BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

advertisement
BAB III
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian
Geomorfologi merupakan suatu bentuk bentang alam, morfologi, serta bentuk
permukaan bumi akibat dari proses geomorfik. Proses geomorfik adalah seluruh
perubahan fisikal dan kimiawi yang mempengaruhi bentuk permukaan bumi
(Thornbury, 1969).
Bentuk bentang alam yang terlihat sekarang merefleksikan proses-proses geologi
yang membentuknya dalam suatu kurun waktu tertentu. Dalam perkembangan bentuk
muka bumi dikontrol oleh beberapa faktor utama, antara lain: struktur, proses, dan
tahapan (Lobeck, 1939). Struktur berkaitan dengan posisi dan tata letak batuan di bumi.
Proses terjadinya dipengaruhi oleh erosi, angin, aliran sungai, glasial, dan gelombang
yang membentuk permukaan bumi. Tahapan merupakan derajat atau besaran erosi yang
terjadi pada suatu kurun waktu di suatu daerah. Ketiga faktor tersebut akan membentuk
suatu bentang alam tertentu yang dapat menjadi suatu satuan geomorfologi.
Bentuk bentang alam daerah Negeriagung dan sekitarnya di Lahat, Sumatera
Selatan di dominasi oleh lembah antiklin bearah BaratLaut-Tenggara dan dibatasi oleh
kubah lava di bagian Tenggara dan satuan dataran aluvial di tengah daerah penelitian.
Morfologi ini dipengaruhi oleh kontrol litologi, struktur dan perlipatan sehingga
membentuk bentang alam khas. Sungai Lematang yang mengalir relatif ke arah utara
merupakan sungai utama daerah ini yang memotong arah sumbu panjang lembah
antiklin.
Dari hasil pengamatan dan analisa peta topografi serta citra radar Shuttle Radar
Topographic Mission (SRTM) (Gambar 3.1), Daerah Negeriagung dan sekitarnya,
dengan unsur kerapatan kontur, warna, rona, bentuk, tekstur, dan pola yang beragam
yang menunjukkan bentukan morfologi.
17
Gambar 3.1 Satuan Geomorfologi daerah penelitian dari analisa Shuttle Radar Topographic
Mission (SRTM)
Dilihat dari ciri morfologi, bentuk kontur, tipe genetik atau proses dan faktor
penyebab bentukan morfologi, daerah penelitian terdiri dari tiga satuan geomorfologi
yang menunjukkan kontrol geologinya dan mengacu pada Brahmantyo dan Bandono,
2006, yaitu: Satuan Lembah Antiklin, Satuan Kubah Lava, dan Satuan Dataran Aluvial.
3.1.1 Satuan Lembah Antiklin
Satuan Lembah Antiklin menempati ± 65% dari daerah penelitian dan memiliki
ketinggian dari 50-125 mdpl. Satuan ini terletak di tengah daerah penelitian, berupa
lembah(Foto 3.1). Satuan ini mempunyai bentuk kontur renggang – sangat renggang,
bergelombang dengan morfologi lembah landai – sangat landai. Pada peta geomorfologi,
satuan ini diberi warna hijau.
18
Foto 3.1 Morfologi lembah antiklin di daerah penelitian
Foto diambil dari Bukit Serelo menghadap ke arah barat.
barat Pada lembahh ini terdiri atas batuan sedimen
sedime
seperti batupasir, batulempung, batubara, batugamping
atugamping dan batulanau.
batulanau
Satuan
ini
memiliki
kontrol
ontrol
litologi
berupa
batulempung,
batupasir,
batugamping, batubara dan batulanau serta kontrol struktur berupa antiklin dan sesar
mendatar dengan tahapan geomorfik tua. Hal ini ditandai dengan morfologi antiklin
berupa punggungan saat ini telah menjadi lembah. Berdasarkan deskripsi morfologi di
atas, satuan ini termasuk Satuan Lembah Antiklin. Proses geomorfik yang
yan berkembang
pada satuan ini adalah erosi dan pelapukan.
19
3.1.2 Satuan Kubah Lava
Satuan Kubah Lava menempati ± 20% dari keseluruhan daerah penelitian dan
menempati bagian tenggara dari daerah penelitian. Daerah ini memiliki ketinggian ±106
– 340 mdpl dan memiliki kemiringan lereng 30°-60°. Pada peta geomorfologi, satuan ini
diberi warna merah.
