1 Pengaruh Jenis Alkohol terhadap Komponen

advertisement
Pengaruh Jenis Alkohol terhadap Komponen-Komponen Terekstrak
pada In-Situ Ekstraksi Dedak Padi
Budiono S., Faisal Resa, Orchidea R., dan M. Rachimoellah
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Kampus ITS, Sukolilo, Surabaya, 60111. Telp. 62-31-5946240; Fax. 62-31-5999282.
Email: [email protected]
Abstrak
In-situ esterifikasi adalah metode yang dikembangkan untuk menghasilkan monoester
dari minyak berkandungan asam lemak bebas tinggi. Pada in-situ esterifikasi, ekstraksi
minyak dan reaksi esterifikasi dilakukan secara simultan. Alkohol pada in-situ
esterifikasi berfungsi sebagai solvent pengekstrak komponen-komponen minyak dan
sebagai pereaksi pada reaksi esterifikasi. Penerapan metode ini pada proses pembuatan
biodiesel diharapkan mengurangi biaya produksi karena penghilangan tahap ekstraksi
minyak konvensional. In-situ ekstraksi merupakan salah satu tahapan proses in-situ
esterifikasi. Tahapan ini sama dengan in-situ esterifikasi tetapi tanpa penambahan
katalis. Tanpa kehadiran katalis, campuran liquida tidak akan menghasilkan fatty acid
alkyl ester (FAAE) diakhir proses. Penelitian ditekankan pada pengaruh jenis alkohol
dan kandungannya terhadap komponen terekstrak dalam dedak padi khususnya free
fatty acid (FFA). Pengaruh waktu penyimpanan dedak padi terhadap peningkatan
kandungan FFA juga turut diteliti dalam penelitian ini. Dedak padi varietas Memberano
dari Desa Kauman, Kecamatan Turi, Kabupaten Lamongan digunakan sebagai bahan
dasar penelitian. Secara garis besar prosedur penelitian dibagi dalam tiga tahap, yaitu:
in-situ ekstraksi, dimana dedak diekstraksi menggunakan solvent alkohol pada suhu
operasi sedikit dibawah titik didihnya. Jenis alkohol yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Metanol (MeOH) dan Etanol (EtOH), keduanya berkemurnian tinggi (99%)
dan teknis (96%). Selanjutnya tahap pemisahan, dimana residu dedak padi dikeringkan
pada suhu kamar, ±24 jam dan diekstraksi soxhlet menggunakan n-hexan untuk
memperoleh minyak residual. Tahap akhir adalah tahap analisa. Analisa komponenkomponen dedak padi secara kualitatif menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT)
dengan pelarut campuran n-hexan/ethyl asetat/asam asetat = 80:20:1 (v/v/v). Metode
KLT-densitometri dilakukan lebih lanjut untuk mengetahui kandungan FFA secara
kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan MeOH (99%) adalah solvent yang selektif
mengekstrak FFA sehingga diharapkan sesuai untuk in-situ esterifikasi dedak padi.
Waktu penyimpanan dedak padi meningkatkan kandungan FFA dalam dedak padi.
Penyimpanan dedak padi selama 3 bulan dalam wadah tertutup pada suhu kamar akan
meningkatkan kandungan FFA dedak hingga 45,76%-b. Analisa komponen-komponen
lain dedak padi (parsial glyserida, wax dan gum) perlu dilakukan untuk mengetahui
phenomena lengkap antara pengaruh jenis alkohol terhadap komponen-komponen dedak
padi terekstrak.
Kata kunci : in-situ esterifikasi, minyak mentah dedak padi, asam lemak bebas/FFA
1. Pendahuluan
Dedak merupakan produk samping penggilingan gabah menjadi beras. Selama ini,
dedak hanya dimanfaatkan sebagai makanan ternak dan unggas selebihnya dipakai
untuk bahan abu gosok atau dibiarkan begitu saja (Adi, Nurdiansyah, dkk, 2003).
