Morbili pada Anak Laki-Laki Usia 31 Bulan dengan Riwayat

advertisement
Selvia dan Anggraeni| Morbili pada Anak Laki-laki Usia 31 Bulan dengan Riwayat Imunisasi Campak pada Usia 10 Bulan
Morbili pada Anak Laki-Laki Usia 31 Bulan dengan Riwayat Imunisasi Campak
pada Usia 10 Bulan
Selvia Farahdina dan Anggraeni Janar Wulan
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Abstrak
Campak merupakan penyakit endemik di banyak negara terutama di negara berkembang. Di Indonesia, campak masih
menempati urutan ke-5 dari 10 penyakit utama pada bayi dan anak balita (1-4 tahun). Hal ini sangat disayangkan mengingat
campak adalah salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Studi ini merupakan studi deskriptif dengan
rancangan laporan kasus. Studi dilakukan pada seorang anak laki-laki berusia 31 bulan yang dirawat di Rumah Sakit Umum
Abdul Moeloek (RSUAM) pada tanggal 7 Januari hingga 10 Januari 2016. Data yang ada diperoleh melalui alloanamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa pasien. Dilakukan follow up untuk mengetahui
perkembangan penyakit pasien. Hasil alloanamnesis didapatkan, keluhan demam terus-menerus, terutama pada malam
hari, disertai menggigil tetapi tidak kejang. Pasien juga batuk berdahak, pilek, dan sariawan sejak 3 hari yang lalu. Mata
merah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Bintik-bintik merah pada tubuh awalnya muncul di belakang telinga
dan menyebar ke wajah, dada, dan perut. Riwayat imunisasi campak pada usia 10 bulan. Diagnosis dari pasien ini adalah
morbili. Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini meliputi edukasi kepada orang tua pasien mengenai penyakit yang
diderita pasien dan komplikasi penyakit serta pemberian medikamentosa berupa infus D5 ¼ NS 500 cc/12 jam, Paracetamol
sirup 4x1 cth, ranitidin 3x¼ tablet, Oxomemazine sirup 3x1 cth, Apialys sirup 2x1 cth, Cefadroxil sirup 2x5 ml. Pedoman
pemberian imunisasi campak pada balita diberikan satu kali pada usia 9 bulan mengingat antibodi campak balita yang
berasal dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan.
Kata Kunci: campak, imunisasi, laporan kasus
Measles in Child Aged 31 Months with Measles Immunization History when
He was 10 Months
Abstract
Measles is an endemic disease in many countries, especially in developing countries. In Indonesia, measles still ranks 5th of
10 major diseases in infants and young children (1-4 years). This is unfortunate because measles is a disease that can be
prevented by immunization. This study is a descriptive study with a draft report cases. Studies carried out on a boy aged 31
months were treated at The Abdul Moeloek General Hospital on 7 January to 10 January 2016. The existing data obtained
through alloanamnesis, physical examination and investigations to diagnose patients. Do follow-up to determine the
patient's disease progression. Obtained alloanamnesis, complaints of fever constantly, especially at night, with shivering but
not seizures. Patients also cough up phlegm, runny nose, and mouth sores since three days ago. Red eyes since the first day
of SMRS. Red spots on the body initially appears behind the ears and spreads to the face, chest, and abdomen. A history of
measles immunization at the age of 10 months. The diagnosis of these patients is Morbili. Management is given to these
patients includes educating the patient's parents about the patient's illness and complications of the disease and the
provision of medical form of infusion D5 ¼ NS 500 cc / 12 hours, Paracetamol syrup 4x1 eg, ranitidine 3x¼ tablet,
Oxomemazine syrup 3x1 eg, Apialys syrup eg 2x1, 2x5 ml syrup cefadroxil. Guidelines for measles immunization in infants
given one at the age of 9 months given the measles antibody toddlers whose mothers had decreased at the age of 9
months.
Keywords : case report, immunization, measles
Korespondensi : Selvia Farahdina, S.Ked., Jl. S. Brojonegoro Gd.Meneng-UNILA Bandar Lampung, HP 08986771896, e-mail
[email protected]
Pendahuluan
Campak merupakan penyakit endemik di
banyak
negara
terutama
di
negara
berkembang. Angka kesakitan di seluruh dunia
mencapai 5-10 kasus per 10.000 dengan
jumlah kematian 1-3 kasus per 1000 orang.
Campak masih ditemukan di negara maju.