U
Foto 3.2 Morfologi kubah lava di daerah penelitian
Foto diambil dari Aek Lematang menghadap ke arah timur. Satuan ini menempati ± 20% daerah penelitian
dan tersusun oleh litologi andesit.
Satuan ini berupa bentukan morfologi perbukitan terjal dan terisolir (Foto 3.2),
mempunyai bentuk kontur membulat, rapat, dengan pola aliran sungai radial.
Perbandingan panjang dan lebar morfologi ini yaitu 1 : 1, sehingga tergolong ke dalam
kubah. Morfologi tersebut menunjukkan kontrol litologi andesit, dengan tahapan
geomorfik muda, erosi ke dasar tinggi (kuat). Hal ini ditandai dengan bentuk lembah
sungai yang mengalir pada satuan ini berbentuk “V” (Foto 3.3). Berdasarkan deskripsi
morfologi di atas, satuan ini termasuk Satuan Kubah Lava. Proses geomorfik yang
berkembang pada satuan ini adalah erosi, longsoran, dan pelapukan.
20
Foto 3.3 Lembah sungai di Kaki Bukit Senabut
Sungai dengan lembah yang curam dan berbentuk “V”, merupakan ciri dari sungai yang melewati
satuan kubah lava. Bentuk lembah ini menandakan tahapan geomorfik muda pada satuan
geomorfologi ini.
3.1.3 Satuan Dataran Aluvial
Satuan ini menempati ± 15 % dari daerah penelitian, dengan ketinggian 0 –50
mdpl. Satuan ini tersebar di tengah daerah penelitian. Terdapat sungai utama pada satuan
ini yaitu Aek Lematang dan Aek Serelo. Sungai besar tersebut memliliki lembah
berbentuk huruf U dan lebar serta terdapat kelokan/meander yang menunjukkan tahap
geomorfik dewasa. Pada peta geomorfologi, satuan ini diberi warna abu-abu.
21
Foto 3.4 Satuan Dataran Aluvial, foto diambil dari Aek Lematang ke arah barat
Satuan ini mempunyai bentuk kontur sedikit memanjang – bergelombang,
renggang – sangat renggang dengan morfologi dataran (Foto 3.4).. Morfologi tersebut
menunjukkan kontrol litologi berupa material lepas/dataran alluvial dengan tahapan
geomorfik dewasa, erosi ke dasar rendah. Berdasarkan deskripsi morfologi di atas,
satuan ini termasuk Satuan Dataran Aluvial.
22
3.1.4 Pola Aliran Sungai
Secara umum berdasarkan klasifikasi Howard (1967, dalam van Zuidam, 1985),
pola aliran sungai daerah penelitian (Gambar 3.2) terdiri atas pola aliran radial. Pola
aliran radial terdapat pada lembah Bukit Senabut. Pola radial menunjukkan pola aliran
sungai yang mengalir dari sutu tinggian yang terisolir (van Zuidam, 1985). Pola aliran
dendritik pada daerah penelitian mempunyai kontrol litologi andesit, batupasir dan
batulempung.
Tipe genetik sungai daerah penelitian berdasarkan klasifikasi Davis (1902, dalam
Thornburry, 1969) terdiri dari sungai konsekuen, sungai obsekuen dan sungai subsekuen
(Gambar 3.2). Tipe sungai konsekuen mempunyai aliran cenderung memotong tegak
lurus lapisan dan arah aliran searah dengan lapisan. Tipe sungai ini terlihat pada Aek
Lematang di bagian utara daerah penelitian. Tipe sungai obsekuen mempunyai aliran
cenderung memotong tegak lurus lapisan dan arah berlawanan arah dengan dip lapisan.
Tipe sungai ini terlihat pada Aek Serelo di bagian baratdaya daerah penelitian
Sedangkan tipe sungai subsekuen merupakan sungai yang mempunyai arah aliran sejajar
dengan jurus lapisannya. Tipe sungai subsekuen terlihat pada Aek Lamatang bagian
barat, Aek Senapo dan Aek Sandaran.
konsekuen
subsekuen
subsekuen
obsekuen
Gambar 3.2 Pola aliran sungai berdasarkan klasifikasi Howard (1967, dalam van Zuidam, 1985)
Pola aliran sungai sangat sulit ditentukan karena jumlah sungai yang ditemukan sangat sedikit.
