BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi merupakan suatu bentuk bentang alam, morfologi, serta bentuk permukaan bumi akibat dari proses geomorfik. Proses geomorfik adalah seluruh perubahan fisikal dan kimiawi yang mempengaruhi bentuk permukaan bumi (Thornbury, 1969). Bentuk bentang alam yang terlihat sekarang merefleksikan proses-proses geologi yang membentuknya dalam suatu kurun waktu tertentu. Dalam perkembangan bentuk muka bumi dikontrol oleh beberapa faktor utama, antara lain: struktur, proses, dan tahapan (Lobeck, 1939). Struktur berkaitan dengan posisi dan tata letak batuan di bumi. Proses terjadinya dipengaruhi oleh erosi, angin, aliran sungai, glasial, dan gelombang yang membentuk permukaan bumi. Tahapan merupakan derajat atau besaran erosi yang terjadi pada suatu kurun waktu di suatu daerah. Ketiga faktor tersebut akan membentuk suatu bentang alam tertentu yang dapat menjadi suatu satuan geomorfologi. Bentuk bentang alam daerah Negeriagung dan sekitarnya di Lahat, Sumatera Selatan di dominasi oleh lembah antiklin bearah BaratLaut-Tenggara dan dibatasi oleh kubah lava di bagian Tenggara dan satuan dataran aluvial di tengah daerah penelitian. Morfologi ini dipengaruhi oleh kontrol litologi, struktur dan perlipatan sehingga membentuk bentang alam khas. Sungai Lematang yang mengalir relatif ke arah utara merupakan sungai utama daerah ini yang memotong arah sumbu panjang lembah antiklin. Dari hasil pengamatan dan analisa peta topografi serta citra radar Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM) (Gambar 3.1), Daerah Negeriagung dan sekitarnya, dengan unsur kerapatan kontur, warna, rona, bentuk, tekstur, dan pola yang beragam yang menunjukkan bentukan morfologi. 17 Gambar 3.1 Satuan Geomorfologi daerah penelitian dari analisa Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM) Dilihat dari ciri morfologi, bentuk kontur, tipe genetik atau proses dan faktor penyebab bentukan morfologi, daerah penelitian terdiri dari tiga satuan geomorfologi yang menunjukkan kontrol geologinya dan mengacu pada Brahmantyo dan Bandono, 2006, yaitu: Satuan Lembah Antiklin, Satuan Kubah Lava, dan Satuan Dataran Aluvial. 3.1.1 Satuan Lembah Antiklin Satuan Lembah Antiklin menempati ± 65% dari daerah penelitian dan memiliki ketinggian dari 50-125 mdpl. Satuan ini terletak di tengah daerah penelitian, berupa lembah(Foto 3.1). Satuan ini mempunyai bentuk kontur renggang – sangat renggang, bergelombang dengan morfologi lembah landai – sangat landai. Pada peta geomorfologi, satuan ini diberi warna hijau. 18 Foto 3.1 Morfologi lembah antiklin di daerah penelitian Foto diambil dari Bukit Serelo menghadap ke arah barat. barat Pada lembahh ini terdiri atas batuan sedimen sedime seperti batupasir, batulempung, batubara, batugamping atugamping dan batulanau. batulanau Satuan ini memiliki kontrol ontrol litologi berupa batulempung, batupasir, batugamping, batubara dan batulanau serta kontrol struktur berupa antiklin dan sesar mendatar dengan tahapan geomorfik tua. Hal ini ditandai dengan morfologi antiklin berupa punggungan saat ini telah menjadi lembah. Berdasarkan deskripsi morfologi di atas, satuan ini termasuk Satuan Lembah Antiklin. Proses geomorfik yang yan berkembang pada satuan ini adalah erosi dan pelapukan. 