BAB 2 - Library Binus

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Rumah Susun
2.1.1
Pengertian Rumah Susun Menurut Undang – Undang
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah
Susun, definisi dari rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun
dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara
fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuansatuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama
untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan
tanah bersama.
2.1.2
Pengertian Rumah Susun Menurut SNI
Rumah susun sederhana adalah bangunan bertingkat yang berfungsi untuk
mewadahi aktivitas penghuni yang paling pokok, dengan luas tiap unit minimal 18m2
dan maksimal 36m2.
2.1.3
Fasilitas Rumah Susun
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), Fasilitas lingkungan adalah
fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan
kehidupan ekonomi, sosial dan budaya, yang antara lain dapat berupa bangunan
perniagaan atau perbelanjaan (aspek ekonomi), lapangan terbuka, pendidikan,
kesehatan, peribadatan, fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum, pertamanan
serta pemakaman (lokasi diluar lingkungan rumah susun atau sesuai rencana tata
ruang kota).
Fasilitas
niaga
adalah
sarana
13
penunjang
yang
memungkinkan
14
penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi yang berupa bangunan atau
pelataran usaha untuk pelayanan perbelanjaan dan niaga serta tempat kerja.
Fasilitas
pendidikan
adalah
fasilitas
yang
memungkinkan
siswa
mengembangkan pengetahuan keterampilan dan sikap secara optimal, sesuai dengan
strategi belajar-mengajar berdasarkan kurikulum yang berlaku.
Fasilitas kesehatan adalah fasilitas yang dimaksud untuk menunjang
kesehatan penduduk dan berfungsi pula untuk mengendalikan perkembangan atau
pertumbuhan penduduk.
Fasilitas peribadatan adalah fasilitas yang dipergunakan untuk menampung
segala aktivitas peribadatan dan aktivitas penunjang.
Fasilitas
pemerintahan
dan
pelayanan
umum
fasilitas
yang
dapat
dipergunakan untuk kepentingan pelayanan umum, yaitu pos hansip, balai
pertemuan, kantor RT dan RW, pos polisi, pos pemadam kebakaran, kantor pos
pembantu, gedung serba guna, kantor kelurahan.
Ruang terbuka ruang terbuka yang direncanakan dengan suatu tujuan atau
maksud tertentu, mencakup kualitas ruang yang dikehendaki dan fungsi ruang yang
dikehendaki. Dalam hal ini tidak termasuk ruang terbuka sebagai sisa ruang dan
kelompok bangunan yang direncanakan.
Fasilitas di ruang terbuka setiap macam ruang dan penggunaan ruang di luar
bangunan, seperti taman, jalan, pedestarian, jalur hijau, lapangan bermain, lapangan
olah raga dan parkir.
Fasilitas lingkungan rumah susun harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1. Memberi rasa aman, ketenangan hidup, kenyamanan dan sesuai
dengan budaya setempat
15
2. Menumbuhkan rasa memiliki dan merubah kebiasaan yang tidak
sesuai dengan gaya hidup di rumah susun
3. Mengurangi kecenderungan untuk memanfaatkan atau menggunakan
fasilitas lingkungan bagi kepentingan pribadi dan kelompok tertentu
4. Menunjang fungsi-fungsi aktivitas menghuni yang paling pokok baik
dan segi besaran maupun jenisnya sesuai dengan keadaan lingkungan
yang ada
5. Menampung fungsi-fungsi yang berkaitan dengan penyelenggaraan
dan pengembangan aspek-aspek ekonomi dan sosial budaya
2.1.4
Jenis Rumah Susun
Berdasarkan kepemilikannya, rusun dibagi menjadi:

Rumah susun sederhana milik atau Rusunami
Merupakan rumah susun sederhana yang memberi opsi hak milik
kepada penghuninya sehingga diharapkan penghuni rumah susun tidak
selamanya menyewa rumah. Rusunami adalah rumah bagi masyarakat
menengah kebawah yang disusun ke atas (vertikal) agar dapat
menghemat lantai, biasanya terdiri dari 6-15 lantai.