23
3.1.5 Pola Kelurusan
Data kelurusan diperoleh dari pengamatan peta topografi dan citra satelit.
N
Gambar 3.3. Pola kelurusan dari pengamatan peta topografi dan hasil analisis yang digambarkan
dalam diagram bunga
N
Gambar 3.4 Pola kelurusan dari pengamatan citra satelit (SRTM)
Pola kelurusan dari pengamatan peta topografi dan pengamatan citra satelit yang menggambarkan pola
kelurusan daerah penelitian dengan arah dominan baratlaut – tenggara.
24
Hasil analisis pola kelurusan tersebut akan digunakan untuk menentukan arah
tegasan utama yang mengontrol struktur geologi daerah penelitian. Pola kelurusan
daerah penelitian menunjukkan arah dominan baratlaut – tenggara (Gambar 3.3 dan
Gambar 3.4), yang diinterpretasikan sebagai jurus atau strike lapisan batuan.
3.2 Stratigrafi Daerah Penelitian
Klasifikasi penamaan satuan stratigrafi daerah penelitian menggunakan sistem
penamaan satuan batuan berdasarkan odservasi ciri litologi di lapangan serta hasil
analisa laboratorium. Stratigrafi daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi empat
satuan litostratigrafi tidak resmi dari tua ke muda (Gambar. 3.5) yaitu:
Gambar 3.5 Kolom Stratigrafi daerah penelitian
3.2.1 Satuan Batulempung-Batupasir
Penyebaran
Satuan batulempung-batupasir meliputi ± 60 % daerah penelitian, menempati
bagian tengah daerah penelitian yang memanjang baratlaut - tenggara. Satuan ini
25
ditandai dengan warna hijau pada peta geologi (Lampiran G-3). Satuan ini berupa
perlapisan batulempung – batupasir, kadang dijumpai memiliki sisipan batugamping
pada bagian bawah satuan. Perlapisan batulempung – batupasir tersingkap baik di Aek
Kanti dan Aek Milang. Ketebalan satuan ini berdasarkan rekonstruksi penampang
geologi ± 456 m.
Ciri Litologi
Satuan ini disusun oleh litologi berupa batulempung, perlapisan batulempung –
batupasir, kadang dijumpai memiliki sisipan batugamping pada bagian bawah satuan.
(Foto 3.5, Foto 3.6, Foto 3.7 dan Gambar 3.6).
Batulempung, abu-abu, gelap, getas, karbonatan, menyerpih, setempat terdapat
glaukonit, dan nodul batugamping. Batupasir, abu-abu, agak lapuk, sedang, membundarmembundar tanggung, kemas tertutup, terpilah baik, matriks dan semen non karbonatan.
Terdapat nodul batugamping, coklat, berbutir halus, konkresi, bioturbasi, matriks dan
semen karbonatan, kompak. Sayatan tipis pada batupasirnya diperoleh nama batuannya
Feldpathic wacke mengacu pada klasifikasi Folk, 1974.
Foto 3.5 Singkapan batulempung di Aek Kanti menghadap ke selatan ( Lokasi KNT-1)
Singkapan di atas merupakan batuan penyusun Satuan Batulempung-Batupasir bagian bawah yang
ditandai dengan kehadiran nodul batugamping.
26
Gambar 3.6 Pengukuran penampang stratigrafi pada satuan batulempung-batupasir
batulempung batupasir (Lokasi
LMT-58)
Kehadiran mineral glaukonit pada batulanau dalam satuan ini mengindikasikan lingkungan
pengendapannya laut
Foto 3.6. Foto singkapan perlapisan batulempung - batupasir di daerah penelitian menghadap ke
utara (Lokasi KNT-8)
27
Foto3.7 Jejak bioturbasi pada batupasir menghadap ke barat (Lokasi MLG-1)
Umur
Berdasarkan analisis mikropaleontologi terhadap fosil foraminifera diperoleh
fosil foraminifera seperti Globorotalia mayeri, Globorotalia continuosa, Globoquadrina
altspira dan Globigerina praebulloides yang menunjukkan umur Miosen Tengah (N9N10).