Sebelum ditemukan vaksin pada tahun 1963 di
Amerika serikat, terdapat lebih dari 1,5 juta
kasus campak setiap tahun. Mulai pada tahun
J Medula Unila|Volume 7|Nomor 1|Januari 2017 |60
1963 kasus campak menurun drastis dan hanya
ditemukan kurang dari 100 kasus pada 1998.1,2
Pada tahun 2005 terdapat 345.000
kematian di dunia akibat penyakit campak dan
sekitar 311.000 kematian terjadi pada anakanak usia dibawah lima tahun. Pada tahun
2006 terdapat 242.000 kematian karena
campak atau 27 kematian terjadi setiap
jamnya. Kematian campak di seluruh dunia
Selvia dan Anggraeni| Morbili pada Anak Laki-laki Usia 31 Bulan dengan Riwayat Imunisasi Campak pada Usia 10 Bulan
pada tahun 2007 adalah 197.000 dengan
interval 141.000 hingga 267.000 kematian
dimana 177.000 kematian terjadi pada anakanak usia dibawah lima tahun. Lebih dari 95%
kematian campak terjadi di negara-negara
berpenghasilan rendah dengan infrastruktur
kesehatan lemah. Hal ini sangat disayangkan
meningat campak adalah salah satu penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi.2
Di Indonesia, campak masih menempati
urutan ke-5 dari 10 penyakit utama pada bayi
dan anak balita (1-4 tahun) berdasarkan
laporan survey kesehatan rumah tangga (SKRT)
tahun 1985/1986. Kejadian luar biasa (KLB)
masih terus dilaporkan. Dilaporkan terjadi KLB
di pulau Bangka pada tahun 1971 dengan
angka kematian sekitar 12%, KLB di Provinsi
Jawa Barat pada tahun 1981 (CFR= 15%), dan
KLB di Palembang, Lampung, dan Bengkulu
pada tahun 1998. Pada tahun 2003, di
Semarang masih tercatat terdapat 104 kasus
campak dengan CFR 0%. Berdasarkan data dari
Departemen Kesehatan (Depkes) tahun 2003,
di Provinsi Bali terdapat 32,5 per 100.000
balita/tahun, dan di Jawa Barat terdapat 45 per
100.000 balita/tahun. Berdasarkan data Dinas
Kesehatan Sumatera Selatan pada tahun 2005
terdapat 2.189 penyakit Campak, yaitu 42,5%
di antaranya terjadi pada anak usia balita.3
Campak juga dikenal dengan nama
morbili atau morbillia dan rubeola (bahasa
Latin), yang kemudian dalam bahasa Jerman
disebut dengan nama masern, dalam bahasa
Islandia dikenal dengan nama mislingar, dan
measles dalam bahasa Inggris. Campak
merupakan salah satu penyakit infeksi yang
sangat menular yang disebabkan oleh
Paramixovirus yang menyerang anak-anak
bahkan juga orang dewasa. Seseorang yang
terkena penyakit ini ditandai dengan demam
tinggi, terjadi peradangan pada mata (mata
merah), serta timbul bercak kemerahan pada
kulit. Penyakit ini dapat menular melalui
percikan droplet dari mulut, hidung, maupun
dari tenggorokan penderita. Kelompok yang
paling rentan untuk terkena penyakit ini adalah
bayi dan anak-anak yang belum pernah
mendapatkan imunisasi campak.4,5
Agen campak adalah measles virus yang
termasuk dalam famili Paramyxoviridae
anggota genus morbili virus. Virus campak
sangat sensitif terhadap temperatur sehingga
virus ini menjadi tidak aktif pada suhu 37 °C
atau bila dimasukkan ke dalam lemari es
selama beberapa jam. Dengan pembekuan
lambat maka infektivitasnya akan hilang.5
Virus berada dalam lendir di hidung dan
tenggorokan orang yang terinfeksi, sehingga
penularan biasanya terjadi melalui udara dan
pernapasan (batuk dan bersin). Virus ditularkan
secara langsung dari droplet infeksi. Setelah
terinfeksi dengan virus, dibutuhkan beberapa
hari untuk gejala muncul. Virus tetap aktif dan
menular pada permukaan yang terinfeksi
sampai dua jam. Penularan campak terjadi
begitu mudah bahwa siapa saja yang tidak
diimunisasi mungkin akan mendapatkan
penyakit ini pada akhirnya. Transmisi campak
terutama dari orang ke orang melalui droplet
pernapasan besar. Transmisi udara melalu
aerosol droplet nuklei telah didokumentasi
diwilayah tertutup (misalnya kantor ruang
pemeriksaan) hingga 2 jam orang yang terkena
campak menduduki daerah tersebut. Campak
sangat menular dengan >90% tingkat serangan
sekunder dikalangan orang yang rentan.
Campak dapat ditularkan 4 hari sebelum dan 4
hari setelah onset dari ruam. Penularan
maksimum terjadi dari timbulnya prodromal
pada 3-4 hari pertama ruam.5,6
Masa inkubasi (waktu terpapar sampai
kena penyakit) penyakit campak adalah 10-12
hari, sebelum gejala muncul dan 14 hari ruam
muncul. Kekebalan terhadap campak diperoleh
setelah vaksinisasi, infeksi aktif dan kekebalan
pasif pada seorang bayi yang lahir dari ibu yang
telah kebal, berlangsung selama 1 tahun.
