Pemeriksaan Mikroorganisme dari Sayur dan Buah

advertisement
LAPORAN PRAKTIKUM
Mikrobiologi Pangan
Pemeriksaan Mikroorganisme dari Sayur dan Buah
oleh:
Dewi Indah Larasati
1505581
Habibah Wasdah
1504830
Maulana Noor Fajri Al Hajar
1504592
Putri Citra Pratiwi
1504649
Teuku Soedono Sasmoyo J.P.
1505110
Kelompok 5
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI
FAKULTAS PENDIDIKAN DAN TEKNOLOGI KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2016
BAB I
TEORI
1.1.
Metode Perhitungan Mikroorganisme
Prinsip dari metode hitungan cawan adalah jika sel jasad renik yang masih
hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka sel jasad renik tersebut akan
berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung
dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Metode hitung cawan merupakan
cara yang paling sensitif untuk menentukan jumlah jasad renik karena beberapa hal
yaitu:
1.
Hanya sel yang masih hidup yang dihitung.
2.
Beberapa jenis jasad renik dapat dihitung sekaligus.
3.
Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi jasad renik karena
koloni yang terbentuk mungkin berasal dari suatu jasad renik yang
mempunyai penampakan pertumbuhan spesifik (Fardiaz, 1992, hlm. 123).
Dalam metode hitungan cawan, bahan pangan yang diperkirakan
mengandung lebih dari 300 sel jasad renik per ml atau per gram atau per cm,
memerlukan perlakuan perlakuan pengenceran sebelum ditumbuhkan pada medium
agar di dalam cawan petri. Setelah inkubasi akan terbentuk koloni pada cawan
tersebut dalam jumlah yang dapat dihitung, di mana jumlah yang teraik adalah di
antara 30 sampai 300 koloni. Pengenceran biasanya dilakukan secara decimal yaitu
1:10, 1:100, 1:1000 dan seterusnya. Larutan yang digunakan untuk pengenceran
dapat berupa larutan buffer fosfat, 0.85% NaCl, atau larutan Ringer (Fardiaz, 1992,
hlm. 124).
Fardiaz (1992, hlm. 124) Cara pemupukan dalam metode hitungan cawan
dapat dibedakan atas dua cara yaitu dalam metode tuang (pour plate) dan metode
pempukan (surfaced spread plate). Dalam metode tuang, sejumlah contoh (1 ml
atau 0.1 ml) dari pengenceran yang dikehendaki dimasukkan ke dalam cawan petri,
kemudian ditambah agar cair steril yang telah didinginkan (47-50 °C) sebanyak 1520 ml dan digoyangkan supaya contoh menyebar rata. Pada pemupukan dengan
metode pemupukan, terlebih dahulu dibuat agar cawan kemudian sebanyak 0.1 ml
contoh yang telah diencerkan dipipet pada permukaan agar tersebut, dan diratakan
dengan batang gelas melengkung yang steril, Jumlah koloni dalam contoh dapat
dihitung sebagai berikut:
πΎπ‘œπ‘™π‘œπ‘›π‘– π‘π‘’π‘Ÿ π‘šπ‘™ = π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘˜π‘œπ‘™π‘œπ‘›π‘– π‘π‘’π‘Ÿ π‘π‘Žπ‘€π‘Žπ‘› ×
1
πΉπ‘Žπ‘˜π‘‘π‘œπ‘Ÿ π‘π‘’π‘›π‘”π‘’π‘›π‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘›
1.2. Faktor Kontaminasi Mikroorganisme Sayur dan Buah
Bagian sebelah dalam jaringan tanaman yang sehat biasanya bebas
mikroorganisme, tetapi permukaannya dapat tercemari berbagai mkroorganisme.
Taraf (dan macam) pencemaran oleh mikrobe itu ditentukan oleh lingkungan
tempat diambilnya sayuran atau buah-buahan tersebut, kondisi (kesegaran), metode
penanganan, serta waktu dan kondisi penyimpanan. Buah-buahan dan sayursayuran biasanya rentan terhadap infeksi oleh bakteri, cendawan dan virus. Serbuan
mikroorganisme ke dalam jaringan tanaman dapat terjadi pada berbagai stadia
perkembangan buah dan sayuran tersebut, dan bergantung kepada luasnya jaringan
yang terserang, maka kemungkinan terjadinya perusakan akan bertambah. Faktor
kedua yang memungkinkan terjadinya pencemaran oleh mikrobe ialah
penanganannya selepas panen. Penanganan mekanis mungkin sekali menyebabkan
terlukanya jaringan sehingga memudahkan penyerangan oleh mikroorganisme. pH
buah-buahan relatif relatif berkisar dari 2.3 untuk jeruk sampai 5.0 untuk pisang.
Hal ini membatasi pertumbuhan bakteri, tetapi tidak menghambat pertumbuhan
cendawan. Kisaran pH sayuran agak lebih tinggi, yaitu 5.0 sampai 7.0, karena itu
lebih rentan terhadap serangan bakteri (Pelczar, 1988, hlm. 908)
BAB II
TUJUAN PRAKTIKUM
Pada praktikum ini, supaya terarah dan lebih efektif dan efisien maka ada
tujuan dari praktikum yaitu supaya mahasiswa dapat menghitung jumlah total
mikroorganisme yang terdapat dalam sayur dan buah.
BAB III
ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan :
1.
Cawan petri
2.
Inkubator
3.
gelas ukur
4.
erlenmeyer 100 ml
5.
tabung reaksi
6.
rak tabung reaksi
7.
bunsen.
Bahan yang digunakan :
1.
NaCl
2.
Nutrient Agar
3.
Spritus
4.
etanol 95 %
5.
sayuran buah (tomat, cabe, mentimun)
6.
sayuran daun (kangkung, kemangi, sawi)
BAB IV
PROSEDUR KERJA
Pemeriksaan mikroorganisme pada sayur dan buah
1.
1 gr bahan ditimbang lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian 9
ml NaCl fisiologis ditambahkan, dikocok dan dibiarkan selama 2-3 menit.
2.
Pengenceran 10-1 10-2, 10-3 dan 10-4, 10-5 dibuat lalu 1 ml hasil pengenceran
10-5 diinokulasi ke dalam cawan petri dengan metode SWEB.
3.
Metode SWEB dilakukan dengan cara membuat alat inokulasi
menggunakan jarum ose, tusuk sate atau alat lainnya dengan bentuk
menyerupai (memanjang) yang dililiti kapas sebagai media menempelnya
mikroorganisme.
4.
Alat inokulasi dimasukkan ke dalam hasil pengenceran 10-5, lalu kapas
diusapkan ke atas permukaan bahan dengan luas permukaan 4 cm2 sebanyak
tiga kali. Kemudian alat inokulasi dimasukkan kembali ke dalam hasil
pengenceran 10-5 (kapas boleh dilepas dan ditinggalkan dalam hasil
pengenceran 10-5).
5.
1 ml dari hasil pengenceran 10-5 yang telah diberi suspensi dimasukkan ke
dalam cawan petri dan medium NA (Nutrient agar) hangat (40oC)
ditambahkan, kemudian digoyangkan sampai merata penyebarannya.
6.
Selanjutnya cawan petri yang telah berisi suspensi dan media didiamkan
hingga padat.
7.
Setelah padat, media berisi suspensi diinkubasikan pada suhu 30oC selama
48 jam hari dengan posisi cawan terbalik.
8.
Koloni dihitung dengan metode standar plate count.
BAB V
HASIL PENGAMATAN
Berikut adalah tabel hasil pengamatan perhitungan dengan metode TPC:
Kelompok
Sampel
1
Cabai
2
Tomat
3
Kangkung
4
Sawi
5
Kemangi
6
Mentimun
A
Jumlah
Koloni
122
B
172
A
212
B
70
A
45
B
80
A
30
B
62
A
TBUD
B
TBUD
A
250
B
39
Shift
Berikut adalah tabel gambar hasil pengamatanperhitungan koloni:
Kelompok
Sampel
1
Cabai
Gambar
2
Tomat
3
Kangkung
4
Sawi
5
Kemangi
6
Mentimun
BAB VI
PEMBAHASAN
Nama
: Maulana N.F.A
Tanggal Praktikum : 15 Februari 2016
NIM
: 1504592
Tanggal Laporan
: 23 Februari 2016
Judul Praktikum : Pemeriksaan Mikroorganisme dari Sayur dan Buah.
6.1.
Isolasi bakteri
Media berfungsi untuk menumbuhkan mikroba, isolasi, memperbanyak
jumlah, menguji sifat-sifat fisiologi dan perhitungan jumlah mikroba, di mana
dalam proses pembuatannya harus disterilisasi dan menerapkan metode aseptis
untuk menghindari kontaminasi pada media (Volk, 1993).
Medium nutrient agar berfungsi untuk membiakan berbagai macam
mikroorganisme serta kultur bakteri. Menurut Wati (2013) mikroba yang hidup di
alam terdapat sebagai populasi campuran dari bebagai jenis mikrobia yang berbeda
prinsip dari isolasi mikrobia dalam memisahkan satu jenis mikroba dengan mikroba
lainnya dari lingkungannya di alam dan ditumbuhkan dalam medium buatan.
Pertumbuhan mikroba dapat dilakukan dalam medium padat, karena dalam medium
padat sel-sel mikroba akan terbentuk suatu koloni sel yang tetap pada tempatnya.
6.2.
Metode Perhitungan Mikroorganisme
Prinsip metode TPC (Total Plate Count) adalah menghitung koloni
mikroorganisme tanpa menggunakan mikroskop, sehingga langsung dapat dihitung
jumlah koloninya. (Dwidjoseputro, 2005).
Tarigan (1988, hlm. 138) jumlah koloni yang paling praktis adalah sekitar
30 – 300. Untuk memperoleh jumlah tersebut maka dilakukan pengenceran sampel
hingga sesuai dengan keinginan. Perihitungan jumlah koloni dapat dilakukan
dengan rumus faktor pengenceran, yaitu jumlah koloni dibagi dengan faktor
pengenceran.
𝐹𝑅 = π½π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘˜π‘œπ‘™π‘œπ‘›π‘–
1
πΉπ‘Žπ‘˜π‘‘π‘œπ‘Ÿ π‘ƒπ‘’π‘›π‘”π‘’π‘›π‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘›
6.3.
