Mengadvokasi-Hak

advertisement
Mengapa Harus Melakukan Advokasi Isu-Isu Hak Anak ? 1
Oleh: Adzkar Ahsinin
Situasi Kebijakan di Indonesia
Ratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Keppres No. 36
Tahun 1990 merupakan landasan hukum bagi upaya advokasi isu hak anak. KHA merupakan
instrumen Hukum Internasional yang mengakui eksistensi hukum anak sebagai subyek hak (rights
holders) pada semua aspek kehidupan baik sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Artinya Negara
berkewajiban menerjemahkan hak anak menjadi kenyataan.
Pasal 4 KHA merupakan elemen kunci untuk mengimplementasikan KHA. Pasal 4 menyatakan bahwa
Negara harus mengambil langkah legislatif, administratif, dan langkah lainnya guna
mengimplementasikan prinsip dan norma KHA. Reformasi legislatif merupakan elemen penting dari
untuk memastikan bahwa seluruh produk legislasi sesuai sepenuhnya dengan prinsip dan norma
KHA.2 Reformasi hukum merupakan langkah awal bagi upaya mengimplementasikan hak anak secara
efektif dan berkesinambungan (Innocenti Research Centre, 2007). Dengan demikian Negara
berkewajiban untuk memeriksa seluruh spektrum kebijakan publik yang mempengaruhi realisasi
hak-hak anak, baik dari konstitusi, undang-undang, anggaran, perencanaan, dan program yang ada
apakah mencerminkan perlindungan dan pemenuhan hak anak (Elizabeth Gibbons et., al., 2008).
Oleh karena itu, reformasi legislatif merupakan salah satu strategi yang efektif untuk memajukan
dan melindungi hak anak. Elemen kunci lain agar hak anak dapat terpenuhi adalah alokasi anggaran
untuk memenuhi hak anak , khususnya hak ekonomi, sosial, dan budaya. Pasal 4 menyatakan bahwa
pemenuhan hak ekonomi, sosial, dan budaya anak-anak mensyaratkan Negara mengambil tindakan
secara maksimal sesuai dengan jumlah sumber daya yang tersedia (Innocenti Research Centre,
2007).
Komentar Umum No. 5 Komite Hak Anak mengenai Langkah Umum Pengimplementasian KHA juga
kembali menekankan upaya melakukan reformasi legislatif (Erica Hall, 2007) sebagai berikut:
a. Komite berpendapat kajian komprehensif dari semua peraturan perundang-undangan
nasional untuk memastikan kepatuhan sepenuhnya dengan KHA merupakan kewajiban
negara pihak. Tinjauan terhadap produk legislatif tidak hanya pasal per pasal, tetapi
secara holistik, mengakui kesalingketergantungan dan keutuhan HAM;
b. Negara harus menjamin dengan segala cara yang tepat bahwa ketentuan-ketentuan KHA
akan diberikan akibat hukum (legal effect) dalam sistem hukum nasional negara pihak;
1
Disampaikan dalam Acara Peluncuran dan Bedah Buku Memperjuangkan Kebijakan Yang Memenuhi Hak Anak yang
diselenggarakan oleh World Vision Indonesia, Jakarta, 5 November 2010
2 Tindakan-tindakan yang semestinya dilakukan untuk melaksanakan norma pasal 4 KHA mencakup:
a. Memastikan bahwa semua peraturan perundang-undangan (legislative policy) secara penuh sesuai dengan prinsipprinsip dan ketentuan KHA;
b. Membuat suatu strategi nasional secara komprehensif guna memenuhi dan melindungi hak-hak anak;
c. Mengalokasian dan menganalisis anggaran publik berdasarkan kepentingan terbaik untuk anak.
Lihat, Rachel Hodgkin dan Peter Newell, Implementation Handbook for the Convention on the Rights of the Child, UNICEF,
New York, USA, 1998
Page 1 of 10
c. Menekankan tindakan inkorporisasi3 KHA dalam hukum domestik agar ketentuan-ketentuan
KHA dapat diberlakukan melalui pengadilan dan diterapkan oleh otoritas nasional.
d. Memastikan bahwa semua hukum nasional yang relevan, termasuk hukum lokal atau adat,
sesuai dengan KHA;
e. Menegaskan pentingnya prinsip-prinsip dan norma-norma hak-hak anak menjadi norma
konstitusi nasional;
f. Memastikan bahwa hukum nasional mencerminkan prinsip-prinsip umum yang terdapat
dalam KHA;
g. Menekankan penting pengaturan secara sektoral di bidang pendidikan, kesehatan, dan
akses keadilan yang mencerminkan konsisten dengan prinsip-prinsip dan standar KHA.