Gejala mulai timbul dalam waktu 7-14 hari
setelah terinfeksi. Gejala yang nampak pada
penderita campak antara lain: (a) Demam
dengan suhu yang tinggi serta selsema, (b)
mata merah (konjungtivitis), berair, dan sensitif
pada cahaya (fotofobia), (c) nyeri tenggorokan,
(d) hidung meler (Koriza), (e) batuk (Cough), (f)
bercak Koplik, (g) nyeri otot. Sesudah melewati
masa inkubasi sekitar 10-12 hari lamanya,
penyakit campak akan menunjukkan gejalagejala klinik yang jelas berupa demam, malaise,
mialgia, dan sakit kepala. Menjelang akhir
stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul
eksantema, timbul bercak Koplik. Bercak Koplik
berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum
timbul pertama kali pada mukosa bukal yang
menghadap gigi molar dan menjelang kira-kira
hari ke 3 atau 4 dari masa prodormal dapat
meluas sampai seluruh mukosa mulut. Secara
klinis,
gambaran penyakit
menyerupai
influenza dan sering didiagnosis sebagai
J Medula Unila|Volume 7|Nomor 1|Januari 2017 |61
Selvia dan Anggraeni| Morbili pada Anak Laki-laki Usia 31 Bulan dengan Riwayat Imunisasi Campak pada Usia 10 Bulan
influenza. Stadium erupsi berlangsung selama
5-6 hari. Gejala yang biasanya terjadi adalah
koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul
eksantema di palatum durum dan palatum
mole. Kadang terlihat pula bercak Koplik.
Terjadinya ruam atau eritema yang berbentuk
makula-papula disertai naiknya suhu badan.
Mula-mula eritema timbul di belakang telinga,
di bagian atas tengkuk, sepanjang rambut dan
bagian belakang bawah. Kadang-kadang
terdapat perdarahan ringan pada kulit, rasa
gatal, sampai wajah bengkak. Ruam kemudian
akan menyebar ke dada dan abdomen dan
akhirnya mencapai anggota bagian bawah pada
hari ketiga dan akan menghilang dengan
urutan seperti terjadinya yang berakhir dalam
2 hingga 3 hari. Setelah 3 hari ruam berangsurangsur menghilang sesuai urutan timbulnya.
Ruam
kulit menjadi
kehitaman
dan
mengelupas yang akan menghilang setelah 1
sampai 2 minggu.7-9
Reservoir penyakit campak adalah
manusia dengan suseptibilitas pada semua
orang (universal). Penularan campak terjadi
secara droplet melalui udara, sejak 1-2 hari
sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari
setelah timbul ruam. Virus masuk ke dalam
limfatik lokal, bebas maupun berhubungan
dengan sel mononuklear, kemudian mencapai
kelenjar getah bening regional. Di sini virus
memperbanyak diri dengan sangat perlahan
dan dimulailah penyebaran ke sel jaringan
limforetikular seperti limpa. Sel mononuklear
yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel
raksasa berinti banyak (sel Warthin),
sedangkan limfosit-T yang rentan terhadap
infeksi turut aktif
membelah. Gambaran
kejadian awal di jaringan limfoid masih belum
diketahui secara lengkap, tetapi 5 sampai 6
hari setelah infeksi awal, terbentuklah fokus
infeksi yaitu ketika virus masuk ke dalam
pembuluh darah dan menyebar ke permukaan
epitel orofaring, konjungtiva, saluran nafas,
kulit, kandung kemih, dan usus. Pada hari ke-9
sampai ke-10, fokus infeksi yang berada di
epitel saluran nafas dan konjungtiva, akan
menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu
sampai dua lapis sel. Pada saat itu dalam
jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh
darah dan menimbulkan manifestasi klinis dari
sistem saluran nafas yang diawali dengan
keluhan batuk pilek disertai selaput
konjungtiva yang tampak merah. Respon imun
yang terjadi ialah proses peradangan epitel
J Medula Unila|Volume 7|Nomor 1|Januari 2017 |62
pada sistem saluran pernafasan diikuti dengan
manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak
tampak sakit berat dan tampak suatu ulserasi
kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak
koplik, yang dapat merupakan tanda pasti
untuk menegakkan diagnosis.8
Selanjutnya daya tahan tubuh menurun.
Sebagai akibat respons delayed hypersensitivity
terhadap antigen virus, muncul ruam
makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal
infeksi dan pada saat itu antibodi humoral
dapat dideteksi pada kulit. Kejadian ini tidak
tampak pada kasus yang mengalami defisit selT. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring
dan
saluran
pernafasan
memberikan
kesempatan infeksi bakteri sekunder berupa
bronkopneumonia, otitis media, dan lainlain.8,9
Diperkirakan bahwa pada usia 5 tahun
paling sedikit 90% dari anak-anak yang belum
mendapat vaksinasi telah menderita campak.