Sumber Kontaminasi Pada Sayur dan Buah
Sayur dan buah merupakan tanaman hortikultura yang sering dijumpai
untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, tanaman hortikultura memiliki kadar
air yang sangat tinggi, kadar air yang sangat tinggi merupakan habitat yang paling
baik untuk mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak. Seperti yang
dikemukakan oleh Sopandi dan Wardah “Air bebas dalam pangan diperlukan untuk
pertumbuhan mikroba yang akan digunakan untuk transport nutrisi, pengeluaran
material limbah, melaksanakan reaksi enzimatis, sintesis komponen seluler, dan
mengambil bagian reaksi biokimia…”.
Ray; Adams dan Moss (dalam Sopandi dan Wardah, 2014, hlm. 47)
mengatakan “Permukaan buah dan sayuran merupakan tempat kontaminasi
mikroorganisme dengan jenis dan jumah yang bervariasi, bergantung pada kondisi
tanah, jenis fertiliser (pupuk), air yang digunakan, dan kualitas udara”. Sehingga
sayur dan buah rentan untuk diserang oleh mikroorganisme.
Menurut Sopandi dan Wardah (2014) mengungkapkan bahwa
Secara umum, sayuran dapat mengandung 103-5 sel/cm2 atau 104-7 sel/g.
Bakteri yang dominan pada sayuran adalah bakteri asam laktat,
Corynebacterium, Enterobacter, Proteus, Pseudomonas, Micrococcus,
Enterococcus, dan bakteri pembentuk spora. Sayuran juga dapat
mengandung berbagai jenis kapang, seperti Alternaria, Fusarium, dan
Aspergillus. Sayuran dapat juga mengandung bakteri patogen enterik,
seperti L. monocytogenes, Salmonella, Shigella, Campylobacter, C.
botulinum, dan C. perfringens, khususnya sayuran dari tanaman yang
dipupuk dengan kotoran hewan dan manusia atau disiram dengan air yang
berpolusi. (hlm. 62)
Pada praktikum ini, metode yang digunakan yaitu dengan cara sweb, yaitu
pengambilan mikroorganisme dengan menggunakan tongkat yang dibaluti kapas
dan diusapkan pada sampel seluas sekitar 4 cm2. Hasil dari praktikum
memperlihatkan bahwa jumlah koloni pada sayuran daun berupa kemangi memiliki
jumlah mikroorganisme yang sangat banyak sehingga terlalu banyak untuk di
hitung (TBUD), jumlah mikroorganisme pada kangkung sebanyak 8 x 106, jumlah
pada sawi sebanyak 6,2 x 106, jumlah pada cabai 1,72 x 107, jumlah pada tomat 7 x
106, dan jumlah mentimun 3,9 x 106.
Susanto, Nuryanti, Wahyudi (2013) dalam jurnal mengungkapkan bahwa
Kemangi merupakan tanaman yang memiliki banyak manfaat, antara lain
sebagai obat, pestisida nabati, penghasil minyak atsiri, sayuran dan
minuman penyegar . Tanaman kemangi memiliki khasiat merangsang
penyerapan, peluruh keringat (diaphoretic), diuretik, pelancar peredaran
darah, penghilang rasa sakit (analgesik), dan pembersih racun . Minyak
atsiri merupakan salah satu metabolit sekunder yang dihasilkan oleh
tanaman tingkat tinggi dan mempunyai peranan penting bagi tanaman itu
sendiri maupun bagi kehidupan manusia. Minyak atsiri mempunyai
aktivitas farmakologis yang beragam antara lain analgesik, antipiretik,
antiseptik, dan banyak juga yang memiliki aktivitas antibakteri dan
antijamur yang kuat. (hlm.39)
Kemangi sebagai tanaman yang memiliki khasiat yang banyak terutama
sebagai antibakteri dan antijamur yang kuat, pada hasil percobaan yang dilakukan
oleh praktikan tentu sangat bertolak belakang, kemangi memiliki jumlah
mikroorganisme yang terlalu banyak untuk dihitung (TBUD), tetapi menurut Holt,
et al (dalam Sopandi dan Wardah, 2014, hlm. 47) mengatakan “Jaringan dalam
pangan nabati pada dasarnya steril kecuali beberapa sayuran yang mempunyai poripori seperti lobak, bawang, dan sayuran berdaun seperti kubis dan sawi”. Secara
jelas pada permukaan sayuran maupun buah menjadi tempat hinggapnya
mikroorganisme dan sebagai tempat pertahanan awal, sedangkan kandungan yang
menjadi anti bakteri dan anti jamur aman berada di dalam.
Nama
: Dewi Indah L
Tanggal Praktikum : 15 Februari 2016
NIM
: 1505581
Tanggal Laporan
: 23 Februari 2016
Judul Praktikum : Pemeriksaan Mikroorganisme dari Sayur dan Buah.
Komoditi
pertanian
di
Indonesia
terdiri
dari
tanaman
pangan,
perkebunan,hortikultura dan lain-lain. Masing-masing komoditi ini memiliki
kelemahan dimana dapat terjadi kerusakan yang dapat menurunkan kualitas hasil
produksinya. Salah satu komoditi yang paling rentan terhadap kerusakan setelah
panen adalah komoditi dari tanaman hortikultura. Tanaman hortikultura terdiri dari
sayuran, buah-buahan, dan bunga-bungaan. Sayur-sayuran dan buah-buhaan dapat
rusak dikarekan oleh faktor enzim yang dimilikinya. Selain itu, juga disebabkan
oleh faktor fisik dan mikrobia. Adanya faktor fisik dan faktor enzim dalam
medorong kerusakan pada buah-buahan dan sayur-sayuran berarti sama halnya
dengan hama dan penyebab penyakit yang dapat menimbulkan kerusakan maupun
kebusukan.
Komoditi pertanian di Indonesia terdiri dari tanaman pangan, perkebunan,
hortikultura dan lain-lain. Masing-masing komoditi ini memiliki kelemahan dimana
dapat terjadi kerusakan yang dapat menurunkan kualitas hasil produksinya. Salah
satu komoditi yang paling rentan terhadap kerusakan setelah panen adalah komoditi
dari tanaman hortikultura. Tanaman hortikultura terdiri dari sayuran, buah-buahan,
dan bunga-bungaan. Sayur-sayuran dan buah-buhaan dapat rusak dikarekan oleh
faktor enzim yang dimilikinya. Selain itu, juga disebabkan oleh faktor fisik dan
mikrobia. Adanya faktor fisik dan faktor enzimdalam medorong kerusakan pada
buah-buahan dan sayur-sayuran berarti sama halnya dengan hama dan penyebab
penyakit yang dapat menimbulkan kerusakanmaupun kebusukan.
Kualitas dari produk pangan untuk konsumsi manusia pada dasarnya
dipengaruhi oleh mikroorganisme. Mikroorganisme yang dapat tumbuh pada bahan
makanan diantaranya adalah bakteri dan kapang. Semua bakteri yang tumbuh pada
makanan
bersifat
heterotropik,
yaitu
membutuhkan
zat
organik
untuk
pertumbuhannya (Fardiaz, 1992).
Mikroorganisme yang menyebabkan kebusukan pada sayuran dapat
diketahui dengan melakukan uji mikrobiologi. Metode yang dapat digunakan untuk
menentukan jumlah mikroba di dalam bahan pangan terdiri dari metoda hitung
cawan (HC), Most Probable Number (MPN), dan metode hitung mikroskopis
langsung. Pada sayuran dan buah-buahan kering, mikroorganisme yang sering
ditemukan terutama adalah yang dapat tumbuh pada Aw rendah terutama spora
bakteri dan kapang.
I. Faktor Penyebab Pertumbuhan Mikroba Dalam Bahan Pangan
I.I Faktor Intrinsik (Sifat Bahan Pangan)
Menurut Muchtadi (1992) factor intrinsic bahan pangan merupakan
semua faktor yang mempengaruhi populasi mikroba yang berasal dari bahan
makanan. Factor ini dapat meliputi sifat kimia atau komposisi, sifat fisik
dan struktur makanan. Diantara faktor-faktor tersebut, misalnya aw
(aktifitas air), komposisi nutrient, pH, potensial redoks, adanya bahan
pengawet tambahan dan alami, lain sebagainya.
ο‚·
Aktivitas Air (aw= water activity)
Nilai aktivitas air untuk beberapa bahan makanan dan jenis mikrooganisme
khusus yang terdapat didalamnya kan berbeda untuk setiap jenis bahan
makanan. Bahan makanan dengan kadar air tinggi ( nilai aw: 0,95 – 0,99)
umumnya dapat ditumbuhi oleh semua jenis mikroorganisme dan biasanya
kerusakan akan lebih banyak karena bakteri dapat tumbuh lebih cepat
dibandingkan dengan kapang dan Khamir
ο‚·
Nilai pH
Umumnya nilai pH bahan makanan berkisar antara 3,0 sampai 8,0.
Kebanyakan mikroorganisme tumbuh pada pH sekitar 5,0 sampai 8,0 dan
hanya jenis-jenis tertentu saja mikroorganisme yang ditemukan pada bahan
makanan dengan pH yang lebih rendah.
ο‚·
Zat-zat Gizi
Komposisi bahan makanan dapat menentukan jenis mikroorganisme
yang dominan didalamnya, karena hal ini akan menentukan jenis zat gizi
yang penting tersedia untuk perkembangan mikroorganisme. Bahan
makanan dengan gizi yang cukup akan membantu pertumbuhan
mikrooragnisme seperti, Lactobacillus yang membutuhkan banyak zat gizi.
ο‚·
Bahan Anti Mikrobial Alamiah
Bahan anti mikroba dapat diperoleh secara alamiah pada bahan-bahan
makanan seperti minyak essensial dan tanin pada bahan makanan asal
tumbuh-tumbuhan
I.II. Faktor Ekstrinsik (Lingkungan)
Bahan pangan segar atau makanan olahan yang tidak langsung
dikonsumsi memerlukan tahap penyimpanan atau transpor/distribusi.
