2011 3.2.3.5 Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan ciri litologi pada satuan batuan ini, maka satuan batulempung disetarakan dengan Formasi Sangkarewang (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Hubungan satuan ini ditemukan menjari dengan satuan konglomerat, sedangkan kontak dengan satuan batugamping dan satuan granit di bawahnya tidak selaras. Gambar III.12 Singkapan serpih dan batupasir pada stasiun KLK – 1. Gambar III.13 Struktur slump pada satuan batulempung. 33 2011 3.2.4 Satuan Konglomerat 3.2.4.1 Penyebaran Satuan ini menempati 18 % dari luas daerah penelitian, terletak pada bagain barat daerah penelitian. Satuan ini ditandai dengan warna jingga pada peta geologi (Lampiran A3), terdiri dari konglomerat. Singkapan terbaik terdapat di Sungai Bt. Malakutan. Ketebalan satuan batuan ini adalah > 300 meter. 3.2.4.2 Ciri Litologi Satuan ini terdiri dari konglomerat, memiliki warna abu gelap sampai coklat, ukuran fragmen dari kerikil sampai bongkah, polimik, terdiri dari fragmen batuan beku granit dan batugamping, ukuran butir membundar, kemas terbuka, terpilah buruk, porositas buruk, matriks terdiri dari pasir kasar (Gambar III.14). 3.2.4.3 Umur Pada satuan ini tidak dapat ditentukan umur secara langsung karena tidak ditemukan fosil. Penentuan umur dilakukan berdasarkan hubungan stratigrafi yang menjari dengan satuan batulempung yaitu Eosen. 3.2.4.4 Lingkungan Pengendapan Lingkungan pengendapan dari satuan konglomerat diperkirakan adalah kipas aluvial (Lampiran D4) dicirikan dengan fragmen butiran yang relatif cukup besar dari kerikil sampai bongkah dan pemilahan fragmen yang buruk. Fragmen tersebut terdiri dari batuan beku granit dan batugamping yang merupakan batuan dasar pada daerah penelitian. 34 2011 3.2.4.5 Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Satuan konglomerat ini ditemukan menjari dengan satuan batulempung dan tidak selaras bersudut dengan satuan batugamping dan satuan granit di bawahnya (Gambar III.15). Berdasarkan ciri litologinya, Satuan konglomerat dapat disetarakan dengan Formasi Brani (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Gambar III.14 Singkapan konglomerat pada stasiun KLK – 5. 35 2011 Gambar III.15 Kontak menjari yang diamati di Sungai Bt. Malakutan. 3.2.5 Satuan Batupasir – Batulempung 3.2.5.1 Penyebaran Satuan ini menempati 44% dari luas daerah penelitian berupa perlapisan batupasir konglomeratan, batupasir, dan batulanau. Satuan ini terletak pada bagian tengah daerah penelitian, melampar dari utara sampai selatan. Satuan ini ditandai dengan warna kuning tua pada peta geologi (Lampiran A3). Singkapan terbaik ditemukan di daerah Kandi, Samtur, dan pertambangan di daerah Parambahan. Ketebalan satuan batuan ini berdasarkan dari rekonstruksi penampang yaitu > 845 meter. 36 2011 3.2.5.2 Ciri Litologi Satuan batupasir – batulempung tersusun atas perlapisan batupasir konglomeratan, batupasir, dan batubara. Batupasir sebagai komponen utama, berwarna abu gelap hingga putih keabuan, terpilah baik, kemas tertutup, porositas baik, bentuk butir membundar – membundar tanggung, terdiri atas fragmen kuarsa dan fragmen berukuran kerikil. Struktur sedimen yang ditemukan berupa laminasi sejajar, silang siur, bioturbasi, ripple mark, dan lapisan bersusun (Gambar III.16). Sayatan tipis STR – 9 (Lampiran B4)pada satuan batupasir – batulempung menunjukkan batupasir yang terpilah baik, kemas tertutup, membundar tanggung, kontak antar butiran berupa sutured contact. Butiran (50%) terdiri dari kuarsa, litik, k-feldspar, dan opak. Matriks (15%) berupa mineral lempung, dan semen (5%) berupa mineral silika. Porositas (30%) berupa porositas antarbutir. Berdasarkan klasifikasi Pettijohn (1978), batuan ini berupa Lithic Arkose. 