FLU BABI (H1NI) I. PENDAHULUAN Flu babi (swine flu) adalah penyakit saluran pernapasan akut pada babi yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Penyakit ini menyebabkan tingkat morbiditas yang tinggi tetapi memiliki tingkat mortalitas yang rendah. Virus flu babi dapat berjangkit dalam suatu populasi babi sepanjang tahun, namun kebanyakan penyebarannya terjadi pada musim gugur dan musim dingin (Rehan, 2009). Flu babi pertama kali dikenal tahun 1918 dimana terjadi wabah penyakit influenza secara pandemik pada manusia yang menyebabkan 21 juta orang meninggal dunia. Pada tahun yang sama dilaporkan terjadi wabah penyakit pada babi di Amerika tengah bagian utara yang memiliki kesamaan gejala klinis dan patologi dengan influenza pada manusia. Karena kejadian penyakit ini muncul bersamaan dengan penyakit epidemik pada manusia, maka penyakit tersebut dikenal sebagai flu pada babi. Pada awal tahun 1976 di Amerika Serikat ditemukan virus influenza babi yang dapat diisolasi dari manusia dan terungkap bahwa manusia dapat terinfeksi dan menderita penyakit pernapasan akut apabila berhubungan dengan babi yang sakit (Syafriati, 2009). II. FLU H1N1 PADA MANUSIA Flu babi pada manusia merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh virus influenza. Pada Juni 2009, World Health Organization (WHO) mencatat lebih dari 94.000 orang terjangkit virus H1N1 yang tersebar di 100 negara, 429 diantaranya meninggal dunia. Pandemi virus ini pertama kali terjadi di Mexico pada Maret 2009 dan di Amerika Serikat pada April 2009 (Riyanto, 2009). Masuknya virus flu babi di Indonesia terjadi setelah merebaknya kasus avian influenza (AI) pada unggas yang disebabkan virus H5N1 sejak bulan Agustus tahun 2003, yang didahului dengan dilaporkannya influenza pada itik. Virus AI kemudian menyerang kelompok unggas lain dan juga menular ke babi (Syafriati, 2009). III. ETIOLOGI Penyebab penyakit flu babi ini adalah virus influenza tipe A yang termasuk family Orthomyxoviridae. Ukuran virus tersebut berdiameter 80-120 nm. Selain influenza A, terdapat virus influenza B dan C yang juga sudah diisolasi dari babi. Sedangkan 2 tipe virus pada manusia adalah influenza A dan B, kedua tipe ini diketahui sangat progresif dalam perubahan antigenik. Pergeseran antigenik ini berhubungan dengan sifat penularan secara pandemik dan keganasan penyakit. Ketiga virus tersebut mempunyai RNA dengan sumbu protein dan permukaannya diselubungi antigen haemagglutinin dan enzim neuroamidase. Peranan haemagglutinin adalah sebagai alat melekatnya virion pada sel sehingga terjadi aglutinasi sel darah merah, sedangkan neuroamidase bertanggung jawab terhadap elusi, terlepasnya virus dari sel darah merah dan melepaskan virus dari sel yang terinfeksi. Antibodi terhadap haemagglutinin dan neuroamidase berperan dalam mencegah infeksi oleh virus yang sama. Virus influenza tidak dapat tahan lebih dari 2 minggu di luar sel kecuali pada kondisi dingin. Virus sangat sensitif terhadap panas, detergen, kekeringan dan disinfektan (Syafriati, 2009). Virus flu babi klasik (virus influenza H1N1 tipe A) pertama kali diisolasi dari babi pada tahun 1930. Seperti virus influenza lainnya, virus flu babi berubah secara konstan. Babi dapat terinfeksi oleh flu burung atau flu manusia. Saat virus influenza spesies lain menginfeksi babi, virus tersebut mampu bertukar gen dan membentuk virus baru dari gabungan virus flu burung dan / atau virus flu manusia dan babi. Selama bertahun-tahun variasi virus flu yang bermacam-macam telah terbentuk. Saat ini terdapat empat subtype virus influenza tipe A yang berhasil diisolasi dari babi yaitu H1N1, H1N2, H3N2, dan H3N1. Namun kebanyakan virus yang dapat diisolasi dari babi adalah virus H1N1 (Rehan, 2009). Gambar 1. Virus H1N1 Pada bulan April 2009, dideteksi virus baru pada manusia di Amerika serikat yaitu virus novel H1N1. WHO dan Center for Disease Control and Prevantion (CDC) mengganggap virus ini serupa dengan virus H1N1 yang telah diketahui sebelumnya. Virus novel H1N1 memiliki 2 gen dari virus babi di Eropa dan Asia, serta gen flu pada burung dan manusia. Para peneliti menamakannya virus quadruple reassortance (terbentuk dari empat jenis virus) (Salaam, 2009). IV. PATOGENESIS Penyebaran virus H1N1 sama dengan penyebaran flu musiman. Penularan flu babi dapat terjadi dalam 2 cara (Syamsi, 2009): 1. Melaui kontak dengan babi yang terinfeksi atau lingkungan yang terkontaminasi dengan virus flu babi 2. Melalui kontak dengan orang yang menderita flu babi, sama seperti flu musiman. Penyebarab influenza menyebar terutama melalui batuk atau bersin dari orang yang terinfeksi. Orang yang menderita flu babi menurut para ahli akan tetap menularkan penyakitnya sampai hari ke tujuh. Jika sampai hari ke tujuh ternyata penyakitnya belum membaik maka dianggap orang tersebut masih dapat menularkan penyakitnya sampai gejala flu itu benar-benar hilang. Anak-anak pada khususnya balita memiliki potensi waktu penularan yang lebih panjang. Flu babi belum diketahui dapat menular ke manusia melalui konsumsi daging babi atau produk babi yang diolah dan di masak dengan benar. Virus flu babi dapat dimatikan dengan memasak daging babi hingga mencapai temperature internal 70o. Pada penyakit flu babi, virus masuk melalui saluran pernapasan atas melalui udara. Virus menempel pada trakea dan bronkus kemudian berkembang secara cepat yaitu dari 2 jam dalam sel epitel bronkus hingga 24 jam setelah terinfeksi. Hampir semua sel terinfeksi virus dan menimbulkan eksudat pada bronkus. Infeksi dapat mereda pada hari ke 9. Lesi akibat infeksi sekunder dapat terjadi pada paruparu karena aliran eksudat yang berlebihan pada bronkus dan lesi akan menghilang tanpa menimbulkan kerusakan (Syafriati, 2009).