Faktor-faktor yang mempengaruhui penyimpanan dan transpor seperti suhu,
kelembaban dan susunan gas, merupakan faktor lingkungan (ekstrinsik)
yang mempengaruhi populasi jasad renik yang terdapat pada makanan.
Bagian dalam dari jaringan tanaman pada dasarnya steril, kecuali pada
beberapa jenis sayuran yang porous atau sayuran bawang. Beberapa tanaman
memproduksi metabolit antimikroba.
Kontaminasi mikroorganisme berasal dari air, tanah, udara, serta
penggunaan pupuk kandang. Jenis mikroba yang berasal dari sumber alami ini
adalah kapang, khamir, bakteri asam laktat dan bakteri genus Pseudemonas,
Alcaligenes, Micrococcus, Erwinia, Bacillus, Clostridium, dan Enterobacter.
Jumlah bakteri terbanyak pada percobaan praktikum kali ini pada sayuran
kemangi, Menurut Budiman “daun kemangi memiliki zat antbakteri. Aktivitas
antibakteri ini dikarenakan zat aktif yang terkandung di dalam daun kemangi antara
lain eugenol, linolool, flavonoid, saponin dan tanin. eugenol yang dapat
menyebabkan kerusakan membran sel bakteri dan dapat menstimulasi kebocoran
ion kalium sehinga terjadi kematian sel bakteri . Eugenol juga dapat menghambat
aktivitas enzim ATPase sehingga energi yang dibutuhkan untuk perbaikan sel
bakteri tidak terbentuk “ tetapi pada percobaan ini bakteri yang dihasilkan TBUD.
Ada beberapa fakor yang menyebabkan tidak validnya data perhitungan bakteri ini
seperti kurang sterilnya alat dan bahan yang digunnakan dan terjadi Human Error
atau dikarenakan daun kemangi yang sudah mulai layu dan banyak ternyemarnya
banyaknya bakteri di tempat tempat ketika pasca panen.
Produk segar pascapanen dilabuhi oleh berbagai jenis mikroorganisme yang
dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu mikroorganisme penyebab penyakit pada
jaringan produk tanaman (plant pathogenic microorganisms), mikroorganisme
penyebab penyakit pada manusia atau binatang (human or animal-pathogenic
microorganisms), dan mikroorganisme non-patogenik (Hendro, S, 1984)
Cara infeksi dari mikroorganisme penyebab pembusukan dapat berbeda
yang dat dibagi manjadi tiga, yaitu; 1) infeksi laten, 2) infeksi melalui luka setelah
panen, 3) infeksi langsung pada produk utuh. Infeksi laten adalah cara infeksi yang
dilakukan saat produk masih di kebun tumbuh bersama tanaman induknya. Pada
kondisi dimana produk masih di kebun umumnya masa mikroorganisme pembusuk
tidak dapat tumbuh dan berkembang tetapi dalam keadaan dorman (Nazaruddin.
2000).
Infeksi mikroba pembusuk bisa terjadi sebelum atau sesudah panen Infeksi
sebelum panen dikenal sebagai latent infection dimana mikroba masuk ke jaringan
sel sehat sewaktu inang masih muda dan dormansi sampai komoditi dipanen.
Pertumbuhan sel mikroba mulai berlangsung saat komoditi mengalami perubahan
struktur jaringan sel akibat ripening atau kelewat masak sehingga jaringan sel
mudah dirusak oleh mikroba pembusuk sebagai akibat kandungan gizi komoditi
(Utama, S, 2006).
Faktor-faktor utama bagi perkembangan penyakit pasca penen komoditi
hortikultura adalah inang (tanaman), penyebab penyakit (microorganisme) dan
lingkungan. Peristiwa pembusukan pada sayuran dan buah dapat disebabkan oleh
aktivitas mikroorganisme seperti jamur dan bakteri. Mikrobia yang tumbuh dalam
komoditi satu denganyang lainnya sangat berbeda sekali. Dalam hasil pertanian
tersebut tidak jarangyang gagal dalam panen. Mikroba yang tumbuh pada sayur dan
buah terutama saat pascapanen sangat tidak baik. Maka dari itu, perlu adanya usaha
agar sayur dan buah yang dipanen bebas dari mikroba sehingga layak dikonsumsi.
Produk holtikultura seperti sayur pada umumnya tidak memiliki daya simpan yang
lebih lama dibandingkan dengan yang buah-buahan. Dan sayuran biasanya tidak di
perlakukan dalam penyimpanannya akan tetapi hanya di tempatkan pada suhu yang
rendah, sedagkan untuk buah-buahan dalam mencegah terjadinya pencepatan
pembusukan dapat dilakukan dengan pelapisan lilin, pengemasan dan lain-lain hal
ini juga bertujuan untuk mencegah masuknya atau menempelnya bakteri dan jamur
yang dapat menyebabkan rusaknya buah-buahan.
Nama
: Habibah Wasdah S. Tanggal Praktikum : 15 Februari 2016
NIM
: 1504830
Tanggal Laporan
: 23 Februari 2016
Judul Praktikum : Pemeriksaan Mikroorganisme dari Sayur dan Buah.
Setiap bahan pangan seringkali terkontaminasi dengan sangat mudah.
Secara umum kontaminasi adalah keadaan dimana terpaparnya bahan oleh zat asing
(kontaminan). Terdapat banyak sumber kontaminasi yang berkemungkinan besar
tercampur dengan bahan pangan baik itu kontaminan yang terlihat jelas secara fisik,
maupun yang kasat mata. Sumber kontaminasi kasat mata inilah yang sangat
berbahaya dan dapat berupa kontaminasi oleh mikroorganisme yang merugikan.
Kontaminasi pada bahan pangan dapat terjadi sejak setelah bahan pangan tersebut
dipanen sampai dikonsumsi oleh manusia. Berdasarkan sifatnya, kontaminan
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Fisik, berupa susatu yang terlihat seperti rambut, kerikil dsb.
2. Kimia, berupa suatu zat kimia seperti pestisida, zat pembersih dsb.
3. Biologi, berupa makhluk hidup seperti pengerat, serangga, mikroorganisme
dsb.
Sayur-sayuran pada umumnya terkontaminasi oleh bakteri, dan bakteri
tersebut mungkin masih ada pada setiap tahap pengolahan. Sayuran pada umumnya
jarang terkontaminasi oleh koliform fekal yaitu Escherichia coli oleh sebab itu
keberadaan E.coli di dalam sayur-sayuran dapat digunakan sebagai indikator
sanitasi.
Bakteri
koliform merupakan
golongan
mikroorganisme
yang lazim digunakan sebagai indikator, di mana bakteri ini dapat menjadi
sinyal untuk menentukan suatu sumber air telah terkontaminasi oleh patogen atau
tidak (Pracoyo, N.E., et. al., 2006).
Di praktikum pemeriksaan mikroorganisme pada sayur dan buah ini
digunakan sampel cabe, tomat, kangkung, sawi, kemangi dan mentimun. Semua
bahan pangan yang dijadikan sampel positif terkontaminasi oleh mikroorganisme
khususnya bakteri. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak sekali faktor, mulai dari
pencucian hingga disajikan. Dan tidak banyak bahan pangan yang benar-benar steril
dari sesuatu apapun.
Pada dasarnya sayur dan buah telah dilabuhi oleh berbagai macam
mikroorganisme mulai dari mikroorganisme yang menguntukan sampai merugikan.
Kebiasaan memakan sayuran secara segar, langsung dan tanpa dimasak (lalapan
atau salad) rentan terkontaminasi dengan mikroba. Semakin tinggi nutrisi yang ada
dalam bahan pangan maka, semakin tinggi pula kemungkinan kontaminasinya.
Walaupun faktor tingginya nutrisi bukan hanya penyebab mikroorganisme dapat
tumbuh dan berkembang dalam suatu bahan pangan.
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum ini, sampel cabe ditumbuhi oleh
1,72×107 koloni, tomat 7×106 koloni, kangkung 8×106 koloni, sawi 6,2×106 koloni,
kemangi TBUD dan mentimun 3,9×106 koloni. Data ini menunjukkan bahwa bahan
pangan yang dijadikan sampel masih banyak terkontaminasi oleh mikroba. Proses
kontaminasi ini dapat terjadi oleh berbagai hal, hal yang paling dekatnya adalah
kemungkinan bahwa saat dilakukan praktikum masih terjadi banyak kontaminasi
dari udara bebas. Pengujian yang dilakukan dalam laminar air flow dapat
mengurangi kontaminasi oleh udara bebas. Kelompok dengan sampel cabe
melakukan pengujian di laminar air flow akan tetapi jumlah koloni yang tumbuh
masih lebih banyak dibandingkan dengan bahan pangan lain terkecuali kemangi.
Hal ini mungkin dikarenakan koloni mikroba yang tumbuh berukuran kecil namun
banyak, tidak seperti koloni lain yang sudah menjadi satu dan besar. Pada sampel
kemangi mikroba yang tumbuh terlalu banyak sehingga tidak dapat dihitung
artinya pengenceran 105 tidak cukup mengurangi mikroba yang akan tumbuh untuk
dapat dihitung. Kemungkinan lain yang bisa terjadi karena lampu yang ada dalam
laminar air flow tidak selalu menyala.
Tabel 1. Batas maksimum cemaran mikroba pada produk pangan.
No Jenis Mikroba
Batas maksimum cemaran (sel/g)
1
Escherichia coli
0−103
2
Staphylococcus aureus
0−5 x 103
3
Clostridium perfringens
0−102
4
Vibrio cholerae
Negatif
5
V. parahaemolyticus
Negatif
6
Salmonella
Negatif
7
Enterococci
102 −103
8
Kapang
50−104
9
Khamir
50
10
Coliform faecal
0−102
Sumber: Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2004).
Tingkat kontaminan mikroba pada sayur segar cukup tinggi dan masih jauh
dari apa yang ditetapkan oleh badan POM. seperti tertera di tabel 1., untuk kubis
2,6 x 106 sel sampai 8,0 x 107sel/g, tomat 2,0 x 105 sel sampai 2,6 x 106 sel/g, wortel
1,8 x 106 sel sampai 1,2 x 108 sel/g, selada 3,63 x 104 sel sampai 2,09 x 107 sel/g.
Dari hasil uji beberapa sampel tersebut positif mengandung E.coli.. (BSN 2009).