19 3.1.2 Satuan Kubah Lava Satuan Kubah Lava menempati ± 20% dari keseluruhan daerah penelitian dan menempati bagian tenggara dari daerah penelitian. Daerah ini memiliki ketinggian ±106 – 340 mdpl dan memiliki kemiringan lereng 30°-60°. Pada peta geomorfologi, satuan ini diberi warna merah. U Foto 3.2 Morfologi kubah lava di daerah penelitian Foto diambil dari Aek Lematang menghadap ke arah timur. Satuan ini menempati ± 20% daerah penelitian dan tersusun oleh litologi andesit. Satuan ini berupa bentukan morfologi perbukitan terjal dan terisolir (Foto 3.2), mempunyai bentuk kontur membulat, rapat, dengan pola aliran sungai radial. Perbandingan panjang dan lebar morfologi ini yaitu 1 : 1, sehingga tergolong ke dalam kubah. Morfologi tersebut menunjukkan kontrol litologi andesit, dengan tahapan geomorfik muda, erosi ke dasar tinggi (kuat). Hal ini ditandai dengan bentuk lembah sungai yang mengalir pada satuan ini berbentuk “V” (Foto 3.3). Berdasarkan deskripsi morfologi di atas, satuan ini termasuk Satuan Kubah Lava. Proses geomorfik yang berkembang pada satuan ini adalah erosi, longsoran, dan pelapukan. 20 Foto 3.3 Lembah sungai di Kaki Bukit Senabut Sungai dengan lembah yang curam dan berbentuk “V”, merupakan ciri dari sungai yang melewati satuan kubah lava. Bentuk lembah ini menandakan tahapan geomorfik muda pada satuan geomorfologi ini. 3.1.3 Satuan Dataran Aluvial Satuan ini menempati ± 15 % dari daerah penelitian, dengan ketinggian 0 –50 mdpl. Satuan ini tersebar di tengah daerah penelitian. Terdapat sungai utama pada satuan ini yaitu Aek Lematang dan Aek Serelo. Sungai besar tersebut memliliki lembah berbentuk huruf U dan lebar serta terdapat kelokan/meander yang menunjukkan tahap geomorfik dewasa. Pada peta geomorfologi, satuan ini diberi warna abu-abu. 21 Foto 3.4 Satuan Dataran Aluvial, foto diambil dari Aek Lematang ke arah barat Satuan ini mempunyai bentuk kontur sedikit memanjang – bergelombang, renggang – sangat renggang dengan morfologi dataran (Foto 3.4).. Morfologi tersebut menunjukkan kontrol litologi berupa material lepas/dataran alluvial dengan tahapan geomorfik dewasa, erosi ke dasar rendah. Berdasarkan deskripsi morfologi di atas, satuan ini termasuk Satuan Dataran Aluvial. 22 3.1.4 Pola Aliran Sungai Secara umum berdasarkan klasifikasi Howard (1967, dalam van Zuidam, 1985), pola aliran sungai daerah penelitian (Gambar 3.2) terdiri atas pola aliran radial. Pola aliran radial terdapat pada lembah Bukit Senabut. Pola radial menunjukkan pola aliran sungai yang mengalir dari sutu tinggian yang terisolir (van Zuidam, 1985). Pola aliran dendritik pada daerah penelitian mempunyai kontrol litologi andesit, batupasir dan batulempung. Tipe genetik sungai daerah penelitian berdasarkan klasifikasi Davis (1902, dalam Thornburry, 1969) terdiri dari sungai konsekuen, sungai obsekuen dan sungai subsekuen (Gambar 3.2). Tipe sungai konsekuen mempunyai aliran cenderung memotong tegak lurus lapisan dan arah aliran searah dengan lapisan. Tipe sungai ini terlihat pada Aek Lematang di bagian utara daerah penelitian. Tipe sungai obsekuen mempunyai aliran cenderung memotong tegak lurus lapisan dan arah berlawanan arah dengan dip lapisan. Tipe sungai ini terlihat pada Aek Serelo di bagian baratdaya daerah penelitian Sedangkan tipe sungai subsekuen merupakan sungai yang mempunyai arah aliran sejajar dengan jurus lapisannya. Tipe sungai subsekuen terlihat pada Aek Lamatang bagian barat, Aek Senapo dan Aek Sandaran. konsekuen subsekuen subsekuen obsekuen Gambar 3.2 Pola aliran sungai berdasarkan klasifikasi Howard (1967, dalam van Zuidam, 1985) Pola aliran sungai sangat sulit ditentukan karena jumlah sungai yang ditemukan sangat sedikit. 