Rumah susun sederhana sewa atau Rusunawa
Rusunawa adalah rumah susun sederhana yang disewakan kepada
masyarakat perkotaan yang tidak mampu untuk membeli rumah atau
hanya ingin tinggal sementara waktu seperti para karyawan,
mahasiswa, pekerja temporer dan yang lainnya. Dari segi fisik
bangunan, bentuk rusunawa sama dengan rusunami.
16
2.2
Arsitektur Berkelanjutan (Sustainable Architecture)
Sustainable, sustain yang berarti menopang, menyokong, menahan, atau
meneruskan (www.wikipedia.org). Dengan arti lain, sustainable sendiri berarti
berkelanjutan, maksud dari kata-kata sustainable sustainable itu sendiri adalah
mempertahankan sesuatu yang sudah ada.
Dari segi desain dan arsitektur, sustainable design ialah proses merancang
atau mendesain bangunan atau objek fisik lainnya dengan mengacu kepada prinsipprinsip ekonomi, sosial, dan ramah lingkungan. Jangkauannya dari hal-hal berskala
mikro seperti mendesain suatu yang biasa kita pergunakan sehari-hari.
Sustainable Development
“ Development that meets the needs of the present without compromising the
ability of future generations to meet their own needs. “
(Brundtland, 1987)
Sustainable Design
“ Creating buildings which are energy efficient,healthy, comfortable, flexible,
in use and designed for long life. “
(Foster and Partners, 1999)
Menurut Tri Harso Karyono (2010) dalam bukunya yang berjudul Arsitektur
Masa Kini, prinsip-prinsip dari sustainable architecture, antara lain seperti :

Perhatian pada iklim setempat

Substitusi
sumber
energi
yang
tidak
dapat
diperbaharui
(menghemat sumber energi yang tidak dapat diperbaharui)

Penggunaan bahan bangunan yang dapat dibudidayakan dan yang
hemat energi
17

Pembentukanperedaran
yang
utuh
antara
penyedia
dan
pembuanganbahanbangunanenergi dan air

Hemat energi secara menyeluruh
Selain itu, ada berbagai konsep dalam arsitektur yang mendukung sustainable
architecture terutama di Indonesia, antara lain seperti :
2.2.1

Efisiensi lahan

Efisiensi energi

Efisiensi material

Penggunaan teknologi dan material baru

Manajemen limbah
Arsitektur Ekologis (Sustainable Ecology)
Arsitektur ekologis merupakan pembangunan berwawasan lingkungan,
dimana memanfaatkan potensi alam semaksimal mungkin. Dari sisi ekologis, Heinz
Frick(2006) berpendapat dalam membangun itu harus secara ekologis (basic ecodesign standard), pegangan untuk pembangunan secara berkelanjutan didasarkan
pada teknologi bangunan lokal dan tuntutan ekologis alam. Membuat suatu bangunan
yang tanggap lingkungan adalah suatu keharusan, suatu bangunan arsitektural yang
memiliki keseimbangan dengan alam mencerminkan kemampuan para perencananya
dalam keseluruhan proses membangun, mewujudkan keinginan penghuni, dan
memperhatikan segala aspek alam. Heinz Frick juga berpendapat dalam bukunya
yang berjudul Dasar-dasar Arsitektur Ekologis, ada empat asas yang pembangunan
berkelanjutan yaitu:
1. Menggunakan bahan baku alam tidak lebih cepat dari pada alam mampu
membentuk penggantinya
18
Prinsip : meminimalkan penggunaan bahan baku, utamakan bahan baru
yg renewable, meningkatkan efisiensi.
2. Menciptakan system yang menggunakan sebanyak mungkin energi
terbarukan.
Prinsip : menggunakan energi matahari,meminimalkan pembororsan
3. Mengizinkan hasil sambilan (potongan, sampah, dsb) saja yang dapat
dimakan atau merupakan bahan mentah untuk produksi bahan lain.
Prinsip : mentiadakan pencemaran, menggunakan bahan organik, reuse.
4. Meningkatkan penyesuaian fungsional dan keanekaragaman biologis.
Prinsip : melestarikan dan meningkatkan keanekaragaman biologis.
Dari berbagai tinjauan diatas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa sustainable
architecture atau arsitektur berkelanjutan adalah konsep dasar dalam perencanaan
desain bangunan yang tanggap lingkungan, khususnya dalam pengoptimalan
pencahayaan alami.
2.2.2 Arsitektur Hemat Eenergi (An Energy-Efficient Architecture)
Arsitektur hemat energi (an energy-efficient architecture) adalah arsitektur
dengan kebutuhan energi serendah mungkin yang bisa dicapai dengan mengurangi
jumlah sumber daya alam (Enno, 1994). Dengan demikian, arsitektur hemat energi
ini berlandaskan pada pemikiran meminimalkan penggunaan energi tanpa membatasi
atau merubah fungsi bangunan, kenyamanan, maupun produktifitas penggunanya.
Konsep Arsitektur Hemat Energi ini mengoptimasikan sistem tata cahaya dan tata
udara, integrasi antara sistem tata udara buatan–alamiah dan sistem tata cahaya
buatan–alamiah serta sinergi antara metode.
Pendekatan perancangan hemat energi menurut Tri Harso Karyono (2007)
dapat dibagi dua, yaitu:
19