1
Melihat besarnya jumlah produksi dedak padi dan belum maksimalnya pemanfaatan
dedak padi di Indonesia maka dilakukan penelitian mengenai dedak padi untuk
meningkatkan nilai ekonomi dedak itu sendiri. Minyak dedak diperoleh dari ekstraksi
dedak dengan pelarut volatile, umumnya n-hexan. Peningkatan kandungan asam lemak
bebas secara cepat pada minyak karena adanya lipase aktif setelah proses penggilingan
menyebabkan minyak dedak padi tidak dapat digunakan sebagai edible oil. Salah satu
pemanfaatan minyak dedak padi yang sedang dikembangkan saat ini adalah sebagai
bahan baku pembuatan biodiesel.
In-situ esterifikasi adalah metode yang dikembangkan untuk menghasilkan
monoester dari minyak berkandungan asam lemak tinggi. Pada in-situ esterifikasi,
proses ekstraksi minyak dan reaksi esterifikasi dilakukan secara simultan. Penggunaan
alkohol berfungsi sebagai solvent pengekstrak komponen- komponen minyak sekaligus
sebagai reaktan pada reaksi esterifikasi. Metode ini mampu mengurangi biaya produksi
biodiesel karena tahap ekstraksi minyak konvensional dihilangkan (Özgul dkk., 2003).
Walaupun metode in-situ esterifikasi menawarkan berbagai keuntungan, namun metode
ini bergantung pada jenis alkohol yang digunakan sehingga pemilihan jenis alkohol
perlu diteliti lebih mendalam. Penelitian ditekankan pada pengaruh jenis alkohol dan
kandungannya terhadap komponen terekstrak dalam dedak padi khususnya free fatty
acid (FFA). Selain itu, diteliti pula pengaruh waktu simpan dedak padi terhadap
peningkatan kandungan FFA. Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan untuk
mengetahui ada-tidaknya hubungan antara komponen dedak padi terekstrak pada in-situ
ekstraksi terhadap peningkatan konversi FAAE pada reaksi in-situ esterifikasi di tahap
penelitian selanjutnya.
2. Minyak Dedak Padi
Minyak dedak padi adalah minyak berkandungan gizi tinggi karena mengandung asam
lemak, komponen-komponen aktif biologis, dan antioksidan (oryzanol, tocopherol,
tocotrienol, phytosterol, polyphenol dan squalene) (Goffman dkk., 2003 dan Özgul
dkk., 1993). Minyak mentah dedak padi sulit dimurnikan karena tingginya kandungan
asam lemak bebas dan senyawa tak tersaponifikasikan berwarna gelap (Bhattacharyya
dkk., 1983). Kandungan asam lemak bebas 4-8%-b tetap diperoleh walaupun dedak padi
diekstrak sesegera mungkin. Peningkatan asam lemak bebas secara cepat terjadi karena
adanya lipase aktif dalam dedak, karena alasan tersebut minyak dedak padi tidak dapat
digunakan sebagai edible oil. Tabel 1 menunjukkan karakteristik minyak mentah dedak
padi menurut Adi, Nurdiansyah, dkk, 2003.
Tabel 1. Karakteristik minyak mentah dedak (Adi, Nurdiansyah, dkk, 2003).
Parameter
Nilai
Titik Nyala (°F)
450
Titik Bakar (°F)
670
Spesifik gravity
0‚920 - 0‚925
Bilangan Penyabunan (mg/g)
183 - 194
Bilangan Iodin (g/100g)
99 - 108
% FFA (asam oleat)
5 -80
3. In-situ Esteri fi kasi
In-situ esterifikasi adalah metode yang dikembangkan untuk menghasilkan monoester
dari minyak berkandungan asam lemak bebas tinggi. Pada in-situ esterifikasi, proses
2
ekstraksi minyak dan reaksi esterifikasi dilaksanakan secara simultan. Alkohol pada
metode ini berfungsi sebagai solvent pengekstrak komponen-komponen minyak dan
sebagai pereaksi pada reaksi esterifikasi. Penggunaan metode ini pada produksi
biodiesel dapat mengurangi biaya karena tahap ekstraksi minyak konvensional
dihilangkan (Özgul dkk., 2003). In-situ ekstraksi merupakan salah satu tahapan proses
in-situ esterifikasi. Tahapan ini sama dengan in-situ esterifikasi tetapi tanpa
penambahan katalis. Tanpa kehadiran katalis, campuran liquida tidak akan
menghasilkan fatty acid alkyl ester (FAAE) diakhir proses.