23 3.1.5 Pola Kelurusan Data kelurusan diperoleh dari pengamatan peta topografi dan citra satelit. N Gambar 3.3. Pola kelurusan dari pengamatan peta topografi dan hasil analisis yang digambarkan dalam diagram bunga N Gambar 3.4 Pola kelurusan dari pengamatan citra satelit (SRTM) Pola kelurusan dari pengamatan peta topografi dan pengamatan citra satelit yang menggambarkan pola kelurusan daerah penelitian dengan arah dominan baratlaut – tenggara. 24 Hasil analisis pola kelurusan tersebut akan digunakan untuk menentukan arah tegasan utama yang mengontrol struktur geologi daerah penelitian. Pola kelurusan daerah penelitian menunjukkan arah dominan baratlaut – tenggara (Gambar 3.3 dan Gambar 3.4), yang diinterpretasikan sebagai jurus atau strike lapisan batuan. 3.2 Stratigrafi Daerah Penelitian Klasifikasi penamaan satuan stratigrafi daerah penelitian menggunakan sistem penamaan satuan batuan berdasarkan odservasi ciri litologi di lapangan serta hasil analisa laboratorium. Stratigrafi daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi empat satuan litostratigrafi tidak resmi dari tua ke muda (Gambar. 3.5) yaitu: Gambar 3.5 Kolom Stratigrafi daerah penelitian 3.2.1 Satuan Batulempung-Batupasir Penyebaran Satuan batulempung-batupasir meliputi ± 60 % daerah penelitian, menempati bagian tengah daerah penelitian yang memanjang baratlaut - tenggara. Satuan ini 25 ditandai dengan warna hijau pada peta geologi (Lampiran G-3). Satuan ini berupa perlapisan batulempung – batupasir, kadang dijumpai memiliki sisipan batugamping pada bagian bawah satuan. Perlapisan batulempung – batupasir tersingkap baik di Aek Kanti dan Aek Milang. Ketebalan satuan ini berdasarkan rekonstruksi penampang geologi ± 456 m. Ciri Litologi Satuan ini disusun oleh litologi berupa batulempung, perlapisan batulempung – batupasir, kadang dijumpai memiliki sisipan batugamping pada bagian bawah satuan. (Foto 3.5, Foto 3.6, Foto 3.7 dan Gambar 3.6). Batulempung, abu-abu, gelap, getas, karbonatan, menyerpih, setempat terdapat glaukonit, dan nodul batugamping. Batupasir, abu-abu, agak lapuk, sedang, membundarmembundar tanggung, kemas tertutup, terpilah baik, matriks dan semen non karbonatan. Terdapat nodul batugamping, coklat, berbutir halus, konkresi, bioturbasi, matriks dan semen karbonatan, kompak. Sayatan tipis pada batupasirnya diperoleh nama batuannya Feldpathic wacke mengacu pada klasifikasi Folk, 1974. Foto 3.5 Singkapan batulempung di Aek Kanti menghadap ke selatan ( Lokasi KNT-1) Singkapan di atas merupakan batuan penyusun Satuan Batulempung-Batupasir bagian bawah yang ditandai dengan kehadiran nodul batugamping. 26 Gambar 3.6 Pengukuran penampang stratigrafi pada satuan batulempung-batupasir batulempung batupasir (Lokasi LMT-58) Kehadiran mineral glaukonit pada batulanau dalam satuan ini mengindikasikan lingkungan pengendapannya laut Foto 3.6. Foto singkapan perlapisan batulempung - batupasir di daerah penelitian menghadap ke utara (Lokasi KNT-8) 27 Foto3.7 Jejak bioturbasi pada batupasir menghadap ke barat (Lokasi MLG-1) Umur Berdasarkan analisis mikropaleontologi terhadap fosil foraminifera diperoleh fosil foraminifera seperti Globorotalia mayeri, Globorotalia continuosa, Globoquadrina altspira dan Globigerina praebulloides yang menunjukkan umur Miosen Tengah (N9N10). Lingkungan Pengendapan Pengamatan singkapan di lapangan ditemukan setempat mineral glaukonit pada batupasir yang menandakan lingkungan penciri laut. Hasil analisis mikropaleontologi terhadap foraminifera bentonik ( Lampiran A) ditemukan fosil-fosil seperti Uvigerina peregrina, Heterolepa praecineta, Lenticulina spp, Cibicides spp. dan Ammonia spp., yang menunjukkan lingkungan pengendapan laut dangkal pada kedalaman zona neritik tengah. Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Hubungan satuan ini dengan satuan di bawahnya tidak diketahui karena tidak ditemukan singkapan di daerah penelitian. Berdasarkan ciri litologinya, kemiripan litologi dan kesamaan umur, maka satuan ini disetarakan ke dalam Formasi Air Benakat (Pertamina – Beicip, 1992). 28 3.2.2 Satuan Batupasir Penyebaran Satuan batupasir meliputi ± 22 % daerah penelitian, menempati bagian timurlaut–baratdaya daerah penelitian. Satuan ini ditandai dengan warna kuning pada peta geologi (Lampiran G-3).. Satuan ini memiliki kondisi singkapan lapuk-segar dan sangat baik diamati di daerah Kuasa Pertambangan Batu Alam Utama. Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi ketebalan satuan batupasir mencapai ± 297 m. Ciri Litologi Satuan ini terdiri dari litologi perlapisan batupasir dengan sisipan batulempung dan batubara (Foto 3.7). Batupasir, berwarna abu-abu – coklat, ukuran butir halussedang , membundar, matriks dan semen non-karbonatan, kemas tertutup, terpilah baik, porositas baik. Struktur sedimen yang sering dijumpai berupa perlapisan silang-siur, wavy bedding dan perlapisan sejajar. Batulempung, berwarna abu-abu, agak lapuk, getas, matriks dan semen non-karbonatan. Batubara, berwarna hitam kecoklatan, kilap dull banded, gores coklat kehitaman, berat moderate, kekerasan moderate – hard, struktur blocky banded, belahan subconchoidal. Sayatan tipis pada batupasirnya diperoleh nama batuan Feldspatic wacke mengacu pada klasifikasi Folk, 1974. Pada sayatan tipis beberapa conto batupasir terdapat material tufaan, misalnya pada sampel SNP-04 (Lampiran B). Hal ini menandakan adanya pengaruh vulkanisme saat pengendapan satuan batupasir pada daerah penelitian. Foto 3.8 Singkapan batupasir sisipan batubara di daerah penelitian menghadap ke barat (Lokasi SND-2) 29 Gambar 3.7 Pengukuran Penampang Stratigrafi pada satuan batupasir (SNP-04) 30 Lingkungan Pengendapan Penentuan lingkungan pengendapan menggunakan asosiasi litofasies model pengendapan (Walker dan James, 1992). Asosiasi litofasies dengan kehadiran batupasir berlaminasi sejajar, batubara, batupasir berlapis silang-siur, batupasir masif, batupasir tufan, batulempung masif-berlapis, batupasir dengan wavy lamination yang menebal ke atas menunjukkan satuan ini mempunyai lingkungan pengendapan delta. Berdasarkan analisa profil, (Gambar 3.7) dan model pengendapan delta dengan tipe fluvial-dominated (modifikasi Walker dan James, 1992) (Gambar 3.8), satuan ini diendapkan pada distributary mouth bar. 31 Gambar 3.8 Lingkungan pengendapan berdasarkan analisa profil dan model model delta fluvialdominated (modifikasi Walker dan James, 1992) dibandingkan dengan hasil pengukuran penampang stratigrafi pada satuan batupasir (Lokasi SNP-04). 04). Kehadiran sisipan batubara dan lapisan batupasir yang memiliki struktur sedimen perlapisan silang-siur silang mengindikasikan lingkungan transisi dengan pengaruh pengaruh endapan fluvial. 