A. Cabai merah (Capsicum annuum L.) atau cabe
Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman semusim
yang diperlukan oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai penyedap masakan
dan penghangat badan. cabe mengandung antioksidan yang berfungsi untuk
menjaga tubuh dari serangan radikal bebas. Cabe juga mengandung
Lasparaginase dan Capsaicin yang berperan sebagai zat anti kanker (Utami, D.
A., 2012, hlm. 4). Cabe juga memiliki kandungan senyawa antimikroba tetapi
tetap saja kontaminasi mikroba masih terjadi pada cabe ini, hal ini dikarenakan
antimikroba yang ada dalam cabe berada dibagian dalamnya sedangkan yang
dijadikan sampel adalah bagian permukaan cabe itu sendiri.
B. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill)
Mikroba patogen yang sering menyerang tanaman tomat adalah
Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici (Fol). Jamur ini dapat bertahan hidup
lama didalam tanah tanpa inang, dan gejala awal dari serangan penyakit ini
adalah pembuluh akut pada permukaan terluar helaian daun warnanya menjadi
transparan dan gugurnya tangkai daun. Fusarium dapat membuat akar tomat
lembek dan kulit buah tomat pecah. Fol dapat menghambat pertumbuhan suatu
tanaman, sehingga perlu adanya pencegahan. Rhizopus dapat memembus kulit
tomat dan mengubah tomat menjadi kantong air (Soesanto & Rahayuniati,
2009).
Berdasarkan data hasil penelitian Misgiyarta & Munarso (2005).
Tentang tingkat cemaran mikroba pada beberapa jenis sayuran di Jawa Barat
dan Jawa Timur khusunya daerah jawa barat menunjukkan bahwa tomat yang
berasal dari petani telah terkontaminasi mikroba 1,70 x 106 CFU/g. Dan tomat
yang ada di pasar tradisional tomat telah terkontaminasi mikroba 2,50 x 107
CFU/g sedangkan yang ada di swalayan memang lebih sedikit dari pada yang
ada di pasar tradisional yaitu 2 x 106 CFU/g. Ini menunjukkan bahwa pada
distribusi dan sanitasi tempat penjualan sangat berpengaruh terhadap
meningkatnya pertumbuhan mikroba. Hasil pengamatan praktikum yang
dilakukan pada sampel tomat menunjukkan angka tumbuh mikroba 7×106
koloni, tidak jauh berbeda dengan penelitian Misgiyarta & Munarso.
C. Kangkung (Ipomea reptans Poir)
Kangkung merupakan tanaman yang dapat tumbuh lebih dari satu tahun.
Tanaman kangkung memiliki sistem perakaran tunggang dan cabangcabangnya akar menyebar kesemua arah, dapat menembus tanah sampai
kedalaman 60 hingga 100 cm, dan melebar secara mendatar pada radius 150
cm atau lebih, terutama pada jenis kangkung air (Djuariah, 2007).
Berdasarkan hasil pengamatan sampel kangkung memiliki jumlah
koloni 8×106, angka yang cukup banyak jika dibandingkan dengan hasil
pengamatan pada sampel lainnya. Kangkung yang dijadikan sampel didapat
dari pasar tradisional, pengemasan kangkung yang dilakukan dengan cara
mengikatnya juga dapa mempengaruhi kontaminan yang telah ada dalam
kangkung tumbuh dengan cepat. Karena, kangkung yang diikat dengan
kencang akan merasa sesak sama halnya dengan makhluk hidup lainnya. Hal
ini disebabkan oleh karena tumbuhan setelah dipanen masih tetap mengalami
respirasi.
D. Sawi (Brassica juncea)
Penanganan pasca panen sawi (Brassica juncea) yang buruk berakibat
besar pada kerusakan sawi seperti daun cepat layu dan batang berkurang
ketegarannya (Nofrianti, D & Oelviane, R., TT, hlm. 5). Berdasarkan hasil
pengamatan pada sampel sawi mikroba tumbuh sebanyak 6,2×106, tidak lebih
sedikit dibandingkan dengan sampel lainnya. Sayuran yang layu dapat
dipastikan lebih rentan terkontaminasi mikroba, karena penyimpanannya telah
lama dan sayur tersebut disimpan di suhu ruang yang memungkinkan
terjadinya kontaminasi mikroba.
E. Kemangi (Ocimum basilicum L.)
Kemangi (Ocimum basilicum L.) merupakan spesies dari Lamiaceae
yang tumbuh di beberapa daerah di dunia. Kemangi memliki kandungan
minyak atsiri yang, seperti telah diketahui bahwa kandungan minyak atsiri ini
memiliki aktivitas yang sangat banyak salah satunya adalah sebagai
antimikroba. Minyak atsiri daun kemangi dapat menghambat pertumbuhan
Salmonella paratyphimurium, Staphylococcus aureus, Enterobacter aerogenes
dengan kisaran nilai KHM sebesar 3,12-25,0%v/v dan mampu menghambat
pertumbuhan Salmonella typhimurium dengan KHM sebesar 1,56% (Adeola et
al., 2012). Berdasarkan data penelitian diatas menunjukkan bahwa seharusnya
kemangi berkemungkinan kecil terkontaminasi dengan mikroba karena
memiliki kandungan minyak atsiri sebagai antimikroba. Namun, kenyataannya
dari semua bahan pangan yang dijadikan sampel kemangilah yang ditumbuhi
mikroba terbanyak sampai koloninya tidak bisa dihitung dengan pengenceran
105. Hal ini karena minyak atsiri yang terkandung ada dalam kemangi bukan
di permukaan luarnya dan pengujian ini dilakukan dengan metode sweb
sehingga yang dijadikan bagian sampe hanya permukaan terluar dari kemangi
tersebut.
F. Mentimun atau ketimun atau timun (Cucumis sativus L.)
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum, pada sampel mentimun
mikroba yang tumbuh paling sedikit diantara sampel lainnya, hanya 3,9×106
koloni. Hal ini dapat dipengaruhi oleh tingkat nutrisi yang dimiliki mentimun
tidak terlalu tinggi sehingga mentimun bukan media yang disenangi oleh
mikroba. Mentimun yang dijadikan sampel sudah tidak segar lagi dan
mengkerut, hal ini mengakibatkan suatu bahan pangan lebih rentan
terkontaminasi dengan mikroba.
Dari semua sayur dan buah yang dijadikan sampel praktikum diketahui
bahwa sumber kontaminasinya tidak jauh berbeda. Kontaminasi mungkin terjadi
sejak proses penanaman, penen, pasca panen, produksi, distribusi, pemasaran
hingga penyajian bahan pangan. Proses produksi dan penanganan pasca panen yang
tidak baik dan bersih menjadi faktor banyak terkontaminasinya bahan pangan baik
oleh mikroorganisme atau zat kimia. Dapat diketahui bahwa kebanyakan para
petani Indonesia adalah orang yang awam dalam bidang pertanian, mereka hanya
menggunakan proses produksi dan penangangan pasca panen yang konvesional
yang berkemungkinan besar dapat mengurangi kualitas hasil panennya. Hal ini
dibuktikan dengan terjadinya kasus penolakan produk pangan dari Indonesia 80%
karena kotor atau tidak higienis, yang menunjukkan bahwa penanganan keamanan
pangan di Indonesia belum optimal (Media Indonesia, 2005 dalam Johannes, E.,
2012). Beberapa jenis kontaminan yang menjadi perhatian utama saat ini adalah
mikroba, logam berat, dan residu pestisida.
Beberapa penelitian menunjukkan kontaminasi mikroba pada buah dan
sayuran masih di atas ketentuan yang dipersyaratkan yaitu 106-107 sel/g sampel
pada penanganan ditingkat petani dan pasar tradisional, sedangkan ketentuan yang
dipersyaratkan adalah 103 sel/g sampel. (Isyanti, 2001 dalam Winarti C. &
Miskiyah, 2010). Data FDA Amerika Serikat, penyakit asal pangan yang
disebabkan oleh kontaminasi mikroba menempati urutan pertama di atas racun
alami, residu pestisida, dan bahan tambahan pangan. (Media Indonesia, 2005 dalam
Johannes, E., 2012).
Kontaminasi mikroba dapat berasal dari alat atau bahan yang digunakan
untuk penanganan bahan pangan itu sendiri, beberapa diantaranya adalah
penyemprotan atau air irigasi yang tercemar limbah, tanah dan kotoran hewan yang
digunakan sebagai pupuk. Pestisida yang awalnya ditujukan untuk menyuburkan
tanaman dapat menjadi sumber kontaminan apabila dicampur dengan air yang tidak
bersih. Cemaran akan semakin tinggi pada bagian tanaman yang ada di dalam tanah
atau dekat dengan tanah. Sayuran lebih mudah terkontaminasi dari pada buah
karena posisi sayuran yang lebih rendah dan lebih dekat dengan tanah, bahkan ada
banyak sayuran yang berbuah di dalam tanah. Air irigasi yang tercemar Shigella sp.,
Salmonella sp., E.coli, dan Vibrio cholerae dapat mencemari buah dan sayur. Selain
itu, bakteri Bacillus sp., Clostridium sp., dan Listeria monocytogenes dapat
mencemari buah dan sayur melalui tanah. Namun, penanganan dan pemasakan
yang baik dan benar dapat mematikan bakteri patogen tersebut, kecuali bakteri
pembentuk spora (Djaafar, T., et. al. 2007, hlm. 71).
Pencucian yang hanya menggunakan air tidak dapat membunuh semua
organisme yang ada di bagian luar buah dan sayur. Sapers (2001, hlm. 305)
melaporkan, pencucian dan sanitasi buah konvensional tidak dapat menghilangkan
atau menginaktivasi mikroorganisme patogen lebih dari 90 atau 99%. Pencucian
yang lebih efektif adalah pencucian menggunakan air mendidih-hangat, pencucian
dengan air biasa sama saja dengan pencucian menggunakan suhu ruang sedangkan
mikroba lebih mudah tumbuh pada suhu ruang.