3.2.5.3 Umur Pada analisa mikropaleontologi tidak ditemukan adanya fosil, sehingga dilakukan analisa palinologi. Analisis palinologi yang dilakukan oleh Chandra (2011) pada conto KLK – 21 ( Lampiran G) yang merupakan conto satuan batuan yang sama di luar daerah penelitian menunjukkan umur tidak lebih tua dari Eosen Tengah bagian atas ( N.O.T Upper Part of Middle Eocene) berdasarkan ditemukannya marker Polypodiites usmensis yang berasal dari tumbuhan paku dan Eugeissonia minor type yang berasal dari tumbuhan tingkat tinggi berbiji tertutup (angiospermae). 3.2.5.4 Lingkungan Pengendapan Berdasarkan ciri litologi dari satuan ini seperti kehadiran batubara, batulempung karbonan, dan batupasir yang menghalus keatas dan kontak 37 2011 erosional antar lapisan, maka lingkungan yang diperkirakan adalah dataran limpahan banjir dan sungai bermeander. Analisis profil (Lampiran D2) dan granulometri (Lampiran C2) pada satuan batupasir – batulempung menunjukkan model lingkungan pengendapan yang mirip dengan model sungai atau fluviatile oleh Visher (1969) dalam Modul Praktikum Sedimentologi ITB (2006). 3.2.5.5 Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan ciri litologi, umur, dan lingkungan pengendapan dari satuan batupasir - batulempung, satuan batuan ini dapat disebandingakan dengan Formasi Sawahlunto (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Hubungan stratigrafi satuan batupasir – batulempung dan satuan konglomerat di bawahnya menunjukkan suatu hubungan yang selaras. Gambar III.16 Singkapan batupasir, batulanau, dan batulempung dengan kontak erosional (kiri) pada stasiun KRG – 3 dan singkapan batupasir, batulanau, dan batubara pada stasiun RTH – 6. 3.2.6 Satuan Batupasir 3.2.6.1 Penyebaran Satuan batupasir tersebar di bagian timur daerah penelitian, ditandai dengan warna kuning pada peta geologi. Satuan batuan ini menempati 18% dari 38 2011 daerah penelitian. Singkapan dapat diamati di daerah Rantih, Sikalang, Parambahan, dan Sijantang. Singkapan terbaik terdapat di daerah pertambangan Parambahan dan Sikalang. Tebal satuan ini berdasarkan pengukuran detail adalah > 547 meter. 3.2.6.2 Ciri Litologi Satuan batupasir tersusun atas perlapisan batupasir konglomeratan sampai batupasir halus dengan perlapisan yang menghalus keatas, sedangkan pada bagian bawah dari satuan batuan ini terdapat batupasir yang memiliki warna abu kehijauan. Batupasir konglomeratan pada satuan batupasir ini memiliki warna keunguan, ukuran butir kerikil terdiri dari kuarsa, matriks pasir kasar, membundar – membundar tanggung, terpilah sedang, porositas buruk, kemas tertutup. Batupasir pada satuan batuan ini memiliki ciri berwarna abu terang - gelap, ukuran pasir halus – sedang, membundar, terpilah baik, kemas tertutup, porositas baik. Batupasir pada bagian bawah satuan ini memiliki warna abu kehijauan, ukuran pasir halus, membundar, terpilah baik, kemas tertutup, porositas baik. Satuan batuan ini dapat diamati dengan baik pada lintasan KLK – 18 dan STR – 14 pada daerah Parambahan dan Sijantang (Gambar III.17 dan Gambar III.18). Satuan batupasir dibedakan terhadap satuan batupasir - batulempung karena dicirikan oleh kenampakkan satuan batupasir yang bersifat masif dengan kontak erosional dari tiap perlapisan, sedangkan satuan batupasir - batulempung dicirikan dengan batupasir yang memiliki perselingan dengan batulanau, dan batubara dengan kontak erosional antar lapisan. Sayatan tipis pada satun batuan (Lampiran B5) ini menunjukkan batupasir dengan pilah baik, kemas tertutup, kontak butiran concavo – convex dan sutured contact. Butiran (80%) terdiri dari kuarsa, mika, opak, dan k – feldspar. Matriks (10%) berupa mineral lempung, semen (5%) berupa semen silika, dan porositas (10%) antar butir. Berdasarkan klasifikasi Pettijohn, batupasir pada sayatan ini adalah Lithic Arkose. 