LAPORAN PRAKTIKUM Mikrobiologi Pangan Pemeriksaan Mikroorganisme dari Sayur dan Buah oleh: Dewi Indah Larasati 1505581 Habibah Wasdah 1504830 Maulana Noor Fajri Al Hajar 1504592 Putri Citra Pratiwi 1504649 Teuku Soedono Sasmoyo J.P. 1505110 Kelompok 5 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN DAN TEKNOLOGI KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2016 BAB I TEORI 1.1. Metode Perhitungan Mikroorganisme Prinsip dari metode hitungan cawan adalah jika sel jasad renik yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka sel jasad renik tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Metode hitung cawan merupakan cara yang paling sensitif untuk menentukan jumlah jasad renik karena beberapa hal yaitu: 1. Hanya sel yang masih hidup yang dihitung. 2. Beberapa jenis jasad renik dapat dihitung sekaligus. 3. Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi jasad renik karena koloni yang terbentuk mungkin berasal dari suatu jasad renik yang mempunyai penampakan pertumbuhan spesifik (Fardiaz, 1992, hlm. 123). Dalam metode hitungan cawan, bahan pangan yang diperkirakan mengandung lebih dari 300 sel jasad renik per ml atau per gram atau per cm, memerlukan perlakuan perlakuan pengenceran sebelum ditumbuhkan pada medium agar di dalam cawan petri. Setelah inkubasi akan terbentuk koloni pada cawan tersebut dalam jumlah yang dapat dihitung, di mana jumlah yang teraik adalah di antara 30 sampai 300 koloni. Pengenceran biasanya dilakukan secara decimal yaitu 1:10, 1:100, 1:1000 dan seterusnya. Larutan yang digunakan untuk pengenceran dapat berupa larutan buffer fosfat, 0.85% NaCl, atau larutan Ringer (Fardiaz, 1992, hlm. 124). Fardiaz (1992, hlm. 124) Cara pemupukan dalam metode hitungan cawan dapat dibedakan atas dua cara yaitu dalam metode tuang (pour plate) dan metode pempukan (surfaced spread plate). Dalam metode tuang, sejumlah contoh (1 ml atau 0.1 ml) dari pengenceran yang dikehendaki dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian ditambah agar cair steril yang telah didinginkan (47-50 °C) sebanyak 1520 ml dan digoyangkan supaya contoh menyebar rata. Pada pemupukan dengan metode pemupukan, terlebih dahulu dibuat agar cawan kemudian sebanyak 0.1 ml contoh yang telah diencerkan dipipet pada permukaan agar tersebut, dan diratakan dengan batang gelas melengkung yang steril, Jumlah koloni dalam contoh dapat dihitung sebagai berikut: πΎπππππ πππ ππ = ππ’πππβ ππππππ πππ πππ€ππ × 1 πΉπππ‘ππ πππππππππππ 1.2. Faktor Kontaminasi Mikroorganisme Sayur dan Buah Bagian sebelah dalam jaringan tanaman yang sehat biasanya bebas mikroorganisme, tetapi permukaannya dapat tercemari berbagai mkroorganisme. Taraf (dan macam) pencemaran oleh mikrobe itu ditentukan oleh lingkungan tempat diambilnya sayuran atau buah-buahan tersebut, kondisi (kesegaran), metode penanganan, serta waktu dan kondisi penyimpanan. Buah-buahan dan sayursayuran biasanya rentan terhadap infeksi oleh bakteri, cendawan dan virus. Serbuan mikroorganisme ke dalam jaringan tanaman dapat terjadi pada berbagai stadia perkembangan buah dan sayuran tersebut, dan bergantung kepada luasnya jaringan yang terserang, maka kemungkinan terjadinya perusakan akan bertambah. Faktor kedua yang memungkinkan terjadinya pencemaran oleh mikrobe ialah penanganannya selepas panen. Penanganan mekanis mungkin sekali menyebabkan terlukanya jaringan sehingga memudahkan penyerangan oleh mikroorganisme. pH buah-buahan relatif relatif berkisar dari 2.3 untuk jeruk sampai 5.0 untuk pisang. Hal ini membatasi pertumbuhan bakteri, tetapi tidak menghambat pertumbuhan cendawan. Kisaran pH sayuran agak lebih tinggi, yaitu 5.0 sampai 7.0, karena itu lebih rentan terhadap serangan bakteri (Pelczar, 1988, hlm. 908) BAB II TUJUAN PRAKTIKUM Pada praktikum ini, supaya terarah dan lebih efektif dan efisien maka ada tujuan dari praktikum yaitu supaya mahasiswa dapat menghitung jumlah total mikroorganisme yang terdapat dalam sayur dan buah. BAB III ALAT DAN BAHAN Alat yang digunakan : 1. Cawan petri 2. Inkubator 3. gelas ukur 4. erlenmeyer 100 ml 5. tabung reaksi 6. rak tabung reaksi 7. bunsen. Bahan yang digunakan : 1. NaCl 2. Nutrient Agar 3. Spritus 4. etanol 95 % 5. sayuran buah (tomat, cabe, mentimun) 6. sayuran daun (kangkung, kemangi, sawi) BAB IV PROSEDUR KERJA Pemeriksaan mikroorganisme pada sayur dan buah 1. 1 gr bahan ditimbang lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian 9 ml NaCl fisiologis ditambahkan, dikocok dan dibiarkan selama 2-3 menit. 2. Pengenceran 10-1 10-2, 10-3 dan 10-4, 10-5 dibuat lalu 1 ml hasil pengenceran 10-5 diinokulasi ke dalam cawan petri dengan metode SWEB. 3. Metode SWEB dilakukan dengan cara membuat alat inokulasi menggunakan jarum ose, tusuk sate atau alat lainnya dengan bentuk menyerupai (memanjang) yang dililiti kapas sebagai media menempelnya mikroorganisme. 4. Alat inokulasi dimasukkan ke dalam hasil pengenceran 10-5, lalu kapas diusapkan ke atas permukaan bahan dengan luas permukaan 4 cm2 sebanyak tiga kali. Kemudian alat inokulasi dimasukkan kembali ke dalam hasil pengenceran 10-5 (kapas boleh dilepas dan ditinggalkan dalam hasil pengenceran 10-5). 5. 1 ml dari hasil pengenceran 10-5 yang telah diberi suspensi dimasukkan ke dalam cawan petri dan medium NA (Nutrient agar) hangat (40oC) ditambahkan, kemudian digoyangkan sampai merata penyebarannya. 6. Selanjutnya cawan petri yang telah berisi suspensi dan media didiamkan hingga padat. 7. Setelah padat, media berisi suspensi diinkubasikan pada suhu 30oC selama 48 jam hari dengan posisi cawan terbalik. 8. Koloni dihitung dengan metode standar plate count. BAB V HASIL PENGAMATAN Berikut adalah tabel hasil pengamatan perhitungan dengan metode TPC: Kelompok Sampel 1 Cabai 2 Tomat 3 Kangkung 4 Sawi 5 Kemangi 6 Mentimun A Jumlah Koloni 122 B 172 A 212 B 70 A 45 B 80 A 30 B 62 A TBUD B TBUD A 250 B 39 Shift Berikut adalah tabel gambar hasil pengamatanperhitungan koloni: Kelompok Sampel 1 Cabai Gambar 2 Tomat 3 Kangkung 4 Sawi 5 Kemangi 6 Mentimun BAB VI PEMBAHASAN Nama : Maulana N.F.A Tanggal Praktikum : 15 Februari 2016 NIM : 1504592 Tanggal Laporan : 23 Februari 2016 Judul Praktikum : Pemeriksaan Mikroorganisme dari Sayur dan Buah. 6.1. Isolasi bakteri Media berfungsi untuk menumbuhkan mikroba, isolasi, memperbanyak jumlah, menguji sifat-sifat fisiologi dan perhitungan jumlah mikroba, di mana dalam proses pembuatannya harus disterilisasi dan menerapkan metode aseptis untuk menghindari kontaminasi pada media (Volk, 1993). Medium nutrient agar berfungsi untuk membiakan berbagai macam mikroorganisme serta kultur bakteri. Menurut Wati (2013) mikroba yang hidup di alam terdapat sebagai populasi campuran dari bebagai jenis mikrobia yang berbeda prinsip dari isolasi mikrobia dalam memisahkan satu jenis mikroba dengan mikroba lainnya dari lingkungannya di alam dan ditumbuhkan dalam medium buatan. Pertumbuhan mikroba dapat dilakukan dalam medium padat, karena dalam medium padat sel-sel mikroba akan terbentuk suatu koloni sel yang tetap pada tempatnya. 6.2. Metode Perhitungan Mikroorganisme Prinsip metode TPC (Total Plate Count) adalah menghitung koloni mikroorganisme tanpa menggunakan mikroskop, sehingga langsung dapat dihitung jumlah koloninya. (Dwidjoseputro, 2005). Tarigan (1988, hlm. 138) jumlah koloni yang paling praktis adalah sekitar 30 – 300. Untuk memperoleh jumlah tersebut maka dilakukan pengenceran sampel hingga sesuai dengan keinginan. Perihitungan jumlah koloni dapat dilakukan dengan rumus faktor pengenceran, yaitu jumlah koloni dibagi dengan faktor pengenceran. πΉπ = π½π’πππβ ππππππ 1 πΉπππ‘ππ πππππππππππ 6.3. Sumber Kontaminasi Pada Sayur dan Buah Sayur dan buah merupakan tanaman hortikultura yang sering dijumpai untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, tanaman hortikultura memiliki kadar air yang sangat tinggi, kadar air yang sangat tinggi merupakan habitat yang paling baik untuk mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak. Seperti yang dikemukakan oleh Sopandi dan Wardah “Air bebas dalam pangan diperlukan untuk pertumbuhan mikroba yang akan digunakan untuk transport nutrisi, pengeluaran material limbah, melaksanakan reaksi enzimatis, sintesis komponen seluler, dan mengambil bagian reaksi biokimia…”. Ray; Adams dan Moss (dalam Sopandi dan