Kesimpulan Pengamatan (concluding observation) dari Komite Hak Anak atas Laporan Pemerintah
Indonesia terkait dengan pelaksanaan KHA juga dapat dijadikan sebagai alat eksaminasi sejauhmana
hak anak dilindungi. Dalam Kesimpulan Pengamatan, Komite menyoroti ratifikasi yang dilakukan
terhadap KHA tanpa melibatkan persetujuan legislatif melalui undang-undang.4 Hal ini juga
ditekankan oleh Pelapor Khusus Hak Atas Pendidikan Katarina Tomaševski yang menyatakan bahwa
Konvensi Hak Anak diratifikasi melalui keputusan presiden yang memiliki status terendah dalam
hirarki sumber hukum sehingga terdapat pembatasan hukum untuk terimplementasi secara efektif.5
Situasi kebijakan di Indonesia sebagaimana telah terurai di atas, khususnya peraturan perundangundangan yang berlaku, dapat dipergunakan untuk melihat sampai sejauhmana Negara berpihak
pada anak. Artinya reformasi hukum yang menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk menjamin
penikmatan hak anak belum dilaksanakan secara optimal.
Tabel sandingan antara peraturan perundang-undangan dengan KHA berikut ini menunjukkan belum
berpihaknya Negara untuk memenuhi komitmen internasional untuk memajukan dan melindungi
hak anak.
3
Menurut Aliran Dualisme, hukum internasional dapat menjadi norma hukum nasional melalui (i) inkorporisasi, yakni
ketentuan hukum internasional langsung menjadi bagian dari hukum nasional; (ii) transformasi yakni ketentuan hukum
internasional memerlukan transformasi menjadi hukum nasional sebelum berlaku dalam lingkungan hukum nasional; dan
(iii) delegasi, yakni hukum nasional mendapatkan limpahan kewenangan dari hukum internasional untuk memberlakukan
ketentuan hukum internasional. Lihat Imelda Kamil Ariadno, Hukum Internasional, Diadit Media, Jakarta, 2007
4 Lihat Paragraf 14, Concluding Observations: Indonesia, Committee on The Rights of The Child, CRC/C/15/Add.223, 26
February 2004
5. Lihat Paragfraf 10, Laporan
Pelapor Khusus Hak Atas Pendidikan, Katarina Tomaševski, E/CN.4/2003/9/Add.1, 4
November 2002
Page 2 of 10
Jenis Peraturan PerundangUndangan/Kebijakan
UUD 19456
Keppres No. 36 Tahun 1990
mengenai ratifikasi KHA 11
Titik Kritis
 UUD 1945 belum mengakomodasi7 prinsip hak
anak untuk menyatakan pendapat8 dan prinsip
kepentingan terbaik bagi anak9 sebagaimana
telah dijamin dalam KHA.
 UUD 1945 hanya mengatur hak anak secara
umum, ringkas, dan sederhana, dan ditujukan
bagi kelompok anak tertentu10 belum
mengokomodasi prinsip dan norma KHA
secara utuh.
 Landasan hukum Keputusan Presiden untuk
meratifikasi KHA mempunyai kelemahan
mendasar, yakni Keputusan Presiden tidak
dapat dijadikan rujukan yuridis bagi
pembuatan undang-undang karena
KHA
 Pasal 12
 Pasal 3
 Pasal 4
 Pasal 2
 Pasal 4
6
Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa:
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
7 Apabila mengacu pada pendapat Jimly Asshidiqie maka komitmen Negara terhadap pemajuan dan perlindungan anak
dapat dikategorikan beerkomitmen sedang karena sudah memberikan pengakuan konstitusionalitas hak anak meski belum
mengakui secara spesifik duty the state. Norma yang mengakui eksistensi anak sebagai subyek hak masih disatukan dengan
HAM secara umum. Pasal lain yang mengatur jaminan hak anak adalah Pasal 34 yang mengatur bahwa anak yang terlantar
dipelihara Negara. Lihat Jimly Asshidiqie, Green Constitution: Nuansa Hijau UUD 1945, Rajawali Pers, Jakarta, 2009
8 Pasal 12 KHA menyatakan bahwa:
Negara harus menjamin bahwa anak-anak yang mampu membentuk pandangannya sendiri, mempunyai hak untuk
menyatakan pendapatnya secara bebas dalam semua hal yang mempengaruhi anak-anak tersebut, dan pendapat anak-anak
dipertimbangkan sesuai dengan usia dan kematangan mereka.
9 Pasal 3 KHA menyatakan bahwa:
Dalam semua tindakan yang menyangkut anak, baik yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial pemerintah
atau swasta, lembaga pengadilan, lembaga pemerintah atau badan legislatif, kepentingan terbaik bagi anak harus dijadikan
pertimbangan utama.
