EDUKASI PERAWATAN KESEHATAN REPRODUKSI BALITA Oleh : Andang Muryanta Berbicara permasalahan kesehatan reproduksi (kespro), ada banyak orang menganggapnya sebagai pembahasan yang berkaitan dengan seksualitas saja, padahal seks dapat diartikan sebagai jenis kelamin. Berbagai hal berkaitan dengan pembahasan masalah kesehatan reproduksi, baik bagi balita (pra sekolah), anak sekolah (6 – 12 tahun), remaja (10 – 19 tahun) maupun orang dewasa sudah banyak dilakukan. Bahkan diberbagai sekolahpun saat ini sudah mulai diberikan mata pelajaran yang terkait dengan kesehatan reproduksi, ini kabar yang menggembirakan tentunya tinggal bagaimana mengemasnya kedalam bagian dari kurikulum di sekolah. Merawat kesehatan reproduksi balita memang sangat penting, karena membutuhkan peran orang tua dalam meningkatkan derajad kesehatan secara menyeluruh, baik organ fisik, mental dan sosial balita. Peran yang bisa diambil orang tua adalah berupa bagaimana merawat, menjaga, mengasuh, memelihara, membesarkan anak balitanya agar tumbuh dan berkembang secara sehat. Ada sebuah peristiwa yang sering terjadi diberbagai tempat, misalnya: ‘seorang anak perempuan kencing dengan posisi berdiri’ tentu akan banyak mendapatkan tanggapan dari kaum ibu yang mengasuh pada saat itu, dimana ibu mengucapkan kepada anaknya : ‘kalau kencing jangan berdiri dong’, anak perempuan harus dengan jongkok, begini caranya sembari memberikan contoh, tetapi ada pula orang tua yang langsung menyapa dan melarang dengan keras pada anak perempuan tersebut tanpa ada penjelasannya, padahal anak perempuan tersebut hanya meniru apa yang telah dilihatnya pada teman laki-laki sebayanya yang waktu kencing dilakukan dengan berdiri. Dengan peristiwa diatas jelas bahwa pemahaman orang tua dalam memberikan tanggapan kepada anak perempuannya sangat relatif dan beragam, tentunya pendidikan seksualitas perlu dihadirkan juga pada balita yang menyangkut pengenalan identitas diri dan jenis kelamin, hubungan antara laki-laki dan perempuan, organ-organ reproduksi dan fungsinya, bagaimana merawat kesehatan, menghindarkan diri dari kekeran seksual dan sebagainya. MENGENALI ORGAN SEKS Rasa keingintahuan anak tentang seksualitas sebetulnya sudah muncul sejak anak masih balita, mulai usia 3 (tiga) tahun rasa keingintahuan terhadap masalah seks tercermin mulai dari pengamatan/penglihatan anak terhadap organ tubuhnya, hal ini terlihat dengan adanya aktifitas maupun tanda-tanda anak bermain-main dengan organ seksnya, yaitu memegangmegang, menggaruk-garuk ataupun menggesek-gesekkan alat kelaminnya. Sebagai orang tua, jika melihat anaknya melakukan hal tersebut diatas, maka orang tua segera melakukan tindakan pendekatan dengan anak dengan cara mengajak berbicara bahwa apa yang dilakukan anak dengan memegang-megang kelamin/kemaluan maka tangan yang digunakan bekas memegang-megang/menggaruk-garuk kelamin tersebut akan menjadi kotor (ada kuman yang menempel) sehingga kalau makan, tangan belum dicuci/ dibersihkan bisa terkena/menimbulkan penyakit (misalnya sakit perut). Pada anak balita, keingintahuannya biasanya timbul bila ia berhadapan dengan orang lain yang berlainan jenis dalam keadaan telanjang, ia akan melihat bahwa alat kelaminnya sendiri berbeda dari alat kelamin orang lain, hal ini menimbulkan pertanyaan dalam diri anak dan biasanya secara spontan ia akan langsung bertanya kepada orang tuanya, disini tugas orang tua memberikan penjelasan bahwa ada perbedakan antara laki-laki dan perempuan, sehingga jenis dan bentuk kelaminnya berbeda, termasuk organ tubuh lainnya yang dimiliki masing-masing. Ada kasus yang kerap terjadi pada orang tua yang memberikan informasi atau pemahaman yang keliru terhadap anak tentang pemberian istilah yang menyangkut organ reproduksi anak, misalnya orang tua menyampaikan/mengatakan dengan sengaja atau tidak dengan sengaja, yaitu memberikan nama-nama yang tidak sebenarnya, seperti penis dikatakan burung, lalu vagina dikasih istilah dompet, akibatnya apa yang terjadi; informasi ataupun pemahaman yang sudah terlanjur diterima anak akan bertahan lama hingga anak menjadi dewasa, hal ini akan menimbulkan konsep yang salah pada anak mengenai seks dan akan terbawa sampai ia sudah berkeluarga/menjadi orang tua yang berpotensi pula akan memberikan konsep yang salah pada generasi