32 Umur, Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Hubungan satuan ini dengan satuan batuan di bawahnya yaitu satuan batulempung-batupasir selaras. Berdasarkan kesamaan ciri litologi, dan mengacu pada stratigrafi regional, maka satuan ini dapat disebandingkan dengan Formasi Muara Enim (Pertamina-Beicip, 1992) yang berumur Miosen Akhir. 3.2.3 Satuan Andesit Penyebaran Satuan Andesit tersebar di bagian tenggara daerah penelitian. Satuan ini menempati ± 8 % daerah penelitian. Singkapan umumnya segar – lapuk, dan tersingkap baik pada tebing–tebing di perbukitan Bukit Senabut. Ketebalan satuan berdasarkan rekonstruksi penampang geologi > 62 m. Penyebaran satuan ini lebih kecil bila dibandingkan dengan satuan kubah lava pada peta geomorfologi (Lampiran G-2). Hal ini diperkirakan karena genesa andesit yang menerobos satuan yang lebih tua dan membentuk penyebaran morfologi yang lebih besar bila dibandingkan dengan satuan andesit pada peta geologi. Foto 3.9 Singkapan andesit menghadap ke arah barat pada tebing Bukit Senabut (Lokasi BSB-3) Ciri Litologi Singkapan andesit umumnya segar – lapuk (Foto 3.9), setempat mempunyai tekstur vesikuler, mengindikasikan proses pendinginan yang terdapat di permukaan. 33 Andesit, abu-abu, hipohyalin, inequigranular, tekstur porfiritik, fenokris terdiri dari hornblende, biotit, plagioklas, massa dasar abu-abu. Umur dan Lingkungan pengendapan Penulis tidak melakukan perhitungan umur pada satuan ini. Berdasarkan literatur satuan ini berumur Plistosen (Gafoer dkk, 1986). Tekstur vesikuler mengindikasikan proses pendinginan yang dekat dengan permukaan. Pada pengamatan makroskopis dan mikroskopis tidak ditemukan tekstur aliran. Penyebaran andesit yang tidak terlalu luas, mengindikasikan sumber magma yang cukup dekat atau berasal dari bawah permukaan. Hal ini didukung oleh kehadiran tekstur porfiritik, dimana terdapat interval waktu untuk membentuk fenokris. Mekanisme pembentukannya yaitu awalnya terbentuk intrusi yang menerobos batuan yang lebih tua, kemudian kontak dengan permukaan. Berdasarkan ciri litologinya, satuan ini memiliki genesa berupa kubah lava dan terbentuk pada lingkungan darat. Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Hubungan antara satuan ini dengan satuan yang lebih tua bukan selaras (nonconformity), karena satuan ini berupa batuan beku memotong semua batuan yang lebih tua. Berdasarkan kesamaan ciri litologi dan umur, satuan ini dapat disetarakan dengan Endapan Volkanik Kuarter (Pertamina – Beicip, 1992) dan batuan terobosan Qmva (Gafoer, dkk, 1986). Gambar 3.9 Kolom Stratigrafi Lembar Lahat (Modifikasi Gafoer, dkk, 1986) Satuan Andesit pada daerah penelitian (Qmva) memiliki umur Plistosen 34 3.2.4 Satuan Endapan Aluvial Satuan yang terpetakan tersebar di sepanjang aliran Aek Lematang dan Aek Serelo pada daerah penelitian terutama disekitar kelokan-kelokan sungai besar yang cukup tajam. Satuan ini menempati + 10 % daerah penelitian. Satuan ini diberi warna abu –abu pada Peta Geologi (Lampiran G-3). Ciri Litologi Satuan ini berupa dari endapan sungai yang belum terkonsolidasi (Foto 3.10), terdiri dari bongkah-bongkah polimik berukuran lempung-bongkah, terdiri dari fragmen batuan sedimen dan batuan beku yang mengambang pada massa dasar pasir dan lempung. a b Foto 3.10. Singkapan Endapan Aluvial di tepi (a) Aek Lematang dan (b) Aek Serelo menghadap ke arah barat Umur, Hubungan Stratigrafi dan Lingkungan Pengendapan Satuan ini berumur Resen yang diketahui dari proses pengendapan yang masih berlangsung sampai sekarang. Satuan ini diendapkan pada lingkungan fluvial dan