TINJAUAN PUSTAKA CONTINUING MEDICAL EDUCATION CONTINUING MEDICAL EDUCATION Akreditasi IDI - 2 SKP Hiperkalsemia Mir’atul Ginayah, Harsinen Sanusi Subbagian Endokrinologi & Metabolik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/ Rumah Sakit Dr Wahidin Sudirohusodo, Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia PENDAHULUAN Tubuh orang dewasa mengandung 1–2 kg kalsium, lebih dari 99% terdapat di dalam tulang. Kalsium dalam tulang terikat dalam bentuk kristal hidroksiapatit. Selebihnya, terdapat di dalam sel dan cairan ekstraseluler. Kalsium ekstraseluler terdapat dalam tiga bentuk, yaitu kalsium terikat protein, terutama albumin (50%), bentuk bebas/terion (45%), dan bentuk kompleks terutama terikat fosfat, sitrat, bikarbonat dan laktat (5%).1-3 Ion kalsium berperan penting dalam fisiologi intraseluler maupun ekstraseluler. Ion kalsium intraseluler merupakan regulator penting fungsi sel, antara lain proses kontraksi otot, sekresi hormon, metabolisme glikogen dan pembelahan sel. Secara fisiologik, ion kalsium ekstraseluler berperan sebagai kofaktor pada proses pembekuan darah, misalnya untuk faktor VII, IX, X dan protrombin, memelihara mineralisasi tulang, berperan pada stabilisasi membran dengan berikatan pada lapisan fosfolipid, dan menjaga permeabilitas membran plasma terhadap ion natrium.2,4 Metabolisme kalsium diatur tiga hormon utama yaitu hormon paratiroid (PTH), kalsitonin dan hormon sterol (1,25 dihidroksikolekalsiferol/ vitamin D).5 Kadar kalsium normal 4–5,6 mg/dL (1–1,4 mmol/L). Dikatakan hiperkalsemia jika kadar kalsium serum >10,5 mg/dl atau kadar ion kalsium >1,33 mmol/L. Penyebab hiperkalsemia tersering adalah peningkatan resorpsi tulang osteoklastik dan absorpsi kalsium di saluran cerna.6, 7, 8 Dengan diperkenalkannya alat deteksi kadar kalsium serum sekitar tahun 70an, dan dengan pemeriksaan kadar kalsium rutin, diagnosis dini hiperparatiroidisme asimptomatik meningkat empat kali lipat, yang merupakan penyebab hiperkalsemia.9, 10,11 Diagnosis hiperkalsemia menjadi penting dan harus mendapat perhatian, karena kematian mencapai 50% pada penderita hiperkalsemia yang tidak diterapi dan harapan hidup penderita hiperkalsemia dengan keganasan < 3 bulan setelah diagnosis hiperkalsemia ditegakkan.8,12 C DK 1 8 4 / Vo l. 38 no. 3/A p r i l 2011 ETIOLOGI Terdapat tiga dasar mekanisme patofisiologi yang berkontribusi terhadap kejadian hiperkalsemia yaitu : peningkatan absorpsi kalsium dari traktus gastrointestinal, penurunan ekskresi kalsium ginjal, dan peningkatan resorpsi kalsium tulang.6,13 Hiperparatiroidisme primer Hiperparatiroidisme primer merupakan penyebab tersering hiperkalsemia. Didapatkan pada semua umur, lebih sering pada usia > 50 tahun. Kejadiannya mencapai 4/100.000 populasi per tahun dan wanita tiga kali lebih sering. Penyakit ini akibat peningkatan sekresi hormon paratiroid; tersering disebabkan oleh adenoma kelenjar paratiroid (85%) biasanya jinak dan soliter. Penyebab yang jarang yaitu hiperplasia keempat kelenjar paratiroid (15%) dan yang sangat jarang adalah karsinoma kelenjar paratiroid (<1%).14 Patofisiologi yang mendasari yaitu sekresi hormon paratiroid berlebihan yang berperan meningkatkan resorpsi tulang oleh osteoklas, meningkatkan absorpsi kalsium intestinal, dan meningkatkan reabsorpsi kalsium tubular ginjal. Sering pula dijumpai penurunan kadar fosfat serum karena PTH menghambat reabsorpsi fosfat pada tubulus proksimal.15 Umumnya hiperparatiroidisme primer asimptomatik. Peningkatan produksi hormon paratiroid menimbulkan kelainan tulang yang disebut osteitis fibrosa cystica, ditandai oleh resorpsi subperiosteal falang distal, kista tulang, dan tumor coklat di tulang-tulang panjang. Batu ginjal didapatkan pada 15-20% penderita hiperparatiroidisme, dan sebaliknya sekitar 5% penderita dengan batu ginjal mengalami hiperparatiroidisme. Batu ginjal paling sering terbentuk dari kalsium oksalat, dan merupakan faktor utama patogenesis hiperkalsiuria.15,16 Krisis hiperkalsemia merupakan kasus jarang, ditandai dengan kadar kalsium >15mg/dl dengan gejala hiperkalsemia berat. Mekanisme krisis tersebut belum jelas, tetapi dehidrasi, penyakit penyerta, dan mungkin infark dari suatu adenoma paratiroid pada beberapa penderita berperan.15 Sindrom hiperparatiroidisme familial Beberapa penelitian mendapatkan bahwa sekitar 10% hiperparatiroidisme primer adalah herediter. Bentuk tersering adalah Neoplasia Endokrin Multipel (MEN) tipe I (Sindrom Wermer), 95%. Bentuk lain yaitu MEN tipe IIA (Sindrom Sipple) dan Sindrom Rahang-hiperparatiroidisme.15,17 MEN-I disebabkan oleh mutasi autosom dominan gen menin pada kromosom11. Ditandai oleh tumor paratiroid, hipofisis anterior dan pankreas. MEN-IIA bersifat autosom dominan dengan mutasi gen pada RET proto-oncogene. Ditandai dengan perkembangan karsinoma tiroid medulare dan feokromositoma.17,18 Hiperparatiroidisme tersier Terjadi akibat perlangsungan hiperparatiroidisme sekunder, seperti penderita penyakit ginjal tahap akhir, defisiensi vitamin D, dan resistensi vitamin D. Kelenjar paratiroid akan mengalami hiperplasia dan mengakibatkan sekresi berlebihan PTH secara otonom sehingga mengakibatkan hiperkalsemia.15,17 Intoksikasi vitamin D Konsumsi kronik vitamin D 50-100 kali kebutuhan normal vitamin D (>50.000–100.000U/hari), mengakibatkan hiperkalsemia bermakna.Asupan vitamin D maksimal yang direkomendasikan yaitu 2000 IU/hari. Kelebihan Vitamin D meningkatkan absorpsi kalsium intestinal dan jika berat meningkatkan resorpsi tulang.19 Pada penyerapan vitamin D (yang diubah dari 25(OH)vitamin D di hati) atau 25-(OH)vitamin D itu sendiri, kalsitriol terlepas dari ikatan dengan protein, meningkatkan kadar kalsitriol bebas. Peningkatan ini menyebabkan hiperkalsemia karena peningkatan absorpsi kalsium intestinal dan peningkatan resorpsi tulang. Mekanisme ini terjadi pula pada pemakaian vitamin D analog topikal, kalsipotriol, serta pemakaian pada beberapa kelainan kulit.15,19 Penyakit granulomatous Semua penyakit granulomatous dapat menyebabkan hiperkalsemia, namun demikian sarkoidosis paling sering dihubungkan dengan hiperkalsemia.15 191 Faktor risiko hiperkalsemia pada sarkoidosis meliputi insufisiensi ginjal, peningkatan asupan vitamin D, dan peningkatan paparan matahari. Peningkatan absorpsi di saluran cerna karena tingginya kadar kalsitriol. Dilaporkan juga produksi Parathyroid Hormonerelated Protein (PTHrP) oleh granuloma pada penderita sarkoidosis. 