Özgul dkk., 1993, dalam penelitiannya mempelajari pengaruh jenis alkohol
(methanol dan ethanol) terhadap reaksi in-situ esterifikasi minyak dedak padi berkatalis
asam sulfat. Selain itu, dipelajari pengaruh jumlah katalis dan kandungan free fatty acid
(FFA) minyak dedak padi terhadap produk reaksi (FAAE). Hasil penelitian
menunjukkan perlunya penggunaan katalis (asam sulfat) untuk mengubah asam lemak
menjadi methyl ester. In-situ esterifikasi berkatalis asam sulfat mengesterifikasi
sebagian besar FFA terlarut dalam methanol (MeOH), sedangkan semua trigliserida
(TG) dan wax ester tertinggal dalam dedak padi. Jumlah methyl ester yang dihasilkan
dari tergantung pada kandungan FFA minyak. Konversi methyl ester meningkat dengan
meningkatnya kandungan FFA minyak.
Sejumlah kecil asam lemak dan TG tidak terkonversi menjadi ester bahkan
setelah 4 jam pada in-situ esterifikasi dengan ethanol (EtOH). Ethyl ester pada fase
EtOH berkandungan FFA 6-7%. Tidak seperti pada penggunaan MeOH sebagai solvent,
jumlah minyak residual dan prosentase minyak terkonversi menjadi ethyl ester tidak
tergantung pada kandungan FFA minyak dedak padi. Hal ini disebabkan kelarutan
komponen minyak dalam EtOH jauh lebih besar dibandingkan pada MeOH. Hasil ester
yang lebih murni memungkinkan untuk diperoleh pada in-situ esterifikasi dengan
MeOH karena MeOH selektif melarutkan asam lemak.
Sevil Özgul-Yücel and Selma Türkay, 2003, meneliti ekstraksi dan reaksi in-situ
esterifikasi minyak dedak padi dengan EtOH dengan mempelajari pengaruh kandungan
FFA minyak, kadar EtOH, dan jenis monohydroxy alkohol yang digunakan. Pengaruh
kadar EtOH diteliti dengan menggunakan EtOH 96% dan 99,1% pada dedak padi
berkandungan FFA rendah (13,5%) dan tinggi (85,6%). Hasil penelitian menunjukkan
minyak berkandungan FFA rendah, saat kadar EtOH meningkat, jumlah minyak total
dan minyak murni terlarut dalam alkohol meningkat. Hasil tersebut menyatakan
selektivitas asam lemak dalam ethanol 96% lebih tinggi dibandingkan dengan EtOH
(99,1%) namun kandungan ethyl ester yang didapatkan dengan EtOH (99,1%) lebih
tinggi dibandingkan dengan yang didapat dari EtOH (96%).
Pengaruh jenis monohydroxy alkohol terhadap in-situ esterifikasi dan ekstraksi
diteliti menggunakan dedak padi berkandungan 74-80% FFA menggunakan MeOH,
EtOH (96 dan 99,1%), n-propanol, isopropanol, dan n-butanol. Hasil penelitian
menunjukkan lebih dari 90% FFA dedak padi terlarut dalam alkohol selama proses
ekstraksi tanpa memperhatikan jenis alkohol dan kelarutan minyak murni dalam alkohol
meningkat dengan meningkatnya BM alkohol.
4. Bahan dan Metodologi Penelitian
4.1 Bahan Penelitian
Penelitian menggunakan dedak padi varietas Memberano dari Desa Kauman Kecamatan
Turi Kabupaten Lamongan. MeOH 99,9% dan 96%, EtOH 99,8% dan 96% dipilih
3
sebagai variabel jenis dan kadar alkohol. Pelarut dan reagen lain yang digunakan dalam
penelitian adalah analytical grade.