berikutnya. Perlunya lebih hati-hati orang tua memberikan pemahaman tentang organ reproduksi dan fungsinya kepada balita, yaitu dengan memberikan informasi yang benar dan jelas. DORONGAN SEKSUAL Dalam perkembangan kehidupan manusia sejak lahir sampai dengan dewasa sudah memiliki dorongan-dorongan seksual, namun antara satu dengan lainnya tidak sama, yaitu antara anak-anak dan orang dewasa. Dorongan seksual yang diwujudkan dalam kepuasan seksual pada anak-anak pencapainnya tidak selalu melalui alat kelaminnya, tetapi melalui daerah-daerah lain seperti, mulut dan anus. Cara pemuasannya juga berbeda sesuai dengan tahap-tahap perkembangan yang dilalui sesuai dengan usianya, yaitu sebagai berikut : 1. Masa oral (0-1 tahun) Merupakan tahap pertama perkembangan psikoseksual dimana pada masa tersebut bayi memperoleh dan merasakan kepuasan dan kenikmatan yang bersumber pada daerah mulutnya. Kepuasan dan kenikmatan ini timbul karena adanya hubungan antara perasaan lapar kemudian gelisah. Anak-anak pada usia tersebut masih menyusui baik dari ASI maupun susu pengganti ASI. Menghisap susu selain untuk memenuhi rasa lapar juga untuk mendapatkan kepuasan tersendiri akibat adanya gesekan-gesekan di sekitar daerah mulut. Kepuasan ini selain diperoleh melalui menyusu juga dapat dicapai dengan memasukkan benda yang ada disekitarnya atau jarinya sendiri kedalam mulutnya. 2. Masa anal (1-3 tahun) Setelah melalui masa oral, anak memindahkan pusat kenikmatan dari daerah mulut ke daerah anus/dubur. Rangsangan pada daerah anus ini berkaitan erat dengan kegiatan buang air besar/ tinja, karena keduanya merupakan sumber kenikmatan, kepuasannya diperoleh dengan menikmati duduk di pispot sampai lama. Masa anal ini berhubungan pula dengan soal kebersihan, keteraturan atau kerahan yang ingin diterapkan orang tua kepada balita. Dari sisi anak, ia bukan lagi pribadi yang sepenuhnya pasif, melainkan ia mulai mau menentukan sendiri. Dari sisi perkembangan sosialnya, anak mulai bisa melakukan sendiri beberapa aktifitasnya yang tadinya harus dilakukan dengan bantuan orang tua atau orang lain. 3. Masa phalik (3-5 tahun) Masa dimana sumber kenikmatan berpindah ke daerah kelamin, akan tetapi kepuasan seksual yang diperoleh pada tahap ini belum dihubungkan dengan tujuan pengembangan keturunan/reproduksi. Pada masa ini anak mulai menaruh perhatian terhadap perbedaan anatomic antara laki-laki dan perempuan, terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan seks. Pada tahap perkembangan psikososialnya, biasanya tingkah laku yang menonjol pada anak laki-laki adalah mempermainkan alat kelamin, yaitu dengan menarik-narik penis. Pada anak perempuan bentuk tingkah lakunya adalah dengan menggesek-gesekkan bagian luar alat kelaminnya pada guling maupun bantal. Tingkah laku anak diatas adalah normal, bila orang tua memarahi, maka anak bisa terganggu kejiwaannya seperti seks phobia, impotensi, frigiditas dikala ia dewasa. Usahakan alihkan perhatian anak pada hal lain, dengan cara memindahkan tangan anak dari aktifitas itu, berikan mainan yang menarik minatnya dan temani anak bermain hingga lupa aktifitas tadi. Bila sudah melewati masanya biasanya anak akan meninggalkan kebiasaan itu. Katakan kepada anak dengan tenang, seperti : “Adik, penis/vaginanya nggak boleh dibuat mainan, nanti bisa lecet, kalau lecet dipakai pipis akan sakit lo…” Anak-anak sering melontarkan pertanyaan kepada orang tua, apabila ada pertanyaan Dari anak sebaikknya orang tua jangan mengelak atau marah, tetapi bersikaplah tenang dan pastikan bahwa memang anak membutuhkan informasi tersebut. Berilah jawaban sebatas yang ditanyakan anak dan pergunakanlah bahasa yang dapat dimengerti anak dengan menggunakan kata-kata/istilah yang mudah diingat anak. Pertanyaan yang sering muncul dari anak balita tentang kesehatan reproduksi sangat beragam, misalnya ; kenapa hanya ibu yang bisa melahirkan, kok ayah tidak bisa ?, kenapa adik/bayi ada dalam perut ibu ?, bagaimana adik/bayi bisa keluar dari perut ibu ?, kenapa alat kelaminku berbeda dengan milik adik ?, mengapa cara pipis anak perempuan beda dengan laki-laki ?, apa sih menstruasi itu ?, dari mana keluar darah menstruasi itu ?, kenapa ibu punya payu dara ?, apakah aku juga akan punya bayi ?, bolehkan temanku memegang penisku ?, dan