20 ke tulang pada tumor-tumor padat. Keganasan yang sering bermetastasis ke tulang yaitu keganasan payudara, prostat dan paru.4 Metastasis tulang paling sering adalah destruksi jaringan tulang (tipe osteolitik), berakibat fraktur patologik, nyeri tulang (80%) dan hiperkalsemia(2040%).13,15 Bentuk granuloma dengan hiperkalsemia dihubungkan dengan peningkatan kadar 1,25dihidroksivitamin D. Aktivasi makrofag pada granuloma menunjukkan hidroksilasi alfa-1 yang meningkatkan perubahan 25(OH) vitamin D menjadi 1,25-(OH)2 vitamin D.15,21 Diuretik tiazid dan Lithium Diuretik tiazid menurunkan ekskresi kalsium ginjal sekitar 50-150 mg/hr. Hiperkalsemia dapat terjadi pada penderita dengan peningkatan resorpsi tulang seperti HPT ringan, jarang jika metabolisme kalsium normal.15,21 Malignansi hiperkalsemia humoral Hiperkalsemia sering didapatkan pada keganasan. Malignansi hiperkalsemia humoral adalah suatu sindrom klinik dengan peningkatan kadar kalsium akibat sekresi faktor kalsemik oleh sel kanker. Istilah malignansi hiperkalsemia humoral saat ini dibatasi pada hiperkalsemia akibat peningkatan produksi PTHrP. Penderitanya diperkirakan sekitar 80% dari semua penderita hiperkalsemia pada keganasan.8,22 Lithium meningkatkan supresi PTH oleh kalsium. Terapi lithium umumnya menyebabkan hiperkalsemia ringan yang umumnya membaik apabila terapi lithium dihentikan, akan tetapi tidak selamanya.15 Parathyroid Hormone-related Protein merupakan penyebab hiperkalsemia pada keganasan. Protein ini memiliki 8 dari 13 asam amino pertama yang sama dengan PTH, sehingga dapat pula mengaktifkan reseptor PTH, mengakibatkan beberapa aksi biologiknya sama, seperti menyebabkan hiperkalsemia, hipofosfatemia, dan peningkatan resorpsi tulang oleh osteoklas. Perbedaannya yaitu PTH meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubulus ginjal, sedangkan PTHrP tidak, sehingga terjadi hiperkalsiuri. PTHrP tidak meningkatkan produksi 1,25(OH)2D dan absorpsi kalsium di ginjal. PTH meningkatkan aktifitas osteoblas dan osteoklas, sedangkan PTHrP hanya meningkatkan aktifitas osteoklas, sehingga resorpsi tulang tidak diimbangi oleh formasi yang adekuat.4 Malignansi hiperkalsemia humoral paling sering pada karsinoma sel skuamosa (paru-paru, esofagus, serviks, kepala dan leher), kanker ginjal, kandung kemih dan ovarium, yang secara spesifik menghasilkan PTHrP.15 Destruksi tulang Apabila hiperkalsemia disertai destruksi tulang, maka kemungkinan dapat terjadi produksi berbagai sitokin yang meningkatkan kerja osteoklas misalnya pada multipel mieloma, peningkatan produksi 1,25(OH)2D misalnya pada beberapa tipe limfoma, dan metastasis sel tumor 192 Beberapa obat dan zat kimia lain dapat menyebabkan hiperkalsemia, namun jarang, misalnya teofilin, biasanya pada penderita asma dengan kadar teofilin di atas kadar terapi normal. Umumnya membaik jika dosis diturunkan.15 Intoksikasi vitamin A Vitamin A dosis besar (50000 - 100000 IU/hr) kadang-kadang menyebabkan hiperkalsemia. Kadar kalsium meningkat 3 - 3,5 mmol/L (12 – 14 mg/dL) akibat peningkatan resorpsi tulang oleh osteoklas. Didapatkan pada pemberian derivat retinoic acid untuk terapi akne, neuroblastoma dan keganasan lainnya. Sindrom susu-alkali Sindrom ini meliputi hiperkalsemia, gagal ginjal dan asidosis metabolik. Disebabkan oleh ingesti kalsium bersama natrium secara berlebihan, kalsium karbonat berlebihan dalam preparat antasid dan pemakaiannya untuk pencegahan osteoporosis. 15,19 Tirotoksikosis Hiperkalsemia ringan terjadi pada sebagian penderita tirotoksikosis. Kadar PTH dan 1,25-(OH)2 vitamin D rendah. Peningkatan resorpsi tulang disebabkan oleh tiroksin dan triiodotironin, yang responsibel untuk hiperkalsemia.15 Abnormalitas kelenjar adrenal Pada insufisiensi adrenal terjadi penurunan kalsium ginjal dan peningkatan masukan kalsium ke dalam sirkulasi. Hipovolemia akibat insufisiensi adrenal, mengakibatkan penurunan laju filtrasi glomerulus, sehingga terjadi penurunan filtrasi kalsium oleh glomerulus dan peningkatan reabsorpsi kalsium dan natrium di tubulus proksimal.15,23 Meskipun demikian hiperkalsemia tidak sering didapatkan pada insufisiensi adrenal. Kalsium dapat pula dilepaskan dari tulang pada penderita insufisiensi adrenal. Nair dkk melaporkan seorang wanita 45 tahun postoperatif dengan komplikasi insufisiensi adrenal, disertai hiperkalsemia.23 Hiperkalsemia Hipokalsiurik Familial Merupakan kelainan autosomal dominan, disebabkan oleh mutasi heterozigot calsiumsensing receptor, mengakibatkan penghambatan feedback dari sekresi hormon paratiroid; sehingga dibutuhkan kadar kalsium lebih tinggi untuk menekan sekresi PTH. Penderita heterozigot ditandai dengan hiperkalsemia, hipokalsiuria, dan hipermagnesemia sedang. Hormon paratiroid meningkat sedikit atau normal.13,17 Tes genetik tidak rutin dan biasanya tidak perlu. Ekskresi kalsium urin yang rendah (<100 mg/dL) pada hiperkalsemia mengindikasikan peningkatan absorpsi kalsium tubulus ginjal dan rendahnya klirens kalsium. Rasio klirens kalsium : klirens kreatinin dapat digunakan untuk diagnosis hiperkalsemia hipokalsiurik familial, menggunakan formula : ClCa/ClCr = (Cau x Crs)/(Cru x Cas) Cau = konsentrasi kalsium urin Cas = konsentrasi kalsium serum CrU = konsentrasi kreatinin urin Crs = konsentrasi kreatinin serum Rasio ≤ 0,01 khas pada pasien hiperkalsemia hiperkalsiurik familial.15,17 Imobilisasi Imobilisasi menyebabkan hiperkalsemia pada penderita yang mengalami peningkatan resorpsi tulang; termasuk anak dan remaja, penderita Paget’s disease tulang, HPT ringan dan sekunder, dan keganasan dengan hiperkalsemia ringan. Pasien-pasien tersebut juga berisiko osteopenia.15 Gagal ginjal Hiperkalsemia akibat gagal ginjal akut terjadi terutama pada penderita dengan rhabdomiolisis. Awalnya, hiperfosfatemia menyebabkan deposisi kalsium pada jaringan lunak, mengakibatkan hipokalsemia dan HPT sekunder. Selanjutnya ginjal mulai melindungi dengan reentri/ masuknya kembali garam kalsium ke dalam sirkulasi yang dihubungkan dengan kadar PTH tinggi sehingga menyebabkan transien hiperkalsemia. C D K 1 8 4 / V o l . 3 8 n o . 3 / Ap r il 2 0 1 1 TINJAUAN PUSTAKA CONTINUING MEDICAL EDUCATION CONTINUING MEDICAL EDUCATION Akreditasi IDI - 2 SKP Hiperkalsemia Mir’atul Ginayah, Harsinen Sanusi Subbagian Endokrinologi & Metabolik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/ Rumah Sakit Dr Wahidin Sudirohusodo, Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia PENDAHULUAN Tubuh orang dewasa mengandung 1–2 kg kalsium, lebih dari 99% terdapat di dalam tulang. Kalsium dalam tulang terikat dalam bentuk kristal hidroksiapatit. Selebihnya, terdapat di dalam sel dan cairan ekstraseluler. Kalsium ekstraseluler terdapat dalam tiga bentuk, yaitu kalsium terikat protein, terutama albumin (50%), bentuk bebas/terion (45%), dan bentuk kompleks terutama terikat fosfat, sitrat, bikarbonat dan laktat (5%).1-3 Ion kalsium berperan penting dalam fisiologi intraseluler maupun ekstraseluler. Ion kalsium intraseluler merupakan regulator penting fungsi sel, antara lain proses kontraksi otot, sekresi hormon, metabolisme glikogen dan pembelahan sel. Secara fisiologik, ion kalsium ekstraseluler berperan sebagai kofaktor pada proses pembekuan darah, misalnya untuk faktor VII, IX, X dan protrombin, memelihara mineralisasi tulang, berperan pada stabilisasi