39 2011 3.2.6.3 Umur Pada analisa mikropaleontologi tidak ditemukan adanya fosil, sehingga dilakukan analisis palinologi. Analisis palinologi yang dilakukan oleh Chandra (2011) pada conto TA – 5 (Lampiran G) yang merupakan conto satuan batuan yang sama di luar daerah penelitian menunjukkan umur tidak lebih tua dari Eosen Akhir (N.O.T Late Eocene) berdasarkan ditemukannya marker Magnastriatites howardi yang berasal dari tumbuhan paku. Himawan (1991) dalam Situmorang, dkk (1991) mengajukan umur Oligosen berdasarkan ditemukannya marker yang sama (Magnastriatites howardi). Koesoemadinata dan Matasak (1981) juga mengajukan umur Oligosen untuk satuan ini dengan melihat posisi stratigrafi Formasi Sawahtambang yang berada diantara Formasi Sawahlunto yang berumur Eosen dan Formasi Ombilin yang berumur Miosen. 3.2.6.4 Lingkungan Pengendapan Berdasarkan ciri litologi yaitu batupasir berlapis hingga masif dengan kontak antar lapisan yang erosional dan lapisan yang menghalus keatas yang selalu berulang – ulang dan minimnya kehadiran batulanau dan batulempung, maka diperkirakan lingkungan pengendapan dari satuan batuan ini adalah sungai teranyam yang memiliki energi pengendapan tinggi. Analisis profil (Lampiran D3) dan granulometri (Lampiran C3) pada satuan batupasir – batulempung menunjukkan model lingkungan pengendapan yang mirip dengan model sungai atau fluviatile oleh Visher (1969) dalam Modul Praktikum Sedimentologi ITB (2006). 3.2.6.5 Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan ciri litologi, umur, dan lingkungan pengendapan dari satuan batupasir, maka satuan ini dapat disebandingkan dengan Formasi Sawahtambang 40 2011 (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Satuan batupasir ini diendapkan secara selaras di atas satuan batupasir – batulempung. Gambar III.17 Singkapan batupasir dengan kontak antar lapisan erosional pada stasiun KLK –18. Gambar III.18 Singkapan batupasir dengan kontak antar lapisan erosional pada stasiun STR - 14. 41 2011 3.2.7 Satuan Endapan Aluvial 3.2.7.1 Penyebaran Satuan endapan aluvial tersebar pada sungai – sungai di daerah penelitian dan terpetakan pada sungai – sungai besar seperti Sungai Bt. Malakutan dan Sungai Bt. Ombilin. Satuan ini menempati 3 % dari luas daerah penelitian. Satuan ini ditandai dengan warna abu pada peta geologi (Lampiran A3). Ketebalan satuan batuan ini diperkirakan + 5 meter. 3.2.7.2 Ciri Litologi Satuan endapan aluvial disusun oleh endapan sungai yang belum terkonsolidasi dengan baik. Endapan ini tersusun oleh komponen polimik yang berukuran lempung hingga bongkah. Bongkah yang menyusun satuan ini terdiri dari batuan beku granit dan batuan sedimen batugamping. 3.2.7.3 Umur Umur dari satuan endapan aluvial ini berumur Resen yang diketahui dari proses pengendapan yang masih berlangsung sampai saat ini. 3.2.7.4 Lingkungan Pengendapan Satuan batuan ini diendapkan pada lingkungan pengendapan sedimen sungai. 