4.2 Metodologi Penelitian
Secara garis besar prosedur penelitian dibagi dalam tiga tahap, yaitu: in-situ ekstraksi,
tahap pemisahan dan tahap analisa. Pada tahap pemisahan, residu dedak padi
dikeringkan pada suhu kamar, ±24 jam dan selanjutnya diekstraksi secara soxhlet
menggunakan n-Hexan untuk memperoleh minyak residual. Analisa kualitatif
komponen dedak padi digunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan pelarut
campuran n-hexane/ethyl asetat/asam asetat = 80:20:1 (v/v/v). KLT-densitometri
dilakukan lebih lanjut untuk mengetahui kandungan FFA minyak secara kuantitatif.
Skematik metodologi penelitian ditampilkan pada Gambar 1.
TAHAP IN SITU
5O g dedak padi
In-situ ekstraksi (200 mL methanol, 2 jam)
Penyaringan dengan pompa vakum
Extracted oil
TAHAP PEMISAHAN
Solid Residue (dedak padi)
Pengeringan suhu kamar (± 1 hari)
Soxhlet ekstraksi
(250 mL n-hexane, 1-2 jam)
Residual oil
Analisa kualitatif FFA secara KLT
TAHAP ANALISA
Analisa kuantitatif FFA
secara KLT-densitometri
Gambar 1. Tahap penelitian in-situ ekstraksi dedak padi
 Perlakuan bahan baku. Bahan baku dedak padi disimpan pada suhu ruangan
(±30oC) dalam wadah plastik tertutup rapat (dibungkus dengan plastic wrap) untuk
menjaga kelembaban dedak padi selama penyimpanan.
 In-situ ekstraksi. 50 g dedak padi diekstraksi dalam two neck round bottom flask
menggunakan 200 mL alkohol selama 2 jam pada suhu konstan (sedikit di bawah
boiling point alkohol yang digunakan) disertai pengadukan berkecepatan 300 rpm
(meggunakan motor berpengaduk blade).
 Pemisahan produk hasil in-situ ekstraksi. Produk hasil in-situ ekstraksi disaring
dengan pompa vakum untuk memisahkan minyak terekstrak dari solid residue-nya.
Solid residue dicuci menggunakan alkohol sejenis sebanyak tiga kali (3x100 mL),
4
dikeringkan pada suhu kamar selama ± 1 hari dan selanjutnya diekstraksi secara soxhlet
untuk memperoleh residual oil (Ozgul, Sevil dan Selma Turkay, 1993).
 Penentuan FFA initial. Kandungan FFA dalam minyak terekstrak maupun dalam
residual oil dilakukan secara titrasi sesuai dengan AOCS Official Method. Nilai FFA
initial didapatkan dari hasil titrasi minyak secara soxhlet menggunakan 250 mL n-hexan
selama 2 jam.
 Analisa kualitatif secara KLT. Masing-masing minyak hasil ekstraksi diambil
sebanyak 50 µL, disimpan dalam botol berisi 2 mL aquadest dan 2 mL n-hexane.
Larutan dikocok, didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas (fase organik/nhexane) diambil 1 µL, ditotolkan pada lempeng KLT, dielusikan pada sistem solvent nhexane/ethyl asetat/asam asetat (80:20:1, v/v/v). Spot yang terbentuk divisualisasikan
dengan uap iodine. Hasil elusi sampel dibandingkan nilai Rf-nya dengan komponen
standard. Analisa kuantitatif komponen-komponen lebih lanjut dilakukan menggunakan
KLT-densitometer.