membran dengan berikatan pada lapisan fosfolipid, dan menjaga permeabilitas membran plasma terhadap ion natrium.2,4 Metabolisme kalsium diatur tiga hormon utama yaitu hormon paratiroid (PTH), kalsitonin dan hormon sterol (1,25 dihidroksikolekalsiferol/ vitamin D).5 Kadar kalsium normal 4–5,6 mg/dL (1–1,4 mmol/L). Dikatakan hiperkalsemia jika kadar kalsium serum >10,5 mg/dl atau kadar ion kalsium >1,33 mmol/L. Penyebab hiperkalsemia tersering adalah peningkatan resorpsi tulang osteoklastik dan absorpsi kalsium di saluran cerna.6, 7, 8 Dengan diperkenalkannya alat deteksi kadar kalsium serum sekitar tahun 70an, dan dengan pemeriksaan kadar kalsium rutin, diagnosis dini hiperparatiroidisme asimptomatik meningkat empat kali lipat, yang merupakan penyebab hiperkalsemia.9, 10,11 Diagnosis hiperkalsemia menjadi penting dan harus mendapat perhatian, karena kematian mencapai 50% pada penderita hiperkalsemia yang tidak diterapi dan harapan hidup penderita hiperkalsemia dengan keganasan < 3 bulan setelah diagnosis hiperkalsemia ditegakkan.8,12 C DK 1 8 4 / Vo l. 38 no. 3/A p r i l 2011 ETIOLOGI Terdapat tiga dasar mekanisme patofisiologi yang berkontribusi terhadap kejadian hiperkalsemia yaitu : peningkatan absorpsi kalsium dari traktus gastrointestinal, penurunan ekskresi kalsium ginjal, dan peningkatan resorpsi kalsium tulang.6,13 Hiperparatiroidisme primer Hiperparatiroidisme primer merupakan penyebab tersering hiperkalsemia. Didapatkan pada semua umur, lebih sering pada usia > 50 tahun. Kejadiannya mencapai 4/100.000 populasi per tahun dan wanita tiga kali lebih sering. Penyakit ini akibat peningkatan sekresi hormon paratiroid; tersering disebabkan oleh adenoma kelenjar paratiroid (85%) biasanya jinak dan soliter. Penyebab yang jarang yaitu hiperplasia keempat kelenjar paratiroid (15%) dan yang sangat jarang adalah karsinoma kelenjar paratiroid (<1%).14 Patofisiologi yang mendasari yaitu sekresi hormon paratiroid berlebihan yang berperan meningkatkan resorpsi tulang oleh osteoklas, meningkatkan absorpsi kalsium intestinal, dan meningkatkan reabsorpsi kalsium tubular ginjal. Sering pula dijumpai penurunan kadar fosfat serum karena PTH menghambat reabsorpsi fosfat pada tubulus proksimal.15 Umumnya hiperparatiroidisme primer asimptomatik. Peningkatan produksi hormon paratiroid menimbulkan kelainan tulang yang disebut osteitis fibrosa cystica, ditandai oleh resorpsi subperiosteal falang distal, kista tulang, dan tumor coklat di tulang-tulang panjang. Batu ginjal didapatkan pada 15-20% penderita hiperparatiroidisme, dan sebaliknya sekitar 5% penderita dengan batu ginjal mengalami hiperparatiroidisme. Batu ginjal paling sering terbentuk dari kalsium oksalat, dan merupakan faktor utama patogenesis hiperkalsiuria.15,16 Krisis hiperkalsemia merupakan kasus jarang, ditandai dengan kadar kalsium >15mg/dl dengan gejala hiperkalsemia berat. Mekanisme krisis tersebut belum jelas, tetapi dehidrasi, penyakit penyerta, dan mungkin infark dari suatu adenoma paratiroid pada beberapa penderita berperan.15 Sindrom hiperparatiroidisme familial Beberapa penelitian mendapatkan bahwa sekitar 10% hiperparatiroidisme primer adalah herediter. Bentuk tersering adalah Neoplasia Endokrin Multipel (MEN) tipe I (Sindrom Wermer), 95%. Bentuk lain yaitu MEN tipe IIA (Sindrom Sipple) dan Sindrom Rahang-hiperparatiroidisme.15,17 MEN-I disebabkan oleh mutasi autosom dominan gen menin pada kromosom11. Ditandai oleh tumor paratiroid, hipofisis anterior dan pankreas. MEN-IIA bersifat autosom dominan dengan mutasi gen pada RET proto-oncogene. Ditandai dengan perkembangan karsinoma tiroid medulare dan feokromositoma.17,18 Hiperparatiroidisme tersier Terjadi akibat perlangsungan hiperparatiroidisme sekunder, seperti penderita penyakit ginjal tahap akhir, defisiensi vitamin D, dan resistensi vitamin D. Kelenjar paratiroid akan mengalami hiperplasia dan mengakibatkan sekresi berlebihan PTH secara otonom sehingga mengakibatkan hiperkalsemia.15,17 Intoksikasi vitamin D Konsumsi kronik vitamin D 50-100 kali kebutuhan normal vitamin D (>50.000–100.000U/hari), mengakibatkan hiperkalsemia bermakna.Asupan vitamin D maksimal yang direkomendasikan yaitu 2000 IU/hari. Kelebihan Vitamin D meningkatkan absorpsi kalsium intestinal dan jika berat meningkatkan resorpsi tulang.19 Pada penyerapan vitamin D (yang diubah dari 25(OH)vitamin D di hati) atau 25-(OH)vitamin D itu sendiri, kalsitriol terlepas dari ikatan dengan protein, meningkatkan kadar kalsitriol bebas. Peningkatan ini menyebabkan hiperkalsemia karena peningkatan absorpsi kalsium intestinal dan peningkatan resorpsi tulang. Mekanisme ini terjadi pula pada pemakaian vitamin D analog topikal, kalsipotriol, serta pemakaian pada beberapa kelainan kulit.15,19 Penyakit granulomatous Semua penyakit granulomatous dapat menyebabkan hiperkalsemia, namun demikian sarkoidosis paling sering dihubungkan dengan hiperkalsemia.15 191 Faktor risiko hiperkalsemia pada sarkoidosis meliputi insufisiensi ginjal, peningkatan asupan vitamin D, dan peningkatan paparan matahari. Peningkatan absorpsi di saluran cerna karena tingginya kadar kalsitriol. Dilaporkan juga produksi Parathyroid Hormonerelated Protein (PTHrP) oleh granuloma pada penderita sarkoidosis. 20 ke tulang pada tumor-tumor padat. Keganasan yang sering bermetastasis ke tulang yaitu keganasan payudara, prostat dan paru.4 Metastasis tulang paling sering adalah destruksi jaringan tulang (tipe osteolitik), berakibat fraktur patologik, nyeri tulang (80%) dan hiperkalsemia(2040%).13,15 Bentuk granuloma dengan hiperkalsemia dihubungkan dengan peningkatan kadar 1,25dihidroksivitamin D. Aktivasi makrofag pada granuloma menunjukkan hidroksilasi alfa-1 yang meningkatkan perubahan 25(OH) vitamin D menjadi 1,25-(OH)2 vitamin D.15,21 Diuretik tiazid dan Lithium Diuretik tiazid menurunkan ekskresi kalsium ginjal sekitar 50-150 mg/hr. Hiperkalsemia dapat terjadi pada penderita dengan peningkatan resorpsi tulang seperti HPT ringan, jarang jika metabolisme kalsium normal.15,21 Malignansi hiperkalsemia humoral Hiperkalsemia sering didapatkan pada keganasan. Malignansi hiperkalsemia humoral adalah suatu sindrom klinik dengan peningkatan kadar kalsium akibat sekresi faktor kalsemik oleh sel kanker. Istilah malignansi hiperkalsemia humoral saat ini dibatasi pada hiperkalsemia akibat peningkatan produksi PTHrP. Penderitanya diperkirakan sekitar 80% dari semua penderita hiperkalsemia pada keganasan.8,22 Lithium meningkatkan supresi PTH oleh kalsium. Terapi lithium umumnya menyebabkan hiperkalsemia ringan yang umumnya membaik apabila terapi lithium dihentikan, akan tetapi tidak selamanya.15 Parathyroid Hormone-related Protein merupakan penyebab hiperkalsemia pada keganasan. Protein ini memiliki 8 dari 13 asam amino pertama yang sama dengan PTH, sehingga dapat pula mengaktifkan reseptor PTH, mengakibatkan beberapa aksi biologiknya sama, seperti