Perancangan Pasif
Perancangan pasif merupakan cara penghematan energi melalui
pemanfaatan energi matahari secara pasif, yaitu tanpa mengkonversikan
energi matahari menjadi energi listrik. Rancangan pasif lebih
mengandalkan kemampuan arsitek bagaimana rancangan bangunan
dengan sendirinya mampu dan dapat mengantisipasi iklim luar.
Perancangan pasif di wilayah tropis basah seperti Indonesia umumnya
dilakukan untuk mengupayakan bagaimana pemanasan bangunan karena
radiasi matahari tanpa harus mengorbankan kebutuhan penerangan alami.
Perancangan bangunan secara pasif di Indonesia bisa dijumpai
terutama pada bangunan lama karya Silaban yaitu Masjid Istiqlal dan
Bank Indonesia, bangunan karya Sujudi yaitu Kedutaan Perancis di
Jakarta, serta sebagian besar bangunan colonial karya arsitek Belanda.
Meskipun demikian, beberapa bangunan modern di Indonesia juga
tampak diselesaikan dengan konsep perancangan pasif seperti Gedung S
Widjoyo dan Wisma Dharmala Sakti yang terletak di Jalan Jenderal
Sudirman, Jakarta.

Perancangan Aktif.
Perancangan aktif bersifat tambahan. Pengertian perancangan
aktif adalah salah cara penghematan energi dengan bantuan alat-alat
teknologi yang dapat mengontrol, mengurangi pemakaian, atau
menghasilkan energi baru. Dalam perancangan secara aktif, secara
simultan arsitek juga harus menerapkan strategi perancangan secara
pasif. Tanpa penerapan strategi perancangan pasif, penggunaan energi
20
dalam bangunan akan tetap tinggi apabila tingkat kenyamanan termal dan
visual harus dicapai.
2.3
Pencahayaan alami (Daylighting)
Pencahayaan alami merupakan suatu hal yang sangat bermanfaat, baik dari
segi kesehatan penghuninya maupun dari segi efisiensi energi. Sebuah bangunan
yang banyak menggunakan pencahayaan alami bisa dikatakan sebagai bangunan
yang sehat dan tanggap lingkungan.
Pencahayaan pada ruang dalam bangunan biasanya diperoleh dari atap yang
terbuka atau dari jendela. Dalam pelaksanaanya penempatan jendela dan ukurannya
sangat bervariasi tergantung dari fungsi bangunan dan ruangannya. Demikian pula
pada pencahayaan alami melalui atap atau skylight, perlu perhitungan secara tepat
agar dapat memasukkan cahaya alami yang cukup tanpa membuat ruangan tersebut
menjadi panas.
Gambar 2.1Cara penyaluran cahaya
Sumber : Ilmu Fisika Bangunan ,Heinz Frick, Ant.ardianto
Menurut Heinz frick (2007), pencahayaan alami mempunyai pengaruh
kepada kesehatan manusia. Menurutnya, peletakan jendela pada sisi utara dan selatan
lebih banyak. Bukaan ada sisi barat dihindari karena panas yang panas dan
menyengat. Salah satu pengaruh cahaya alami pada bangunan adalah suhu dari
intensitas matahari yang langsung dapat meningkatkan suhu dinding akibat konduksi
dan suhu ruangan bila sinar mathari langsung masuk pada ruangan. Oleh Karena itu,
21
penggunaan jendela dan skylight harus dibuat sedemikian rupa agar cahaya dari
matahari tidak langsung masuk kedalam ruangan.
Gambar 2.2 Pemantulan Cahaya Untuk Mengurangi Radiasi Matahari
Sumber : Dasar-dasar Arsitektur Ekologis, Heinz Frick
Peningkatan dalam penggunaan cahaya alami sekaligus dapat menghemat
energi listrik. Pencahayaan alami mengandung efek penyembuhan dan meningkatkan
kreatifitas manusia.(H.Frick, Dasar-dasar arsitektur ekologis, 2007)
Penggunaan pencahayaan alami sangatlah penting didalam suatu bangunan,
karena tidak hanya dapat mengurangi pemakaian listrik atau energi tetapi juga
mengurang pengeluaran biaya. Selain itu pemanfaatan pencahayaan alami dalam
bangunan sangatlah berkaitan dengan kesehatan pengguna bangunan yang berada
didalamnya, karena cahaya yang masuk akan memberikan pengaruh pada kondisi
fisik bangunan. Pemaanfaatan cahaya alami ini juga biasanya menjadi masalah yang
cukup kompleks karena selain ingin memasukan cahaya yang efektif, bangunan juga