Wardah, 2014, hlm. 47) mengatakan “Permukaan buah dan sayuran merupakan tempat kontaminasi mikroorganisme dengan jenis dan jumah yang bervariasi, bergantung pada kondisi tanah, jenis fertiliser (pupuk), air yang digunakan, dan kualitas udara”. Sehingga sayur dan buah rentan untuk diserang oleh mikroorganisme. Menurut Sopandi dan Wardah (2014) mengungkapkan bahwa Secara umum, sayuran dapat mengandung 103-5 sel/cm2 atau 104-7 sel/g. Bakteri yang dominan pada sayuran adalah bakteri asam laktat, Corynebacterium, Enterobacter, Proteus, Pseudomonas, Micrococcus, Enterococcus, dan bakteri pembentuk spora. Sayuran juga dapat mengandung berbagai jenis kapang, seperti Alternaria, Fusarium, dan Aspergillus. Sayuran dapat juga mengandung bakteri patogen enterik, seperti L. monocytogenes, Salmonella, Shigella, Campylobacter, C. botulinum, dan C. perfringens, khususnya sayuran dari tanaman yang dipupuk dengan kotoran hewan dan manusia atau disiram dengan air yang berpolusi. (hlm. 62) Pada praktikum ini, metode yang digunakan yaitu dengan cara sweb, yaitu pengambilan mikroorganisme dengan menggunakan tongkat yang dibaluti kapas dan diusapkan pada sampel seluas sekitar 4 cm2. Hasil dari praktikum memperlihatkan bahwa jumlah koloni pada sayuran daun berupa kemangi memiliki jumlah mikroorganisme yang sangat banyak sehingga terlalu banyak untuk di hitung (TBUD), jumlah mikroorganisme pada kangkung sebanyak 8 x 106, jumlah pada sawi sebanyak 6,2 x 106, jumlah pada cabai 1,72 x 107, jumlah pada tomat 7 x 106, dan jumlah mentimun 3,9 x 106. Susanto, Nuryanti, Wahyudi (2013) dalam jurnal mengungkapkan bahwa Kemangi merupakan tanaman yang memiliki banyak manfaat, antara lain sebagai obat, pestisida nabati, penghasil minyak atsiri, sayuran dan minuman penyegar . Tanaman kemangi memiliki khasiat merangsang penyerapan, peluruh keringat (diaphoretic), diuretik, pelancar peredaran darah, penghilang rasa sakit (analgesik), dan pembersih racun . Minyak atsiri merupakan salah satu metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman tingkat tinggi dan mempunyai peranan penting bagi tanaman itu sendiri maupun bagi kehidupan manusia. Minyak atsiri mempunyai aktivitas farmakologis yang beragam antara lain analgesik, antipiretik, antiseptik, dan banyak juga yang memiliki aktivitas antibakteri dan antijamur yang kuat. (hlm.39) Kemangi sebagai tanaman yang memiliki khasiat yang banyak terutama sebagai antibakteri dan antijamur yang kuat, pada hasil percobaan yang dilakukan oleh praktikan tentu sangat bertolak belakang, kemangi memiliki jumlah mikroorganisme yang terlalu banyak untuk dihitung (TBUD), tetapi menurut Holt, et al (dalam Sopandi dan Wardah, 2014, hlm. 47) mengatakan “Jaringan dalam pangan nabati pada dasarnya steril kecuali beberapa sayuran yang mempunyai poripori seperti lobak, bawang, dan sayuran berdaun seperti kubis dan sawi”. Secara jelas pada permukaan sayuran maupun buah menjadi tempat hinggapnya mikroorganisme dan sebagai tempat pertahanan awal, sedangkan kandungan yang menjadi anti bakteri dan anti jamur aman berada di dalam. Nama : Dewi Indah L Tanggal Praktikum : 15 Februari 2016 NIM : 1505581 Tanggal Laporan : 23 Februari 2016 Judul Praktikum : Pemeriksaan Mikroorganisme dari Sayur dan Buah. Komoditi pertanian di Indonesia terdiri dari tanaman pangan, perkebunan,hortikultura dan lain-lain. Masing-masing komoditi ini memiliki kelemahan dimana dapat terjadi kerusakan yang dapat menurunkan kualitas hasil produksinya. Salah satu komoditi yang paling rentan terhadap kerusakan setelah panen adalah komoditi dari tanaman hortikultura. Tanaman hortikultura terdiri dari sayuran, buah-buahan, dan bunga-bungaan. Sayur-sayuran dan buah-buhaan dapat rusak dikarekan oleh faktor enzim yang dimilikinya. Selain itu, juga disebabkan oleh faktor fisik dan mikrobia. Adanya faktor fisik dan faktor enzim dalam medorong kerusakan pada buah-buahan dan sayur-sayuran berarti sama halnya dengan hama dan penyebab penyakit yang dapat menimbulkan kerusakan maupun kebusukan. Komoditi pertanian di Indonesia terdiri dari tanaman pangan, perkebunan, hortikultura dan lain-lain. Masing-masing komoditi ini memiliki kelemahan dimana dapat terjadi kerusakan yang dapat menurunkan kualitas hasil produksinya. Salah satu komoditi yang paling rentan terhadap kerusakan setelah panen adalah komoditi dari tanaman hortikultura. Tanaman hortikultura terdiri dari sayuran, buah-buahan, dan bunga-bungaan. Sayur-sayuran dan buah-buhaan dapat rusak dikarekan oleh faktor enzim yang dimilikinya. Selain itu, juga disebabkan oleh faktor fisik dan mikrobia. Adanya faktor fisik dan faktor enzimdalam medorong kerusakan pada buah-buahan dan sayur-sayuran berarti sama halnya dengan hama dan penyebab penyakit yang dapat menimbulkan kerusakanmaupun kebusukan. Kualitas dari produk pangan untuk konsumsi manusia pada dasarnya dipengaruhi oleh mikroorganisme. Mikroorganisme yang dapat tumbuh pada bahan makanan diantaranya adalah bakteri dan kapang. Semua bakteri yang tumbuh pada makanan bersifat heterotropik, yaitu membutuhkan zat organik untuk pertumbuhannya (Fardiaz, 1992). Mikroorganisme yang menyebabkan kebusukan pada sayuran dapat diketahui dengan melakukan uji mikrobiologi. Metode yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah mikroba di dalam bahan pangan terdiri dari metoda hitung cawan (HC), Most Probable Number (MPN), dan metode hitung mikroskopis langsung. Pada sayuran dan buah-buahan kering, mikroorganisme yang sering ditemukan terutama adalah yang dapat tumbuh pada Aw rendah terutama spora bakteri dan kapang. I. Faktor Penyebab Pertumbuhan Mikroba Dalam Bahan Pangan I.I Faktor Intrinsik (Sifat Bahan Pangan) Menurut Muchtadi (1992) factor intrinsic bahan pangan merupakan semua faktor yang mempengaruhi populasi mikroba yang berasal dari bahan makanan. Factor ini dapat meliputi sifat kimia atau komposisi, sifat fisik dan struktur makanan. Diantara faktor-faktor tersebut, misalnya aw (aktifitas air), komposisi nutrient, pH, potensial redoks, adanya bahan pengawet tambahan dan alami, lain sebagainya. ο· Aktivitas Air (aw= water activity) Nilai aktivitas air untuk beberapa bahan makanan dan jenis mikrooganisme khusus yang terdapat didalamnya kan berbeda untuk setiap jenis bahan makanan. Bahan makanan dengan kadar air tinggi ( nilai aw: 0,95 – 0,99) umumnya dapat ditumbuhi oleh semua jenis mikroorganisme dan biasanya kerusakan akan lebih banyak karena bakteri dapat tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan kapang dan Khamir ο· Nilai pH Umumnya nilai pH bahan makanan berkisar antara 3,0 sampai 8,0. Kebanyakan mikroorganisme tumbuh pada pH sekitar 5,0 sampai 8,0 dan hanya jenis-jenis tertentu saja mikroorganisme yang ditemukan pada bahan makanan dengan pH yang lebih rendah. ο· Zat-zat Gizi Komposisi bahan makanan dapat menentukan jenis mikroorganisme yang dominan didalamnya, karena hal ini akan menentukan jenis zat gizi yang penting tersedia untuk perkembangan mikroorganisme. Bahan makanan dengan gizi yang cukup akan membantu pertumbuhan mikrooragnisme seperti, Lactobacillus yang membutuhkan banyak zat gizi. ο· Bahan Anti Mikrobial Alamiah Bahan anti mikroba dapat diperoleh secara alamiah pada bahan-bahan makanan seperti minyak essensial dan tanin pada bahan makanan asal tumbuh-tumbuhan I.II. Faktor Ekstrinsik (Lingkungan) Bahan pangan segar atau makanan olahan yang tidak langsung dikonsumsi memerlukan tahap penyimpanan atau transpor/distribusi. Faktor-faktor yang mempengaruhui penyimpanan dan transpor seperti suhu, kelembaban dan susunan gas, merupakan faktor lingkungan (ekstrinsik) yang mempengaruhi populasi jasad renik yang terdapat pada makanan. Bagian dalam dari jaringan tanaman pada dasarnya steril, kecuali pada beberapa jenis sayuran yang porous atau sayuran bawang. Beberapa tanaman memproduksi metabolit antimikroba. Kontaminasi mikroorganisme berasal dari air, tanah, udara, serta penggunaan pupuk kandang. Jenis mikroba yang berasal dari sumber alami ini adalah kapang, khamir, bakteri asam laktat dan bakteri genus Pseudemonas, Alcaligenes, Micrococcus, Erwinia, Bacillus, Clostridium, dan Enterobacter. Jumlah bakteri terbanyak pada percobaan praktikum kali ini pada sayuran kemangi, Menurut Budiman “daun kemangi memiliki zat antbakteri. Aktivitas antibakteri