menyebabkan hiperkalsemia, hipofosfatemia, dan peningkatan resorpsi tulang oleh osteoklas. Perbedaannya yaitu PTH meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubulus ginjal, sedangkan PTHrP tidak, sehingga terjadi hiperkalsiuri. PTHrP tidak meningkatkan produksi 1,25(OH)2D dan absorpsi kalsium di ginjal. PTH meningkatkan aktifitas osteoblas dan osteoklas, sedangkan PTHrP hanya meningkatkan aktifitas osteoklas, sehingga resorpsi tulang tidak diimbangi oleh formasi yang adekuat.4 Malignansi hiperkalsemia humoral paling sering pada karsinoma sel skuamosa (paru-paru, esofagus, serviks, kepala dan leher), kanker ginjal, kandung kemih dan ovarium, yang secara spesifik menghasilkan PTHrP.15 Destruksi tulang Apabila hiperkalsemia disertai destruksi tulang, maka kemungkinan dapat terjadi produksi berbagai sitokin yang meningkatkan kerja osteoklas misalnya pada multipel mieloma, peningkatan produksi 1,25(OH)2D misalnya pada beberapa tipe limfoma, dan metastasis sel tumor 192 Beberapa obat dan zat kimia lain dapat menyebabkan hiperkalsemia, namun jarang, misalnya teofilin, biasanya pada penderita asma dengan kadar teofilin di atas kadar terapi normal. Umumnya membaik jika dosis diturunkan.15 Intoksikasi vitamin A Vitamin A dosis besar (50000 - 100000 IU/hr) kadang-kadang menyebabkan hiperkalsemia. Kadar kalsium meningkat 3 - 3,5 mmol/L (12 – 14 mg/dL) akibat peningkatan resorpsi tulang oleh osteoklas. Didapatkan pada pemberian derivat retinoic acid untuk terapi akne, neuroblastoma dan keganasan lainnya. Sindrom susu-alkali Sindrom ini meliputi hiperkalsemia, gagal ginjal dan asidosis metabolik. Disebabkan oleh ingesti kalsium bersama natrium secara berlebihan, kalsium karbonat berlebihan dalam preparat antasid dan pemakaiannya untuk pencegahan osteoporosis. 15,19 Tirotoksikosis Hiperkalsemia ringan terjadi pada sebagian penderita tirotoksikosis. Kadar PTH dan 1,25-(OH)2 vitamin D rendah. Peningkatan resorpsi tulang disebabkan oleh tiroksin dan triiodotironin, yang responsibel untuk hiperkalsemia.15 Abnormalitas kelenjar adrenal Pada insufisiensi adrenal terjadi penurunan kalsium ginjal dan peningkatan masukan kalsium ke dalam sirkulasi. Hipovolemia akibat insufisiensi adrenal, mengakibatkan penurunan laju filtrasi glomerulus, sehingga terjadi penurunan filtrasi kalsium oleh glomerulus dan peningkatan reabsorpsi kalsium dan natrium di tubulus proksimal.15,23 Meskipun demikian hiperkalsemia tidak sering didapatkan pada insufisiensi adrenal. Kalsium dapat pula dilepaskan dari tulang pada penderita insufisiensi adrenal. Nair dkk melaporkan seorang wanita 45 tahun postoperatif dengan komplikasi insufisiensi adrenal, disertai hiperkalsemia.23 Hiperkalsemia Hipokalsiurik Familial Merupakan kelainan autosomal dominan, disebabkan oleh mutasi heterozigot calsiumsensing receptor, mengakibatkan penghambatan feedback dari sekresi hormon paratiroid; sehingga dibutuhkan kadar kalsium lebih tinggi untuk menekan sekresi PTH. Penderita heterozigot ditandai dengan hiperkalsemia, hipokalsiuria, dan hipermagnesemia sedang. Hormon paratiroid meningkat sedikit atau normal.13,17 Tes genetik tidak rutin dan biasanya tidak perlu. Ekskresi kalsium urin yang rendah (<100 mg/dL) pada hiperkalsemia mengindikasikan peningkatan absorpsi kalsium tubulus ginjal dan rendahnya klirens kalsium. Rasio klirens kalsium : klirens kreatinin dapat digunakan untuk diagnosis hiperkalsemia hipokalsiurik familial, menggunakan formula : ClCa/ClCr = (Cau x Crs)/(Cru x Cas) Cau = konsentrasi kalsium urin Cas = konsentrasi kalsium serum CrU = konsentrasi kreatinin urin Crs = konsentrasi kreatinin serum Rasio ≤ 0,01 khas pada pasien hiperkalsemia hiperkalsiurik familial.15,17 Imobilisasi Imobilisasi menyebabkan hiperkalsemia pada penderita yang mengalami peningkatan resorpsi tulang; termasuk anak dan remaja, penderita Paget’s disease tulang, HPT ringan dan sekunder, dan keganasan dengan hiperkalsemia ringan. Pasien-pasien tersebut juga berisiko osteopenia.15 Gagal ginjal Hiperkalsemia akibat gagal ginjal akut terjadi terutama pada penderita dengan rhabdomiolisis. Awalnya, hiperfosfatemia menyebabkan deposisi kalsium pada jaringan lunak, mengakibatkan hipokalsemia dan HPT sekunder. Selanjutnya ginjal mulai melindungi dengan reentri/ masuknya kembali garam kalsium ke dalam sirkulasi yang dihubungkan dengan kadar PTH tinggi sehingga menyebabkan transien hiperkalsemia. C D K 1 8 4 / V o l . 3 8 n o . 3 / Ap r il 2 0 1 1 CONTINUING MEDICAL EDUCATION Pada penderita gagal ginjal kronik khususnya yang menjalani hemodialisis, sering dijumpai hiperkalsemia disebabkan oleh kelebihan vitamin D, imobilisasi, penggunaan antasid kalsium, sekresi PTH otonom, atau kombinasi di antaranya.13,15 MANIFESTASI KLINIS Gejala hiperkalsemia tidak spesifik, manifestasi klinis bervariasi tergantung beratnya serta saat perubahan kalsium serum. Gejala-gejala lebih berat didapatkan pada perubahan akut dibandingkan peningkatan kadar kalsium yang kronik. Penderita dengan kadar kalsium antar 10,5 dan 12 mg/dL dapat asimptomatik; apabila melebihi kadar tersebut, manifestasi multiorgan dapat terjadi dan mengancam jiwa. Hiperkalsemia berperan dalam hiperpolarisasi membran sel. Manifestasi klinis dapat bersifat neurologik, kardiovaskuler, gastro-intestinal, ginjal dan tulang.6,15 Manifestasi neurologik Ion kalsium mempunyai peran utama pada neurotransmiter. Peningkatan kadar kalsium menurunkan eksitabilitas neuromuskular, yang berperan pada hipotonisitas otot lurik.5 Gejala neuromuskuler termasuk lemas dan menurunnya refleks tendon. Regangan otot terganggu dan kemampuan otot pernapasan menurun. Gangguan sistem saraf pusat dapat bermanifestasi sebagai delirium, disfungsi kognitif, disorientasi, inkoherensia, dan gejala psikotik seperti halusinasi dan delusi. Obtundasi karena progresivitas peningkatan konsentrasi kalsium serum memicu stupor atau koma.5,6 Manifestasi kardiovaskuler Hiperkalsemia dihubungkan dengan peningkatan iritabilitas kontraktilitas miokard. Perubahan elektrokardiografi ditandai dengan konduksi yang lambat: P-R memanjang, kompleks QRS melebar, interval Q-T memendek, dan segmen S-T memendek atau tidak ada.6 Apabila kadar kalsium mencapai 16 mg/dL (>8,0 mEq/L atau 3,99 mmol/L), T wave melebar, peningkatan sekunder interval Q-T. Peningkatan konsentrasi kalsium, meningkatkan bradiaritmia dan bundle branch block. AV block komplit atau inkomplit dapat terjadi jika konsentrasi kalsium serum sekitar 18 mg/dL (9,0 mEq/L atau 4,49 mmol/L) dan memicu complete heart block, asistole, dan cardiac arrest.5 194 Hiperkalsemia mengakibatkan peningkatan sensitivitas efek farmakologik dari digitalis, seperti digoksin. Manifestasi gastrointestinal Gejala-gejala gastrointestinal dihubungkan dengan aksi depresi sistem saraf otonom dan akibat hipotoni otot. Peningkatan sekresi asam lambung sering terjadi pada hiperkalsemia dan meningkatkan