5. Hasil Penelitian dan Pembahasan
 Karakteristik Minyak Dedak Padi dan Pengaruh Waktu Penyimpanan Dedak
Padi terhadap Peningkatan FFA
Karakteristik minyak dedak padi hasil penelitian (soxhlet ekstraksi) ditampilkan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Minyak Dedak Padi
Karakteristik
Densitas (g/mL)
Bil. Penyabunan (mg/g)
% FFA (asam oleat)
Warna
Hasil penelitian
0.89
179.17
34.49 – 45.76
Hijau kecoklatan
Hasil penelitian
(Adi, Nurdiansyah dkk., 2003)
0‚920 - 0‚925
183 - 194
5 -80
-
Minyak hasil penelitian (soxhlet ekstraksi) memiliki karakteristik berbeda dengan
literatur (Adi, Nurdiansyah dkk., 2003). Minyak dedak padi mengandung trigliserida
(TG) relatif lebih rendah dibanding minyak sayuran lain (vegetable oils) dan
mengandung parsial gliserida, glikolipid, wax ester, dan senyawa tak tersaponifikasikan
yang tinggi. Kehadiran komponen-komponen tersebut mempengaruhi sifat fisik dan
kimia minyak dedak padi, sebagai contoh parsial gliserida, wax ester, dan senyawa tak
tersaponifikasikan menyebabkan viskositas minyak dedak padi dua kali viskositas
minyak sayuran pada umumnya (Kaimal dkk., 2002). Wax dalam minyak dedak padi
sangat sulit untuk dipisahkan, wax meyebabkan kekeruhan minyak (tidak didapatkan
hasil minyak yang jernih) (Ju dkk., 2005). Peningkatan viskositas minyak mentah dedak
padi juga dikarenakan adanya kandungan monoglyserida (MG) dalam minyak (Kaimal
dkk, 2002). Perbedaan karakteristik tersebut dimungkinkan berbedanya varietas padi
yang digunakan. Penelitian ini menggunakan varietas Memberano sedangkan Adi,
Nurdiansyah dkk., 2003, menggunakan IR-64. Selain itu, perbedaan komposisi masingmasing komponen minyak dedak padi turut mempengaruhi karakteristik minyak yang
dihasilkan.
Pengaruh waktu simpan dedak padi terhadap kandungan FFA-nya dipelajari
dengan memvariasikan waktu penyimpanan (1, 2, dan 3 bulan). Waktu simpan mulai
dihitung saat pembelian dedak padi dari tempat penggilingan di Desa Kauman
Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan. Dedak padi disimpan pada suhu ruangan
5
(±30oC) dalam wadah tertutup untuk menjaga kelembaban dedak padi. Terjadinya
peningkatan kandungan FFA disebabkan adanya enzim lipase dalam dedak padi. Enzim
lipase mulai aktif saat penggilingan padi dan laju peningkatan FFA-nya bergantung
pada kondisi lingkungan. Dedak padi mengandung beberapa jenis enzim Lipase bersifat
spesifik yang memutus ikatan 1, 3 pada TG menjadi FFA dan MG (Ju dkk., 2005). Oleh
sebab itu penundaan antara penggilingan padi dan proses ekstraksi meyebabkan
terjadinya hidrolisa minyak sehingga meningkatkan kandungan FFA dalam minyak.
Pengaruh waktu simpan dedak terhadap kandungan FFA minyak ditampilkan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Pengaruh waktu simpan terhadap kandungan FFA
Waktu simpan
(Bulan)
FFA (%-b)
1
36.49
2
43.32
3
45.76
 Pengaruh Jenis dan Kadar Alkohol terhadap Kelarutan FFA
Jenis alkohol yang sesuai untuk in-situ esterifikasi adalah alkohol dengan yield minyak
besar dan selektif terhadap FFA. Jenis alkohol yang digunakan dalam penelitian ini
adalah MeOH (99,9% dan 96%) dan EtOH (99,8% dan 96%). Hasil penelitian
ditabelkan sebagai berikut :
Tabel 4. Hasil extracted oil (g) dan residual oil (g)
Waktu
Simpan
1 Bulan