ini dikarenakan zat aktif yang terkandung di dalam daun kemangi antara lain eugenol, linolool, flavonoid, saponin dan tanin. eugenol yang dapat menyebabkan kerusakan membran sel bakteri dan dapat menstimulasi kebocoran ion kalium sehinga terjadi kematian sel bakteri . Eugenol juga dapat menghambat aktivitas enzim ATPase sehingga energi yang dibutuhkan untuk perbaikan sel bakteri tidak terbentuk “ tetapi pada percobaan ini bakteri yang dihasilkan TBUD. Ada beberapa fakor yang menyebabkan tidak validnya data perhitungan bakteri ini seperti kurang sterilnya alat dan bahan yang digunnakan dan terjadi Human Error atau dikarenakan daun kemangi yang sudah mulai layu dan banyak ternyemarnya banyaknya bakteri di tempat tempat ketika pasca panen. Produk segar pascapanen dilabuhi oleh berbagai jenis mikroorganisme yang dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu mikroorganisme penyebab penyakit pada jaringan produk tanaman (plant pathogenic microorganisms), mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia atau binatang (human or animal-pathogenic microorganisms), dan mikroorganisme non-patogenik (Hendro, S, 1984) Cara infeksi dari mikroorganisme penyebab pembusukan dapat berbeda yang dat dibagi manjadi tiga, yaitu; 1) infeksi laten, 2) infeksi melalui luka setelah panen, 3) infeksi langsung pada produk utuh. Infeksi laten adalah cara infeksi yang dilakukan saat produk masih di kebun tumbuh bersama tanaman induknya. Pada kondisi dimana produk masih di kebun umumnya masa mikroorganisme pembusuk tidak dapat tumbuh dan berkembang tetapi dalam keadaan dorman (Nazaruddin. 2000). Infeksi mikroba pembusuk bisa terjadi sebelum atau sesudah panen Infeksi sebelum panen dikenal sebagai latent infection dimana mikroba masuk ke jaringan sel sehat sewaktu inang masih muda dan dormansi sampai komoditi dipanen. Pertumbuhan sel mikroba mulai berlangsung saat komoditi mengalami perubahan struktur jaringan sel akibat ripening atau kelewat masak sehingga jaringan sel mudah dirusak oleh mikroba pembusuk sebagai akibat kandungan gizi komoditi (Utama, S, 2006). Faktor-faktor utama bagi perkembangan penyakit pasca penen komoditi hortikultura adalah inang (tanaman), penyebab penyakit (microorganisme) dan lingkungan. Peristiwa pembusukan pada sayuran dan buah dapat disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme seperti jamur dan bakteri. Mikrobia yang tumbuh dalam komoditi satu denganyang lainnya sangat berbeda sekali. Dalam hasil pertanian tersebut tidak jarangyang gagal dalam panen. Mikroba yang tumbuh pada sayur dan buah terutama saat pascapanen sangat tidak baik. Maka dari itu, perlu adanya usaha agar sayur dan buah yang dipanen bebas dari mikroba sehingga layak dikonsumsi. Produk holtikultura seperti sayur pada umumnya tidak memiliki daya simpan yang lebih lama dibandingkan dengan yang buah-buahan. Dan sayuran biasanya tidak di perlakukan dalam penyimpanannya akan tetapi hanya di tempatkan pada suhu yang rendah, sedagkan untuk buah-buahan dalam mencegah terjadinya pencepatan pembusukan dapat dilakukan dengan pelapisan lilin, pengemasan dan lain-lain hal ini juga bertujuan untuk mencegah masuknya atau menempelnya bakteri dan jamur yang dapat menyebabkan rusaknya buah-buahan. Nama : Habibah Wasdah S. Tanggal Praktikum : 15 Februari 2016 NIM : 1504830 Tanggal Laporan : 23 Februari 2016 Judul Praktikum : Pemeriksaan Mikroorganisme dari Sayur dan Buah. Setiap bahan pangan seringkali terkontaminasi dengan sangat mudah. Secara umum kontaminasi adalah keadaan dimana terpaparnya bahan oleh zat asing (kontaminan). Terdapat banyak sumber kontaminasi yang berkemungkinan besar tercampur dengan bahan pangan baik itu kontaminan yang terlihat jelas secara fisik, maupun yang kasat mata. Sumber kontaminasi kasat mata inilah yang sangat berbahaya dan dapat berupa kontaminasi oleh mikroorganisme yang merugikan. Kontaminasi pada bahan pangan dapat terjadi sejak setelah bahan pangan tersebut dipanen sampai dikonsumsi oleh manusia. Berdasarkan sifatnya, kontaminan dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: 1. Fisik, berupa susatu yang terlihat seperti rambut, kerikil dsb. 2. Kimia, berupa suatu zat kimia seperti pestisida, zat pembersih dsb. 3. Biologi, berupa makhluk hidup seperti pengerat, serangga, mikroorganisme dsb. Sayur-sayuran pada umumnya terkontaminasi oleh bakteri, dan bakteri tersebut mungkin masih ada pada setiap tahap pengolahan. Sayuran pada umumnya jarang terkontaminasi oleh koliform fekal yaitu Escherichia coli oleh sebab itu keberadaan E.coli di dalam sayur-sayuran dapat digunakan sebagai indikator sanitasi. Bakteri koliform merupakan golongan mikroorganisme yang lazim digunakan sebagai indikator, di mana bakteri ini dapat menjadi sinyal untuk menentukan suatu sumber air telah terkontaminasi oleh patogen atau tidak (Pracoyo, N.E., et. al., 2006). Di praktikum pemeriksaan mikroorganisme pada sayur dan buah ini digunakan sampel cabe, tomat, kangkung, sawi, kemangi dan mentimun. Semua bahan pangan yang dijadikan sampel positif terkontaminasi oleh mikroorganisme khususnya bakteri. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak sekali faktor, mulai dari pencucian hingga disajikan. Dan tidak banyak bahan pangan yang benar-benar steril dari sesuatu apapun. Pada dasarnya sayur dan buah telah dilabuhi oleh berbagai macam mikroorganisme mulai dari mikroorganisme yang menguntukan sampai merugikan. Kebiasaan memakan sayuran secara segar, langsung dan tanpa dimasak (lalapan atau salad) rentan terkontaminasi dengan mikroba. Semakin tinggi nutrisi yang ada dalam bahan pangan maka, semakin tinggi pula kemungkinan kontaminasinya. Walaupun faktor tingginya nutrisi bukan hanya penyebab mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang dalam suatu bahan pangan. Berdasarkan hasil pengamatan praktikum ini, sampel cabe ditumbuhi oleh 1,72×107 koloni, tomat 7×106 koloni, kangkung 8×106 koloni, sawi 6,2×106 koloni, kemangi TBUD dan mentimun 3,9×106 koloni. Data ini menunjukkan bahwa bahan pangan yang dijadikan sampel masih banyak terkontaminasi oleh mikroba. Proses kontaminasi ini dapat terjadi oleh berbagai hal, hal yang paling dekatnya adalah kemungkinan bahwa saat dilakukan praktikum masih terjadi banyak kontaminasi dari udara bebas. Pengujian yang dilakukan dalam laminar air flow dapat mengurangi kontaminasi oleh udara bebas. Kelompok dengan sampel cabe melakukan pengujian di laminar air flow akan tetapi jumlah koloni yang tumbuh masih lebih banyak dibandingkan dengan bahan pangan lain terkecuali kemangi. Hal ini mungkin dikarenakan koloni mikroba yang tumbuh berukuran kecil namun banyak, tidak seperti koloni lain yang sudah menjadi satu dan besar. Pada sampel kemangi mikroba yang tumbuh terlalu banyak sehingga tidak dapat dihitung artinya pengenceran 105 tidak cukup mengurangi mikroba yang akan tumbuh untuk dapat dihitung. Kemungkinan lain yang bisa terjadi karena lampu yang ada dalam laminar air flow tidak selalu menyala. Tabel 1. Batas maksimum cemaran mikroba pada produk pangan. No Jenis Mikroba Batas maksimum cemaran (sel/g) 1 Escherichia coli 0−103 2 Staphylococcus aureus 0−5 x 103 3 Clostridium perfringens 0−102 4 Vibrio cholerae Negatif 5 V. parahaemolyticus Negatif 6 Salmonella Negatif 7 Enterococci 102 −103 8 Kapang 50−104 9 Khamir 50 10 Coliform faecal 0−102 Sumber: Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2004). Tingkat kontaminan mikroba pada sayur segar cukup tinggi dan masih jauh dari apa yang ditetapkan oleh badan POM. seperti tertera di tabel 1., untuk kubis 2,6 x 106 sel sampai 8,0 x 107sel/g, tomat 2,0 x 105 sel sampai 2,6 x 106 sel/g, wortel 1,8 x 106 sel sampai 1,2 x 108 sel/g, selada 3,63 x 104 sel sampai 2,09 x 107 sel/g. Dari hasil uji beberapa sampel tersebut positif mengandung E.coli.. (BSN 2009). A. Cabai merah (Capsicum annuum L.) atau cabe Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman semusim yang diperlukan oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai penyedap masakan dan penghangat badan. cabe mengandung antioksidan yang berfungsi untuk menjaga tubuh dari serangan radikal bebas. Cabe juga mengandung Lasparaginase dan Capsaicin yang berperan sebagai zat anti kanker (Utami, D. A., 2012, hlm. 4). Cabe juga memiliki kandungan senyawa antimikroba tetapi tetap saja kontaminasi mikroba masih terjadi pada cabe ini, hal ini dikarenakan antimikroba yang ada dalam cabe berada dibagian dalamnya sedangkan yang dijadikan sampel adalah bagian permukaan cabe itu sendiri. B. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) Mikroba patogen yang sering menyerang tanaman tomat adalah Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici (Fol). Jamur ini dapat bertahan hidup lama didalam tanah tanpa inang, dan gejala awal dari serangan penyakit ini adalah pembuluh akut pada permukaan terluar helaian daun warnanya menjadi transparan dan gugurnya tangkai daun. Fusarium dapat membuat akar tomat lembek dan kulit buah tomat pecah. Fol dapat menghambat pertumbuhan suatu tanaman, sehingga perlu adanya pencegahan. Rhizopus dapat memembus kulit tomat dan mengubah tomat menjadi kantong air (Soesanto & Rahayuniati, 2009). Berdasarkan data hasil penelitian Misgiyarta & Munarso (2005). Tentang tingkat cemaran mikroba pada beberapa jenis sayuran di Jawa Barat dan Jawa Timur khusunya daerah jawa barat menunjukkan bahwa tomat yang berasal dari petani telah terkontaminasi mikroba 1,70 x 106 CFU/g. Dan tomat yang ada di pasar tradisional tomat telah terkontaminasi mikroba 2,50 x 107 CFU/g sedangkan yang ada di swalayan memang lebih sedikit dari pada yang ada di pasar tradisional yaitu 2 x 106 CFU/g. Ini menunjukkan bahwa pada distribusi dan sanitasi tempat penjualan sangat berpengaruh terhadap meningkatnya pertumbuhan mikroba. Hasil pengamatan praktikum yang dilakukan pada sampel tomat menunjukkan angka tumbuh mikroba 7×106 koloni, tidak jauh berbeda dengan penelitian Misgiyarta & Munarso. C. Kangkung (Ipomea reptans Poir) Kangkung merupakan tanaman yang dapat tumbuh lebih dari satu tahun. Tanaman kangkung memiliki sistem perakaran tunggang dan cabangcabangnya akar menyebar kesemua arah, dapat menembus tanah sampai kedalaman 60 hingga 100 cm, dan melebar secara mendatar pada radius 150 cm atau lebih, terutama pada jenis kangkung air (Djuariah, 2007). Berdasarkan hasil pengamatan sampel kangkung memiliki jumlah koloni 8×106, angka yang cukup banyak jika dibandingkan dengan hasil pengamatan pada sampel lainnya. Kangkung yang dijadikan sampel didapat dari pasar tradisional, pengemasan kangkung yang dilakukan dengan cara mengikatnya juga dapa mempengaruhi kontaminan yang telah ada dalam kangkung tumbuh dengan cepat. Karena, kangkung yang diikat dengan kencang akan merasa sesak sama halnya dengan makhluk hidup lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena tumbuhan setelah dipanen masih tetap mengalami respirasi. D. Sawi (Brassica juncea) Penanganan pasca panen sawi (Brassica juncea) yang buruk berakibat besar pada kerusakan sawi seperti daun cepat layu dan batang berkurang ketegarannya (Nofrianti, D & Oelviane, R., TT, hlm. 5). Berdasarkan hasil pengamatan pada sampel sawi mikroba tumbuh sebanyak 6,2×106, tidak lebih sedikit dibandingkan dengan sampel lainnya. Sayuran yang layu dapat dipastikan lebih rentan terkontaminasi mikroba, karena penyimpanannya telah lama dan sayur tersebut disimpan di suhu ruang yang memungkinkan terjadinya kontaminasi mikroba. E. Kemangi (Ocimum basilicum L.) Kemangi (Ocimum basilicum L.) merupakan spesies dari Lamiaceae yang tumbuh di beberapa daerah di dunia. Kemangi memliki kandungan minyak atsiri yang, seperti telah diketahui bahwa kandungan minyak atsiri ini memiliki aktivitas yang sangat banyak salah satunya adalah sebagai antimikroba. Minyak atsiri daun kemangi dapat menghambat pertumbuhan Salmonella paratyphimurium, Staphylococcus aureus, Enterobacter aerogenes dengan kisaran nilai KHM sebesar 3,12-25,0%v/v dan mampu menghambat pertumbuhan Salmonella typhimurium dengan KHM sebesar 1,56% (Adeola et al., 2012). Berdasarkan data penelitian diatas menunjukkan bahwa seharusnya kemangi berkemungkinan kecil terkontaminasi dengan mikroba karena memiliki kandungan minyak atsiri sebagai antimikroba. Namun, kenyataannya dari semua bahan pangan yang dijadikan sampel kemangilah yang ditumbuhi mikroba terbanyak sampai koloninya tidak bisa dihitung dengan pengenceran 105. Hal ini karena minyak atsiri yang terkandung ada dalam kemangi bukan di permukaan luarnya dan pengujian ini dilakukan dengan metode sweb sehingga yang dijadikan bagian sampe hanya permukaan terluar dari kemangi tersebut. F. Mentimun atau ketimun atau timun (Cucumis sativus L.) Berdasarkan hasil pengamatan praktikum, pada sampel mentimun mikroba yang tumbuh paling sedikit diantara sampel lainnya, hanya 3,9×106 koloni. Hal ini dapat dipengaruhi oleh tingkat nutrisi yang dimiliki mentimun tidak terlalu tinggi sehingga mentimun bukan media yang disenangi oleh mikroba. Mentimun yang dijadikan sampel sudah tidak segar lagi dan mengkerut, hal ini mengakibatkan suatu bahan pangan lebih rentan terkontaminasi dengan mikroba. Dari semua sayur dan buah yang dijadikan sampel praktikum diketahui bahwa sumber kontaminasinya tidak jauh berbeda. Kontaminasi mungkin terjadi sejak proses penanaman, penen, pasca panen, produksi, distribusi, pemasaran hingga penyajian bahan pangan. Proses produksi dan penanganan pasca panen yang tidak baik dan bersih menjadi faktor banyak terkontaminasinya bahan pangan baik oleh mikroorganisme atau zat kimia. Dapat diketahui bahwa kebanyakan para petani Indonesia adalah orang yang awam dalam bidang pertanian, mereka hanya menggunakan proses produksi dan penangangan pasca panen yang konvesional yang berkemungkinan besar dapat mengurangi kualitas hasil panennya. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya kasus penolakan produk pangan dari Indonesia 80% karena kotor atau tidak higienis, yang menunjukkan bahwa penanganan keamanan pangan di Indonesia belum optimal (Media Indonesia, 2005 dalam Johannes, E., 2012). Beberapa jenis kontaminan yang menjadi perhatian utama saat ini adalah mikroba, logam berat, dan residu pestisida. Beberapa penelitian menunjukkan kontaminasi mikroba pada buah dan sayuran masih di atas ketentuan yang dipersyaratkan yaitu 106-107 sel/g sampel pada penanganan ditingkat petani dan pasar tradisional, sedangkan ketentuan yang dipersyaratkan adalah 103 sel/g sampel. (Isyanti, 2001 dalam Winarti C. & Miskiyah, 2010). Data FDA Amerika Serikat, penyakit asal pangan yang disebabkan oleh kontaminasi mikroba menempati urutan pertama di atas racun alami, residu pestisida, dan bahan tambahan pangan. (Media Indonesia, 2005 dalam Johannes, E., 2012). Kontaminasi mikroba dapat berasal dari alat atau bahan yang digunakan untuk penanganan bahan pangan itu sendiri, beberapa diantaranya adalah penyemprotan atau air irigasi yang tercemar limbah, tanah dan kotoran hewan yang digunakan sebagai pupuk. Pestisida yang awalnya ditujukan untuk menyuburkan tanaman dapat menjadi sumber kontaminan apabila dicampur dengan air yang tidak bersih. Cemaran akan semakin tinggi pada bagian tanaman yang ada di dalam tanah atau dekat dengan tanah. Sayuran lebih mudah terkontaminasi dari pada buah karena posisi sayuran yang lebih rendah dan lebih dekat dengan tanah, bahkan ada banyak sayuran yang berbuah di dalam tanah. Air irigasi yang tercemar Shigella sp., Salmonella sp., E.coli, dan Vibrio cholerae dapat mencemari buah dan sayur. Selain itu, bakteri Bacillus sp., Clostridium sp., dan Listeria monocytogenes dapat mencemari buah dan sayur melalui tanah. Namun, penanganan dan pemasakan yang baik dan benar dapat mematikan bakteri patogen tersebut, kecuali bakteri pembentuk spora (Djaafar, T., et. al. 2007, hlm. 71). Pencucian yang hanya menggunakan air tidak dapat membunuh semua organisme yang ada di bagian luar buah dan sayur. Sapers (2001, hlm. 305) melaporkan, pencucian dan sanitasi buah konvensional tidak dapat menghilangkan atau menginaktivasi mikroorganisme patogen lebih dari 90 atau 99%. Pencucian yang lebih efektif adalah pencucian menggunakan air mendidih-hangat, pencucian dengan air biasa sama saja dengan pencucian menggunakan suhu ruang sedangkan mikroba lebih mudah tumbuh pada suhu ruang. Pencegahan cemaran atau kontaminasi mikroba dapat dilakukan oleh semua aspek yang berperan dalam memproduksi, mengolah, mendistribusi, menjual dan menyajikan bahan pangan tersebut. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan menerapkan Good Farming Practices (GFP), selanjutnya pada tahap pasca panen dilakukan Good Handling Practices (GHP). Begitu pula pada tahap pengolahan, penerapan Good Manufacture Practices (GMP) sangat diperlukan, dan pada tahap distribusi harus diterapkan Good Distribution Practices (GDP) agar produk pertanian maupun makanan sampai ke konsumen dalam keadaan aman (Djaafar, T., et. al. 2007, hlm. 73). Untuk mengurangi kontaminasi mikroba dapat dilakukan juga dengan cara sanitizer. Menurut Marriot (1999), sanitizer adalah suatu bahan yang dapat mengurangi kontaminan mikroba yang sedang tumbuh hingga 99,9%. Efektivitas sanitizer, terutama sanitizer kimia, dipengaruhi oleh faktor fisik-kimia seperti waktu kontak, suhu, konsentrasi, pH, kebersihan peralatan, kesadahan air, dan serangan bakteri. Nama : Putri Citra Pratiwi Tanggal Praktikum : 15 Februari 2016 NIM : 1504649 Tanggal Laporan : 23 Februari 2016 Judul Praktikum : Pemeriksaan Mikroorganisme dari Sayur dan Buah. Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan untuk memeriksa mikroorganisme yang ada pada komoditi hortikultura, yaitu sayur dan buah. Sayuran dan buah-buahan merupakan bahan pangan yang sifatnya permiable, alias mudah rusak sehingga cepat busuk. Sifat permiable pada sayuran dan buah-buahan disebabkan oleh kadar air kedua komoditi tersebut tergolong tinggi, sehingga mikroorganisme akan lebih mudah berkembang pada keadaan tersebut. Namun, mikroorganisme yang kami uji cobakan hanya mikroorganisme yang menempel pada permukaan sayur buah saja. Sangat memungkinkan mikroorganisme menempel pada permukaan bahan pangan segar, salah satunya sayur dan buah. Beberapa faktor dapat menyebabkan mikroorganisme menempel di bahan pangan, misalnya penggunaan pupuk, penggunaan air saat penyiraman, dan lain-lain. Menurut Ray (dalam Sopandi, T dan Wardah, 2014), permukaan buah dan sayuran merupakan tempat kontaminasi mikroorganisme dengan jenis dan jumlah yang bervariasi, bergantung pada kondisi tanah, jenis fertiliser (pupuk), air yang digunakan, dan kualitas udara. Kapang, khamir, bakteri asam laktat, dan bakteri dari genus Pseudomonas, Alcaligenes, Micrococcus, Erwinia, Bacillus, Clostridium, dan Enterobacter dapat berasal dari sumber tersebut. Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan untuk mengetahui banyaknya mikroorganisme yang menempel pada permukaan sayur dan buah, dengan metode Total Plate Count (TPC). Sebelumnya sampel mikroorganisme diambil dengan menggunakan metode sweb. Metode sweb adalah metode mengusap permukaan sayur dan buah menggunakan kapas yang dililitkan pada lidi / sumpit / benda panjang lainnya. Metode ini digunakan karena sampel mikroorganisme yang diambil adalah berasal dari bagian permukaan bahan pangan, sehingga digunakan metode sweb. Sampel yang menempel pada kapas kemudian dimasukkan pada larutan NaCl fisiologis lalu diencerkan hingga 10-5. Larutan 10-5 tersebut ditanam pada media NA lalu dikembangbiakkan dalam oven. Koloni yang terlihat pada cawan petri dihitung menggunakan metode TPC. Media yang digunakan yaitu media Nutrient Agar (NA), karena kemungkinan mikroorganisme yang menempel pada sayur buah yaitu lebih banyak mikroorganisme jenis bakteri, sehingga media yang cocok untuk menanam bakteri yaitu media NA, yang mengandung nutrisi baik untuk bakteri. Sampel mikroorganisme yang digunakan yaitu mikroorganisme yang menempel pada cabai, tomat, kangkung, sawi, kemangi dan mentimun. Praktikum dilakukan 2 shift, sehingga kami akan membahas dan membandingkan hasil dari masing-masing shift dan menganalisisnya. 1. Cabai Dalam hasil pengamatan shift A dan shift B, keduanya mendapatkan jumlah koloni yang cukup banyak walaupun masih bisa dihitung, yaitu berjumlah 100-200 koloni bakteri. Cabai merupakan salah satu sayuran bumbu dapur yang merupakan antimikroba, namun kontaminan mikroorganisme terhadap permukaannya bisa terjadi. Faktor kontaminan bisa berasal dari banyak sebab. Menurut (Mayadewi. 2007) Tingginya pertumbuhan dan produksi tanaman cabai yang diberi pupuk kandang ayam, sapi dan kambing tanpa infestasi NPA terjadi karena jenis-jenis pupuk kandang ini mampu memperbaiki kondisi tanah sehingga optimum bagi pertumbuhan tanaman cabai. Pemberian pupuk kandang bertujuan untuk menambah unsur hara, memperbaiki struktur tanah dan mendukung pertumbuhan mikroorganisme tanah. Faktor kontaminan pada permukaan cabai yaitu pupuk kandang, bisa menjadi salah satunya. Juga kontaminan saat melaksanaan percobaan pun bisa terjadi. 2. Tomat Oetari, dkk. (2007) menyatakan Aspergillus, Curvularia, Drechslera, Galactomyces, Moniliela, Penicillium merupakan patogen yang ditemukan pada buah dan tanaman tomat, dimana genus Aspergillus dan Drechslera paling banyak ditemukan pada buah tomat busuk. Antara hasil pengamatan shift A dan shift B terlihat perbedaan yang signifikan. Shift A jumlah koloninya mencapai lebih dari 200 koloni, sedangkan shift B hanya terdapat 70 koloni. Perbedaan sampel dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan jumlah koloni yang signifikan tersebut, jika sampel yang diambil masing-masing shift berbeda. Misalnya, tomat shift A lebih banyak kontaminannya daripada tomat shift B, jika dilihat dari hasil pengamatan jumlah koloni. Selain itu kurangnya kesterilan pada saat melakukan percobaan juga bisa menjadi salah satu faktor. 3. Kangkung Kangkung merupakan sayuran berwujud daun seperti sawi dan kemangi yang juga akan diperiksa mikroorganismenya. Pada hasil pengamatan shift A dan shift B, tidak tampak perbedaan jumlah koloni yang signifikan. Ini menunjukkan kegiatan praktikum yang dilakukan terlampau berjalan dengan baik. 4. Sawi Pada hasil pengamatan sawi pada kelompok shift A dan shift B, hasilnya hampir sama seperti pengamatan pada kangkung. Perbedaan jumlah koloni kelompok shift A dan shift B tidak terlalu jauh. Jumlah koloni dapat dihitung, artinya praktikum percobaan pada sayuran sawi berlangung dengan prosedur yang baik. 5. Kemangi Kemangi merupakan salah satu sayuran berwujud daun, sama seperti kangkung dan sawi. Daun kemangi biasa dikonsumsi sebagai sayuran lalapan yang dikonsumsi mentah-mentah. Menurut (Supardi dan Sukamto,1999) Mikroorganisme khususnya bakteri dapat tumbuh lebih baik pada bahan pangan mentah karena zat-zat gizi tersedia lebih baik dan tekanan persaingan dan mikroorganisme lain telah dikurangi. Biasanya daun kemangi hanya sekedar dicuci, kemudian langsung dikonsumsi mentah-mentah sebagai lalapan. Namun treatment seperti itu saja tidak menjamin daun kemangi tersebut bebas kontaminan berbahaya. Hasil pengamatan kelompok shift A maupun shift B menunjukkan jumlah koloni bakteri dari daun kemangi yaitu TBUD, terlalu banyak untuk dihitung. Faktor penyebab jumlah koloni TBUD dapat terjadi dari mana saja, seperti menurut (Sembiring, dkk. 2005) Sayur lalapan merupakan jenis sayuran yang dikonsumsi secara mentah. Dalam proses produksi sayuran didaerah pertanian banyak menggunakan air dan pupuk kandang yang berasal dari kotoran hewan maupun manusia, sehingga kemungkinan terdapat bakteri E.Coli pada sayuran lalapan tersebut. 6. Mentimun Mentimun juga merupakan alah satu sayuran yang dikonsumsi sebagai lalapan mentah seperti kemangi. Pada hasil pengamatan kelompok shift A dan shift B, perbedaan jumlah koloni antar kelompok shift A dan shift B terbilang sangat jauh. Jumlah koloni kelompok shift A mencapai lebih dari 200 koloni, sedangkan jumlah koloni kelompok shift B berkisar 39 koloni saja. Untuk perbedaan jumlah koloni yang signifikan seperti ini, kemungkinan faktor penyebabnya adalah perbedaan sampel antara shift A dan shift B, atau percobaan yang dilakukan kurang steril sehingga terkontaminasi bakteri lingkungannya. Mikroorganisme terutama bakteri, dapat ditemukan hampir dimana saja, di udara, air, tanah, hewan, juga dalam mulut, hidung, dan usus hewan termasuk manusia (Adams dan Motarjemi, 2014). Pencemaran mikroba dalam makanan dapat berasal dari lingkungan, bahan-bahan mentah, air, alat-alat yang digunakan dan manusia yang ada hubungannya dengan proses pembuatan sampai siap disantap (Indonesian Public Health, 2012) Sehingga kontaminasi bahan pangan sangat mungkin terjadi. Nama : T. Soedono Tanggal Praktikum : 15 Februari 2016 NIM : 1505110 Tanggal Laporan : 23 Februari 2016 Judul Praktikum : Pemeriksaan Mikroorganisme dari Sayur dan Buah. Sayuran