banyak lagi lainnya. Dari pertanyaan diatas akan kita coba jawab pertanyaan ; “kenapa hanya ibu yang bisa melahirkan ?, …..jawabannya, karena yang bisa hamil dan melahirkan hanya ibu, karena hanya ibu perempuan yang punya rahim, rahim adalah tempat adik/bayi tumbuh dan berkembang dari kecil hingga waktunya lahir. Satu lagi, bagaimana adik/bayi ada dalam perut ibu ?, …..jawabannya, karena adik/bayi bisa tumbuh dalam rahim ibu jika sebuah sel telur (sangat kecil) dan sebuah sel sperma (biji kecil) saling bertemu, kemudian akan menghasilkan pembuahan dan akhirnya tumbuhlah bayi dalam rahim ibu. Sebagai informasi tambahan, bahwa ketika anak memasuki usia 6 (enam) tahun, ia masuk tahap latent, dimana aktifitas seksual nampak seakan-akan menghilang atau tidak aktif, tingkah laku yang condong kepada seks tidak terlihat dan anak-anak lebih suka melakukan aktifitas-aktifitas lain yang tidak bersifat seks, yaitu seperti bermainmain, bercanda biasa dan sebagainya, baru pada tahap berikutnya, yaitu anak mulai berusia 11-14 tahun akan nampak lagi aktifitas seksualnya. PAHAMI ORGAN TUBUH Semenjak anak bisa berbicara, orang tua perlu memberikan pemahaman kepada anak balitanya mengenai kesehatan reproduksi, khususnya alat-alat reproduksi. Orang tua dapat mulai menjelaskan nama-nama anggota tubuh dan fungsi/kegunaannya seperti mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, mulut untuk makan dan minum, hidung untuk bernafas dan sebagainya, setelah itu dikenalkan dengan nama alat kelaminnya baik laki-laki maupun perempuan. Orang tua perlu menghindari istilah-istilah yang salah kaprah dalam memberi nama alat kelamin laki-laki maupun perempuan, karena jelas akan membingungkan anak dikemudian hari, gunakan istilah-istilah yang sebenarnya seperti penis, vagina, dubur, payudara dan sebagainya. Untuk mengenalkan nama-nama tersebut sebaiknya pergunakanlah waktu dan kesempatan yang baik dan tepat, misalnya saat anak sedang mandi, atau saat anak sedang memakai pakaian, atau pada saat anak melihat saudaranya yang berlainan jenis telanjang didepannya, biasanya anak spontan akan heran dan langsung bertanya, kesempatan itulah yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh orang tua. Orang tua perlu memberikan pemahaman pada anak balitanya bahwa organ tubuh mereka adalah milik mereka sendiri yang harus dirawat, dipelihara dan dijaga dengan baik. Cara merawat organ tubuh balita dapat dilakukan dengan : Pertama, Menjaga kebersihan badan, lakukan mandi dan gosok gigi setiap hari 2 kali dengan memakai sabun mandi dan pasta gigi anak, menjaga kebersihan rambut kepala dengan shampoo, kebersihan kuku, mencuci tangan sebelum makan, kebersihan pakaian khususnya untuk organ kelamin dan organ lainnya secara rutin maupun berkala. Pada balita yang belum bisa melakukan aktifitas tertentu, maka orang tua dapat membantu sepenuhnya aktifitas diatas. Kedua, Tidak semua orang boleh menyentuh, apalagi memegang bagian tubuh yang sangat pribadi, kecuali ibu saat membantu membersihkan anus setelah buang air besar, dokter yang memeriksa bagian tubuh yang sakit. Hal ini untuk menghindari terjadinya pelecehan seksual, karena pelecehan seksual pada anak seringkali justru dilakukan oleh orang terdekat dalam rumah. Ketiga, Bila ada orang yang menyentuh tubuh anak, orang tua perlu mengajarkan pada anak untuk berteriak dan berkata “tidak” atau anak mengatakan “Aku tidak suka badanku dipegang” atau “Aku tidak suka kalau tubuhku disentuh”, bila anak merasa terancam dan tidak nyaman ia dapat berteriak dengan mengatakan “Aku tidak mau” dan seterusnya. Drs. Andang Muryanta, adalah Penyuluh Keluarga Berencana Kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulon Progo, DI. Yogyakarta DAFTAR PUSTAKA : 1. BPPM DI. Yogyakarta, 2013, Panduan Pola Asuh yang Stimulatif pada Balita 2. Direktorat BKB dan Anak, BKKBN, 2014, Menjadi Orang Tua Hebat, (Bahan Penyuluhan BKB Bagi Kader) 3. Andika, Alya 2010, Ibu, Dari Mana Aku Lahir, Yogyakarta, Pustaka Grahatama 4. Liwunfamily.wordpress.com/2013/05/23/pendidikan-kesehatan-reproduksi-usia-dini/ 5. Edukasi.kompasina.com/2014/03/01/pentingnya-mengenalkan-pendidikan-seks-sejak-usia-dini635624-html 6. Andang Muryanta, 2014, Merawat Kesehatan Reproduksi Anak Balita, Balai Penyuluhan Keluarga Berencana (BPKB) Kec. Panjatan