Virus campak hanya dapat ditularkan dari
manusia ke manusia dan hanya dapat aktif di
alam bebas sekitar 34 jam pada suhu kamar.10
Adapun penyulit yang dapat ditimbulkan
oleh
campak
adalah
laringitis
akut,
bronkopneumonia, kejang demam, ensefalitis,
SSPE, otitis media, konjungtivitis, dan lainlain.10,11
Laringitis timbul karena adanya edema
hebat pada mukosa saluran nafas, yang
bertambah berat pada saat demam mencapai
puncaknya.
Ditandai
dengan
distress
pernafasan, sesak, sianosis, dan stridor. Ketika
demam turun keadaan akan membaik dan
gejala akan menghilang.11
Bronkopneumonia dapat disebabkan
oleh virus campak maupun akibat invasi
bakteri. Ditandai dengan batuk, menigkatnya
frekuensi nafas, dan adanya ronki basah halus.
Pada saat suhu turun, apabila disebabkan oleh
virus, gejala pneumonia akan menghilang,
kecuali batuk yang masih dapat berlanjut
sampai beberapa hari lagi. Apabila suhu tidak
juga turun pada saat yang diharapkan dan
gejala saluran nafas masih terus berlangsung,
dapat diduga adanya pneumonia karena
bakteri yang telah mengadakan invasi pada sel
epitel yang telah dirusak oleh virus. Gambaran
infiltrat pada foto toraks dan adanya
leukositosis dapat mempertegas diagnosis.
Kejang dapat timbul pada periode demam,
umumnya pada puncak demam saat ruam
keluar. Kejang dalam hal ini diklasifikasikan
Selvia dan Anggraeni| Morbili pada Anak Laki-laki Usia 31 Bulan dengan Riwayat Imunisasi Campak pada Usia 10 Bulan
sebagai kejang demam. Ensefalitis merupakan
penyulit neurologik yang paling sering terjadi,
biasanya terjadi pada hari ke 4-7 setelah
timbulnya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1
dari 1.000 kasus campak dengan mortalitas
antara 30-40%. Gejala ensefalitis dapat berupa
kejang, letargi, koma, dan iritabel. Keluhan
nyeri kepala, frekuensi nafas meningkat,
disorientasi juga dapat ditemukan. Subacute
Sclerosing Panencephalitis (SSPE) merupakan
kelainan degeneratif susunan saraf pusat yang
jarang disebabkan oleh infeksi virus campak
yang persisten. Kemungkinan untuk menderita
SSPE pada anak yang sebelumnya pernah
menderita campak adalah 0,6-2,2 per 100.000
infeksi campak. Invasi virus ke dalam telinga
tengah umumnya terjadi pada campak.
Gendang telinga biasanya hiperemis pada fase
prodromal dan stadium erupsi. Jika terjadi
invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang
rusak karena invasi virus akan terjadi otitis
media purulenta. Pada hampir semua kasus
campak terjadi konjuntivitis yang ditandai
dengan adanya mata merah, pembengkakan
kelopak mata, lakrimasi, dan fotofobia.12
Upaya pencegahan dan pemberantasan
penyakit campak yang dewasa ini dianggap
paling efektif adalah dengan cara imunisasi,
dengan tujuan menurunkan angka kesakitan
dan angka kematian akibat penyakit campak.
Imunisasi dapat memberikan kekebalan aktif
terhadap balita dimana kekebalan aktif dapat
berlangsung lama daripada kekebalan pasif
sehingga seseorang tidak mudah terkena
campak, hal ini sesuai dengan pernyataan
bahwa imunisasi adalah suatu cara untuk
meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila
kelak ia terpajan pada antigen yang serupa
tidak terjadi penyakit. Kekebalan pasif adalah
kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh,
bukan dibuat oleh individu itu sendiri.
Contohnya adalah kekebalan pada janin yang
diperoleh dari ibu atau kekebalan yang
diperoleh
setelah
pemberian
suntikan
imunoglobulin.
Kekebalan
pasif
tidak
berlangsung lama karena akan dimetabolisme
oleh tubuh. Kekebalan aktif adalah kekebalan
yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan
pada antigen seperti pada imunisasi, atau
terpajan secara alamiah. Kekebalan aktif
biasanya berlangsung lebih lama karena
adanya memori imunologik. 13
Imunisasi campak diberikan pada usia 9
bulan
dan
dosis
ulangan
(second
opportunity pada crash program campak) pada
usia 6-59 bulan serta saat SD kelas 1-6.
Terkadang, terdapat program Pekan Imunisasi
Nasional (PIN) campak yang bertujuan sebagai
penguatan (strengthening). Program ini
bertujuan untuk mencakup sekitar 5% individu
yang diperkirakan tidak memberikan respon
imunitas yang baik saat diimunisasi dahulu.