manifestasi gastrointestinal. Anoreksia, nausea, dan muntah meningkat dengan peningkatan volume residual lambung. Konstipasi dipicu oleh dehidrasi yang sering bersama-sama hiperkalsemia. Nyeri perut mungkin memicu obstipasi.5 Manifestasi ginjal Hiperkalsemia menyebabkan defek tubular ginjal reversibel yang mengakibatkan hilangnya kemampuan pemekatan urin dan poliuria. Penurunan asupan cairan dan poliuria berperan pada gejala yang dihubungkan dengan dehidrasi. Penurunan reabsorpsi pada tubulus proksimal terhadap natrium, magnesium, dan kalium terjadi akibat deplesi garam dan air yang disebabkan oleh dehidrasi seluler dan hipotensi. Insufisiensi renal mungkin terjadi akibat penurunan filtrasi glomeruler, suatu komplikasi yang paling sering pada mieloma.5,13 Meskipun nefrolitiasis dan nefrokalsinosis biasanya tidak dihubungkan dengan hiperkalsemia pada keganasan, kristal kalsium fosfat dapat memicu menipisnya tubulus ginjal menjadi bentuk batu ginjal akibat hiperkalsiuria berkepanjangan.5 Manifestasi tulang Hiperkalsemia pada keganasan merupakan akibat metastasis osteolitik atau humerallymediated bone resorption dengan fraktur sekunder, deformitas tulang dan nyeri.5 Osteoporosis tulang kortikal, seperti pergelangan tangan, terutama dihubungkan dengan hiperparatiroidisme primer. Peningkatan PTH dapat pula mengakibatkan resorpsi subperiosteal, osteitis fibrosa cystica dengan kista tulang, dan brown tumors pada tulang-tulang panjang.6 DIAGNOSIS Diagnosis hiperkalsemia paling sering didapatkan secara kebetulan pada pemeriksaan darah penderita asimptomatik. Kadar kalsium serum normal adalah 8 - 10 mg/dL (2 - 2,5 mmol/L) dan kadar ion kalsium normal yaitu 4 - 5,6 mg/ dL (1 - 1,4mmol/L). Meskipun pemeriksaan kadar ion kalsium tidak dilakukan rutin, kadarnya dapat diperkirakan berdasarkan kadar kalsium serum; biasanya akurat kecuali apabila terdapat hipoalbuminemia.5,6 Hiperkalsemia ringan adalah jika kadar kalsium serum total 10,5 - 12 mg/dL (2,63 - 3 mmol/L) atau kadar ion kalsium 5,7–8 mg/dL(1,43–2 mmol/L), umumnya asimptomatik. Pada hiperkalsemia sedang, manifestasi multiorgan dapat terjadi. Kadar kalsium >14 mg/dL (3,5 mmol/L) dapat mengancam jiwa.6 Beberapa faktor dapat mempengaruhi jumlah kalsium terikat protein. Hipoalbuminemia dapat menurunkan dan sebaliknya hiperalbuminemia dapat meningkatkan jumlah kalsium serum terikat albumin (termasuk kadar kalsium serum total) tanpa mempengaruhi kadar kalsium serum terion. Konsentrasi kalsium biasanya berubah 0,8 mg/dL pada setiap perubahan 1,0 g/dL konsentrasi plasma albumin. Koreksi kadar kalsium serum total terhadap perubahan albumin serum : Total kalsium + 0,8 x (4,5 – kadar albumin).7,15 Keasaman tubuh juga mempengaruhi ikatan protein. Asidosis mengurangi dan alkalosis meningkatkan ikatan protein, dengan demikian mengubah kadar kalsium serum terion. Setiap peningkatan pH 0,1 unit, kadar kalsium serum terion menurun 0,1 mEq/L (= 0,2 mg/dL), dan sebaliknya. 7,15 PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan tergantung kadar kalsium darah dan ada tidaknya gejala. Jika kadar kalsium <12 mg/dL, tanpa gejala, biasanya tidak perlu tindakan terapeutik. Jika kadar kalsium 12-14 mg/dL disertai gejala hiperkalsemia, diperlukan terapi agresif, tetapi jika tidak disertai gejala, cukup diterapi dengan hidrasi adekuat 3000 – 6000 mL cairan NaCl 0,9% pada 24 jam pertama. Perbaikan volume cairan ekstraseluler ke normal akan meningkatkan ekskresi kalsium urin sebesar 100-300mg/hari. Perbaikan gejala klinis, seperti status mental dan mual muntah tampak < 24 jam pertama. Namun rehidrasi merupakan terapi intervensi sementara dan jarang mencapai kadar normal jika digunakan sendiri. Jika terapi sitoreduktif definitif (operasi, radiasi, atau kemoterapi) terhadap penyakit dasar tidak dilakukan, terapi hipokalsemik seharusnya digunakan dalam jangka lama untuk mencapai kontrol.5,13,15 C D K 1 8 4 / V o l . 3 8 n o . 3 / Ap r il 2 0 1 1 CONTINUING MEDICAL EDUCATION Tabel 1. Spektrum hiperkalsemia.6 Total serum calcium level, mg/dL (mmol/L) 8 (2) 10 (2.5) 12 (3) 14 (3.5) 16 (4) Hypercalcemic crisis Moderate Hypercalcemia Mild Hypercalcemia Dianjurkan menghentikan obat apabila terjadi peningkatan konsentrasi kreatinin serum ≥ 0,5 mg/ dL di atas nilai normal atau > 1 mg/dL pada penderita dengan kreatinin serum ≥ 1,4 mg/dL.13 Bisfosfonat dihubungkan dengan toksisitas yang bermakna, meliputi sklerosis glomerulus fokal dengan pamidronat dan acute kidney injury dengan asam zolendronat. Toksisitas paling banyak pada penderita chronic kidney diseases sebelumnya atau melebihi dosis yang dianjurkan. Pemberian bisfosfonat jangka lama pada penderita keganasan khususnya multipel mieloma dan kanker payudara,dihubungkan dengan osteosklerosis rahang.13 Regimen yang menghambat resorpsi tulang Normocalcemia 4 (1) Setelah hidrasi tercapai, dengan kadar kalsium masih tinggi, dapat diberi loop diuretic (furosemide 20-40 mg/IV/2 jam). Loop diuretic akan bekerja menghambat reabsorpsi kalsium dan natrium di ansa Henle, meningkatkan ekskresi kalsium urin, juga natrium, kalium, klorida, magnesium, dan air. Penting memantau status hemodinamik secara intensif untuk mencegah kelebihan cairan dan dekompensasi jantung, dengan mengukur volume urin secara serial dan pemeriksaan elektrolit untuk mencegah kondisi yang dapat mengancam jiwa, seperti hipofosfatemia, hipokalemia, dan hipomagnesemia.5,15 CONTINUING MEDICAL EDUCATION 5.6 (1.4) 8 (2) 10 (2.5) 12 (3) Ionized serum calcium level, mg/dL (mmol/L) Hypercalcemia detected Total Ca++ >10.5mg/dL (2.63mmol/L) or ionized Ca++ >5.6mg/dL (1.4mmol/L) Careful history and physical examination focusing on : • Clinical features of hypercalcemia • Possible causative diseases • Possible causative medication, including OTC Stop causative medication if possible, and recheck calcium level Measure intact PTH level Normal or high Suppressed Symptom-guided malignancy work-up Solid tumors • PTHrP:adeno and squamous cancer(e.g.,lung tumor) • Alkaline phosphatase:bone lysis (e.g.,breast tumor) Hematologic malignancies • Positive myeloma screen:multiple myeloma • Calcitriol:lymphoma, granulomatous diseases Check 24-hour urinary Ca level Low Famillial hypocalciuric hypercalcemia Normal or high Primary or tertiary hyperparathyroidism If malignancy work up is negative If surgery indicated Test for other endocrinophaties (consider referral to endocrinologist) Hyperthyroidism:TSH, free T4 Adrenal insufficiency:cortisol Acromegaly:insulin-like growth factor 1, pituitary MRI Gambar 1. Bagan investigasi hiperkalsemia6 C DK 1 8 4 / Vo l. 38 no. 3/A p r i l 2011 Consider parathyroid scan Parathyroidectomy Bisfosfonat Bisfosfonat merupakan terapi farmakologi paling efektif mengontrol hiperkalsemia; merupakan analog pirofosfat anorganik yang menghambat resorpsi tulang. Onsetnya lambat (2-3 hari) dengan durasi lama (beberapa minggu).11 Etidronat