merupakan hasil endapan sungai dan diendapkan secara tidak selaras di atas semua satuan yang lebih tua. 35 3.3 Struktur Geologi Daerah Penelitian Struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian diidentifikasi berdasarkan pengamatan morfologi dan pengamatan langsung di lapangan. Pada peta topografi dan peta SRTM, didapat pola-pola kelurusan yang dilanjutkan dengan pembuktian di lapangan. Pada tahap pengamatan lapangan, di daerah penelitian ini ditemukan bukti-bukti berupa kedudukan lapisan, kekar gerus dan breksiasi. Data-data struktur yang didapatkan tersebut, kemudian diolah dengan menggunakan perangkat lunak Stereonet. Analisa kinematika dilakukan untuk mengetahui pergerakan dari sesar yang kemudian penamaannya didasarkan atas klasifikasi ganda. Struktur geologi yang terdapat pada daerah penelitian berupa kemiringan lapisan struktur lipatan dan struktur sesar. Bukti sumbu liptan tidak ditemukan pada daerah penelitian, tetapi perubahan kemiringan lapisan membuktikan adanya deformasi yang terjadi pada batuan. Sedangkan struktur sesar diamati di lapangan dengan gejala–gejala seperti breksiasi dan kekar gerus. Penamaan struktur lipatan dan struktur sesar pada daerah penelitian ini diambil dari nama wilayah yang dilalui oleh sesar tersebut. 3.3.1 Struktur Lipatan Struktur lipatan yang terdapat di daerah penelitian berupa Antiklin Lematang. Antiklin ini memiliki kemiringan lapisan ke arah timurlaut dan barat daya dan memiliki sumbu lipatan yang memotong Aek Lematang. Gaya utama yang mengontrol struktur lipatan ini diinterpretasikan berarah NE- SW. 36 3.3.2 Struktur Sesar Struktur sesar yang terdapat di daerah penelitian berupa Sesar Mendatar Kanti. Sesar Mendatar Kanti memiliki pergerakan relatif mengiri turun. Sesar ini dinamakan Sesar Mendatar Kanti karena melewati kawasan Aek Kanti. Gejala-gejala struktur sesar yang diamati di lapangan untuk sesar ini berupa perubahan kemiringan lapisan, kekar gerus dan breksiasi (Foto 3.11 dan Foto 3.12). Breksiasi yang diamati di lapangan memiliki arah umum timurlaut-barat tenggara (NE-SW). Foto 3.11 Gejala struktur sesar berupa kekar gerus pada daerah penelitian Foto 3.12 Gejala struktur sesar berupa zona hancuran di Aek Kanti menghadap ke timur Berdasarkan data shear fractures serta breksiasi diperoleh analisa kinematika bidang sesar dan arah pergerakannya dengan jenis sesar yaitu sesar mengiri turun 37 (Gambar 3.10). Pada peta geologi terdapat offset yang menggambarkan pergeseran batas satuan Batulempung-Batupasir dengan Satuan Batupasir. Gambar 3.10 Analisis Dinamik Sesar Mendatar Kanti 3.3.3 Mekanisme Pembentukan Struktur Geologi Pada daerah penelitian terdapat struktur geologi berupa kemiringan lapisan, Antiklin Lematang dan Sesar Kanti. Pola kelurusan yang dianalisis dari peta SRTM dan peta topografi menggambarkan kelurusan daerah penelitian berarah baratlaut-tenggara (NW-SE). Kelurusan ini memiliki arah yang sama dengan arah sumbu Antiklin Lematang. Arah sumbu lipatan yang berarah NW-SE dipengaruhi oleh arah tektonik kompresi regional di Pulau Sumatera pada Kala Plio-Plistosen yang berarah NE-SW. Deformasi ini terjadi setelah Satuan Batulempung-Batupasir dan Satuan Batupasir diendapkan. Setelah terbentuk Antiklin Lematang, kemudian terjadi deformasi kedua yang memiliki arah yang sama dengan deformasi pertama. Deformasi ini membentuk Sesar Mendatar Kanti. Sesar ini memotong lipatan yang telah terbentuk dan memiliki pergerakan mengiri. 38