LINGGA PENETRATES YONI I. PENDAHULUAN Sebagai simbol Siwa, lingga merupakan aspek sekunder dari lambang kelaki-lakian yang baru akan menimbulkan tenaga atau energi setelah bersatu dengan Parwati, sakti Siwa dilambangkan dengan yoni, lambang kewanitaan. Konsep lingga-yoni menggambarkan keseimbangan hidup dalam demensi dualistis, yaitu keyakinan adanya keharmonisan serba dualistis. Implementasi dari konsep ini secara ritual dapat kita jumpai dalam upacara keagamaan seperti dalam bentuk jajan suci rahina wengi), Ardhanareswari Smara-Ratih serta hitam putih. Seperti simbol-simbol mimpi, lingga-yoni merupakan simbol yang sangat polisemik (memiliki pengertian majemuk), keberartiannya menyebar pada segala arah yang sarat dengan makna. Praktisnya, dua pendekatan harus ber-temu jika ingin menginterpretasi lingga-yoni; diskripsi bentukbentuk simbolik sebagai ekspresi yang tegas dan kontekstualisasi di dalam keseluruhan struktur makna. Di dalam struktur makna itu lingga-yoni merupakan bagiannya dan dalam kerangka-kerangka itulah diperoleh definisinya. Ini tentu saja, tidak lain sebagai lintasan siklus hermeneutik (bagian-bagian yang menjadikan ke-seluruhan dengan keseluruhan menggerakan bagian-bagian tersebut). Memang konsepsi orang Bali tentang pengalaman yang dirasakan itu adalah meniru, atau secara ritus bisa dibuat meniru, struktur umum realitas; dan dengan melakukan seperti itu maka pengalaman memperoleh strukturnya. Formulasinya menunjukkan kecendrungan ke arah miniaturisasi metafisis yakni jalan pikiran kecil tetapi meninggi. Jadi lingga-yoni dari konsep psiko-analitis Freudian merupakan simbol seksual terselubung. Dari sudut kemiripan, hukum kebersamaan, perlawanan, dan keter-gantungan sebab akibat, lingga disamakan dengan gunung, langit, keris sebagai lambang phallus; sedangkan yoni disetarakan dengan sungai, laut, tanah, sebagai lambang vagina. Bersifat simbolis karena mengandung makna lebih daripada arti yang jelas dan langsung. Lingga-yoni memiliki aspek yang lebih luas, aspek ”tidak-sadar” yang tidak pernah dirumuskan secara tepat atau dijelaskan secara tuntas. Mulamula ada fakta bahwa indera saya memberi reaksi terhadap gejala riil (artefak lingga-yoni) dan diterjemahkan ke dalam pikiran. II. PENBAHASAN Lingga Menembus Yoni terinspirasi dari dari mitos Watugunung adalah suatu cerita inses yang seperti lazim pada cerita tersebut amat kaya dengan simbol-simbol seksual ter-selubung. Dari sudut simbol, ayahnya digambarkan sebagai Giriswara, yaitu penguasa gunung-suatu lambang phallus (lingga); ibunya memukulnya dengan sendok, suatu lambang phallus juga; parut luka yang terlihat Watugunung adalah lambang vaginal (yoni), seperti halnya sungai dimana wanita yang ingin diperkosa oleh Watugunung sedang mandi. Nama Watugunung yaitu batu gunung juga mengacu pada lambang phallus lingga, akhirnya Betara Siwa sendiri merupakan lingga kosmis. Disinilah muncul kesadaran paling awal dan paling universal yang muncul pada manusia purba ialah kesadaran bahwa kehidupan seksual di dalam keluarga dan masyarakat harus mengikuti aturan atau norma tertentu. Karya berjudul Lingga Penetrates Yoni, merupakan kristalisasi dunia “tertata”. Energi Lingga terkait dan sejajar dengan kesadaran akan perlunya aturan seksual ini adalah munculnya kesadaran akan waktu. Namun disini terlihat pula bahwa kesadaran akan waktu di Bali dan Jawa sesungguhnya bukanlah berakhir dengan kemenangan pemberontakan, melainkan mengembalikan manusia kepada agama atau ajaran akan nilai kesejatian. Inti ajaran jelas: keseimbangan kosmis mutlak harus dijaga, dan hal ini diartikan bahwa manusia, sebagai mikrokosmos (Bhuana Alit) harus tetap ber-sikap sebagai Bhuana Alit itu, yaitu mutlak harus mentaati peraturan ritual yang merupakan syarat terjaganya keseimbangan makrokosmis (Buana Agung). Perwujudan karya ini terjadi melalui suatu proses, mulai dengan dorongan yang dirasakan baik secara eksternal maupun internal. Metodenya dimulai dari tahap penjajagan merupakan proses awal dalam penciptaan karya seni lukis, dengan melakukan pengamatan dan pencermatan pada sumber-sumber objek yang menjadi sumber inspirasi, yaitu pengamatan terhadap Lingga-Yoni. Tahapan kedua yakni menyangkut masalah teknik. Penguasaan teknik inilah yang pada gilirannya bisa membawa kemungkinan pada pengembangan gagasan (ide), mengolah kerumitan (kompleksitas komposisi), hingga berbagai kemungkinan tersebut menjadi bahasa ekspresi. Tahap selanjutnya adalah pembentukan merupakan proses perwujudan karya lukis dalam bidang kanvas. III. PENUTUP Karya ini memiliki makna bagaimana manusia keluar dari kepurbaan yang paling purba yaitu baru muncul sebagai homo sapiens untuk menjadi mahkluk yang beradab, mengerti dan menjujung pluralitas dimuka bumi ini setelah persoalan seks bisa tertib dalam norma dan aturan. Judul Tahun Bahan Ukuran Pernah Dipamerkan Posisi Karya : Lingga Penetrates Yoni : 2009 : Acrylic on Canvas : 140 x 200 cm : Cullity Gallery, Faculty of Architecture, The University of Western Australia, ”Truly Bagus”. Tgl. 16 Agustus s/d 3 September 2010. : di StudioPencipta, jalan Batu Intan, Batubulan, Sukawati, Gianyar, Bali.