2 Bulan
3 Bulan
Jenis Alkohol
Suhu In-situ
Ekstraksi
(oC)
MeOH 99.9%
64
MeOH 96%
64
EtOH 99.8%
Extracted Oil
Berat
Yield
(g)
(%)
Residual Oil
Berat Yield
(g)
(%)
7.51
15.01
1.87
3.74
4.55
9.09
4.12
8.25
76
12.99
25.99
6.10
12.21
EtOH 96%
76
12.82
25.63
2.40
4.81
MeOH 99.9%
64
5.54
11.09
7.51
2.41
MeOH 96%
64
10.66
10.64
4.55
4.07
EtOH 99.8%
76
10.66
21.33
12.99
2.90
EtOH 96%
76
7.49
14.98
12.82
11.09
MeOH 99.9%
64
6.27
12.55
2.82
5.65
MeOH 96%
64
6.80
13.59
3.13
6.26
EtOH 99.8%
76
5.91
11.82
1.97
3.94
EtOH 96%
76
2.60
5.19
0.95
1.91
FFA
(%-b)
34.49
43.32
45.76
Data hasil penimbangan extracted oil dan residual oil pada Tabel 4
menunjukkan bahwa yield extracted oil tidak bisa dijadikan dasar pemilihan jenis
alkohol, contoh: yield minyak pada EtOH (99.8%), 1 bulan penyimpanan mencapai
25.99% sedangkan kadar minyak bahan baku dedak padi hanya 16.17%. Hal ini
disebabkan kurang sempurnanya proses pemisahan pelarut. Kesulitan pemisahan pelarut
6
dari minyak itu sendiri disebabkan adanya kandungan wax dalam minyak mentah dedak
padi yang sangat sulit dihilangkan. Wax tersebut bersifat hidrofilik (suka air) sehingga
cenderung larut dalam air dan meyebabkan tidak sempurnanya pemisahan pelarut.
Selain itu, minyak mentah dedak padi dapat mengikat airnya sendiri atau lebih banyak
air dalam bentuk emulsi stabil karena adanya komponen-komponen minyak
bertegangan permukaan tinggi. Komponen-komponen minyak dedak padi yang berdaya
affinitas tinggi terhadap air adalah glikolipid, phosphatid, MG, dan wax ester. Wax ester
berdaya affinitas di sisi amphiliknya. Berdasarkan struktur yang dimiliki, wax umumnya
hidrofobik terhadap air. Akan tetapi, secara alami wax dapat bersifat hidrofilik karena
adanya interaksi komplek antara wax dengan komponen-komponen hidrofilik minyak
lainnya (Kaimal dkk., 2002).
Trigliserida
FFA
1
2
3 4
(A)
1
5
2
3 4
(B)
5
Gambar 2. Kromatogram KLT hasil in-situ ekstraksi dengan pelarut: (A) methanol dan
(B) ethanol; waktu penyimpanan dedak padi 1 bulan. Garis (1) standard; (2) extracted
oil alkohol teknis; (3) residual oil alkohol teknis; (4) extracted oil alkohol p.a; (5)
residual oil alkohol p.a.
Gambar 2 garis (5A) terlihat bahwa residual oil MeOH p.a (99,9%) hanya
mengandung TG sedangkan pada garis (5B), residual oil EtOH p.a (99,8%), selain spot
TG juga terlihat spot FFA. Kedua garis tersebut, Gambar 2 garis (5A) dan (5B),
menyatakan pelarut MeOH hanya melarutkan FFA sedangkan TG dan komponen polar
minyak lainnya (gliserida, phospholipid, dan glikolipid) tidak larut dan tetap tertinggal
dalam dedak padi. Tetapi, kelarutan TG dalam MeOH meningkat seiring dengan
ketersediaan FFA dalam medium. Semakin tinggi kandungan FFA dalam minyak dedak
padi maka kelarutan TG terhadap methanol semakin meningkat (Ozgul, Sevil, dan
Selma Turkay, 1993). Komponen larut EtOH antara lain FFA, TG, partial gliserida dan
sedikit wax ester. Kelarutan komponen-komponen minyak dalam EtOH jauh lebih
tinggi dibanding kelarutannya dalam MeOH (Ozgul, Sevil, dan Selma Turkay, 1993).
Kepolaran suatu senyawa sangat mempengaruhi kelarutannya dalam suatu
solvent. Gugus hidroksil (-OH) adalah gugus polar sehingga alkohol bersifat polar.
Makin banyak gugus -OH dalam suatu senyawa maka makin polar senyawa tersebut.