harus bisa mendinginkan ruang dalamnya. Semua faktor pencahayaan alami ada pada
seperti kaca jendela, atap skylight, dan pencahayaan lainya merupakan hal yang
sangat penting dalam perancangan bangunan.
Berikut merupakan parameter penilaian kemungkinan pencahayaan alami
yang dibuat oleh Lawrence Berkeley National Laboratory :
1. Kaca atau jendela harus melihat atau mendapatkan cahaya pagi.
22
2. Kaca harus bisa mentransmisikan cahaya
3. Memasang alat control untuk system aktif pencahayaan alami
4. Melakukan tes desain untuk pencahayaan pada siang hari atau
alami
5. Peniliaian kemungkinan pencahayaan alami pada setiap bagian
bangunan.
Setelah melihat parameter penilaian pertama, ada penilaian untuk
pencahayaan alami yang lebih lengkap, yaitu :
1. Penerangan alami secara umum
2. Penerangan alami melalui dinding
3. Penerangan alami melaui atap
4. Penerangan alami pada core atau pusat bangunan
Dalam kasus ini, uji coba akan difokuskan pada penerangan alami
secara umum.
2.3.1 Strategi Dasar Pencahayaan Alami
Sebelum merancang bangunan seorang perancang harus mempelajari keadaan
alam di tapak tersebut, seperti sudut dan pergerakan matahari, kondisi langit, arah
angina, iklim, dan sifat-sifat dari tapak tersebut. Setelah memahami keadaan tapak,
perancangan bangunan dapat dilakukan dengan mensinkronisasi antara alam dengan
bangunan. Jika bangunan sudah dirancang dan dibentuk sejalan dengan alam, maka
unsur-unsur seperti seperti pengudaraan dan pencahayaan akan mengalir dan berjalan
dengan baik. Maka dari itu, sebaiknya dipelajari faktor-faktor dalam bangunan yang
perlu disesuaikan dengan keadaan alam. (Mary Guzowski, 2000)
23
1.
Orientasi dan Massa Bangunan
Dalam merancang bangunan, sudah merupakan kewajiban paling mendasar
untuk memasukkan cahaya matahari langsung, terutama dengan semakin
berkembangnya isu arsitektur hemat energi. Karena itu perlu dipahami mengenai
kualitas cahaya yang dating dari setiap arah. Dimulai dari sisi selatan, sisi ini
merupakan sisi yang paling baik untuk menangkap sinar matahari secara langsung
karena pada sisi ini bangunan mendapatkan sinar matahari langsung yang paling
konsisten sepanjang tahun. Utara merupakan orientasi kedua terbaik karena cahaya
yang didapat cukup konstan, walaupun tidak banyak, tapi kualitasnya cukup baik.
Gambar 2.3 : orientasi bangunan terhadap cahaya matahari
Sumber: Buku Architectural Lighting
Sisi timur dan barat cendeung kurang baik sebagai orientasi bangunan, karena
posisi matahari yang cenderung rendah sehingga tidak mudah untuk memberi
penghalang dari cahaya mata hari langsung tanpa menghalangi pandangan ke luar.
Sehingga pencahayaan dari samping (sidelighting) tidak disarankan pada untuk
kedua orientasi ini dan lebih baik mendapatkan cahaya dari atas (toplighting) karena
akan medapatkan pencahayaan yang konstan sepanjang hari. (Lenchner, 2007)
2.
Bentuk Bangunan
Selain orientasi massa, bentuk atau denah dari bangunan tersebut sangat
menentukan cahaya masuk dan seberapa luas area yang mendapatkan pencahayaan
24
alami. Selain itu kombinasi bukaan sisi samping dan atas juga jumlah lantai dan
tinggi masing – masing lantai menentukan pencahayaan alami diruang tersebut.
3.
Warna Pada Ruangan
Penggunaan warna yang ringan seperti putih untuk dalam dan luar ruangan
dapat memantulkan cahaya lebih banyak daripada warna – warna yang gelap,
terutama pada interior, warna ini sangatlah berpengaruh.
4.
Bukaan Dalam Ruang
Dalam kasus bangunan seperti rumah susun, pemanfaatan bukaan samping
(sidelighting) mutlak diperlukan, yang paling umum ditemui adalah jendela.
Perencanaan pada jendela perlu dilakukan dengan hati – hati agar ruangan tidak silau
dan tidak menaikkan suhu ruangan secara signifikan terutama didaerah yang tropis
seperti Indonesia. Strategi yang perlu di terapkan dalam mendesain jendela pada
ruangan adalah sebagai berikut :