merupakan komponen pendamping nasi (atau pangan pokok lainnya) yang berkuah cair atau agak kental. "Sayuran" adalah segala sesuatu yang berasal dari tumbuhan (termasuk jamur) yang disayur; dengan pengungkapan lain: segala sesuatu yang dapat atau layak disayur. Apabila dimakan secara segar bagian tumbuhan itu biasanya disebut lalapan. Istilah "sayuran" tidak bersifat ilmiah. Kebanyakan sayuran adalah bagian vegetatif dari tumbuhan, terutama daun (juga beserta tangkainya), tetapi dapat pula batang yang masih muda (misalnya rebung) atau bonggol umbi. Beberapa sayuran adalah bagian tumbuhan yang tertutup tanah, seperti wortel, kentang, dan lobak. Terdapat pula sayuran yang berasal dari organ generatif, seperti bunga (misalnya kecombrang dan turi), buah (misalnya terong, tomat, dan kapri), dan biji (misalnya buncis dan kacang merah). Bagian tumbuhan lainnya yang juga dianggap sayuran adalah tongkol jagung. Meskipun bukan tumbuhan, bagian jamur yang dapat dimakan juga digolongkan sebagai sayuran. Walaupun berkadar air tinggi, buah-buahan tidak dianggap sebagai sayur-sayuran karena biasanya dikonsumsi karena rasanya yang manis dan tidak cocok untuk disayur. Beberapa sayuran dapat pula menjadi bagian dari sumber pengobatan, bumbu masak, atau rempah-rempah. Sayuran dikonsumsi dengan cara yang sangat bermacam-macam, baik sebagai bagian dari menu utama maupun sebagai makanan sampingan. Kandungan nutrisi antara sayuran yang satu dan sayuran yang lain pun berbeda-beda, meski umumnya sayuran mengandung sedikit protein atau lemak, dengan jumlah vitamin, provitamin, mineral, fiber dan karbohidrat yang bermacammacam. Beberapa jenis sayuran bahkan telah diklaim mengandung zat antioksidan, antibakteri, antijamur, maupun zat anti racun. ( Gunawan,2001 ). Dari beberapa jenis sayuran berikut jenis-jenis sayuran yang kita pelajari : tomat merupakan komoditas holtikultura yang laju produktivitasnya menempati posisi kedua setelah bawang merah, dimana diketahui laju produktivitas tomat mencapai 6.9 %. Berdasarkan data Departemen Pertanian (2012), diketahui tingkat produktivitas tomat di Indonesia tahun 2007 hingga 2011 secara berurut ialah; 12,33 ton/Ha, 13,66 ton/Ha, 15,27 ton/Ha, 14,58 ton/Ha, dan 16,65 ton/Ha. Besarnya angka produksi tomat di Indonesia disebabkan oleh besarnya kebutuhan akan tomat. Hal ini memicu petani untuk lebih memaksimalkan produksi tomat. Kebutuhan akan buah tomat segar tidak hanya dimiliki oleh Indonesia, namun juga oleh negara lainnya. Kondisi ini memberikan peluang untuk terjadinya ekspor tomat segar. Perkembangan ekspor tomat tahun 2000 - 2004 menunjukkan nilai ekspor tomat segar Indonesia mengalami peningkatan ,walaupun volumenya menurun. Hal ini dapat terlihat pada tahun 2002, nilai ekspornya mencapai US$ 302.098 dengan volume 1.063.913 kg sedangkan pada tahun 2004 mencapai US$ 317.687 dengan volume 715.571 kg (Hanindita, 2008). Maka, dapat disimpulkan bahwa telah terjadi kenaikan harga tomat ekspor. Hal ini tentu saja merupakan pertanda akan tingginya nilai komoditas tomat segar. Tanaman tomat termasuk tanaman yang memerlukan unsur hara N, P, dan K dalam jumlah yang relatif banyak. Nitrogen diperlukan untuk produksi protein, pertumbuhan daun, dan mendukung proses metabolisme seperti fotosintesis. Fosfor berperan dalam memacu pertumbuhan akar dan pembentukan sistem perakaran yang baik pada tanaman muda, sebagai bahan penyusun inti sel (asam nukleat), lemak, dan protein. Kalium berperan membantu pembentukan protein dan karbohidrat, meningkatkan resistensi tanaman terhadap hama dan penyakit, serta memperbaiki kualitas hasil tanaman. Tanah merupakan salah satu media dalam pemberian hara bagi tanaman. Oleh karena itu dalam pemupukan perlu memperhatikan sifat dan ciri tanah untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh 6 faktor lingkungan, yaitu (1) cahaya, (2) bantuan mekanik, (3) suhu, (4) udara, (5) air, dan (6) unsur hara (Wang 2000). Untuk kelangsungan hidupnya tanaman membutuhkan 16 unsur hara. Tiga unsur hara esensial, yaitu karbon, hidrogen, dan oksigen, diambil tanaman dari udara dan air dalam bentuk CO2, H2O, dan O2. Unsur hara primer, yaitu N, P, dan K merupakan unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang relatif banyak dibandingkan dengan unsur hara lainnya. Unsur hara sekunder yaitu kalsium, magnesium, dan sulfur merupakan unsur hara yang relatif lebih sedikit diperlukan oleh tanaman dibandingkan dengan unsur hara utama. Unsur hara primer dan sekunder sering disebut pula unsur hara makro. Unsur hara mikro, yaitu besi, mangan, seng, ,tembaga, boron, dan molibdenum merupakan unsur hara yang diperlukan relatif lebih sedikit daripada unsur hara sekunder (Mori 1999). Kemangi (Ocimum basilicum L. forma citratum Back) adalah tanaman semak, semusim, tingginya ± 1,5 meter. Batang berkayu, bulat, bercabang, berwarna hijau. Daun berbentuk tunggal, berhadapan, bulat telur, panjang 1-5cm, lebar 6-30 mm, ujung dan pangkal runcing, tepi bergerigi, berbulu, pertulangan menyirip, berwarna hijau (Gambar 1). Bunga merupakan bunga majemuk, berbentuk malai. Daun pelindung berbentuk elips, lebar 5-10 mm, berwarna hijau. Kelopak bunga berbentuk ginjal, berambut. Kelopak tambahan berbentuk tabung, berambut lebat, bertajuk empat, memiliki panjang ± 5 mm. Buah berwarna coklat, berbentuk kotak. Biji berbentuk bulat telur, keras, diameter ± 1 mm, berwarna hitam. Akar tunggang dan berwarna putih kotor (Depkes RI, 2001). Kemangi (Ocimum basilicum) merupakan salah satu jenis tanaman obat yang mempunyai banyak kegunaan diantaranya merangsang faktor kekebalan tubuh, mencegah kemandulan, menurunkan kolesterol, mencegah ejakulasi prematur dan dapat mengatasi masalah reproduksi. Daun kemangi berkhasiat sebagai karminatif, laksatif, emenegog, antipiretik, antiskorbut, dan antiemetik. Daun kemangi juga berkhasiat sebagai peluruh kentut, peluruh haid, peluruh air susu ibu, obat demam, obat sariawan, dan obat mual. Secara tradisional, Ocimum sp. digunakan sebagai obat untuk menyembuhkan beberapa penyakit seperti demam, mengurangi rasa mual, sakit kepala, sembelit, diare, batuk, penyakit kulit, penyakit cacing, gagal ginjal, epilepsi dan digunakan sebagai penambah aroma pada makanan (Hutapea, 1994; Maryati et al., 2007; Nurcahyanti et al., 2011). Kandungan di dalam tanaman kemangi adalah saponin, flavonoida, tanin dan minyak atsiri (Kardinan, 2008). Ekstrak etanol, metanol dan n-heksana dari Ocimum basilicum memiliki sebagai sebagai antimikroba (Adiguzel et al., 2005), ekstrak petroleum eter, kloroform, alkohol, air dan minyak atsirinya memiliki aktivitas antioksidan dan hepatoprotektif (Meera et al., 2009). Kemangi (Ocimum sanctum) seperti halnya pegagan (Centella asiatica) memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai brain tonic. Kemangi merupakan tanaman asli Indonesia yang daunnya biasa dimakan sebagai lalapan ataupun sebagai campuran dalam sayur. Kemangi mempunyai bau yang khas, sehingga tanaman kemangi diklasifikasikan ke dalam famili tanaman beraroma (Lamiaceae). Tanaman kemangi mempunyai khasiat antara lain sebagai obat arthritis, asma, bronkitis, diabetes, demam, influenza, dan rematik (WHO, 2002; USDA, 2013). Kemangi juga mempunyai efek antiinflamasi seperti yang dilaporkan oleh Selvakkumar dkk (2007), akan menghambat inducible nitric oxide synthase (iNOS) dan menurunkan produksi NO pada sel makrofag tikus line RAW 264,7 yang distimulasi dengan lipopolisakarida (LPS) karena produksi NO akan meningkat pada sel yang mengalami inflamasi akut dan kronis. Menurut Joshi dan Parle (2006) kombinasi antara antiinflamasi, antioksidan, antistres, dan neuroprotective pada Ocimum sanctum dapat meningkatkan kemampuan mengingat, dipakai sebagai agen nootropik dan sebagai pengobatan penyakit yang berhubungan dengan kemampuan mengingat. Berdasarkan hal tersebut di atas maka diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak Ocimum sanctum terhadap kemampuan memori berdasarkan pada jumlah saraf nitrerjik di hipokampus, terutama di hipokampus proper. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengklarifikasi korelasi fungsi memori dengan struktur hipokampus yang diharapkan dapat mendasari penelitian berkenaan dengan kemampuan mengingat dan gangguannya sehingga dapat mewujudkan potensi kemangi sebagian brain tonic atau nootropic. Sawi (Brassica juncea L.) merupakan tanaman sayuran dengan iklim sub-tropis, namun mampu beradaptasi dengan baik pada iklim tropis. Sawi pada umumnya banyak ditanam dataran rendah, namun dapat pula didataran tinggi. Sawi tergolong tanaman yang toleran terhadap suhu tinggi (panas). Saat ini, kebutuhan akan sawi semakin lama semakin meningkat seiring dengan peningkatan populasi manusia dan manfaat mengkonsumsi bagi kesehatan. Sawi mempunyai nilai ekonomi tinggi setelah kubis crop, kubis bunga dan brokoli. Sebagai sayuran, sawi atau dikenal dengan sawi hijau mengandung berbagai khasiat bagi kesehatan. Kandungan yang terdapat pada sawi adalah protein, lemak, karbohidrat, Ca, P, Fe, Vitamin A, Vitamin B, dan Vitamin C. Selain mempunyai nilai ekonomi tinggi sawi memiliki banyak manfaat. Manfaat sawi atau sawi bakso sangat baik untuk menghilangkan rasa gatal di tenggorokan pada penderita batuk, penyembuh sakit kepala, bahan pembersih darah, memperbaiki fungsi ginjal, serta memperbaiki dan memperlancar pencernaan (Margiyanto, 2008; Fahrudin, 2009). Masa panen yang singkat dan pasar yang terbuka luas merupakan daya tarik untuk mengusahakan sawi. Daya tarik lainnya adalah harga yang relatif stabil dan mudah diusahakan (Hapsari, 2002). Permintaan masyarakat terhadap sawi semakin lama semakin meningkat. Dengan permintaan sawi yang semakin meningkat, maka untuk memenuhi kebutuhan konsumen, baik dalam segi kualitas maupun kuantitas, perlu dilakukan peningkatan produksi. Salah satu upaya peningkatan hasil yang dapat dilakukan adalah melalui penggunaan variasi jarak tanam serta varietas. Variasi jarak tanam harus diperhatikan karena jarak tanam merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas tanaman. Jarak tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, semakin rapat jarak tanam semakin besar pertumbuhan tingginya. Penentuan kerapatan tanam pada suatu areal pertanaman pada hakekatnya merupakan salah satu cara unutuk mendapatkan hasil tanaman secara maksimal. Dengan pengaturan kepadatan tanaman sampai batas tertentu, tanaman dapat memanfaatkan lingkungan tumbuhnya secara efisien. Kepadatan populasi berkaitan erat dengan jumlah radiasi matahari yang dapat diserap oleh tanaman. Disamping itu, kepadatan tanaman juga mempengaruhi persaingan diantara tanaman dalam menggunakan unsur hara, Pengaturan kerapatan tanam didalam satu areal penanaman sangat diperlukan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi terjadinya kompetisi diantara tanaman dan untuk memperoleh peningkatan hasil dari tanaman budidaya, yaitu dengan menambah kerapatan tanaman atau populasi tanaman. Berdasarkan uraian tersebut maka telah dilakukan penelitian tentang Variasi Jarak tanam dan Varietas terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman Sawi. Tanaman mentimun (Cucumis sativa L.) termasuk dalam tumbuhan merambat atau merayap merupakan salah satu jenis tanaman sayuran buah Famili labu labuan (cucurbitaceae) yang sudah popular dan digemari masyarakat luas. Menurut sejarah, tanaman mentimun berasal dari benua Asia, yaitu dari Asia Utara dan Asia Selatan (Wijoyo, 2012). Di Indonesia, Tanaman mentimun di tanam di dataran rendah. Daerah penyebaran yang menjadi pusat pertanaman mentimun adalah Propinsi Jawa Barat, Daerah Istimewa Aceh, Bengkulu, Jawa Timur dan Jawa Tengah Mentimun adalah salah satu sayuran buah yang banyak di konsumsi segar oleh masyarakat Indonesia. Meskipun bukan tanaman Indonesia, tetapi mentimun sudah sangat di kenal oleh masyarakat Indonesia. Jenis sayuran ini dengan mudah ditemukan hampir seluruh pelosok Indonesia (Putra, 2011). Produktivitas tanaman mentimun di Provinsi Gorontalo yang terdapat di Kabupaten Bone Bolango Kecamatan Bolango Utara tahun 2012 dalam 1 hektar mencapai 5 kuintal. Jika dibandingkan dengan potensi hasil beberapa varietas mentimun yang ada, produksi tanaman mentimun secara nasional masih rendah, yaitu hanya 10 ton per hektar, sedangkan potensi hasil tanaman mentimun dapat mencapai 49 ton per hektar. Hal ini disebabkan karena selama ini sistem usaha tani mentimun belum dilakukan secara intensif (Milka et al, 2007). Pengembangan tanaman mentimun sering mengalami kendala, terutama dalam hal sifat fisik dan kimia tanah. Tanah yang kurang subur menyebabkan produksi menurun. Untuk itu dalam penanaman perlu dilakukan pengolahan tanah dan penambahan usur hara. Penambahan unsur hara dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk seperti pupuk anorganik (Putra, 2011). Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian tentang pertumbuhan dan produksi tanaman mentimun (Cucumis sativa L.) pada pemberian pupuk nitrogen perlu dilakukan, karena tanaman mentimun sangat memerlukan pupuk nitrogen dalam pertumbuhan dan produksinya. Tanaman cabai merah (capscum anmium) merupakan tanaman hortikultura yang penting di Indonesia. Apabila di bandingkan dengan tanaman sayuran lainnya, tanaman cabai merah menjadi tanaman pilihan utama yang di tanam oleh petani. Tanaman ini berasal dari Meksiko Amerika selatan dan sudah berabad-abad di tanam di Indonesia(Suwandi,1996) Kebutuhan akan cabai merah cenderung meningkat dari tahun ke tahun bertambahnya jumlah penduduk dan terjadinya perubahan pola konsumsi masyarakat Indonesia turut berperan dalam memacu peningkatan kebutuhan cabai merah. Konsumsi cabai merah perkapita dari tahun 2001 sampai 2002 berturut 2,9 dan 3,1 kg/orang/tahun(Biro Pusat Statistika,2003) Produktivitas cabai merah Indonesia dari tahun 2001 sampai 2003 terus meningkat dengan rata-rata produktivitas 4,8 ton/ha(ditlinhorti,2004). Produktivitas ini masih rendah apabila disbandingkan dengan potensi produkstivitas yang dapat mencapai 8 ton/ha(soetiarso et,1994). Banyak kendala yang ditemukan dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas cabai merah di antara adalah serangan penyakit layu yang di sebabkan oleh bakteri ralstonia solonacearum(E.F Smith) Yabuuchi et al. Penggunaan varictas cabai merah yang tahan sangat penting artinya untuk menanggulangi penyakit ini, namun sampai saat ini barru beberapa genotip cabai merah yang dilaporkan tahan terhadap penyakit layu yakni varietas PBC 385 asal Malaysia,PBC 631 asal Sri langka dan PBC 375 Paris Minyak dan PBC 535 IR asal Indonesia(Wang & Berke,1997). Pengunaan varietas tahan sering dihubungkan dengan infeksi laten pada benih merupakan faktor penting dalam mengukung keberhasilan pengendalian penyakit layu bakteri. Dari sayur-sayuran berikut kita telah mengetahui apa saja kegunaan kegunaan dari berbagai macam sayur tersebut contohnya seperti bisa di jadikan makanan ,obatobatan dan lain-lain selain itu setiap sayuran pula mengandung mikroorganisme yang beragam seperti bakteri ,kapang dan khamir.sekarang kita akan bahas mikroorganisme apa saja yang hidup dan tum buh baik pada sayuran ,kita dapati yaitu ternyata bakteri .Mengapa demikian? Kita tahu bahwa sayuran memiliki sumber makanan bagi bakteri yaitu nutrisi-nutrisi yang berguna untuk pertumbuhan bakteri seperti,vitamin dan mineral dan sedikit kandungan karboidrat.selain itu sayuran mengandung air yang kandungannya banyak ,ini jelas mempengaruhi pertumbuhan bakteri ,semakin banyak kandungan nutrisi dan kandungan airnya maka akan semakin besar kemungkinan di tumbuhi bakteri.berikut hasil analisa : Cabai kangkung tomat Sawi kemangi mentimun Mediatanam yang kita pakai yaitu nutrient agar ,mengapa kita memakai nutrient agar karena nutrient agar adalah media yang baik untuk tumbuhnya bakteri. Bisa kita lihat dari hasil percobaan tumbuh banyak lebih dari satu koloni ,akan tertapi pada kemangi mengapa bisa sebanyak itu koloni yang tumbuh. Hal tersebut adalah suatu kejadian yang janggal ,ada banyak kemungkinan yang dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu seperti kontaminasi dari luar ,kadar air yang mendadak naik dikarenakan suatu hal, atau pun penyimpanan di tempat yang tidak bagus sanitasinya. BAB VII KESIMPULAN Maulana Noor Fajri Al Hajar Kesimpulan dari praktikum ini yaitu sebagai berikut: 1. Hasil pemeriksaan mikroorganisme pada sayur dan buah, tiap sayur maupun buah ditumbuhi mikroorganisme, bahkan sampai ada terlalu banyak untuk dihitung yaitu pada sayuran kemangi. 