Pencegahan cemaran atau kontaminasi mikroba dapat dilakukan oleh semua
aspek yang berperan dalam memproduksi, mengolah, mendistribusi, menjual dan
menyajikan bahan pangan tersebut. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan
menerapkan Good Farming Practices (GFP), selanjutnya pada tahap pasca panen
dilakukan Good Handling Practices (GHP). Begitu pula pada tahap pengolahan,
penerapan Good Manufacture Practices (GMP) sangat diperlukan, dan pada tahap
distribusi harus diterapkan Good Distribution Practices (GDP) agar produk
pertanian maupun makanan sampai ke konsumen dalam keadaan aman (Djaafar, T.,
et. al. 2007, hlm. 73).
Untuk mengurangi kontaminasi mikroba dapat dilakukan juga dengan cara
sanitizer. Menurut Marriot (1999), sanitizer adalah suatu bahan yang dapat
mengurangi kontaminan mikroba yang sedang tumbuh hingga 99,9%. Efektivitas
sanitizer, terutama sanitizer kimia, dipengaruhi oleh faktor fisik-kimia seperti
waktu kontak, suhu, konsentrasi, pH, kebersihan peralatan, kesadahan air, dan
serangan bakteri.
Nama
: Putri Citra Pratiwi
Tanggal Praktikum : 15 Februari 2016
NIM
: 1504649
Tanggal Laporan
: 23 Februari 2016
Judul Praktikum : Pemeriksaan Mikroorganisme dari Sayur dan Buah.
Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan untuk memeriksa
mikroorganisme yang ada pada komoditi hortikultura, yaitu sayur dan buah.
Sayuran dan buah-buahan merupakan bahan pangan yang sifatnya permiable, alias
mudah rusak sehingga cepat busuk. Sifat permiable pada sayuran dan buah-buahan
disebabkan oleh kadar air kedua komoditi tersebut tergolong tinggi, sehingga
mikroorganisme akan lebih mudah berkembang pada keadaan tersebut. Namun,
mikroorganisme yang kami uji cobakan hanya mikroorganisme yang menempel
pada permukaan sayur buah saja.
Sangat memungkinkan mikroorganisme menempel pada permukaan bahan
pangan segar, salah satunya sayur dan buah. Beberapa faktor dapat menyebabkan
mikroorganisme menempel di bahan pangan, misalnya penggunaan pupuk,
penggunaan air saat penyiraman, dan lain-lain. Menurut Ray (dalam Sopandi, T dan
Wardah, 2014), permukaan buah dan sayuran merupakan tempat kontaminasi
mikroorganisme dengan jenis dan jumlah yang bervariasi, bergantung pada kondisi
tanah, jenis fertiliser (pupuk), air yang digunakan, dan kualitas udara. Kapang,
khamir, bakteri asam laktat, dan bakteri dari genus Pseudomonas, Alcaligenes,
Micrococcus, Erwinia, Bacillus, Clostridium, dan Enterobacter dapat berasal dari
sumber tersebut.
Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan untuk mengetahui
banyaknya mikroorganisme yang menempel pada permukaan sayur dan buah,
dengan metode Total Plate Count (TPC). Sebelumnya sampel mikroorganisme
diambil dengan menggunakan metode sweb. Metode sweb adalah metode
mengusap permukaan sayur dan buah menggunakan kapas yang dililitkan pada lidi
/ sumpit / benda panjang lainnya. Metode ini digunakan karena sampel
mikroorganisme yang diambil adalah berasal dari bagian permukaan bahan pangan,
sehingga digunakan metode sweb.
Sampel yang menempel pada kapas kemudian dimasukkan pada larutan
NaCl fisiologis lalu diencerkan hingga 10-5. Larutan 10-5 tersebut ditanam pada
media NA lalu dikembangbiakkan dalam oven. Koloni yang terlihat pada cawan
petri dihitung menggunakan metode TPC. Media yang digunakan yaitu media
Nutrient Agar (NA), karena kemungkinan mikroorganisme yang menempel pada
sayur buah yaitu lebih banyak mikroorganisme jenis bakteri, sehingga media yang
cocok untuk menanam bakteri yaitu media NA, yang mengandung nutrisi baik
untuk bakteri.
Sampel mikroorganisme yang digunakan yaitu mikroorganisme yang
menempel pada cabai, tomat, kangkung, sawi, kemangi dan mentimun. Praktikum
dilakukan 2 shift, sehingga kami akan membahas dan membandingkan hasil dari
masing-masing shift dan menganalisisnya.
1. Cabai
Dalam hasil pengamatan shift A dan shift B, keduanya mendapatkan
jumlah koloni yang cukup banyak walaupun masih bisa dihitung, yaitu
berjumlah 100-200 koloni bakteri.
Cabai merupakan salah satu sayuran bumbu dapur yang merupakan
antimikroba, namun kontaminan mikroorganisme terhadap permukaannya
bisa terjadi. Faktor kontaminan bisa berasal dari banyak sebab. Menurut
(Mayadewi. 2007) Tingginya pertumbuhan dan produksi tanaman cabai
yang diberi pupuk kandang ayam, sapi dan kambing tanpa infestasi NPA
terjadi karena jenis-jenis pupuk kandang ini mampu memperbaiki kondisi
tanah sehingga optimum bagi pertumbuhan tanaman cabai. Pemberian
pupuk kandang bertujuan untuk menambah unsur hara, memperbaiki
struktur tanah dan mendukung pertumbuhan mikroorganisme tanah.
Faktor kontaminan pada permukaan cabai yaitu pupuk kandang, bisa
menjadi salah satunya. Juga kontaminan saat melaksanaan percobaan pun
bisa terjadi.
2. Tomat
Oetari, dkk. (2007) menyatakan Aspergillus, Curvularia, Drechslera,
Galactomyces, Moniliela, Penicillium merupakan patogen yang ditemukan
pada buah dan tanaman tomat, dimana genus Aspergillus dan Drechslera
paling banyak ditemukan pada buah tomat busuk.
Antara hasil pengamatan shift A dan shift B terlihat perbedaan yang
signifikan. Shift A jumlah koloninya mencapai lebih dari 200 koloni,
sedangkan shift B hanya terdapat 70 koloni. Perbedaan sampel dapat
menjadi salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan jumlah koloni yang
signifikan tersebut, jika sampel yang diambil masing-masing shift berbeda.
Misalnya, tomat shift A lebih banyak kontaminannya daripada tomat shift
B, jika dilihat dari hasil pengamatan jumlah koloni. Selain itu kurangnya
kesterilan pada saat melakukan percobaan juga bisa menjadi salah satu
faktor.
3. Kangkung
Kangkung merupakan sayuran berwujud daun seperti sawi dan
kemangi yang juga akan diperiksa mikroorganismenya. Pada hasil
pengamatan shift A dan shift B, tidak tampak perbedaan jumlah koloni yang
signifikan. Ini menunjukkan kegiatan praktikum yang dilakukan terlampau
berjalan dengan baik.
4. Sawi
Pada hasil pengamatan sawi pada kelompok shift A dan shift B,
hasilnya hampir sama seperti pengamatan pada kangkung. Perbedaan
jumlah koloni kelompok shift A dan shift B tidak terlalu jauh. Jumlah koloni
dapat dihitung, artinya praktikum percobaan pada sayuran sawi berlangung
dengan prosedur yang baik.
5. Kemangi
Kemangi merupakan salah satu sayuran berwujud daun, sama seperti
kangkung dan sawi. Daun kemangi biasa dikonsumsi sebagai sayuran
lalapan yang dikonsumsi mentah-mentah. Menurut (Supardi dan
Sukamto,1999) Mikroorganisme khususnya bakteri dapat tumbuh lebih baik
pada bahan pangan mentah karena zat-zat gizi tersedia lebih baik dan
tekanan persaingan dan mikroorganisme lain telah dikurangi.
Biasanya daun kemangi hanya sekedar dicuci, kemudian langsung
dikonsumsi mentah-mentah sebagai lalapan. Namun treatment seperti itu
saja tidak menjamin daun kemangi tersebut bebas kontaminan berbahaya.
Hasil pengamatan kelompok shift A maupun shift B menunjukkan jumlah
koloni bakteri dari daun kemangi yaitu TBUD, terlalu banyak untuk
dihitung.
Faktor penyebab jumlah koloni TBUD dapat terjadi dari mana saja,
seperti menurut (Sembiring, dkk. 2005) Sayur lalapan merupakan jenis
sayuran yang dikonsumsi secara mentah. Dalam proses produksi sayuran
didaerah pertanian banyak menggunakan air dan pupuk kandang yang
berasal dari kotoran hewan maupun manusia, sehingga kemungkinan
terdapat bakteri E.Coli pada sayuran lalapan tersebut.
6. Mentimun
Mentimun juga merupakan alah satu sayuran yang dikonsumsi
sebagai lalapan mentah seperti kemangi. Pada hasil pengamatan kelompok
shift A dan shift B, perbedaan jumlah koloni antar kelompok shift A dan
shift B terbilang sangat jauh. Jumlah koloni kelompok shift A mencapai
lebih dari 200 koloni, sedangkan jumlah koloni kelompok shift B berkisar
39 koloni saja.
Untuk perbedaan jumlah koloni yang signifikan seperti ini,
kemungkinan faktor penyebabnya adalah perbedaan sampel antara shift A
dan shift B, atau percobaan yang dilakukan kurang steril sehingga
terkontaminasi bakteri lingkungannya.
Mikroorganisme terutama bakteri, dapat ditemukan hampir dimana saja, di
udara, air, tanah, hewan, juga dalam mulut, hidung, dan usus hewan termasuk
manusia (Adams dan Motarjemi, 2014). Pencemaran mikroba dalam makanan
dapat berasal dari lingkungan, bahan-bahan mentah, air, alat-alat yang digunakan
dan manusia yang ada hubungannya dengan proses pembuatan sampai siap disantap
(Indonesian Public Health, 2012) Sehingga kontaminasi bahan pangan sangat
mungkin terjadi.
Nama
: T. Soedono
Tanggal Praktikum : 15 Februari 2016
NIM
: 1505110
Tanggal Laporan
: 23 Februari 2016
Judul Praktikum : Pemeriksaan Mikroorganisme dari Sayur dan Buah.