Bagi anak yang terlambat atau belum
mendapat imunisasi campak: bila saat itu anak
berusia 9-12 bulan, berikan kapan pun saat
bertemu. Bila anak berusia >1 tahun, berikan
Measles Mumps Rubella (MMR). Pemberian
vaksin campak dapat memberikan kekebalan
terhadap penyakit campak. 14
Program imunisasi campak di Indonesia
dimulai pada tahun 1982, kemudian pada
tahun 1991 berhasil dicapai status imunisasi
dasar lengkap atau Univesal Child Imunization
(UCI) secara nasional. Sejak tahun 2000
imunisasi campak kesempatan kedua diberikan
kepada anak sekolah kelas I-VI secara
bertahap. 15
Studi ini merupakan studi deskriptif
dengan rancangan laporan kasus. Studi
dilakukan pada seorang anak laki-laki berusia
31 bulan yang dirawat di RSUAM pada tanggal
7 Januari hingga 10 Januari 2016. Data yang
ada
diperoleh
melalui
alloanamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
untuk menegakkan diagnosa pasien. Dilakukan
follow up untuk mengetahui perkembangan
penyakit pasien.
Kasus
Pasien Anak A berusia 31 bulan, diantar
kedua orang tuanya ke RSAM dengan keluhan
demam sejak 5 hari SMRS. Ibu pasien
mengatakan demam dirasakan terus-menerus,
terutama pada malam hari, disertai menggigil
tetapi tidak kejang. Ibu pasien juga
mengeluhkan anaknya batuk berdahak, pilek,
dan sariawan sejak 3 hari yang lalu. Batuk
dengan dahak yang sulit dikeluarkan. Selain itu
juga terdapat pilek dengan lendir encer, tidak
disertai sesak napas. Pasien mengalami
penurunan nafsu makan dikarenakan sariawan.
Pasien juga dikeluhkan orang tuanya timbul
bercak-bercak merah dan mata merah serta
berair sejak 1 hari SMRS. Bintik-bintik merah
pada tubuh awalnya muncul di belakang
telinga dan menyebar ke wajah, dada, dan
J Medula Unila|Volume 7|Nomor 1|Januari 2017 |63
Selvia dan Anggraeni| Morbili pada Anak Laki-laki Usia 31 Bulan dengan Riwayat Imunisasi Campak pada Usia 10 Bulan
perut. Bintik-bintik merah tidak gatal atau
nyeri. Pasien muntah berisi makanan sebanyak
2 kali, masing-masing sebanyak satu gelas
belimbing, sehingga pasien terlihat lemas.
Buang air besar konsistensi lembek, berampas,
warna kecokelatan, tidak disertai lendir dan
darah, tidak berbau busuk dan berbusa dengan
intensitasnya 1 kali/hari. Buang air kecil
dikatakan tidak terdapat keluhan. Keluhan
serupa sebelumnya disangkal. Kejang demam
disangkal.
Keluarga tidak ada yang mengalami
keluhan yang sama dengan pasien. Keluhan
batuk berdahak dan batuk lama disangkal.
Riwayat kontak dengan orang yang terkena
campak dan cacar disangkal.
Riwayat kehamilan Ibu, kunjungan Ante
Natal Care (ANC) teratur dengan bidan, ibu
hanya mengonsumsi obat zat besi, kalsium,
dan folat masa kehamilan, ibu tidak pernah
sakit selama masa kehamilan, tidak ada
penyulit selama kehamilan.
Riwayat persalinan, lahir dari ibu
G2P1A0,
persalinan
normal
tanpa
menggunakan alat, ditolong oleh bidan, lahir
langsung menangis kuat, cukup bulan dan tidak
ada kelainan bawaan. Berat badan lahir 2900
gr dengan panjang badan 46 cm.
Riwayat makanan pasien saat berusia 0
sampai 6 bulan hanya diberikan ASI. Frekuensi
pemberian tergantung permintaan bayi ±10
kali per hari. Pada usia 6 sampai 9 bulan
meliputi susu formula dengan frekuensi ±8 kali
per hari, sebanyak 60 ml tiap pemberian dan
nasi tim instan diberikan 4 x/hari sebanyak ±60
ml tiap pemberian. Pada usia 9 sampai 12
bulan meliputi susu formula dengan frekuensi
±8 kali per hari, sebanyak 120 ml tiap
pemberian, bubur nasi ditambah sayur bayam,
wortel, buncis, jagung manis dengan lauk pauk
seperti tempe atau telur yang diberikan 3
x/hari sebanyak 200 ml.
Riwayat imunisasi pasien tedapat dalam
buku Kartu Menuju Sehat (KMS). Pasien sudah
mendapatkan imunisasi BCG (usia 0 bulan),
DPT 3 kali (usia 2, 3, dan 4 bulan), polio 4 kali
(usia 0, 2, 3, dan 4 bulan), hepatitis B 4 kali
(usia 0, 2, 3, dan 4 bulan), dan imunisasi
campak pada usia 10 bulan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan
keadaaan umum pasien tampak sakit sedang,
kesadaran komposmentis, suhu aksial 39,2 °C,
frekuensi nadi 130 x/menit, frekuensi nafas 28
x/menit, berat badan awal 11 kg, berat badan
J Medula Unila|Volume 7|Nomor 1|Januari 2017 |64
sekarang 11 kg, tinggi badan 101 cm dengan
status gizi (Z-score) BB/U -2 SD s/d -1 SD (gizi
baik), TB/U 2 SD s/d 3 SD (tinggi), BB/TB <-3 SD
(sangat kurus). Status generalis kulit tampak
papul
eritematosa
berbatas
jelas,
berkonfluensi menjadi bercak yang lebih besar,
tidak gatal, di wajah, dada, dan perut. Pada
status lokalis ditemukan konjungtiva hiperemis
(+/+), stomatitis (+), akral hangat, auskultasi
paru vesikuler, turgor kulit cukup baik.