Alkohol bersuku rendah lebih mudah larut dalam pelarut polar daripada pelarut non
polar. Sedangkan rantai alkil (-R-) adalah gugus non polar, makin panjang rantai alkil
maka semakin tidak polar senyawa tersebut. Makin panjang rantai alkil suatu senyawa
maka kelarutannya dalam pelarut polar berkurang, sebaliknya makin mudah larut dalam
pelarut non polar (Purba, Michael, 1989).
7
Tabel 5. Konsentrasi FFA (g/mL) hasil in-situ ekstraksi
pada berbagai jenis pelarut dan waktu simpan (bulan)
Waktu
Simpan
MeOH (99,9%)
MeOH (96%)
EtOH (99,8%)
EtOH (96%)
Extracted
oil
residual
oil
Extracted
oil
residual
oil
Extracted
oil
residual
oil
Extracted
oil
residual
oil
1 bulan
0,271
0
0.082
0.543
0.130
0.229
0.194
0.140
2 bulan
0,125
0,402
0.220
0.461
0.293
0.351
0.455
0.415
3 bulan
0,385
0,686
0.093
0.435
0
0.087
0.373
0.086
Tabel 6. Komposisi FFA pada minyak terekstrak dan residual hasil in-situ ekstraksi
Waktu
Simpan
Jenis Alkohol
MeOH 99,9%
1 Bulan
Suhu
In-situ
Ekstraksi
(oC)
64
MeOH 96%
EtOH 99,8%
Minyak Terekstrak
FFA
(%-b)
34.487
76
EtOH 96%
MeOH 99,9%
2 Bulan
64
MeOH 96%
EtOH 99,8%
43.321
76
EtOH 96%
MeOH 99,9%
3 Bulan
64
MeOH 96%
EtOH 99,8%
45.757
76
EtOH 96%
Minyak residual
FFA
(g)
N-oil
(g)
FFA/
N-oil
FFA
(g)
N-oil
(g)
2.28
5.22
0.44
0
1.87
0.42
4.13
0.10
2.52
1.61
1.90
11.09
0.17
1.57
4.54
2.80
10.02
0.28
0.38
2.03
0.78
4.76
0.16
3.39
4.11
2.63
8.03
0.33
2.36
2.19
3.51
7.16
0.49
5.12
7.88
3.83
3.66
1.05
5.98
6.84
2.71
3.56
0.76
2.18
0.65
0.71
6.08
0.12
1.53
1.60
0
5.91
0
0.19
1.78
1.09
1.51
0.72
0.09
0.86
Rata-rata yield minyak terbesar pada EtOH (99,8%) namun selektifitas terhadap
FFA dihasilkan pada MeOH (99,9%), dibuktikan dengan konsentrasi FFA dalam
extracted oil terbesar pada MeOH (99,9%) (Tabel 5). In-situ esterifikasi memerlukan
FFA sebagai bahan bakunya karena FFA inilah yang akan dikonversikan menjadi fatty
acid alkyl ester (FAAE) atau biodiesel. Sehingga pemilihan jenis alkohol yang lebih
selektif tehadap FFA lebih disukai. MeOH (99,9%) dipilih sebagai alkohol yang sesuai
untuk in-situ esterifikasi, disebabkan MeOH lebih selektif melarutkan FFA daripada
EtOH. Pemanfaatan pelarut MeOH (99,9%) pada in-situ esterifikasi diharapkan
memberikan yield FAAE besar. Tabel 6. juga menunjukkan perbandingan antara FFA
dengan neutral oil (N-oil) terbesar didapatkan pada MeOH (99.9%), yang berarti
kelarutan rata-rata FFA dalam MeOH (99.9%) lebih besar daripada kelarutan N-oil. Noil disini adalah minyak netral yaitu komponen-komponen minyak dedak padi selain
FFA, seperti trigliserida, wax, parsial gliserida, phospholipid, glycolipid. Perbandingan
nilai antara FFA dengan neutral oil-nya menunjukkan selektifitas pelarut terhadap FFA
(Ozgul, Sevil dan Selma Turkay, 1993).
