa orang lain untuk bekerja namun mendapat tindakan
kekerasan, intimidasi, atau dengan membatasi kebebasan pribadi mereka akan
dipidana dalam kurun waktu maksimal tiga tahun penjara dan dikenakan
100
101
Ibid.
Ibid.
81
denda. Jika pelanggaran yang dilakukan cukup serius, pelaku kejahatan akan
dipenjara lebih dari tiga tahun dan maksimal sepuluh tahun dan akan
dikenakan denda. Barangsiapa yang secara jelas ikut terlibat dalam tindakan
yang dijelaskan ayat sebelumnya, merekrut atau mengurus transportasi, dan
memberikan bantuan
harus dihukum dengan ayat sebelumnya. Dimana
entitas pelaku kejahatan seperti yang ditentukan dalam dua paragraf
sebelumnya”.102
Pada tahun 2006, Departemen Pendidikan menyelenggarakan kursus
pelatihan praktis bag i petani. Pendidikan ini ditujukan kepada petani karena
kasus women trafficking yang terjadi kebanyakan berdasarkan permintaan
dari mereka yang berprofesi sebagai petani sehingga perlu ada kampanye atau
pelatihan agar wawasan dan pengetahuan mereka lebih berkembang.
Pendidikan yan didapat bukan hanya berisi tentang kampanye anti-trafficking
tetapi juga diajarkan bagaimana mengelolah pertanian lebih baik sehingga
dapat meningkatkan hasil mata pencaharian mereka. Dengan meningkatnya
penghasilan maka diharapkan mereka tidak sulit lagi dalam menemukan
pasangan karena adanya peningkatan kualitas hidup.
Dewan
Negara
juga
menerbitkan
Program
Pengembangan
Perempuan Cina (2001-2010) dan Program Aksi Nasional Pengembangan
Anak di Cina (2001-2010), di mana program ini diharapkan akan
berpartisipasi dalam pencegahan, penuntutan dan dapat mengurangi kegiatan
women and child trafficking yang melanggar hak-hak hukum dan
102
Ibid.
82
kepentingan wanita dan anak-anak103. Selain itu berbagai daerah di China
juga telah membentuk anti-women and child trafficking yang bekerja sama
dengan kelompok-kelompok sipil dan departemen yang terkait. Badan-badan
kemanan publik juga semakin gencar dalam mengembangkan kampanye
khusus untuk nelawan kejahatan women trafficking, memecahkan sejumlah
kasus trafficking dan berhasil menyelamatkan sejumlah anak dan wanita
yang akan diperdagangkan maupun yang telah diperdagangkan oleh negara
lain yang masuk ke dalam wilayah China.
Strategi yang juga sudah berjalan adalah dengan dibangunnya kantor
di perbatasan yang menghubungkan China dengan negara lainnya. Kantor
tersebut melakukan pelatihan dan transfer informasi secara rutin dan juga
membentuk pusat rehabilitasi bagi korban trafficking. Selain itu pemerintah
juga memperkuat hubungan dengan organisasi–organisasi internasional yang
relevan dengan pembentukan kerjasama dan perjanjian. Upaya-upaya ini
terus dilakukan China guna memerangi kasus women trafficking.
103
Ibid.
83
BAB 5
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan pembahasan di atas maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1.
Women trafficking
yang
terjadi
di China mayoritas
merupakan
bentuk mail order bride atau pengantin pesanan yang merupakan
permintaan dari petani di daerah Yunnan.Untuk mengatasi masalah
women trafficking, China bergabung dengan enam negara yang
termasuk dalam Greater Mekong Sub-Region yaitu China, Cambodia,
Laos, Vietnam, Thailand, dan Myanmar dalam Coordinated Mekong
Ministerial Initiative against Human Trafficking (COMMIT). Salah
satu
kerangka kerja dari COMMIT adalah dengan melakukan
kerjasama
bilateral maupun multilateral baik itu dengan negara
maupun organisasi internasional. China mewujudkan hal itu dengan
bekerja sama dengan ILO dan Vietnam dalam penanganan women
trafficking.
Kerjasama
yang
dilakukan
China
sepenuhnya
terimplementasi dengan baik namun tidak mengurangi jumlah kasus
women trafficking pertahunnya. Hal ini dibuktikan dengan masuknya
China dalam kategori Tier 2 Watch List delapan tahun berturut-turut.
Hambatan yang dihadapi China adalah dengan adanya tumpang tindih
antara kebijakan One Child Police dengan segala macam upaya China
dalam penanganan women trafficking. Satu sisi China terus melakukan
84
upaya penanganan, namun satu sisi penyebab terjadinya women
trafficking juga karena kebijakan One Child Policy. Banyaknya juga
kerangka hukum yang tidak sesuai antara konvensi dan pedoman
internasional mengenai women trafficking.
2.
Kebijakan luar negeri China belum mampu untuk mengatasi kasus
women trafficking sehingga China melakukan srategi lain dengan
membuat China National Plan of Action on Combating Trafficking in
Women and Children dalam kurun waktu 5 tahun yaitu 2008-2012,
kampanye dan pembangunan kantor perbatasan yang menghubungkan
kepolisian China dengan negara lain. Melakukan kampanye bersama
organisasi dan LSM yang ada dalam negeri untuk mebrikan
pengetahuan dan meningkatkan keterampilan khususnya bagi petani
yang berda di pedesaan.
B. Saran
Dari penarikan kesimpulan tersebut, maka penulis memberikan beberapa
saran terkait kebijakan luar negeri China dalam penanganan women
trafficking:
1.
Pemerintah China perlu membenahi kerangka hukumnya, khususnya
masalah perlindungan terhadap korban agar memasukkannya dalam
undang-undang yaitu bantuan dan perlindungan terhadap korban karena
hal ini merupakan salah satu bentuk penanganan women trafficking.
2.
Kerjasama yang dilakukan China dengan negara lain seharusnya
memiliki kekuatan yang sama. Pengawasan dan kemanan yang
85
dilakukan diperbatasan harus sama-sama kuat, misalnya pengawasan
dalam China maupun di perbatasan negara tetangga agar para pelaku
kejahatan tidak mudah untuk masuk ke China.
3.
Laporan yang dikeluarkan China mengenai kejahatan transnasional
harus bersifat terpilah dan tidak menggabungkan antara kejahatan satu
dengan lainnya agar bisa di lihat perkembangan kasus-kasus kejahatan
yang terjadi sehingga China bisa fokus terhadap upaya-upaya dalam
bentuk kejahatan transnasional apa yang harus difokuskan.
86
Download