Pemeriksaan penunjang darah lengkap
dalam batas normal dengan laju endap darah
meningkat menjadi 15 mm/jam.
Diagnosis dari pasien ini adalah morbili.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini
meliputi edukasi kepada orang tua pasien
mengenai penyakit yang diderita pasien dan
komplikasi
penyakit
serta
pemberian
medikamentosa berupa infus D5 ¼ NS 500
cc/12 jam, Paracetamol sirup 4x1 cth, ranitidin
3x¼ tablet, Oxomemazine sirup 3x1 cth, Apialys
sirup 2x1 cth, Cefadroxil sirup 2x5 ml.
Pembahasan
Diagnosis klinik pada pasien ini
ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan penunjang. Pada pasien ini dilakukan
alloanamnesis didapatkan keluhan demam
terus-menerus, terutama pada malam hari,
disertai menggigil tetapi tidak kejang. Pasien
juga batuk berdahak, pilek, dan sariawan sejak
3 hari yang lalu. Timbul bercak-bercak merah
dan mata merah serta berair sejak 1 hari SMRS.
Bintik-bintik merah pada tubuh awalnya
muncul di belakang telinga dan menyebar ke
wajah, dada, dan perut. Berdasarkan keluhan
pada pasien, dapat dipikirkan diagnosis
banding berupa Morbili, Rubela, Scarlet fever,
Eritema infeksiosum, Miliaria, Roseola
infantum, dan Meningococcemia.16
Rubella berwarna merah muda dan
timbul lebih cepat dari campak. Gejala yang
timbul tidak seberat campak. Anak dengan
Scarlet fever, ruam bersifat papular, difus
terutama di abdomen. Tanda patognomonik
berupa lidah berwarna merah stroberi serta
tonsilitis eksudativa atau membranosa. Pada
Eritema infeksiosum, terdapat gambaran
slapped cheek selama 4-5 hari. Miliaria ditandai
bintil-bintil kecil berwarna merah yang kadangkadang berisi air, disertai atau tidak kulit yang
tampak kemerahan. Pada bayi sering disertai
gejala rewel bahkan mengganggu tidurnya,
Selvia dan Anggraeni| Morbili pada Anak Laki-laki Usia 31 Bulan dengan Riwayat Imunisasi Campak pada Usia 10 Bulan
anak yang lebih besar akan sering menggaruk
bagian-bagian yang terkena miliaria, hal ini
disebabkan karena rasa gatal. Pada Roseola
infantum, ruam muncul setelah demam
menghilang. Meningococcemia didapatkan
ptekie pada kulit, jarang di membran mukosa,
ekstremitas, dan badan.16
Keluhan demam, ruam merah, mata
berair dan merah, batuk serta pilek yang
dirasakan pasien diakibatkan oleh infeksi
mikroorganisme (baik virus, bakteri maupun
parasit). Demam terjadi karena adanya suatu
zat yang dikenal dengan nama pirogen. Pirogen
eksogen (produk mikroorganisme seperti
toksin atau mikroorganisme seutuhnya) dan
pirogen endogen yang merupakan pirogen
yang berasal dari dalam tubuh pasien (IL-1, IL6, TNF-α, dan IFN) yang akan merangsang
endotelium hipotalamus untuk membentuk
prostaglandin kemudian akan meningkatkan
patokan termostat di pusat termoregulasi
hipotalamus.17
Pada pasien, demam terjadi akibat
infeksi virus dan bakteri, hal ini diketahui
berdasarkan gejala pada saat suhu tidak juga
turun dan gejala saluran nafas masih terus
berlangsung, dapat diduga adanya karena
bakteri yang telah mengadakan invasi pada sel
epitel yang telah dirusak oleh virus.17,18
Virus tersebut akan menginfeksi epitel
saluran nafas dan konjungtiva, yang akan
menyebabkan nekrosis pada satu sampai dua
lapis sel, menimbulkan manifestasi klinis dari
sistem saluran nafas diawali dengan keluhan
batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang
tampak merah. Respon imun yang terjadi ialah
proses peradangan epitel pada sistem saluran
pernafasan yang selanjutnya diikuti dengan
keluhan saluran pencernaan.17,18
Berdasarkan World Health Organization
(WHO) tahun 2009, kriteria Morbili ditandai
dengan gejala awal demam tinggi yang dimulai
10-12 hari setelah pajanan terhadap virus, dan
bertahan selama 4-7 hari, Koriza, batuk dan
konjungtivitis, bercak Koplik pada mukosa
bukal pada stadium inisial, ruam biasanya pada
muka dan leher menyebar ke tangan dan kaki,
kemudian menetap selama 5 hingga 6 hari dan
kemudian menghilang. Adapun menurut Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2004, Stadium
prodromal berlangsung 2-4 hari, ditandai
demam yang diikuti batuk dan pilek, faring
merah, nyeri menelan, stomatitis, dan
konjungtivitis. Stadium erupsi ditandai dengan
timbulnya ruam makulo-papular yang bertahan
selama 5-6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari
batas rambut belakang telinga, kemudian
menyebar ke wajah, leher, dan akhirnya ke
ekstermitas.