Lingkungan Pengendapan
Pengamatan singkapan di lapangan ditemukan setempat mineral glaukonit pada
batupasir yang menandakan lingkungan penciri laut. Hasil analisis mikropaleontologi
terhadap foraminifera bentonik ( Lampiran A) ditemukan fosil-fosil seperti Uvigerina
peregrina, Heterolepa praecineta, Lenticulina spp, Cibicides spp. dan Ammonia spp.,
yang menunjukkan lingkungan pengendapan laut dangkal pada kedalaman zona neritik
tengah.
Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi
Hubungan satuan ini dengan satuan di bawahnya tidak diketahui karena tidak
ditemukan singkapan di daerah penelitian. Berdasarkan ciri litologinya, kemiripan
litologi dan kesamaan umur, maka satuan ini disetarakan ke dalam Formasi Air Benakat
(Pertamina – Beicip, 1992).
28
3.2.2 Satuan Batupasir
Penyebaran
Satuan batupasir meliputi ± 22 % daerah penelitian, menempati bagian
timurlaut–baratdaya daerah penelitian. Satuan ini ditandai dengan warna kuning pada
peta geologi (Lampiran G-3).. Satuan ini memiliki kondisi singkapan lapuk-segar dan
sangat baik diamati di daerah Kuasa Pertambangan Batu Alam Utama. Berdasarkan
rekonstruksi penampang geologi ketebalan satuan batupasir mencapai ± 297 m.
Ciri Litologi
Satuan ini terdiri dari litologi perlapisan batupasir dengan sisipan batulempung
dan batubara (Foto 3.7). Batupasir, berwarna abu-abu – coklat, ukuran butir halussedang , membundar, matriks dan semen non-karbonatan, kemas tertutup, terpilah baik,
porositas baik. Struktur sedimen yang sering dijumpai berupa perlapisan silang-siur,
wavy bedding dan perlapisan sejajar. Batulempung, berwarna abu-abu, agak lapuk,
getas, matriks dan semen non-karbonatan. Batubara, berwarna hitam kecoklatan, kilap
dull banded, gores coklat kehitaman, berat moderate, kekerasan moderate – hard,
struktur blocky banded, belahan subconchoidal. Sayatan tipis pada batupasirnya
diperoleh nama batuan Feldspatic wacke mengacu pada klasifikasi Folk, 1974. Pada
sayatan tipis beberapa conto batupasir terdapat material tufaan, misalnya pada sampel
SNP-04 (Lampiran B). Hal ini menandakan adanya pengaruh vulkanisme saat
pengendapan satuan batupasir pada daerah penelitian.
Foto 3.8 Singkapan batupasir sisipan batubara di daerah penelitian menghadap ke barat (Lokasi
SND-2)
29
Gambar 3.7 Pengukuran Penampang Stratigrafi pada satuan batupasir (SNP-04)
30
Lingkungan Pengendapan
Penentuan lingkungan pengendapan menggunakan asosiasi litofasies model
pengendapan (Walker dan James, 1992). Asosiasi litofasies dengan kehadiran batupasir
berlaminasi sejajar, batubara, batupasir berlapis silang-siur, batupasir masif, batupasir
tufan, batulempung masif-berlapis, batupasir dengan wavy lamination yang menebal ke
atas menunjukkan satuan ini mempunyai lingkungan pengendapan delta. Berdasarkan
analisa profil, (Gambar 3.7) dan model pengendapan delta dengan tipe fluvial-dominated
(modifikasi Walker dan James, 1992) (Gambar 3.8), satuan ini diendapkan pada
distributary mouth bar.
31
Gambar 3.8 Lingkungan pengendapan berdasarkan analisa profil dan model
model delta fluvialdominated (modifikasi Walker dan James, 1992) dibandingkan dengan hasil pengukuran
penampang stratigrafi pada satuan batupasir (Lokasi SNP-04).
04).
Kehadiran sisipan batubara dan lapisan batupasir yang memiliki struktur sedimen perlapisan silang-siur
silang
mengindikasikan lingkungan transisi dengan pengaruh pengaruh endapan fluvial.