2. Hasil dari penggunaan metode swab, mikroorganisme yang diisolasi berada pada permukaan sampel, sehingga kemangi dan cabai yang memiliki zat anti bakteri maupun anti jamur masih dapat ditumbuhi mikroorganisme, dikarenakan pada bagian permukaan sayur maupun buah tidak mengandung zat tersebut, yang menyebabkan dapat ditumbuhi oleh mikroorganisme Dewi Indah Larasati 1. Mikroorganisme yang sering pada sayuran kering adalah spora bakteri, kapang, dan khamir. 2. Pengujian total koloni bakteri dilakukan untuk mengetahui jumlah mikroorganisme yang mengkontaminasi suatu bahan. Dimana keadaan mikrorganisme akan mempengaruhi kondisi bahan pangan yang menyebab kerisakan sehingga pangan tidak dapat dikonsumsi. 3. Keberdaan mikrorganisme dapat diindikasikan sebagai kebususkan pangan yang merupakan salah satu standar bahwa suatu produk masih dapat dikonsunsi atau tidak. Habibah Wasdahn Sujati 1. Kontaminasi dapat terjadi sejak proses penanaman, panen, pasca panen, produksi, pengolahan, distribusi, penjualan hingga penyajian bahan pangan tersebut. 2. Kontaminasi mikroba dapat berasal dari alat atau bahan yang digunakan untuk penanganan bahan pangan, beberapa diantaranya adalah penyemprotan atau air irigasi yang tercemar limbah, tanah dan kotoran hewan yang digunakan sebagai pupuk. 3. Semakin tinggi kandungan nutrisi yang dimiliki suatu bahan pangan maka, semakin tinggi pula kemungkinan bahan pangan tersebut dijadikan ttempat pertumbuhan mikroba. Putri Citra Pratiwi Jumlah mikroorganisme berdasarkan koloni dapat dihitung yaitu dengan metode Total Plate Count (TPC). Jumlah mikroorganisme yang mengkontaminasi masing-masing permukaan sayuran dan buah-buahan pun berbeda jumlahnya. Faktor-faktor penyebab perbedaan jumlah mikroorganisme pun beragam, mulai dari penggunaan pupuk, penggunaan air, hingga kontaminasi saat melakukan percobaan. Teuku Soedono Sasmoyo Jana Priya 1. jumlah bakteri pada sayuran di pengaruhi oleh kandungan nutrisi dan air. 2. banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan bakteri terdapat faktor internal seperti tadi dan faktor eksternal. DAFTAR PUSTAKA Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Pelczar, M.J. Chan, E.C.S (1988). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press Maulana Noor Fajri Al Hajar Sopandi, T & Wardah. (2014). Mikrobiologi Pangan Teori dan Praktik. Yogyakarta: Andi Susanto, R. Nuryanti, A. Wahyudi, I. (2013). Efek Minyak Atsiri Daun Kemangi (Ocimum Basilicum L.) Sebagai Agen Penghambat Pembentukan Biofilm Streptococcus Mutans The Effect Of An Essential Oils Basil Leaves (Ocimum Basilicum L.) As An Inhibitor Agent For Formation Of Streptococcus Mutans Biofilms. Jurnal: IDJ (1) 2, hlm. 38-44. Tarigan, J. (1988). Pengantar Mikrobiologi. Jakarta: Depdiknas. Volk , W. A & Wheeler. M. F. (1993). Mikrobiologi Dasar Jilid 1 Edisi ke 5. Jakarta: Erlangga. Wati, D., Rukmanasarii. (2013). Pembuatan Biogas dari Limbah Cair Industri Bioetanol Melalui Proses Anaerob (Fermentasi). Universitas Diponegoro: Semarang. Dewi Indah Larasati Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Muchtadi dan Sugiono. 1992. Imu Pengetahuan Bahan Pangan. Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi Pusat Antara Universitas Pangan dan gizi IPB: Bogor. Nazaruddin. 2000. Budidaya dan Pengaturan Panen Buah-buahan DataranRendah. Penebar Swadaya. Jakarta. Utama, S. 2006. Pengendalian Organisme Pengganggu Pascapanen Produk Hortikultura dalam Mendukung GAP. Jurnal. Hendro Sunarjono. 1984. Kunci Bercocok Tanam Sayur – Sayuran Penting di Indonesia. C.V. Sinar Baru, Bandung. Habibah Wasdah Sujati Adeola, S. A., Folorunso, O.S, & Amisu, K. O. (2012) Antimicrobial Activity of Ocimum basilicum and Its Inhibition On The Characterized and Partically Purified Extracellular Protease of Salmonella thypimurium. Research Journal of Biology, 02, 5, 138-144. BSN (Badan Standarisasi Nasional). (2009). SIN 7388: Batas Cemaran Mikroba dalam Pangan. BSN, Jakarta. Badan Pengawasan Obat dan Makanan. (2004). Status regulasi cemaran dalam produk pangan. Buletin Keamanan Pangan, Nomor 6. hlm.4−5. Djaafar, T. & Rahayu, S. (2007).Cemaran Mikroba pada Produk Pertanian, Penyakit yang di Timbulkan dan Pencegahannya. Jurnal Litbang Pertanian 26 (3). Johannes, E. (2012). Pemanfaatan Senyawa Bioaktif Hasil Isolasi Hydroid Aglaophenia Cupressina Lamoureoux Sebagai Bahan Sanitizer Pada Buah dan Sayuran Segar. Disertasi Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar. Marriott, N. G. (1999). Principles of Food Sanitation 4th ed. Gaithersburg, Maryland: AN Aspen Publication. Misgiyarta & S.J. Munarso. (2005). Microbe contaminant at fresh vegetables. Paper presented in the 9th ASEAN Food Conference, Jakarta 8−10 August 2005. Nofrianti, D & Oelviane, R. (TT). Kajian Teknologi Pascapanen Sawi (Brassica Juncea, L.) dalam Upaya Mengurangi Kerusakan dan Mengoptimalkan Hasil Pemanfaatan Pekarangan. [email protected]. Pracoyo, N.E., et al. (2006). Penelitian bakteriologik air minum isi ulang di daerah Jabotabek. Cermin Dunia Kedokteran 152:37-40. Sapers, G.M. (2001). Efficacy of Washing and Sanitizing Methods. Food Technol. Biotechnol. 39(4): 305-311. Soesanto L & Rahayunati RF. (2009). Pengimbasan ketahanan bibit pisang Ambon Kuning terhadap penyakit layu Fusarium dengan beberapa jamur antagonis. J. Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika. 9(2): 130–140. Sumiati, E. & Djuariah, D. (20070. Teknologi Budidaya dan Penanganan Pascapanen Jamur Merang, Volvariella volvacea. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung Utami, D. A. (2012). Studi Pengolahan dan Lama Penyimpanan Sambal Ulek Berbahan Dasar Cabe Merah, Cabe Keriting dan Cabe Rawit Yang Difermentasi. Skripsi Universitas Hasanuddin Makassar. Winarti C. & Miskiyah. (2010). Status Kontaminan Pada Sayuran dan Upaya Pengendaliannya di Indonesia. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian 3(3). Putri Citra Pratiwi Adams. M,. Motarjemi, Y. (2003) Dasar-Dasar Keamanan Pangan Edisi Ke-1. Jakarta: EGC,2003. Indonesian Public Health. (2012). Kontaminasi Bakteri Pada Makanan: Macam Bakteri Penyebab Kontaminasi Pada Makanan. [Online] http://www.indonesian-publichealth.com/2012/12/bakteri-penyebabkontaminasi-makanan.html?fdx_switcher=true Mayadewi, A. (2007). Pengaruh Jenis Pupuk Kandang dan Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis. Agrotrop. J. 26 (4):153-159. Oetari, A., A, Salamah and W. Sjamsuridzal. (2007). Bioprospek mikosin dari khamir indigenous Indonesia (asal kebun raya Cibodas) sebagai biokontrol jamur patogen pada tanaman pangan. Laporan Akhir Riset Unggulan Universitas Indonesia. Sembiring, R. B., Hasan, dan Nurmaini, W. (2005). Analisa Kandungan Escherichia coli Pada Beberapa Jenis Sayur Lalapan di Beberapa Pasar Kota Medan dan Rumah Makan Siap Saji Tahun 2005. [Online] http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/32479 Sopandi, T., dan Wardah. (2014). Mikrobiologi Pangan – Teori dan Praktik. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Supardi. H.I., dan Sukamto. (1999). Mikrobiologi Dalam Pengelolaan Dan Keamanan Pangan. Bandung. Teuku Soedono Sasmoyo Jana Priya patricia ruthyanty Thommas.1984: MEMPELAJARI PENGARIJH SUBUI< REMPAH - REMPAK TERHADAP PERiUMBUHAN KAPANG (Aspilrigilills flaliliS link).Bogor. Subhan, N. Nurtika, dan N. Gunadi .2009:Respons Tanaman Tomat terhadap Penggunaan Pupuk Majemuk NPK 15-15-15 pada Tanah Latosol pada Musim Kemarau.Bandung. Antonius Gratus .2013:PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KEMANGI (Ocimum sanctum) TERHADAP JUMLAH SARAF NITRERJIK DI HIPOKAMPUS PROPER TIKUS PUTIH(Rattus norvegicus).Yogyakarta. rani larasatih,2015: UJI IRITASI AKUT DERMAL DAN EVALUASI EFEK HEMOLISIS ATSIRI TERHADAP KEMANGI Back).Yogyakarta. ERITROSIT (Ocimum basilicum MANUSIA L. forma MINYAK citratum ABAS, MOHAMAD ZULKIFLI ABAS.2014: PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SAWI (Brassica juncea L) BERDASARKAN VARIASI JARAK TANAM DAN VARIETAS.Gorontalo. Ahmad Masud, Moh. Ikbal Bahua, Fitriah S. Jamin.2012:PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN MENTIMUN (Cucumis sativus L.) PADA PEMBERIAN PUPUK NITROGEN.Gorontalo. Ujan Khairul.2005:Kajian Beberapa Komponen Pengendalian Terpadu Penyakit Layu Bakteri Pada Tanaman Cabai Merah.Bogor. Gunawan, 2001 : Pengetahuan dan Petunjuk Bahan-Bahan untuk Rumah Tangga.Jakarta.