10 Dalam konteks perlindungan anak, terdapat 3 kategori konstitusi yakni:
a. Konstitusi ’anak yang tersembunyi (The ‘invisible child’ constitution), yakni konstitusi suatu Negara yang tidak
mengekspresikan secara khusus ketentuan-ketentuan yang terkait dengan pemajuan dan perlindungan anakanak.
b. Konstitusi ‘perlindungan khusus’ (The ‘special protection’ constitution), yakni konstitusi yang telah merefleksikan
perlakuan khusus yang ditujukan untuk memastikan bahwa anak-anak mendapatkan perlindungan dari ancaman
kehidupan mereka.
c. Konsitusi ‘hak asasi anak’ (The ‘children’s rights’ constitution), yakni konstitusi yang telah mengakomodasi
prinsip-prinsip dan sebagian dari norma-norma yang terkandung dalam KHA.
Sementara menurut Philip Alston, John Tobin, Mac Darrow Konstitusi Indonesia termasuk
Konstitusi ‘perlindungan
khusus’ (the ‘special protection’ constitution), di mana isu yang menjadi substansi konstitusi secara eksplisit (tersurat)
hanya kewajiban untuk memberikan perlindungan/dukungan terhadap kelompok anak tertentu seperti anak yatim, difabel,
dan anak-anak yang sangat membutuhkan. Philip Alston, John Tobin, Mac Darrow LAYING THE FOUNDATIONS FOR
CHILDREN’S RIGHTS : An Independent Study of some Key Legal and Institutional Aspectsof the Impact of the Convention on the
Rights of the Child, The UNICEF Innocenti Research Centre, Giuntina, Florence, Italy, UNICEF, 2005
11
Sebelum berlaku UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Keputusan
Presiden termasuk dalam hirarkis peraturan perundang-undangan di Indonesia. Lihat Ketetapan MPRS
No.XX/MPRS/1966 dan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000
Page 3 of 10
UU No. 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang
UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak
UU No. 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban
UU No. 3 Tahun 1997
bertentangan dengan hirarkis peraturan
perundang-undangan di Indonesia. 12
 Kecuali KHA, instrumen HAM Internasional
Pokok yang lain diratifikasi dengan UndangUndang13
 UU PTPPO hanya mendefinisikan
perdagangan orang belum mendefinisikan
perdagangan terhadap anak
 Tidak memuat prinsip-prinsip KHA
 Perlindungan khusus terhadap korban dan
saksi anak belum diatur
 Kompensasi sebagai kewajiban Negara belum
diatur
 Mengatur kewajiban asasi anak
 Adopsi tidak berdasar pada prinsip non
diskriminasi dan kepentingan terbaik bagi
anak
Belum mengatur perlindungan terhadap anak
yang menjadi saksi dan korban sehingga isu-isu
krusial terkait dengan kebutuhan yang khusus
anak dan perlakuan khusus bagi anak (prinsip
kepentingan terbaik bagi anak) tidak tercakup di
dalamnya.
 Penetapan usia pertanggung-jawaban pidana
anak terlalu rendah 8 tahun
 Penggunaan istilah hukum (legal term) anak
nakal
 Proses pengadilan terhadap yang melakukan
tindak pidana anak yang sama dengan orang
dewasa yang melakukan tindak pidana dari
pengadilan tingkat pertama sampai
peninjauan kembali
 Pidana yang dijatuhkan terhadap anak sama
dengan pidana yang dijatuhkan kepada orang
dewasa
 Hukum Acara bagi orang dewasa dalam
KUHAP juga diberlakukan pada kasus anak






Pasal 11
Pasal 12 (1)
Pasal 19
Pasal 34
Pasal 35
Pasal 39
 Pasal 4
 Pasal 2
 Pasal 3




Pasal 3 (1)
Pasal 12 (2)
Pasal 39
Pasal 40
 Pasal 3
 Pasal 37
 Pasal 40
12
Lihat Pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menentukan
bahwa hirarkis perundang-undangan di Indonesia terdiri dari:
a. UUD 1945;
b. Undang-Undang
c. Peraturan Pemerintah
d. Peraturan Presiden
e. Peraturan Daerah
13
Menurut Pasal 10 UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional dan Pasal 8UU No. 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mengatur bahwa materi perjanjian internasional yang
berkenaan denga HAM diratifikasi dengan undang-undang
Page 4 of 10
yang berhadapan dengan hukum
 Konsep keadilan restoratif terhadap perkara
anak belum diakomodasi
 Diversi terhadap perkara anak belum diatur
Reformasi legislatif dan penganggaran hak anak ini di Indonesia penting dilakukan dengan segera
karena realita menunjukan pelanggaran hak anak di Indonesia masih masif terjadi di seluruh
penjuru tanah air. Situasi pelanggaran hak anak ini menunjukkan bahwa legislasi dan anggaran
publik yang ada belum responsif terhadap perlindungan dan pemajuan hak anak.