Sayuran merupakan komponen pendamping nasi (atau pangan pokok lainnya) yang
berkuah cair atau agak kental. "Sayuran" adalah segala sesuatu yang berasal dari
tumbuhan (termasuk jamur) yang disayur; dengan pengungkapan lain: segala
sesuatu yang dapat atau layak disayur. Apabila dimakan secara segar bagian
tumbuhan itu biasanya disebut lalapan. Istilah "sayuran" tidak bersifat ilmiah.
Kebanyakan sayuran adalah bagian vegetatif dari tumbuhan, terutama daun (juga
beserta tangkainya), tetapi dapat pula batang yang masih muda (misalnya rebung)
atau bonggol umbi. Beberapa sayuran adalah bagian tumbuhan yang tertutup tanah,
seperti wortel, kentang, dan lobak. Terdapat pula sayuran yang berasal dari organ
generatif, seperti bunga (misalnya kecombrang dan turi), buah (misalnya terong,
tomat, dan kapri), dan biji (misalnya buncis dan kacang merah). Bagian tumbuhan
lainnya yang juga dianggap sayuran adalah tongkol jagung. Meskipun bukan
tumbuhan, bagian jamur yang dapat dimakan juga digolongkan sebagai sayuran.
Walaupun berkadar air tinggi, buah-buahan tidak dianggap sebagai sayur-sayuran
karena biasanya dikonsumsi karena rasanya yang manis dan tidak cocok untuk
disayur. Beberapa sayuran dapat pula menjadi bagian dari sumber pengobatan,
bumbu masak, atau rempah-rempah. Sayuran dikonsumsi dengan cara yang sangat
bermacam-macam, baik sebagai bagian dari menu utama maupun sebagai makanan
sampingan. Kandungan nutrisi antara sayuran yang satu dan sayuran yang lain pun
berbeda-beda, meski umumnya sayuran mengandung sedikit protein atau lemak,
dengan jumlah vitamin, provitamin, mineral, fiber dan karbohidrat yang bermacammacam. Beberapa jenis sayuran bahkan telah diklaim mengandung zat antioksidan,
antibakteri, antijamur, maupun zat anti racun. ( Gunawan,2001 ).
Dari beberapa jenis sayuran berikut jenis-jenis sayuran yang kita pelajari :
tomat merupakan komoditas holtikultura yang laju produktivitasnya menempati
posisi kedua setelah bawang merah, dimana diketahui laju produktivitas tomat
mencapai 6.9 %. Berdasarkan data Departemen Pertanian (2012), diketahui tingkat
produktivitas tomat di Indonesia tahun 2007 hingga 2011 secara berurut ialah;
12,33 ton/Ha, 13,66 ton/Ha, 15,27 ton/Ha, 14,58 ton/Ha, dan 16,65 ton/Ha.
Besarnya angka produksi tomat di Indonesia disebabkan oleh besarnya kebutuhan
akan tomat. Hal ini memicu petani untuk lebih memaksimalkan produksi tomat.
Kebutuhan akan buah tomat segar tidak hanya dimiliki oleh Indonesia, namun juga
oleh negara lainnya. Kondisi ini memberikan peluang untuk terjadinya ekspor tomat
segar. Perkembangan ekspor tomat tahun 2000 - 2004 menunjukkan nilai ekspor
tomat segar Indonesia mengalami peningkatan ,walaupun volumenya menurun. Hal
ini dapat terlihat pada tahun 2002, nilai ekspornya mencapai US$ 302.098 dengan
volume 1.063.913 kg sedangkan pada tahun 2004 mencapai US$ 317.687 dengan
volume 715.571 kg (Hanindita, 2008). Maka, dapat disimpulkan bahwa telah terjadi
kenaikan harga tomat ekspor. Hal ini tentu saja merupakan pertanda akan tingginya
nilai komoditas tomat segar.
Tanaman tomat termasuk tanaman yang memerlukan unsur hara N, P, dan K dalam
jumlah yang relatif banyak. Nitrogen diperlukan untuk produksi protein,
pertumbuhan daun, dan mendukung proses metabolisme seperti fotosintesis. Fosfor
berperan dalam memacu pertumbuhan akar dan pembentukan sistem perakaran
yang baik pada tanaman muda, sebagai bahan penyusun inti sel (asam nukleat),
lemak, dan protein. Kalium berperan membantu pembentukan protein dan
karbohidrat, meningkatkan resistensi tanaman terhadap hama dan penyakit, serta
memperbaiki kualitas hasil tanaman. Tanah merupakan salah satu media dalam
pemberian
hara bagi tanaman. Oleh karena itu dalam pemupukan perlu memperhatikan sifat
dan ciri tanah untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Pertumbuhan tanaman
dipengaruhi oleh 6 faktor lingkungan, yaitu (1) cahaya, (2) bantuan mekanik, (3)
suhu, (4) udara, (5) air, dan (6) unsur hara (Wang 2000). Untuk kelangsungan
hidupnya tanaman membutuhkan 16 unsur hara. Tiga unsur hara esensial, yaitu
karbon, hidrogen, dan oksigen, diambil tanaman dari udara dan air dalam bentuk
CO2, H2O, dan O2. Unsur hara primer, yaitu N, P, dan K merupakan unsur hara
yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang relatif banyak dibandingkan dengan
unsur hara lainnya. Unsur hara sekunder yaitu kalsium, magnesium, dan sulfur
merupakan unsur hara yang relatif lebih sedikit diperlukan oleh tanaman
dibandingkan dengan unsur hara utama. Unsur hara primer dan sekunder sering
disebut pula unsur hara makro. Unsur hara mikro, yaitu besi, mangan,
seng, ,tembaga, boron, dan molibdenum merupakan unsur hara yang diperlukan
relatif lebih sedikit daripada unsur hara sekunder (Mori 1999).
Kemangi (Ocimum basilicum L. forma citratum Back) adalah tanaman
semak, semusim, tingginya ± 1,5 meter. Batang berkayu, bulat, bercabang,
berwarna hijau. Daun berbentuk tunggal, berhadapan, bulat telur, panjang 1-5cm,
lebar 6-30 mm, ujung dan pangkal runcing, tepi bergerigi, berbulu, pertulangan
menyirip, berwarna hijau (Gambar 1). Bunga merupakan bunga majemuk,
berbentuk malai. Daun pelindung berbentuk elips, lebar 5-10 mm, berwarna hijau.
Kelopak bunga berbentuk ginjal, berambut. Kelopak tambahan berbentuk tabung,
berambut lebat, bertajuk empat, memiliki panjang ± 5 mm. Buah berwarna coklat,
berbentuk kotak. Biji berbentuk bulat telur, keras, diameter ± 1 mm, berwarna
hitam. Akar tunggang dan berwarna putih kotor (Depkes RI, 2001).
Kemangi (Ocimum basilicum) merupakan salah satu jenis tanaman obat
yang mempunyai banyak kegunaan diantaranya merangsang faktor kekebalan
tubuh, mencegah kemandulan, menurunkan kolesterol, mencegah ejakulasi
prematur dan dapat mengatasi masalah reproduksi. Daun kemangi berkhasiat
sebagai karminatif, laksatif, emenegog, antipiretik, antiskorbut, dan antiemetik.
Daun kemangi juga berkhasiat sebagai peluruh kentut, peluruh haid, peluruh air
susu ibu, obat demam, obat sariawan, dan obat mual. Secara tradisional, Ocimum
sp. digunakan sebagai obat untuk menyembuhkan beberapa penyakit seperti
demam, mengurangi rasa mual, sakit kepala, sembelit, diare, batuk, penyakit kulit,
penyakit cacing, gagal ginjal, epilepsi dan digunakan sebagai penambah aroma
pada makanan (Hutapea, 1994; Maryati et al., 2007; Nurcahyanti et al., 2011).
Kandungan di dalam tanaman kemangi adalah saponin, flavonoida, tanin
dan minyak atsiri (Kardinan, 2008). Ekstrak etanol, metanol dan n-heksana dari
Ocimum basilicum memiliki sebagai sebagai antimikroba (Adiguzel et al., 2005),
ekstrak petroleum eter, kloroform, alkohol, air dan minyak atsirinya memiliki
aktivitas antioksidan dan hepatoprotektif (Meera et al., 2009).
Kemangi (Ocimum sanctum) seperti halnya pegagan (Centella asiatica)
memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai brain tonic. Kemangi merupakan
tanaman asli Indonesia yang daunnya biasa dimakan sebagai lalapan ataupun
sebagai campuran dalam sayur. Kemangi mempunyai bau yang khas, sehingga
tanaman kemangi diklasifikasikan ke dalam famili tanaman beraroma
(Lamiaceae). Tanaman kemangi mempunyai khasiat antara lain sebagai obat
arthritis, asma, bronkitis, diabetes, demam, influenza, dan rematik (WHO, 2002;
USDA, 2013).
Kemangi juga mempunyai efek antiinflamasi seperti yang dilaporkan oleh
Selvakkumar dkk (2007), akan menghambat inducible nitric oxide synthase
(iNOS) dan menurunkan produksi NO pada sel makrofag tikus line RAW 264,7
yang distimulasi dengan lipopolisakarida (LPS) karena produksi NO akan
meningkat pada sel yang mengalami inflamasi akut dan kronis. Menurut Joshi dan
Parle (2006) kombinasi antara antiinflamasi, antioksidan, antistres, dan
neuroprotective pada Ocimum sanctum dapat meningkatkan kemampuan
mengingat, dipakai sebagai agen nootropik dan sebagai pengobatan penyakit yang
berhubungan dengan kemampuan mengingat.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka diperlukan suatu penelitian untuk
mengetahui pengaruh pemberian ekstrak Ocimum sanctum terhadap kemampuan
memori berdasarkan pada jumlah saraf nitrerjik di hipokampus, terutama di
hipokampus proper. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengklarifikasi korelasi
fungsi memori dengan struktur hipokampus yang diharapkan dapat mendasari
penelitian berkenaan dengan kemampuan mengingat dan gangguannya sehingga
dapat mewujudkan potensi kemangi sebagian brain tonic atau nootropic.