adalah bisfosfonat pertama yang dianjurkan pada terapi hiperkalsemia. Konsentrasi kalsium mulai turun setelah dua hari dan mencapai nadir pada hari ke tujuh. Efek hipokalsemik mungkin berlangsung lama sampai beberapa minggu. Jika kalsium serum cepat turun dalam 48 jam pertama, sebaiknya obat dihentikan untuk mencegah hipokalsemia. Dapat diberikan secara intravena dengan dosis 7,5mg/kgBB lebih dari 4 jam selama 3 hari berturut-turut. Pemberian intravena dengan dosis 30mg/kgBB dalam NaCl 0,9% selama 24 jam mungkin lebih efektif.13 Pamidronat lebih poten daripada etidronat. Diberikan dengan dosis 60-90 mg intravena selama 4 jam. Jika kadar kalsium 13,5 mg/dL, diberikan 60 mg dan jika >13,5 diberikan 90 mg. Konsentrasi kalsium serum umumnya turun dalam 2-4 hari. Dosis tunggal biasanya efektif selama 1-2 minggu. Umumnya kadar kalsium normal setelah tujuh hari terapi.15 Asam zolendronat acid merupakan bisfosfonat paling umum saat ini, karena dapat diberikan intravena sehingga mencegah kerusakan esofagus pada dosis oral dan mungkin efeknya lebih lama dibandingkan pamidronat. Dosis harus disesuaikan pada penderita disfungsi ginjal berdasarkan laju filtrasi glomerulus (LFG)nya. Jika LFG > 60 mL/mnt diberikan 4 mg, 50 - 60 mL/ mnt : 3,5 mg, 40 - 45 mL/mnt : 3,3 mg, 30 - 39 mL/ mnt : 3 mg, dan jika <30 mL/mnt belum ada data. 195 Kalsitonin Merupakan hormon peptida yang disekresikan oleh sel-sel parafolikuler C tiroid dan paratiroid. Kalsitonin menghambat reabsorpsi tulang osteoklastik dan meningkatkan ekskresi kalsium renal.1,13 Derivat kalsitonin dari salmon jauh lebih poten dan mempunyai durasi aktivitas lebih lama daripada hormon manusia. Dosis awal 4 IU/kgBB/ 12 jam subkutan atau intramuskuler; dapat ditingkatkan setelah satu atau dua hari sampai 8 IU/kgBB/12 jam; dapat diberikan 8 IU/kgBB/6 jam jika respon dengan dosis rendah tidak memuaskan. Biasanya ditoleransi baik, namun dapat memberikan efek samping berupa nausea, nyeri perut dan cutaneous flushing. Kombinasi dengan bisfosfonat pada penderita yang berespon dengan kalsitonin dapat menghasilkan onset serta durasi yang cepat. 5 Plicamycin (Mitramycin) Merupakan inhibitor sintesis RNA osteoklas, sehingga dapat menghambat resorpsi tulang. Efek hipokalsemia mulai terlihat setelah 12 jam pemberian dan menetap selama 3 – 7 hari atau lebih, dengan dosis tunggal 25 – 30 µg/kgBB/ infus, selama ≥ 30 menit. Dapat diulangi untuk mempertahankan efek hipokalsemik.Dosis multipel dapat mengontrol hiperkalsemia sampai beberapa minggu, tetapi hiperkalsemia dapat berulang jika tidak ada terapi definitif terhadap penyakit dasar. Pemberian dosis tunggal dapat ditoleransi baik, dengan efek samping minimal. 4,5 Galium nitrat Galium nitrat dikembangkan sebagai obat antineoplastik, secara kebetulan didapatkan mempunyai efek hipokalsemik. Galium nitrat menghambat resorpsi tulang oleh penurunan sekresi asam osteoklas dan juga mengubah kristal hidroksiapatit tulang. Diberikan per infus dengan dosis 100-200 mg/m2 permukaan tubuh, selama 5 hari. 196 Lebih superior dari etidronat dalam mencapai keadaan normokalsemia serta lamanya normokalsemia.Tidak diberikan pada penderita dengan kreatinin serum > 2,5 mg/dL.4 kalsium serum. Penderita dengan kadar kalsium 10,5 - 12 mg/dL dapat asimptomatik; melebihi kadar tersebut, manifestasi multiorgan dapat terjadi dan dapat mengancam jiwa. Terapi lain Hiperkalsemia Angka kematian mencapai 50% pada penderita hiperkalsemia yang tidak diterapi dan harapan hidup penderita hiperkalsemia dengan keganasan kurang dari tiga bulan setelah diagnosis ditegakkan. Glukokortikoid Glukokortikoid mempunyai efek hipokalsemik terutama pada tumor-tumor yang respon terhadap steroid (limfoma dan mieloma) dan hiperkalsemia yang dihubungkan dengan peningkatan sintesis vitamin D atau peningkatan asupan (sarkoidosis dan hipervitaminosis D). Glukokortikoid meningkatkan ekskresi kalsium urin dan menghambat absorpsi kalsium gastrointestinal yang dimediasi vitamin D. Responsnya biasanya lambat 1 - 2 minggu. Hidrokortison oral (100300mg) atau glukokortikoid ekuivalen dapat diberikan per hari.5,13 Fosfat Terapi fosfat oral jangka panjang pada hiperkalsemia ringan sampai sedang efektivitasnya minimal. Dosis 250-375 mg empat kali sehari dapat menimbulkan efek samping minimal berupa diare.5 Terapi fosfat intravena merupakan salah satu modalitas terapi pada hiperkalsemia berat. Penurunan kalsium dapat terjadi secara cepat dalam beberapa menit. Dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal, normofosfatemia dan hiperfosfatemia.5 Dialisis Dialisis diindikasikan pada hiperkalsemia dengan gangguan fungsi ginjal atau yang mengancam jiwa, yang tidak respon dengan rehidrasi, kalsitonin dan diuresis. Dialisis dapat menurunkan konsentrasi kalsium serum 3-12 mg/dL. Hemodialisis dengan dialisat rendah kalsium lebih efektif dibandingkan peritoneal dialisis.5,6 RINGKASAN Ion kalsium berperan penting, baik intraseluler maupun ekstraseluler. Metabolismenya diatur oleh tiga hormon utama yaitu hormon paratiroid (PTH), kalsitonin, dan 1,25(OH)2vitamin D. Dikatakan hiperkalsemia jika kadar kalsium serum >10,5 mg/dL atau ion kalsium >1,33 mmol/L. Penyebab hiperkalsemia tersering yaitu hiperparatiroid primer dan keganasan. Gejala hiperkalsemia tidak spesifik dan dihubungkan dengan berat serta waktu berlangsungnya perubahan Penatalaksanaan hiperkalsemia tergantung pada kadar kalsium darah dan gejala. Beberapa regimen yang dapat digunakan seperti bisfosfonat, plicamycin, galium nitrat, glukokortikoid, dan fosfat. DAFTAR PUSTAKA 1. Mihai R, Farndon JR. Parathyroid Disease and Calcium Metabolism. Br J Anaesth. 2000;85:29-43. 2. Bringhurst FR, Demay MB, Krane SM, et al. Bone and Mineral Metabolism In Health and Disease In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, et al., eds. Harrison's Principles of Internal Medicine. Vol II. 16 ed. New York: McGraw-Hill; 2005:2238-49. 3. Levine MA. Primary Hyperparathyroidism :7,000 years of Progress. Clev Clin J Med. 2005;72:1084-98. 4. Setiyohadi B. Kalsium, Vitamin D dan PTH. In: Setiati S, Syam AF, Laksmi PW, et al., eds. Naskah Lengkap PIT Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009:313-30. 5. Cancer Mail. Hypercalcemia. Cancer web, National cancer Institute. 2008:1-17. 6. Carroll ME, Schade DS, . A Practical Approach to Hypercalcemia. Am Fam Physician. 2003;67:1959 -66. 7. Mere CC, Llach F. Calcium, Phosphorus, and Magnesium Disorders.In: Wilcox CS, Tisher CC, eds. Handbook of Nephrology & Hypertension. 5 ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005:132-42. 8. Sriussadaporn S, Ployburt S, Peerapatdit T, et al. Hypercalcemia of Malignancy : A Study of Clinical Features and Relationships among Circulating Levels of Calcium, Parathyroid Hormone and Parathyroid Hormone-Related Peptide. J Med Assoc Thai. 2007;90:663-71. 