32
Umur, Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi
Hubungan satuan ini dengan satuan batuan di bawahnya yaitu satuan
batulempung-batupasir selaras. Berdasarkan kesamaan ciri litologi, dan mengacu pada
stratigrafi regional, maka satuan ini dapat disebandingkan dengan Formasi Muara Enim
(Pertamina-Beicip, 1992) yang berumur Miosen Akhir.
3.2.3 Satuan Andesit
Penyebaran
Satuan Andesit tersebar di bagian tenggara daerah penelitian. Satuan ini
menempati ± 8 % daerah penelitian. Singkapan umumnya segar – lapuk, dan tersingkap
baik pada tebing–tebing di perbukitan Bukit Senabut. Ketebalan satuan berdasarkan
rekonstruksi penampang geologi > 62 m. Penyebaran satuan ini lebih kecil bila
dibandingkan dengan satuan kubah lava pada peta geomorfologi (Lampiran G-2). Hal ini
diperkirakan karena genesa andesit yang menerobos satuan yang lebih tua dan
membentuk penyebaran morfologi yang lebih besar bila dibandingkan dengan satuan
andesit pada peta geologi.
Foto 3.9 Singkapan andesit menghadap ke arah barat pada tebing Bukit Senabut (Lokasi BSB-3)
Ciri Litologi
Singkapan andesit umumnya segar – lapuk (Foto 3.9), setempat mempunyai
tekstur vesikuler, mengindikasikan proses pendinginan yang terdapat di permukaan.
33
Andesit, abu-abu, hipohyalin, inequigranular, tekstur porfiritik, fenokris terdiri dari
hornblende, biotit, plagioklas, massa dasar abu-abu.
Umur dan Lingkungan pengendapan
Penulis tidak melakukan perhitungan umur pada satuan ini. Berdasarkan literatur
satuan ini berumur Plistosen (Gafoer dkk, 1986). Tekstur vesikuler mengindikasikan
proses pendinginan yang dekat dengan permukaan. Pada pengamatan makroskopis dan
mikroskopis tidak ditemukan tekstur aliran. Penyebaran andesit yang tidak terlalu luas,
mengindikasikan sumber magma yang cukup dekat atau berasal dari bawah permukaan.
Hal ini didukung oleh kehadiran tekstur porfiritik, dimana terdapat interval waktu untuk
membentuk fenokris. Mekanisme pembentukannya yaitu awalnya terbentuk intrusi yang
menerobos batuan yang lebih tua, kemudian kontak dengan permukaan. Berdasarkan ciri
litologinya, satuan ini memiliki genesa berupa kubah lava dan terbentuk pada
lingkungan darat.
Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi
Hubungan antara satuan ini dengan satuan yang lebih tua bukan selaras
(nonconformity), karena satuan ini berupa batuan beku memotong semua batuan yang
lebih tua. Berdasarkan kesamaan ciri litologi dan umur, satuan ini dapat disetarakan
dengan Endapan Volkanik Kuarter (Pertamina – Beicip, 1992) dan batuan terobosan
Qmva (Gafoer, dkk, 1986).
Gambar 3.9 Kolom Stratigrafi Lembar Lahat (Modifikasi Gafoer, dkk, 1986)
Satuan Andesit pada daerah penelitian (Qmva) memiliki umur Plistosen
34
3.2.4 Satuan Endapan Aluvial
Satuan yang terpetakan tersebar di sepanjang aliran Aek Lematang dan Aek
Serelo pada daerah penelitian terutama disekitar kelokan-kelokan sungai besar yang
cukup tajam. Satuan ini menempati + 10 % daerah penelitian. Satuan ini diberi warna
abu –abu pada Peta Geologi (Lampiran G-3).
Ciri Litologi
Satuan ini berupa dari endapan sungai yang belum terkonsolidasi (Foto 3.10),
terdiri dari bongkah-bongkah polimik berukuran lempung-bongkah, terdiri dari fragmen
batuan sedimen dan batuan beku yang mengambang pada massa dasar pasir dan
lempung.
a
b
Foto 3.10. Singkapan Endapan Aluvial di tepi (a) Aek Lematang dan (b) Aek Serelo menghadap
ke arah barat
Umur, Hubungan Stratigrafi dan Lingkungan Pengendapan
Satuan ini berumur Resen yang diketahui dari proses pengendapan yang masih
berlangsung sampai sekarang.