Penempatan Jendela sebaiknya berada cukup tinggi dari lantai dan
pencahayaannya harus tersebar merata.

Sebisa mungkin hindari pencahayaan unilateral (jendela hanya pada
satu dinding) dan gunakan bilateral (jendela pada dua sisi dinding)
agar penyebaran cahaya ke seluruh ruangan lebih baik dan mencegah
silau.

Jendela yang terlalu luas tidak tepat digunakan dinegara yang ber
iklim tropis seperti Indonesia, karena panas dan radiasi silau terlalu
banyak masuk ke dalam ruangan.
25
Gambar 2.4 Pemantulan cahaya pada dinding samping
Sumber : Heating, Cooling, Lighting
2.3.2
Kebutuhan Pencahayaan Pada Ruang
Kebutuhan penerangan yang dibutuhkan oleh suatu ruangan berbeda-beda,
tergantung dari fungsi ruangan dan aktivitas yang dilakukan dalam ruangan tersebut.
Standar tingkat pencahayaan juga mempengaruhi desain ruangan itu sendiri.
Standar Pencahayaan ruangan menurun SNI adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Standar Pencahayaan Ruangan menurut SNI
Fungsi Ruang
Tingkat Pencahayaan (lux)
Teras
60
Ruang Tamu
120-250
Ruang Makan
120-250
Ruang Kerja
120-250
Kamar Tidur
120-250
Kamar Mandi
250
Dapur
250
Koridor
100
Kantor Pengelola
350
Gudang Arsip
150
Kantin
250
Sumber : Standar Nasional Indonesia tahun 2001
26
2.3.3 Teori Gerak Semu Matahari
Matahari merupakan faktor penting dalam pencahayaan alami, matahari
menghasilkan energi cahaya dan energi panas yang tentunya akan mempengaruhi
kenyamanan termal, namun dalam penelitian tidak membahan kenyamanan termal
akibat energi panas matahari. Gerak semu matahari adalah gerakan semu matahari
dari khatulistiwa menuju garis lintang balik utara 23½o LU, kembali
kekhatulistiwa dan bergeser menuju ke garis lintang balik selatan 23½o LS dan
kembali lagi ke khatulistiwa. Hal ini berpengaruh terhadap letak matahari terbit
dan terbenam yang tidak sama setiap harinya. Setiap harinya akan terjadi
pergeseran dari letak terbit atau terbenam nya dibandingkan dengan letak yang
kemarin. Pergeseran ini disebabkan karenaproses perputaran bumi mengelilingi
matahari, sehingga dapat diketahui bahwa yang berubah adalah posisi bumi
terhadap matahari. Akibat dari perputaran bumi yang mengelilingi matahari
tersebut, maka mengakibatkan terjadinya pergeseran semu letak terbit dan
terbenamnya matahari.
Gambar 2.5 Gambar Teori Gerak Semu Matahari
Sumber : Wikipedia
27
Dapat kita lihat dari gambar teori gerak semu matahari, terdapat tanggal –
tanggal saat matahari berada pada posisi terjauh, yaitu tanggal 21 Juni dan 22
Desember, saat matahari berada pada titik terjauh, maka bayangan gedung juga
semakin membesar, maka teori ini bisa digunakan sebagai teori untuk menentukan
jarak antar bangunan yang optimal dan efisien dalam penerapan pencahayaan
alami.
28
2.4
Kerangka Berpikir
feedback
Gambar 2.6 Kerangka Berpikir
Sumber : Hasil Olahan Pribadi
29
2.5
Studi Banding
2.5.1