Reaksi in-situ esterifikasi memerlukan FFA sebagai komponen utama, sehingga
pemilihan jenis alkohol yang lebih selektif tehadap FFA akan lebih disukai. Hasil
8
penelitian menyarankan MeOH (99.9%) sebagai jenis alkohol yang sesuai untuk reaksi
in-situ esterifikasi disebabkan MeOH (99.9%) lebih selektif melarutkan FFA daripada
EtOH dan diharapkan akan menghasilkan yield FFA terbesar.
Data selektifitas Tabel 6, data pada waktu simpan 2 bulan memiliki
kecenderungan hasil yang berbeda dari data yang lain. Hal ini didukung pula oleh hasil
analisa varian (ANAVA) klasifikasi ganda antar pengaruh jenis alkohol dan waktu
simpan terhadap kandungan FFA terekstrak. Hasil ANAVA menunjukkan kedua
variabel tersebut tidak signifikan mempengaruhi konsentrasi FFA terekstrak. Namun
variabel jenis alkohol lebih berpengaruh terhadap konsentrasi FFA yang didapat di
bandingkan variabel waktu simpan. Ozgul, Sevil dan Selma Turkay (2003) mengetahui
bahwa konsentrasi FFA terekstrak turut dipengaruhi oleh kelarutan komponenkomponen lain minyak dedak padi. Sehingga analisa komponen-komponen minyak
selain FFA secara lengkap (trigliserida, wax, parsial gliserida, phospholipid, glicolipid)
diharapkan dapat memberikan phenomena ada-tidaknya hubungan antara komponenkomponen dedak padi terekstrak dengan peningkatan yield ester pada in-situ esterifikasi
dedak padi.
6. Kesimpulan
Hasil penelitian memberikan simpulan sebagai berikut: MeOH (99,9%) adalah alkohol
yang sesuai untuk in-situ esterifikasi; MeOH selektif melarutkan FFA minyak dedak
padi dibandingkan dengan EtOH; dan semakin lama waktu simpan dedak padi maka
kandungan FFA dalam minyak akan meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Nurdiansyah, dkk.,2003. ’Ekstraksi Minyak dari Dedak Padi dengan Pelarut n-Hexane’. Proceeding
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia. Yogyakarta.
Ju, Yi-Hsu, dkk., 2003. ‘Biodiesel from Rice Bran Oil’. Proceeding Seminar Nasional Teknik Kimia
Indonesia. Yogyakarta.
Ju, Yi-Hsu and Shaik Ramjan Vali, 2005. ‘Rice Bran Oil as Potential Resource for Biodiesel : A Review’.
J. Scientific & Industrial Research. 64: 866-882.
Morrison and Boyd, 1975. Organic Chemistry. 3rd. ed. Allyn & Bacon Inc. Boston.
Özgul-Yücel, Sevil and Selma Türkay, 1993. In Situ Esterification of Rice Bran Oil with Methanol and
Ethanol. J. Am. Oil Chem. Soc. 70:145-147.
Özgul-Yücel, Sevil and Selma Türkay, 2003. ‘FA Monoalkylesters from Rice Bran Oil by in situ
Esterification’. J. Am. Oil Chem. Soc. 80: 81-84
Rachmaniah, Orchidea, 2004. ‘Transesterifikasi Minyak Mentah Dedak Padi Menjadi Biodiesel Dengan
Katalis Asam’. Laporan thesis, Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS, Surabaya.
Rachmaniah, Orchidea, dkk., 2005. ‘A Preliminary Study of the Potensial of Rice Bran Oil as Biodiesel’.
Proceeding International Seminar & Exhibition Ecological Power Generation 2005, Jakarta.
Thengumpilil Narayana Balogopala Kaimal, Shaik Ramjan Vali, Bhamidipati Venkata Surya Koppeswara
Rao, Pradosh Prasad Chakrabarti, Penumarthy Vijayalakshmi, Vijay Kale, Karna Narayana
Prasanna Rani, Ongole Rajamma, Potula Satya Bhaskar, Turaga Chandrasekhara Rao, 2002.
Origin Problems Encountered in Rice Bran Oil Processing. Eur. J. Lipid Sci. Technol. 104:203211.
9
Download