Satuan ini diendapkan pada lingkungan fluvial dan
merupakan hasil endapan sungai dan diendapkan secara tidak selaras di atas semua
satuan yang lebih tua.
35
3.3 Struktur Geologi Daerah Penelitian
Struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian diidentifikasi
berdasarkan pengamatan morfologi dan pengamatan langsung di lapangan. Pada peta
topografi dan peta SRTM, didapat pola-pola kelurusan yang dilanjutkan dengan
pembuktian di lapangan. Pada tahap pengamatan lapangan, di daerah penelitian ini
ditemukan bukti-bukti berupa kedudukan lapisan, kekar gerus dan breksiasi. Data-data
struktur yang didapatkan tersebut, kemudian diolah dengan menggunakan perangkat
lunak Stereonet. Analisa kinematika dilakukan untuk mengetahui pergerakan dari sesar
yang kemudian penamaannya didasarkan atas klasifikasi ganda.
Struktur geologi yang terdapat pada daerah penelitian berupa kemiringan lapisan
struktur lipatan dan struktur sesar. Bukti sumbu liptan tidak ditemukan pada daerah
penelitian, tetapi perubahan kemiringan lapisan membuktikan adanya deformasi yang
terjadi pada batuan. Sedangkan struktur sesar diamati di lapangan dengan gejala–gejala
seperti breksiasi dan kekar gerus. Penamaan struktur lipatan dan struktur sesar pada
daerah penelitian ini diambil dari nama wilayah yang dilalui oleh sesar tersebut.
3.3.1 Struktur Lipatan
Struktur lipatan yang terdapat di daerah penelitian berupa Antiklin Lematang.
Antiklin ini memiliki kemiringan lapisan ke arah timurlaut dan barat daya dan memiliki
sumbu lipatan yang memotong Aek Lematang. Gaya utama yang mengontrol struktur
lipatan ini diinterpretasikan berarah NE- SW.
36
3.3.2 Struktur Sesar
Struktur sesar yang terdapat di daerah penelitian berupa Sesar Mendatar Kanti.
Sesar Mendatar Kanti memiliki pergerakan relatif mengiri turun. Sesar ini dinamakan
Sesar Mendatar Kanti karena melewati kawasan Aek Kanti. Gejala-gejala struktur sesar
yang diamati di lapangan untuk sesar ini berupa perubahan kemiringan lapisan, kekar
gerus dan breksiasi (Foto 3.11 dan Foto 3.12). Breksiasi yang diamati di lapangan
memiliki arah umum timurlaut-barat tenggara (NE-SW).
Foto 3.11 Gejala struktur sesar berupa kekar gerus pada daerah penelitian
Foto 3.12 Gejala struktur sesar berupa zona hancuran di Aek Kanti menghadap ke timur
Berdasarkan data shear fractures serta breksiasi diperoleh analisa kinematika
bidang sesar dan arah pergerakannya dengan jenis sesar yaitu sesar mengiri turun
37
(Gambar 3.10). Pada peta geologi terdapat offset yang menggambarkan pergeseran batas
satuan Batulempung-Batupasir dengan Satuan Batupasir.
Gambar 3.10 Analisis Dinamik Sesar Mendatar Kanti
3.3.3 Mekanisme Pembentukan Struktur Geologi
Pada daerah penelitian terdapat struktur geologi berupa kemiringan lapisan,
Antiklin Lematang dan Sesar Kanti. Pola kelurusan yang dianalisis dari peta SRTM dan
peta topografi menggambarkan kelurusan daerah penelitian berarah baratlaut-tenggara
(NW-SE). Kelurusan ini memiliki arah yang sama dengan arah sumbu Antiklin
Lematang. Arah sumbu lipatan yang berarah NW-SE dipengaruhi oleh arah tektonik
kompresi regional di Pulau Sumatera pada Kala Plio-Plistosen yang berarah NE-SW.
Deformasi ini terjadi setelah Satuan Batulempung-Batupasir dan Satuan Batupasir
diendapkan.
Setelah terbentuk Antiklin Lematang, kemudian terjadi deformasi kedua yang
memiliki arah yang sama dengan deformasi pertama. Deformasi ini membentuk Sesar
Mendatar Kanti. Sesar ini memotong lipatan yang telah terbentuk dan memiliki
pergerakan mengiri.
38
Download