9. Khan A, Bilezikian J. Primary Hyperparathyroidism : Patophysiology and Impact on Bone. CMAJ. 2000;163:184-187. 10. Takami H, Ikeda Y, Okinaga H, et al. Recent Advances in The Management of Primary Hyperparathyroids. Endocrinol J. 2003;50:369-77. 11. Farford B, Presutti J, Moraghan TJ. Nonsurgical Management of Primary Hyperparathyroidsm. Mayo Clin Proc. 2007;82:351-55. 12. Shuey KM, Brant JM. Hypercalcemia of Malignancy;Part II. Clin J Oncol Nurs. 2004;8:321-23. 13. Penfield JG, Reilly RF. The Patient with Disorders of serum Calcium and phosphate. In: RW S, ed. Manual of Nephrology. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005:62-80. 14. Viera AJ. Hyperparathyroidism. Endocrinology. 2002;4:627-638. 15. Skugor M, Milas M. Hypercalcemia. Clev Clin J Med. 2004:1-38. 16. Bikle DD. Metabolic Bone Disease. In: Gardner DG, Shoback D, eds. Greenspan's Basic & Clinical Endocrinology. Vol 8. New York: McGraw-Hill; 2007:247-315. 17. Taniegra ED. Hyperparathyroidism. Am Fam Physician. 2004; 69: 333-39. 18. Raue F, Frank K. Primary Hyperparathyroidism-what the Nephrologist Should Know-an Update. Nephrol Dial Transplant. 2006; 22:696-99. 19. Potts JT. Diseases of The Parathyroid Gland and Other Hyper- and Hypocalcemic Disorders. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, et al., eds. Harrison's Principles of Internal Medicine. Vol 2nd. 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2005:2249-68. 20. Aladesanmi O, Jin XW, C N. A 56-year-0ld Man with Hypercalcemia. Clev Clin J Med. 2005;72:707-12. 21. Jacobs TP, JP B. Rare Causes of Hypercalcemia. Clin Endocrinol Metabol. 2005:1-32. 22. Grone A,Weckmann MT,Blomme EAG,et al.Dependence of humoral Hypercalcemia of malignancy on Parathyroid Hormone-Related Protein Expression in The Canine Anal Sac Apocrine Gland Adenocarsinoma nude mouse Model.Vet Pathol. 1998;35:344-51. 23. Nair GKV, Simmons DL. Adrenal Insufficiency Presenting as Hypercalcemia. Hospital Phys. 2002:33-6. C D K 1 8 4 / V o l . 3 8 n o . 3 / Ap r il 2 0 1 1 CONTINUING MEDICAL EDUCATION Tabel 1. Spektrum hiperkalsemia.6 Total serum calcium level, mg/dL (mmol/L) 8 (2) 10 (2.5) 12 (3) 14 (3.5) 16 (4) Hypercalcemic crisis Moderate Hypercalcemia Mild Hypercalcemia Dianjurkan menghentikan obat apabila terjadi peningkatan konsentrasi kreatinin serum ≥ 0,5 mg/ dL di atas nilai normal atau > 1 mg/dL pada penderita dengan kreatinin serum ≥ 1,4 mg/dL.13 Bisfosfonat dihubungkan dengan toksisitas yang bermakna, meliputi sklerosis glomerulus fokal dengan pamidronat dan acute kidney injury dengan asam zolendronat. Toksisitas paling banyak pada penderita chronic kidney diseases sebelumnya atau melebihi dosis yang dianjurkan. Pemberian bisfosfonat jangka lama pada penderita keganasan khususnya multipel mieloma dan kanker payudara,dihubungkan dengan osteosklerosis rahang.13 Regimen yang menghambat resorpsi tulang Normocalcemia 4 (1) Setelah hidrasi tercapai, dengan kadar kalsium masih tinggi, dapat diberi loop diuretic (furosemide 20-40 mg/IV/2 jam). Loop diuretic akan bekerja menghambat reabsorpsi kalsium dan natrium di ansa Henle, meningkatkan ekskresi kalsium urin, juga natrium, kalium, klorida, magnesium, dan air. Penting memantau status hemodinamik secara intensif untuk mencegah kelebihan cairan dan dekompensasi jantung, dengan mengukur volume urin secara serial dan pemeriksaan elektrolit untuk mencegah kondisi yang dapat mengancam jiwa, seperti hipofosfatemia, hipokalemia, dan hipomagnesemia.5,15 CONTINUING MEDICAL EDUCATION 5.6 (1.4) 8 (2) 10 (2.5) 12 (3) Ionized serum calcium level, mg/dL (mmol/L) Hypercalcemia detected Total Ca++ >10.5mg/dL (2.63mmol/L) or ionized Ca++ >5.6mg/dL (1.4mmol/L) Careful history and physical examination focusing on : • Clinical features of hypercalcemia • Possible causative diseases • Possible causative medication, including OTC Stop causative medication if possible, and recheck calcium level Measure intact PTH level Normal or high Suppressed Symptom-guided malignancy work-up Solid tumors • PTHrP:adeno and squamous cancer(e.g.,lung tumor) • Alkaline phosphatase:bone lysis (e.g.,breast tumor) Hematologic malignancies • Positive myeloma screen:multiple myeloma • Calcitriol:lymphoma, granulomatous diseases Check 24-hour urinary Ca level Low Famillial hypocalciuric hypercalcemia Normal or high Primary or tertiary hyperparathyroidism If malignancy work up is negative If surgery indicated Test for other endocrinophaties (consider referral to endocrinologist) Hyperthyroidism:TSH, free T4 Adrenal insufficiency:cortisol Acromegaly:insulin-like growth factor 1, pituitary MRI Gambar 1. Bagan investigasi hiperkalsemia6 C DK 1 8 4 / Vo l. 38 no. 3/A p r i l 2011 Consider parathyroid scan Parathyroidectomy Bisfosfonat Bisfosfonat merupakan terapi farmakologi paling efektif mengontrol hiperkalsemia; merupakan analog pirofosfat anorganik yang menghambat resorpsi tulang. Onsetnya lambat (2-3 hari) dengan durasi lama (beberapa minggu).11 Etidronat adalah bisfosfonat pertama yang dianjurkan pada terapi hiperkalsemia. Konsentrasi kalsium mulai turun setelah dua hari dan mencapai nadir pada hari ke tujuh. Efek hipokalsemik mungkin berlangsung lama sampai beberapa minggu. Jika kalsium serum cepat turun dalam 48 jam pertama, sebaiknya obat dihentikan untuk mencegah hipokalsemia. Dapat diberikan secara intravena dengan dosis 7,5mg/kgBB lebih dari 4 jam selama 3 hari berturut-turut. Pemberian intravena dengan dosis 30mg/kgBB dalam NaCl 0,9% selama 24 jam mungkin lebih efektif.13 Pamidronat lebih poten daripada etidronat. Diberikan dengan dosis 60-90 mg intravena selama 4 jam. Jika kadar kalsium 13,5 mg/dL, diberikan 60 mg dan jika >13,5 diberikan 90 mg. Konsentrasi kalsium serum umumnya turun dalam 2-4 hari. Dosis tunggal biasanya efektif selama 1-2 minggu. Umumnya kadar kalsium normal setelah tujuh hari terapi.15 Asam zolendronat acid merupakan bisfosfonat paling umum saat ini, karena dapat diberikan intravena sehingga mencegah kerusakan esofagus pada dosis oral dan mungkin efeknya lebih lama dibandingkan pamidronat. Dosis harus disesuaikan pada penderita disfungsi ginjal berdasarkan laju filtrasi glomerulus (LFG)nya. Jika LFG > 60 mL/mnt diberikan 4 mg, 50 - 60 mL/ mnt : 3,5 mg, 40 - 45 mL/mnt : 3,3 mg, 30 - 39 mL/ mnt : 3 mg, dan jika <30 mL/mnt belum ada data. 195 Kalsitonin Merupakan hormon peptida yang disekresikan oleh sel-sel parafolikuler C tiroid dan paratiroid. Kalsitonin menghambat reabsorpsi tulang osteoklastik dan meningkatkan ekskresi kalsium renal.1,13 Derivat kalsitonin dari salmon jauh lebih poten dan mempunyai durasi aktivitas lebih lama daripada hormon manusia. Dosis awal 4 IU/kgBB/ 12 jam subkutan atau intramuskuler; dapat ditingkatkan setelah satu atau dua hari sampai 8 IU/kgBB/12 jam; dapat diberikan 8 IU/kgBB/6 jam jika respon dengan dosis rendah tidak memuaskan. Biasanya ditoleransi baik, namun dapat memberikan efek samping berupa nausea, nyeri perut dan cutaneous flushing. Kombinasi dengan bisfosfonat pada penderita yang berespon dengan kalsitonin dapat menghasilkan onset serta durasi yang cepat. 