Sawi (Brassica juncea L.) merupakan tanaman sayuran dengan iklim sub-tropis,
namun mampu beradaptasi dengan baik pada iklim tropis. Sawi pada umumnya
banyak ditanam dataran rendah, namun dapat pula didataran tinggi. Sawi tergolong
tanaman yang toleran terhadap suhu tinggi (panas). Saat ini, kebutuhan akan sawi
semakin lama semakin meningkat seiring dengan peningkatan populasi manusia
dan manfaat mengkonsumsi bagi kesehatan. Sawi mempunyai nilai ekonomi tinggi
setelah kubis crop, kubis bunga dan brokoli. Sebagai sayuran, sawi atau dikenal
dengan sawi hijau mengandung berbagai khasiat bagi kesehatan. Kandungan yang
terdapat pada sawi adalah protein, lemak, karbohidrat, Ca, P, Fe, Vitamin A,
Vitamin B, dan Vitamin C. Selain mempunyai nilai ekonomi tinggi sawi memiliki
banyak manfaat. Manfaat sawi atau sawi bakso sangat baik untuk menghilangkan
rasa gatal di tenggorokan pada penderita batuk, penyembuh sakit kepala, bahan
pembersih darah, memperbaiki fungsi ginjal, serta memperbaiki dan memperlancar
pencernaan (Margiyanto, 2008; Fahrudin, 2009). Masa panen yang singkat dan
pasar yang terbuka luas merupakan daya tarik untuk mengusahakan sawi. Daya
tarik lainnya adalah harga yang relatif stabil dan mudah diusahakan (Hapsari, 2002).
Permintaan masyarakat terhadap sawi semakin lama semakin meningkat. Dengan
permintaan sawi yang semakin meningkat, maka untuk memenuhi kebutuhan
konsumen, baik dalam segi kualitas maupun kuantitas, perlu dilakukan peningkatan
produksi. Salah satu upaya peningkatan hasil yang dapat dilakukan adalah melalui
penggunaan variasi jarak tanam serta varietas. Variasi jarak tanam harus
diperhatikan karena jarak tanam merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas dan kuantitas tanaman. Jarak tanam berpengaruh terhadap
pertumbuhan tinggi tanaman, semakin rapat jarak tanam semakin besar
pertumbuhan tingginya. Penentuan kerapatan tanam pada suatu areal pertanaman
pada hakekatnya merupakan salah satu cara unutuk mendapatkan hasil tanaman
secara maksimal. Dengan pengaturan kepadatan
tanaman sampai batas tertentu, tanaman dapat memanfaatkan lingkungan
tumbuhnya secara efisien. Kepadatan populasi berkaitan erat dengan jumlah radiasi
matahari yang dapat diserap oleh tanaman. Disamping itu, kepadatan tanaman juga
mempengaruhi persaingan diantara tanaman dalam menggunakan unsur hara,
Pengaturan kerapatan tanam didalam satu areal penanaman sangat diperlukan. Hal
ini dilakukan untuk mengurangi terjadinya kompetisi diantara tanaman dan untuk
memperoleh peningkatan hasil dari tanaman budidaya, yaitu dengan menambah
kerapatan tanaman atau populasi tanaman. Berdasarkan uraian tersebut maka telah
dilakukan penelitian tentang Variasi Jarak tanam dan Varietas terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman Sawi.
Tanaman mentimun (Cucumis sativa L.) termasuk dalam tumbuhan merambat
atau merayap merupakan salah satu jenis tanaman sayuran buah Famili labu
labuan (cucurbitaceae) yang sudah popular dan digemari masyarakat luas.
Menurut sejarah, tanaman mentimun berasal dari benua Asia, yaitu dari Asia
Utara dan Asia Selatan (Wijoyo, 2012).
Di Indonesia, Tanaman mentimun di tanam di dataran rendah. Daerah
penyebaran yang menjadi pusat pertanaman mentimun adalah Propinsi Jawa Barat,
Daerah Istimewa Aceh, Bengkulu, Jawa Timur dan Jawa Tengah Mentimun
adalah salah satu sayuran buah yang banyak di konsumsi segar oleh masyarakat
Indonesia. Meskipun bukan tanaman Indonesia, tetapi mentimun sudah sangat di
kenal oleh masyarakat Indonesia. Jenis sayuran ini dengan mudah ditemukan
hampir seluruh pelosok Indonesia (Putra, 2011).
Produktivitas tanaman mentimun di Provinsi Gorontalo yang terdapat di
Kabupaten Bone Bolango Kecamatan Bolango Utara tahun 2012 dalam 1 hektar
mencapai 5 kuintal. Jika dibandingkan dengan potensi hasil beberapa varietas
mentimun yang ada, produksi tanaman mentimun secara nasional masih rendah,
yaitu hanya 10 ton per hektar, sedangkan potensi hasil tanaman mentimun dapat
mencapai 49 ton per hektar. Hal ini disebabkan karena selama ini sistem usaha
tani mentimun belum dilakukan secara intensif (Milka et al, 2007).
Pengembangan tanaman mentimun sering mengalami kendala, terutama
dalam hal sifat fisik dan kimia tanah. Tanah yang kurang subur menyebabkan
produksi menurun. Untuk itu dalam penanaman perlu dilakukan pengolahan tanah
dan penambahan usur hara. Penambahan unsur hara dapat dilakukan dengan
menggunakan pupuk seperti pupuk anorganik (Putra, 2011).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian tentang pertumbuhan dan
produksi tanaman mentimun (Cucumis sativa L.) pada pemberian pupuk nitrogen
perlu dilakukan, karena tanaman mentimun sangat memerlukan pupuk nitrogen
dalam pertumbuhan dan produksinya.
Tanaman cabai merah (capscum anmium) merupakan tanaman hortikultura yang
penting di Indonesia. Apabila di bandingkan dengan tanaman sayuran lainnya,
tanaman cabai merah menjadi tanaman pilihan utama yang di tanam oleh petani.
Tanaman ini berasal dari Meksiko Amerika selatan dan sudah berabad-abad di
tanam di Indonesia(Suwandi,1996)
Kebutuhan akan cabai merah cenderung meningkat dari tahun ke tahun
bertambahnya jumlah penduduk dan terjadinya perubahan pola konsumsi
masyarakat Indonesia turut berperan dalam memacu peningkatan kebutuhan cabai
merah. Konsumsi cabai merah perkapita dari tahun 2001 sampai 2002 berturut 2,9
dan 3,1 kg/orang/tahun(Biro Pusat Statistika,2003)
Produktivitas cabai merah Indonesia dari tahun 2001 sampai 2003 terus meningkat
dengan rata-rata produktivitas 4,8 ton/ha(ditlinhorti,2004). Produktivitas ini masih
rendah apabila disbandingkan dengan potensi produkstivitas yang dapat mencapai
8 ton/ha(soetiarso et,1994). Banyak kendala yang ditemukan dalam usaha untuk
meningkatkan produktivitas cabai merah di antara adalah serangan penyakit layu
yang di sebabkan oleh bakteri ralstonia solonacearum(E.F Smith) Yabuuchi et al.
Penggunaan varictas cabai merah yang tahan sangat penting artinya untuk
menanggulangi penyakit ini, namun sampai saat ini barru beberapa genotip cabai
merah yang dilaporkan tahan terhadap penyakit layu yakni varietas PBC 385 asal
Malaysia,PBC 631 asal Sri langka dan PBC 375 Paris Minyak dan PBC 535 IR asal
Indonesia(Wang & Berke,1997). Pengunaan varietas tahan sering dihubungkan
dengan infeksi laten pada benih merupakan faktor penting dalam mengukung
keberhasilan pengendalian penyakit layu bakteri.
Dari sayur-sayuran berikut kita telah mengetahui apa saja kegunaan kegunaan dari
berbagai macam sayur tersebut contohnya seperti bisa di jadikan makanan ,obatobatan dan lain-lain selain itu setiap sayuran pula mengandung mikroorganisme
yang beragam seperti bakteri ,kapang dan khamir.sekarang kita akan bahas
mikroorganisme apa saja yang hidup dan tum buh baik pada sayuran ,kita dapati
yaitu ternyata bakteri .Mengapa demikian? Kita tahu bahwa sayuran memiliki
sumber makanan bagi bakteri yaitu nutrisi-nutrisi yang berguna untuk pertumbuhan
bakteri seperti,vitamin dan mineral dan sedikit kandungan karboidrat.selain itu
sayuran mengandung air yang kandungannya banyak ,ini jelas mempengaruhi
pertumbuhan bakteri ,semakin banyak kandungan nutrisi dan kandungan airnya
maka akan semakin besar kemungkinan di tumbuhi bakteri.berikut hasil analisa :
Cabai
kangkung
tomat
Sawi
kemangi
mentimun
Mediatanam yang kita pakai yaitu nutrient agar ,mengapa kita memakai
nutrient agar karena nutrient agar adalah media yang baik untuk tumbuhnya
bakteri.
Bisa kita lihat dari hasil percobaan tumbuh banyak lebih dari satu
koloni ,akan tertapi pada kemangi mengapa bisa sebanyak itu koloni yang
tumbuh. Hal tersebut adalah suatu kejadian yang janggal ,ada banyak
kemungkinan yang dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu seperti
kontaminasi dari luar ,kadar air yang mendadak naik dikarenakan suatu hal,
atau pun penyimpanan di tempat yang tidak bagus sanitasinya.
BAB VII
KESIMPULAN
Maulana Noor Fajri Al Hajar
Kesimpulan dari praktikum ini yaitu sebagai berikut:
1.
Hasil pemeriksaan mikroorganisme pada sayur dan buah, tiap sayur maupun
buah ditumbuhi mikroorganisme, bahkan sampai ada terlalu banyak untuk dihitung
yaitu pada sayuran kemangi.
2.
Hasil dari penggunaan metode swab, mikroorganisme yang diisolasi berada
pada permukaan sampel, sehingga kemangi dan cabai yang memiliki zat anti bakteri
maupun anti jamur masih dapat ditumbuhi mikroorganisme, dikarenakan pada
bagian permukaan sayur maupun buah tidak mengandung zat tersebut, yang
menyebabkan dapat ditumbuhi oleh mikroorganisme
Dewi Indah Larasati
1.
Mikroorganisme yang sering pada sayuran kering adalah spora bakteri,
kapang, dan khamir.
2.
Pengujian total koloni bakteri dilakukan untuk mengetahui jumlah
mikroorganisme
yang
mengkontaminasi
suatu
bahan.