Stadium
penyembuhan
(konvalesens) setelah 3 hari ruam berangsurangsur menghilang sesuai urutan timbulnya.
Ruam
kulit menjadi
kehitaman
dan
mengelupas.18
Pasien campak tanpa penyulit dapat
berobat jalan. Anak harus diberikan cukup
cairan dan kalori, sedangkan pengobatan
bersifat asimtomatik dengan pemberian
antipiretik, antitusif, ekspektoran, dan
antikonvulsan bila diperlukan. Sedangkan
campak dengan penyulit perlu dirawat inap. 18
Pasien mendapatkan imunisasi campak
pada saat berusia 10 bulan. Berdasarkan
Pedoman Imunisasi IDAI 2009, jumlah
pemberian imunisasi campak diberikan
sebanyak 1 kali di usia 9 bulan. Dianjurkan,
pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain
karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia
9 bulan, penyakit campak umumnya
menyerang anak usia balita. Jika sampai 12
bulan belum mendapatkan imunisasi campak,
maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi
MMR.18
Pemberian
Paracetamol
sebagai
antipiretik dirasa sudah tepat dengan dosis 10
mg/kgBB tiap kali pemberian, dapat diberikan
3-4 kali sehari. Pada pasien diberikan: dosis x
berat badan= 10 mg/kgBB x 11 kg = 110 mg, 34 x/hari. Sediaan Paracetamol sirup adalah 120
mg/5ml, jadi pada 1 sendok takar sebanyak 5
ml atau 1 sendok teh terdapat 120 mg
Paracetamol. Pada pasien ini diberikan
Paracetamol sirup dengan dosis 4x1 sendok
takar.19
Ranitidin adalah antagonis kompetitif
reversibel reseptor histamin pada sel parietal
mukosa lambung, oleh karena itu ranitidin
efektif menghambat sekresi asam lambung.
Bioavailabilitas ranitidin peroral sekitar 50%.
Kadar puncak rata-rata dalam darah setelah 23 jam. Waktu paruh eliminasinya 2,5-3 jam.
Ranitidin dieliminasi terutama melalui eksresi
ginjal. Pemberian ranitidin pada pasien ini
sudah tepat karena terdapat muntah berisi
makanan sebanyak dua kali, masing-masing
sebanyak satu gelas belimbing (peningkatan
asam lambung dan gastroesofageal reflux).19
Penatalaksanaan pemberian cefadroksil
dirasa tidak tepat karena menurut IDAI tahun
J Medula Unila|Volume 7|Nomor 1|Januari 2017 |65
Selvia dan Anggraeni| Morbili pada Anak Laki-laki Usia 31 Bulan dengan Riwayat Imunisasi Campak pada Usia 10 Bulan
2009
pada pengobatan Morbili tidak
dianjurkan menggunakan antibiotik jika tidak
terdapat komplikasi. Komplikasi yang biasanya
timbul adalah bronkopnemoni dan antibiotik
yang digunakan untuk pasien penderita morbili
dengan bronkopnemoni adalah kloramfenikol
75 mg/Kgbb/hari dan Ampisilin 100
mg/Kgbb/hari selama 7-10 hari.20
Pasien tidak diberikan vitamin A pada
kasus ini. Menurut IDAI 2009, vitamin A
100.000 IU peroral diberikan satu kali, apabila
terdapat malnutrisi dilanjutkan 1500 IU/hari.