5 Plicamycin (Mitramycin) Merupakan inhibitor sintesis RNA osteoklas, sehingga dapat menghambat resorpsi tulang. Efek hipokalsemia mulai terlihat setelah 12 jam pemberian dan menetap selama 3 – 7 hari atau lebih, dengan dosis tunggal 25 – 30 µg/kgBB/ infus, selama ≥ 30 menit. Dapat diulangi untuk mempertahankan efek hipokalsemik.Dosis multipel dapat mengontrol hiperkalsemia sampai beberapa minggu, tetapi hiperkalsemia dapat berulang jika tidak ada terapi definitif terhadap penyakit dasar. Pemberian dosis tunggal dapat ditoleransi baik, dengan efek samping minimal. 4,5 Galium nitrat Galium nitrat dikembangkan sebagai obat antineoplastik, secara kebetulan didapatkan mempunyai efek hipokalsemik. Galium nitrat menghambat resorpsi tulang oleh penurunan sekresi asam osteoklas dan juga mengubah kristal hidroksiapatit tulang. Diberikan per infus dengan dosis 100-200 mg/m2 permukaan tubuh, selama 5 hari. 196 Lebih superior dari etidronat dalam mencapai keadaan normokalsemia serta lamanya normokalsemia.Tidak diberikan pada penderita dengan kreatinin serum > 2,5 mg/dL.4 kalsium serum. Penderita dengan kadar kalsium 10,5 - 12 mg/dL dapat asimptomatik; melebihi kadar tersebut, manifestasi multiorgan dapat terjadi dan dapat mengancam jiwa. Terapi lain Hiperkalsemia Angka kematian mencapai 50% pada penderita hiperkalsemia yang tidak diterapi dan harapan hidup penderita hiperkalsemia dengan keganasan kurang dari tiga bulan setelah diagnosis ditegakkan. Glukokortikoid Glukokortikoid mempunyai efek hipokalsemik terutama pada tumor-tumor yang respon terhadap steroid (limfoma dan mieloma) dan hiperkalsemia yang dihubungkan dengan peningkatan sintesis vitamin D atau peningkatan asupan (sarkoidosis dan hipervitaminosis D). Glukokortikoid meningkatkan ekskresi kalsium urin dan menghambat absorpsi kalsium gastrointestinal yang dimediasi vitamin D. Responsnya biasanya lambat 1 - 2 minggu. Hidrokortison oral (100300mg) atau glukokortikoid ekuivalen dapat diberikan per hari.5,13 Fosfat Terapi fosfat oral jangka panjang pada hiperkalsemia ringan sampai sedang efektivitasnya minimal. Dosis 250-375 mg empat kali sehari dapat menimbulkan efek samping minimal berupa diare.5 Terapi fosfat intravena merupakan salah satu modalitas terapi pada hiperkalsemia berat. Penurunan kalsium dapat terjadi secara cepat dalam beberapa menit. Dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal, normofosfatemia dan hiperfosfatemia.5 Dialisis Dialisis diindikasikan pada hiperkalsemia dengan gangguan fungsi ginjal atau yang mengancam jiwa, yang tidak respon dengan rehidrasi, kalsitonin dan diuresis. Dialisis dapat menurunkan konsentrasi kalsium serum 3-12 mg/dL. Hemodialisis dengan dialisat rendah kalsium lebih efektif dibandingkan peritoneal dialisis.5,6 RINGKASAN Ion kalsium berperan penting, baik intraseluler maupun ekstraseluler. Metabolismenya diatur oleh tiga hormon utama yaitu hormon paratiroid (PTH), kalsitonin, dan 1,25(OH)2vitamin D. Dikatakan hiperkalsemia jika kadar kalsium serum >10,5 mg/dL atau ion kalsium >1,33 mmol/L. Penyebab hiperkalsemia tersering yaitu hiperparatiroid primer dan keganasan. Gejala hiperkalsemia tidak spesifik dan dihubungkan dengan berat serta waktu berlangsungnya perubahan Penatalaksanaan hiperkalsemia tergantung pada kadar kalsium darah dan gejala. Beberapa regimen yang dapat digunakan seperti bisfosfonat, plicamycin, galium nitrat, glukokortikoid, dan fosfat. DAFTAR PUSTAKA 1. Mihai R, Farndon JR. Parathyroid Disease and Calcium Metabolism. Br J Anaesth. 2000;85:29-43. 2. Bringhurst FR, Demay MB, Krane SM, et al. Bone and Mineral Metabolism In Health and Disease In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, et al., eds. Harrison's Principles of Internal Medicine. Vol II. 16 ed. New York: McGraw-Hill; 2005:2238-49. 3. Levine MA. Primary Hyperparathyroidism :7,000 years of Progress. Clev Clin J Med. 2005;72:1084-98. 4. Setiyohadi B. Kalsium, Vitamin D dan PTH. In: Setiati S, Syam AF, Laksmi PW, et al., eds. Naskah Lengkap PIT Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009:313-30. 5. Cancer Mail. Hypercalcemia. Cancer web, National cancer Institute. 2008:1-17. 6. Carroll ME, Schade DS, . A Practical Approach to Hypercalcemia. Am Fam Physician. 2003;67:1959 -66. 7. Mere CC, Llach F. Calcium, Phosphorus, and Magnesium Disorders.In: Wilcox CS, Tisher CC, eds. Handbook of Nephrology & Hypertension. 5 ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005:132-42. 8. Sriussadaporn S, Ployburt S, Peerapatdit T, et al. Hypercalcemia of Malignancy : A Study of Clinical Features and Relationships among Circulating Levels of Calcium, Parathyroid Hormone and Parathyroid Hormone-Related Peptide. J Med Assoc Thai. 2007;90:663-71. 9. Khan A, Bilezikian J. Primary Hyperparathyroidism : Patophysiology and Impact on Bone. CMAJ. 2000;163:184-187. 10. Takami H, Ikeda Y, Okinaga H, et al. Recent Advances in The Management of Primary Hyperparathyroids. Endocrinol J. 2003;50:369-77. 11. Farford B, Presutti J, Moraghan TJ. Nonsurgical Management of Primary Hyperparathyroidsm. Mayo Clin Proc. 2007;82:351-55. 12. Shuey KM, Brant JM. Hypercalcemia of Malignancy;Part II. Clin J Oncol Nurs. 2004;8:321-23. 13. Penfield JG, Reilly RF. The Patient with Disorders of serum Calcium and phosphate. In: RW S, ed. Manual of Nephrology. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005:62-80. 14. Viera AJ. Hyperparathyroidism. Endocrinology. 2002;4:627-638. 15. Skugor M, Milas M. Hypercalcemia. Clev Clin J Med. 2004:1-38. 16. Bikle DD. Metabolic Bone Disease. In: Gardner DG, Shoback D, eds. Greenspan's Basic & Clinical Endocrinology. Vol 8. New York: McGraw-Hill; 2007:247-315. 17. Taniegra ED. Hyperparathyroidism. Am Fam Physician. 2004; 69: 333-39. 18. Raue F, Frank K. Primary Hyperparathyroidism-what the Nephrologist Should Know-an Update. Nephrol Dial Transplant. 2006; 22:696-99. 19. Potts JT. Diseases of The Parathyroid Gland and Other Hyper- and Hypocalcemic Disorders. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, et al., eds. Harrison's Principles of Internal Medicine. Vol 2nd. 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2005:2249-68. 20. Aladesanmi O, Jin XW, C N. A 56-year-0ld Man with Hypercalcemia. Clev Clin J Med. 2005;72:707-12. 21. Jacobs TP, JP B. Rare Causes of Hypercalcemia. Clin Endocrinol Metabol. 2005:1-32. 22. Grone A,Weckmann MT,Blomme EAG,et al.Dependence of humoral Hypercalcemia of malignancy on Parathyroid Hormone-Related Protein Expression in The Canine Anal Sac Apocrine Gland Adenocarsinoma nude mouse Model.Vet Pathol. 1998;35:344-51. 23. Nair GKV, Simmons DL. Adrenal Insufficiency Presenting as Hypercalcemia. Hospital Phys. 2002:33-6. C D K 1 8 4 / V o l . 3 8 n o . 3 / Ap r il 2 0 1 1