Dimana
keadaan
mikrorganisme akan mempengaruhi kondisi bahan pangan yang menyebab
kerisakan sehingga pangan tidak dapat dikonsumsi.
3.
Keberdaan mikrorganisme dapat diindikasikan sebagai kebususkan pangan
yang merupakan salah satu standar bahwa suatu produk masih dapat dikonsunsi
atau tidak.
Habibah Wasdahn Sujati
1.
Kontaminasi dapat terjadi sejak proses penanaman, panen, pasca panen,
produksi, pengolahan, distribusi, penjualan hingga penyajian bahan pangan tersebut.
2.
Kontaminasi mikroba dapat berasal dari alat atau bahan yang digunakan
untuk penanganan bahan pangan, beberapa diantaranya adalah penyemprotan atau
air irigasi yang tercemar limbah, tanah dan kotoran hewan yang digunakan sebagai
pupuk.
3.
Semakin tinggi kandungan nutrisi yang dimiliki suatu bahan pangan maka,
semakin tinggi pula kemungkinan bahan pangan tersebut dijadikan ttempat
pertumbuhan mikroba.
Putri Citra Pratiwi
Jumlah mikroorganisme berdasarkan koloni dapat dihitung yaitu dengan
metode Total Plate Count (TPC). Jumlah mikroorganisme yang mengkontaminasi
masing-masing permukaan sayuran dan buah-buahan pun berbeda jumlahnya.
Faktor-faktor penyebab perbedaan jumlah mikroorganisme pun beragam, mulai
dari penggunaan pupuk, penggunaan air, hingga kontaminasi saat melakukan
percobaan.
Teuku Soedono Sasmoyo Jana Priya
1.
jumlah bakteri pada sayuran di pengaruhi oleh kandungan nutrisi dan air.
2.
banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan bakteri terdapat faktor
internal seperti tadi dan faktor eksternal.
DAFTAR PUSTAKA
Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Pelczar, M.J. Chan, E.C.S (1988). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press
Maulana Noor Fajri Al Hajar
Sopandi, T & Wardah. (2014). Mikrobiologi Pangan Teori dan Praktik. Yogyakarta:
Andi
Susanto, R. Nuryanti, A. Wahyudi, I. (2013). Efek Minyak Atsiri Daun Kemangi
(Ocimum Basilicum L.) Sebagai Agen Penghambat Pembentukan Biofilm
Streptococcus Mutans The Effect Of An Essential Oils Basil Leaves
(Ocimum Basilicum L.) As An Inhibitor Agent For Formation Of
Streptococcus Mutans Biofilms. Jurnal: IDJ (1) 2, hlm. 38-44.
Tarigan, J. (1988). Pengantar Mikrobiologi. Jakarta: Depdiknas.
Volk , W. A & Wheeler. M. F. (1993). Mikrobiologi Dasar Jilid 1 Edisi ke 5.
Jakarta: Erlangga.
Wati, D., Rukmanasarii. (2013). Pembuatan Biogas dari Limbah Cair Industri
Bioetanol Melalui Proses Anaerob (Fermentasi). Universitas Diponegoro:
Semarang.
Dewi Indah Larasati
Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Muchtadi dan Sugiono. 1992. Imu Pengetahuan Bahan Pangan. Direktorat Jenderal
Pendidikan tinggi Pusat Antara Universitas Pangan dan gizi IPB: Bogor.
Nazaruddin. 2000. Budidaya dan Pengaturan Panen Buah-buahan DataranRendah. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Utama, S. 2006. Pengendalian Organisme Pengganggu Pascapanen Produk
Hortikultura dalam Mendukung GAP. Jurnal.
Hendro Sunarjono. 1984. Kunci Bercocok Tanam Sayur – Sayuran Penting
di Indonesia. C.V. Sinar Baru, Bandung.
Habibah Wasdah Sujati
Adeola, S. A., Folorunso, O.S, & Amisu, K. O. (2012) Antimicrobial Activity of
Ocimum basilicum and Its Inhibition On The Characterized and Partically
Purified Extracellular Protease of Salmonella thypimurium. Research
Journal of Biology, 02, 5, 138-144.
BSN (Badan Standarisasi Nasional). (2009). SIN 7388: Batas Cemaran Mikroba
dalam Pangan. BSN, Jakarta.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. (2004). Status regulasi cemaran dalam
produk pangan. Buletin Keamanan Pangan, Nomor 6. hlm.4−5.
Djaafar, T. & Rahayu, S. (2007).Cemaran Mikroba pada Produk Pertanian,
Penyakit yang di Timbulkan dan Pencegahannya. Jurnal Litbang Pertanian
26 (3).
Johannes, E. (2012). Pemanfaatan Senyawa Bioaktif Hasil Isolasi Hydroid
Aglaophenia Cupressina Lamoureoux Sebagai Bahan Sanitizer Pada Buah
dan Sayuran Segar. Disertasi Program Pascasarjana Universitas
Hasanuddin Makassar.
Marriott, N. G. (1999). Principles of Food Sanitation 4th ed. Gaithersburg,
Maryland: AN Aspen Publication.
Misgiyarta & S.J. Munarso. (2005). Microbe contaminant at fresh vegetables. Paper
presented in the 9th ASEAN Food Conference, Jakarta 8−10 August 2005.
Nofrianti, D & Oelviane, R. (TT). Kajian Teknologi Pascapanen Sawi (Brassica
Juncea, L.) dalam Upaya Mengurangi Kerusakan dan Mengoptimalkan
Hasil Pemanfaatan Pekarangan. [email protected].
Pracoyo, N.E., et al. (2006). Penelitian bakteriologik air minum isi ulang di daerah
Jabotabek. Cermin Dunia Kedokteran 152:37-40.
Sapers, G.M. (2001). Efficacy of Washing and Sanitizing Methods. Food Technol.
Biotechnol. 39(4): 305-311.
Soesanto L & Rahayunati RF. (2009). Pengimbasan ketahanan bibit pisang Ambon
Kuning terhadap penyakit layu Fusarium dengan beberapa jamur antagonis.
J. Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika. 9(2): 130–140.
Sumiati, E. & Djuariah, D. (20070. Teknologi Budidaya dan Penanganan
Pascapanen Jamur Merang, Volvariella volvacea. Balai Penelitian
Tanaman Sayuran. Bandung
Utami, D. A. (2012). Studi Pengolahan dan Lama Penyimpanan Sambal Ulek
Berbahan Dasar Cabe Merah, Cabe Keriting dan Cabe Rawit Yang
Difermentasi. Skripsi Universitas Hasanuddin Makassar.
Winarti C. & Miskiyah. (2010). Status Kontaminan Pada Sayuran dan Upaya
Pengendaliannya di Indonesia. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian
3(3).
Putri Citra Pratiwi
Adams. M,. Motarjemi, Y. (2003) Dasar-Dasar Keamanan Pangan Edisi Ke-1.
Jakarta: EGC,2003.
Indonesian Public Health. (2012). Kontaminasi Bakteri Pada Makanan: Macam
Bakteri
Penyebab
Kontaminasi
Pada
Makanan.
[Online]
http://www.indonesian-publichealth.com/2012/12/bakteri-penyebabkontaminasi-makanan.html?fdx_switcher=true
Mayadewi, A. (2007). Pengaruh Jenis Pupuk Kandang dan Jarak Tanam terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis. Agrotrop. J. 26 (4):153-159.
Oetari, A., A, Salamah and W. Sjamsuridzal. (2007). Bioprospek mikosin dari
khamir indigenous Indonesia (asal kebun raya Cibodas) sebagai biokontrol
jamur patogen pada tanaman pangan. Laporan Akhir Riset Unggulan
Universitas Indonesia.
Sembiring, R. B., Hasan, dan Nurmaini, W. (2005). Analisa Kandungan
Escherichia coli Pada Beberapa Jenis Sayur Lalapan di Beberapa Pasar
Kota Medan dan Rumah Makan Siap Saji Tahun 2005. [Online]
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/32479
Sopandi, T., dan Wardah. (2014). Mikrobiologi Pangan – Teori dan Praktik.
Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Supardi. H.I., dan Sukamto. (1999). Mikrobiologi Dalam Pengelolaan Dan
Keamanan Pangan. Bandung.
Teuku Soedono Sasmoyo Jana Priya
patricia ruthyanty Thommas.1984: MEMPELAJARI PENGARIJH SUBUI<
REMPAH - REMPAK TERHADAP PERiUMBUHAN KAPANG
(Aspilrigilills flaliliS link).Bogor.
Subhan, N. Nurtika, dan N. Gunadi .2009:Respons Tanaman Tomat terhadap
Penggunaan Pupuk Majemuk NPK 15-15-15 pada Tanah Latosol pada
Musim Kemarau.Bandung.
Antonius Gratus .2013:PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KEMANGI
(Ocimum sanctum) TERHADAP JUMLAH SARAF NITRERJIK DI
HIPOKAMPUS PROPER TIKUS PUTIH(Rattus norvegicus).Yogyakarta.
rani larasatih,2015: UJI IRITASI AKUT DERMAL DAN EVALUASI EFEK
HEMOLISIS
ATSIRI
TERHADAP
KEMANGI
Back).Yogyakarta.
ERITROSIT
(Ocimum
basilicum
MANUSIA
L.
forma
MINYAK
citratum
ABAS, MOHAMAD ZULKIFLI ABAS.2014: PERTUMBUHAN DAN HASIL
TANAMAN SAWI (Brassica juncea L) BERDASARKAN VARIASI JARAK
TANAM DAN VARIETAS.Gorontalo.
Ahmad Masud, Moh. Ikbal Bahua, Fitriah S. Jamin.2012:PERTUMBUHAN DAN
PRODUKSI TANAMAN MENTIMUN (Cucumis sativus L.) PADA
PEMBERIAN PUPUK NITROGEN.Gorontalo.
Ujan Khairul.2005:Kajian Beberapa Komponen Pengendalian Terpadu Penyakit
Layu Bakteri Pada Tanaman Cabai Merah.Bogor.
Gunawan, 2001 : Pengetahuan dan Petunjuk Bahan-Bahan untuk Rumah
Tangga.Jakarta.
Download