42 2011 3.2.7.5 Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Satuan endapan aluvial diendapkan secara tidak selaras di atas seluruh satuan batuan pada daerah penelitian. Satuan endapan aluvial disebandingkan dengan Aluvium Sungai (Qal) yang berumur Resen (Silitonga dan Kastowo, 1995). STRUKTUR GEOLOGI 3.3 Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian adalah lipatan dan sesar. Lipatan yang berkembang merupakan lipatan sinklin dengan arah sumbu perlipatan baratlaut – tenggara. Sesar yang berkembang umumnya memiliki arah baratlaut – tenggara dan utara – selatan. Gejala struktur sesar yang jelas dapat teramati di daerah penelitian adalah kelurusan Sungai Bt. Ombilin yang memiliki arah kelurusan baratlaut – tenggara dan baratdaya – timurlaut, dan kelurusan Sungai Bt. Malakutan yang memiliki arah utara – selatan. 3.3.1 Struktur Sesar Gejala sesar yang menunjukkan tipe dan arah pergerakan sesar sulit ditemui di lapangan karena batuan di daerah penelitian mengalami pelapukan yang kuat. Sifat pergerakan sesar ditentukan dari analisa kelurusan sungai, kelurusan citra SRTM, kelurusan peta topografi daerah penelitian, dan analisa kinematik dan dinamik dari struktur penyerta yang ditemukan di lapangan. 1. Sesar Menganan Turun Kolok Sesar Menganan Turun Kolok berarah utara – selatan, terdapat di Sungai Bt. Malakutan pada bagian barat daerah penelitian. Bukti – bukti sesar yang diamati berupa kekar gerus dan breksiasi pada satuan 43 2011 konglomerat (Gambar III.19). Adanya kelurusan dari citra SRTM menambah bukti dari gejala sesar mendatar tersebut. Gerakan menganan turun diperoleh pada analisis tegasan purba dengan metode stereografi. Hasil analisis kinematik (Lampiran F) dari pengukuran data struktur di lapangan didapatkan kedudukan bidang sesar N 3500 E/ 850 dengan kedudukan net – slip 100, N 3490 E dan pitch sebesar 30, sedangkan hasil analisis dinamiknya menghasilkan arah tegasan: σ1 = 120, N 1950 E ; σ2 = 790, N 120 E; dan σ3 = 50, N 2600 E. Berdasarkan klasifikasi sesar oleh Rickard (1971) dalam Harsolumakso, dkk (1997), diperoleh penamaan sesar yaitu Sesar Menganan Turun Kolok. Gambar III.19 Indikasi keberadaan Sesar Menganan Turun Kolok berupa kekar di Sungai Bt. Malakutan. 2. Sesar Mendatar Kototuo Sesar Mendatar Kototuo merupakan sesar yang memanjang dengan arah baratdaya – timurlaut. Keberadaan sesar ini dapat terlihat dari pembelokan Sungai Bt. Ombilin dan kelurusan pada citra SRTM. Pada peta geologi terlihat pergeseran mengiri pada satuan batupasir – batulempung 44 2011 sebagai akibat kemenerusan sesar mendatar mengiri ini. Kehadiran sesar ini juga diinterpretasikan berdasarkan kelurusan penyebaran satuan batugamping serta ditemukannya sesar – sesar minor pada satuan batugamping sebagai struktur penyerta dari Sesar Mendatar Kototuo (Gambar III.20). Gambar III.20 Sesar minor pada satuan batugamping (diambil di daerah Sikunyit menghadap ke arah timur). 3. Sesar Mendatar Sikalang Sesar Mendatar Sikalang merupakan sesar yang memanjang dengan arah baratdaya – timurlaut. Keberadaan sesar ini dapat terlihat dari pembelokan Sungai Bt. Ombilin dan kelurusan pada citra SRTM. Pada peta geologi terlihat pergeseran menganan pada satuan batupasir – batulempung dan satuan batupasir. Indikasi kehadiran sesar ini di daerah penelitian tidak dapat secara langsung teramati, namun diindikasikan oleh kemiringan lapisan batuan yang acak yang teramati di daerah penelitian. 