Social Housing Apartment Portugal
Gambar 2.7 Fasade Bangunan
Sumber : www.archdaily.com, diakses pada 26-8-2013
Ibiza, sebuah kota di spanyol ini memiliki sebuah rumah susun atau biasa
disebut sosial housing apartment yang memiliki desain menarik dan mengedepankan
segala aspek arsitektur berkelanjutan yang di desain oleh Vora Arquitectural, biro
konsultan arsitektur yang didirikan oleh Pere Buil Castells dan Jordi Fornells
Castellopada tahun 2000 di Lisbo, ibukota Portugal.
Rusun ini berdiri diatas lahan seluas 3.170m2, pada tahun 2011. Rusun ini
memiliki 30 unit kamar dengan bentuk yang memanjang mengikuti bentuk tanah
yang mengecil pada sisi sampingnya, dan juga memaksimalkan luasan bangunannya
dengan perizinan tata kota derah tersebut.
Gambar 2.8 : Denah Lantai Dasar
Sumber : www.archdaily.com diakses pada 26-8-2013
30
Gambar 2.9 : Potongan Bangunan
Sumber : www.archdaily.com, diakses pada 26-8-2013
Secara keseluruhan, bangunan ini terbagi menjadi tiga zoning, yang pertama
area depan, dimana terdapat bangunan berbentuk kotak yang menjulang tinggi yang
befungsi sebagai tangga, yang langsung terhubung dengan koridor kamar pada
masing- masing lantai. Koridor tersebut persis menghadap ke jalan raya, selain
berfungsi sebagai entrance, koridor tersebut juga berfungsi sebagai area servis.
Bagian tengah bangunan menjadi unit kamar, dan khusus unit kamar lantai dasar
memilki taman yang hanya bisa di akses dari kamar tersebut, namun kamar diatasnya
memiliki balkon yang dikelilingi railing besi, yang berfungsi sebagai overstek untuk
lantai dibawahnya dan menjadi tempat bagi penghuni unit lantai dua dan 3 untuk
menikmati taman secara visual.
Gambar 2.10 Koridor dan bangunan Tangga
Sumber : www.archdaily.com, diakses pada 26-8-2013
31
Dari segi material konstruksi, yang digunakan adalah material standar dengan
system yang sederhana, terdiri dari kolom beton dan balok beton yang di isi dengan
dinding pre-cast. Bukaan jendela dihiasi dengan kayu yang difinishing melamik yang
langsung menempel ke panel dinding.
Gambar 2.11 Koridor dengan Pencahayaan Alami
Sumber : www.archdaily.com, diakses pada 26-8-2013
Dua sisi fasade yang menjulang sangat menonjolkan sisi seni desainernya,
Anka Blaue yang memainkan panel-panel warna warni yag diletakkan di dinding
yang berwarna abu-abu tua. Menurut desainernya, penenggunaan warna tersebut
dapat memberikan efek warna yang berbeda-beda tergantung sorotan cahaya
matahari, dari sisi ketahanan, permainan warna tersebut dapat membuat sisa noda
pada musim hujan tidak terlihat pada musim kemarau. Cat yang digunakan berbasis
mineral dan metode pengecatannya secara manual menggunakan kuas yang
mengakibatkan perbedaan yang natural antar panel warna. Pewarnaan fasad seperti
ini banyak terdapat pada bangunan dikota Ibiza pada tahun 1970-an.
32
Gambar 2.12 Kondisi Bagian Belakang Bangunan