WHO merekomendasikan dosis pemberian
vitamin A yaitu bayi usia kurang 6 bulan
diberikan 50.000 IU, 100.000 IU untuk usia 6
bulan sampai dengan 1 tahun dan 200.000 IU
untuk usia lebih dari 1 tahun. Vitamin A
merupakan mikronutrien penting yang
diperlukan untuk fungsi kekebalan tubuh
spesifik maupun non spesifik.21,22
Melihat follow up pasien mengalami
kemajuan dari hari sebelumnya, maka
prognosis pada pasien ini dalam hal quo ad
vitam adalah dubia ad bonam yaitu dilihat dari
kesehatan dan tanda-tanda vitalnya yang
masih baik. Quo ad functionam adalah dubia
ad bonam karena pasien masih bisa bermain
dan makan per oral setelah sembuh.22
Simpulan
Diagnosis dari pasien ini adalah morbili
dengan riwayat imunisasi campak pada usia 10
bulan. Pedoman pemberian imunisasi Campak
pada balita diberikan satu kali pada usia 9
bulan mengingat antibodi campak balita yang
berasal dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini
meliputi edukasi kepada orang tua pasien
mengenai penyakit yang diderita pasien dan
komplikasi
penyakit
serta
pemberian
medikamentosa berupa infus D5 ¼ NS 500
11. varicella vaccine in healthy children: a
systematic review and meta-analysis of
immunogenicity and safety. Medicine
(Baltimore). 2015; 94(44):e1721.
12. Ranuh IGN, Hariyono S, Rezeki S, Cissy
B,
Ismoedijanto,
Soedjatmiko.
Pedoman Imunisasi di Indonesia.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia;
2011.
13. Annee.
Expanded
program
on
immunization. standardization of the
nomenclature for describing the genetic
J Medula Unila|Volume 7|Nomor 1|Januari 2017 |66
cc/12 jam, Paracetamol sirup 4x1 cth, ranitidin
3x¼ tablet, Oxomemazine sirup 3x1 cth, Apialys
sirup 2x1 cth, Cefadroxil sirup 2x5 ml.
Daftar Pustaka
1. Subangkit. Kejadian Luar Biasa Campak di
Indonesia tahun 2007. CDK. 2012;
39(3):192-3.
2. World Health Organization [internet].
Geneva: World Health Organization; 2009
[diakses tanggal 26 Agustus 2016].
Tersedia dari :
http://www.who.int/mediacentrefachshe
etsfs286/en/.
3. Hamborsky J, Kroger A, Wolfe A, editors.
Epidemiology and prevention of vaccinepreventable deseases. Edisi ke-13. USA:
U.S. Departement of health and human
services centers for desease control and
prevention; 2015.
4. Cherry J.D. Measles Virus. Dalam: Feigin,
Cherry, Demmler, Kaplan, editors.
Textbook of Pediatrics Infectious Disease.
Edisi ke-5. Philadelphia. Saunders; 2004.
5. De Vries RD , Duprex WP, De Swart RL.
Morbillivirus Infections: An Introduction.
Viruses. 2015; 7(2):699-706.
6. Nelson, Behrman, Kiegman, Arvin. Ilmu
Kesehatan Anak. Edisi Ke 15. Jakarta: EGC;
2012.
7. Arvin, Klirgman B. Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta: EGC; 2007.
8. Soedarmo S, Garna H, Rezeki S, Irawan HS.
Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.
Jakarta: IDAI; 2010.
9. Feigin. Textbook of Pediatric Infectious
Diseases. Edisi ke-5. Philadelphia: WB
Saunders; 2004.
10. Ma SJ, Li X, Xiong YQ, Yao AL, Chen Q.
Combination
measles-mumps-rubellacharacteristics of wild type measles
viruses (Update). Weekly Epidemiological
Report 2001; 32: 241-8.
14. Ngaovithunvong V, Wanlapakorn N,
Tesapirat L, Suratannon N, Poovorawan Y.
Mumps antibody in the Thai population 17
years after the universal measles mumps
rubella vaccination program. J Infect Dev
Ctries. 2016; 10(7):735-40.
15. Jadwal pemberian Imunisasi Umur 0-18
Tahun. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2014.
Selvia dan Anggraeni| Morbili pada Anak Laki-laki Usia 31 Bulan dengan Riwayat Imunisasi Campak pada Usia 10 Bulan
16. Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia [internet]. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia; 2007
[diakses tanggal 26 Agustus 2016].
Tersedia dari: http://www.depkes.go.id.
17. Dinarello CA and Gelfand JA. Fever and
Hyperthermia. Dalam: Kasper DL, editor.
Harrison’s Principle Of Internal Medicine.
Edisi ke-16. Singapore: The McGraw Hill
Company; 2005.
18. Pedoman Penatalaksanaan Medis. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2009.
19. Garna H, Chaerulfatah A, Azhali MS,
Setiabudi D. Morbili (campak, rubeola,
measles). Dalam: Garna H, Melinda HDN,
editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi
Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-3. Bandung:
20.
21.
22.
23.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD;
2005. hlm 234-6.
Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC.
Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi ke-2.
Jakarta: Widya Medika; 2001.
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di
Rumah Sakit Jakarta: World Health
Organization; 2009.
Zakiudin Munasir. Pengaruh Suplementasi
Vitamin A Terhadap Campak. Sari Pediatri.
2000; 2(2):72-6.
Vitamin A Supplements—A Guide to Their
Usein The Treatment and Prevention of
Vitamin A Deficiency and Xerophthalmia.
Geneva: WHO; 1997.
J Medula Unila|Volume 7|Nomor 1|Januari 2017 |67
Download