45 2011 4. Sesar Naik Sijantang Sesar Naik Sijantang merupakan sesar yang memanjang dengan arah baratlaut – tenggara yang berada di sepanjang Sungai Bt. Malakutan pada daerah penelitian. Pada peta topografi dan citra SRTM terdapat kelurusan sungai dengan arah baratlaut – tenggara yang menunjukkan kelurusan Sesar Naik Sijantang. Pada pemetaan lapangan, terdapat pola penyebaran satuan batupasir – batulempung dan satuan batupasir yang mengikuti pola kelurusan dari sesar – sesar yang terbentuk. Pada lintasan yang berlawanan dengan arah kemiringan lapisan selama pemetaan yaitu pada satuan batupasir - batulempung, ditemukan satuan batuan yang memiliki umur lebih muda yaitu satuan batupasir. Hal ini menyimpulkan bahwa terdapat satuan batuan yang berumur lebih tua yang berada di atas satuan batuan lebih muda sehingga diinterpretasikan bahwa terdapat sesar naik yang memungkinkan hal tersebut terjadi. 3.3.2 Struktur Lipatan 1. Sinklin Kandi Sumbu Sinklin Kandi memiliki arah baratlaut – tenggara memanjang dari Batukudo sampai daerah pertambangan Kandi. Sumbu sinklin ini terdapat pada satuan batupasir – batulempung yang disebandingkan dengan Formasi Sawahlunto. Sayap timurlaut mempunyai kemiringan dari 110 – 300 dan cenderung semakin terjal ke arah timurlaut, sedangkan sayap baratdaya memiliki kemiringan 200 – 300 dan semakin terjal ke arah baratdaya. Berdasarkan arah sumbu lipatan, dapat diambil kesimpulan awal bahwa arah tegasan utama yang bekerja di daerah penelitian memiliki arah baratdaya – timurlaut. 46 2011 3.3.3 Mekanisme Pembentukan Struktur Geologi Secara regional, Pulau Sumatra merupakan busur magmatik yang terbentuk akibat subduksi miring dari lempeng Indo – Australia terhadap lempeng Eurasia. Arah tegasan yang mempengaruhi Pulau Sumatra yaitu utara – selatan, sehingga konsep yang dipakai di daerah penelitian adalah konsep simple shear (Gambar III.21). Pembentukan struktur di daerah penelitian melibatkan batuan berumur Tersier sehingga ditafsirkan struktur yang terbentuk di daerah penelitian sebagai struktur yang berumur relatif muda yang mengikuti pola subduksi Pulau Sumatra saat ini. Gambar III.21 Model simple shear (Harding,1973 dalam Harsolumakso, dkk., 2008). Sesar naik dengan arah jurus baratlaut – tenggara pada daerah penelitian dan disertai dengan kehadiran sesar – sesar mendatar yang memiliki arah baratdaya – timurlaut sesuai dengan pola subduksi Pulau Sumatra saat ini dengan arah tegasan utama baratdaya – timur laut. Kehadiran sesar mendatar pada daerah penelitian memiliki arah yang hampir tegak lurus dengan sesar naik dan lipatan serta paralel dengan arah tegasan utama mengindikasikan bahwa sesar geser tersebut adalah sesar sobekan (Gambar III.22). Sesar sobekan terbentuk akibat adanya perbedaan properti dari lapisan batuan atau akibat bentukan dari batuan 47 2011 dasar. Sesar sobekan yang terbentuk di daerah penelitian bersesuaian dengan model sesar sobekan B berdasarkan Twiss dan Moores (1992). Sesar mendatar dengan arah utara – selatan pada daerah penelitian diinterpretasikan sebagai sesar yang memiliki umur relatif lebih tua dibandingkan dengan sesar – sesar lain pada daerah penelitian. Gambar III.22 Sesar sobekan yang terbentuk akibat akomodasi pemendekan yang berbeda (Twiss dan Moores, 1992). Dari uraian di atas disimpulkan bahwa struktur geologi di daerah penelitian terbentuk dalam dua fase deformasi rezim kompresi. Fase deformasi pertama melibatkan batuan berumur Eosen Awal yang ditunjukkan dengan terpotongnya satuan batulempung. Dapat diasumsikan bahwa deformasi pertama terjadi lebih muda dari Eosen Awal. Fase deformasi kedua melibatkan batuan berumur Eosen Akhir sampai Oligosen yang ditunjukkan dengan terpotongnya satuan batupasir – batulempung, dan satuan batupasir. Dapat diasumsikan bahwa deformasi kedua terjadi dengan umur lebih muda dari Oligosen. Tegasan utama pada fase deformasi kedua yang memiliki arah baratdaya – timurlaut ditafsirkan sebagai arah dari datangnya subduksi. 48