Sumber : www.archdaily.com, diakses pada 26-8-2013
Menurut pengembangnya, bangunan ini adalah bangunan yang hemat energi,
bukaan yang banyak sehingga tidak memerlukan lampu pada siang hari, bagian
lorong dan tangga pada siang hari tetap terang karena adanya skylight, dan hanya
terdiri dari tiga lantai sehingga tidak memerlukan lift. Fasad pun menggunakan
material sederhana yang tidak sulit dalam masalah perawatan.
2.5.2 Rumah Susun Bongras Untuk Orang Lanjut Usia
Gambar 2.13 Fasade rumah susun
Sumber: www.paulderuiter.nl, diakses pada 26-8-2013
Rumah susun Bongras ini Omroord, wilayah Amsterdam Belanda. Memiliki
43 unit kamar untuk keperluan sosial. Proses desain dimulai pada februari 2009,
konstruksinya dimulai pada februari 2012 dan baru selesai pada bulan april 2013.
33
Hunian ini diperuntukkan untuk orang yang sudah tua, dengan kata lain disini
diberikan perhatian khusus untuk keselamatan dan interaksi sosial bersama dengan
akomodasi yang nyaman dan fleksibel. Semua aspek ini ada dalam desain Brongras,
tata ruangnya yang memudahakan orang tua untuk menggunakannya, misal kamar
mandi khusus untuk orang yang cacat atau kamar tidur untuk orang yang cacat atau
lumpuh, pengguna juga dengan mudah bisa beradaptasi dengan kebutuhan ruang
lainnya seperti ruang tamu tambahan dan ruangan khusus untuk hobby. Ramp yang
nyaman untuk naik sampai ke lantai tiga pun tersedia dalam bangunan ini. Menurut
pengembangnya, penghuninya dapat hidup terus sampai usia tua dalam rusun ini.
Gambar 2.14 Sisi samping bangunan
Sumber: www.paulderuiter.nl, diakses pada 26-8-2013
Bongras memiliki lingkungan yang hijau, dikelilingi oleh pepohonan dan
sangat menarik bagi warga setempat yang melihatnya. Sepanjang sisi selatan ada
sebuah taman bersama, sebuah ruang terbuka hijau yang merupakan suatu keharusan
bagi tiap hunian didaerah tersebut.
34
Gambar 2.15 Bangunan khusus ramp
Sumber: www.paulderuiter.nl, diakses pada 26-8-2013
Desain bangunan ini sudah menerapkan konsep sustainable architecture.
Mengenai penghematan energi, bangunan ini menerapkan penghematan pasif, ruang
tamu yang menghadap selatan diletakkan jauh dengan kaca besar yang
memungkinkan panas matahari dapat dimanfaatkan secara optimal dimusim dingin
dan memantulkan panas dimusim panas. Sebaliknya, pada bagian kamar sepanjang
sisi utara, kaca sangat dimimalisir untuk mengurangi panas yang hilang.
Single / R.komunal Jendela
void
tangga
ramp
Double
loaded
Social
Double
Housing
Loaded
Rusun
Single
Bongras
Loaded


 





35
Bangunan yang menerapkan konsep sustainable architecture ini bisa dijadikan
acuan untuk perancangan rumah susun di Indonesia, desain rumah susun ini sangat
nyaman bagi penghuninya, pencahayaan dan penghawaan alami Yang optimal serta
lingkungan sekitar yang hijau dapat menjadi area komunal untuk sosialisi antar
sesama penghuni rumah susun ini.
36
Download