Pada titik ini
upaya advokasi menjadi penting dilakukan guna merubah legislasi dan anggaran
publik yang tidak responsif terhadap anak menjadi kebijakan yang responsif terhadap anak
berdasarkan prinsip:
a.
b.
c.
d.
non diskriminatif (Pasal 2),
kepentingan terbaik bagi anak (Pasal 3),
partisipasi anak (Pasal 12), dan
kelangsungan hidup dan perkembangan (Pasal 6).
Di samping reformasi hukum, Negara juga harus didorong untuk meratifikasi perjanjian internasional
mengenai HAM yang belum diratifikasi. Berdasarkan RAN HAM 2004-2009 terdapat janji Pemerintah
untuk meratifikasi perjanjian internasional yang terkait dengan pemajuan dan perlindungan anak
sebagai berikut:
Perjanjian Internasional
Janji Pemerintah
Protokol Opsional KHA mengenai Keterlibatan Ratifikasi seharusnya telah dilakukan pada 2006
Anak dalam Konflik Bersenjata
Protokol Opsional KHA mengenai Perdagangan Ratifikasi seharusnya telah dilakukan pada 2005
Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak
Statuta Roma mengenai Mahkamah Pidana Ratifikasi seharusnya telah dilakukan pada 2005
Internasional
Secara visual isu advokasi hak anak untuk merubah kebijakan publik yang berasal dari pemetaan
situasi kebijakan public di atas dapat dilihat pada ragaan di bawah ini.
Page 5 of 10
Ratifikasi KHA
Kewajiban Negara
Komentar Umum
Komite Hak Anak
Janji Pemerintah
RAN HAM
Pasal 4
Pasal 42 dan
Pasal 44
Reformasi
Kebijakan
Pelaporan Negara ke
Komite Hak Anak
Concluding
Observation
(Kesimpulkan
Pengamatan)
Situasi Kebijakan
Advokasi
Situasi Pelanggaran Hak Anak Berdasarkan Pengalaman Anak-Anak
Upaya advokasi selain ditujukan bagi isu-isu yang mengemuka sebagaimana telah diuraikan di atas,
juga dapat berasal dari persepsi dan perspektif anak baik sebagai kelompok maupun sebagai
individu. Isu advokasi akan lebih memperoleh legitimasi apabila berasal dari permasalahan yang
dialami dan dirasakan oleh anak-anak. Dengan kata lain berdasarkan pengalaman anak-anak dalam
menjalani kehidupannya. Anak-anaklah yang lebih mengetahui situasi pelanggaran hak anak yang
menimpa dirinya dibandingkan orang dewasa.
Partisipasi anak dapat dilakukan melalui media yang ramah terhadap anak sehingga setiap anak
dapat mengekspresikan pandangan dan pengalaman yang dirasakannya. Media-media pilihan anak
dapat dipergunakan sebagai sarana bagi partisipasi anak guna melakukan identifikasi pelanggaran
anak. Partisipasi anak tidak mengenal usia. Pada dasarnya setiap anak dapat berpartisipasi dengan
cara mereka masing-masing. Orang dewasa harus bisa memaknai partisipasi anak sesuai dengan usia
dan tingkat kematangannya. Agar anak dapat berpartisipasi dalam melakukan identifikasi
pelanggaran hak yang dialaminya perlu dilakukan pengorganisasian kelompok anak.
Page 6 of 10
Pengorganisasian kelompok anak bertujuan untuk mengangkat pelanggaran hak anak berdasarkan
persepsi dan perspektif anak-anak. Artinya permasalahan yang mengemuka bukan merupakan
perspektif dan persepsi orang dewasa. Dalam hal ini orang dewasa memfasilitasi kelompok anak
sehingga dapat memunculkan isu yang akan diadvokasi. Dengan kata lain, pengorganisasian
kelompok anak dapat dijadikan sebagai sarana untuk memunculkan isu advokasi. Advokasi yang
dilandasi isu yang berasal dari partisipasi anak yang lebih kontekstual dan otentik karena dibangun
dari kebutuhan spesifik anak
Dalam konteks pengorganisasian kelompok anak, analisis sosial dapat dipergunakan sebagai metode
untuk menemukenali isu anak (problem statement) yang dapat dijadikan sebagai isu strategis
advokasi. Analisis sosial dipergunakan untuk menjawab 3 persoalan mendasar yakni:
a. Siapa yang paling dirugikan dan siapa yang paling diuntungkan atas situasi sosial yang tidak
adil ?
b. Hak-hak apa yang hilang akibat situasi sosial yang tidak adil ?
c. Siapa yang bertanggung jawab atas situasi yang tidak adil ?
Upaya Advokasi Hak Anak
Advokasi merupakan upaya yang sistematis dan terencana dengan menggunakan strategi tertentu
yang ditujukan (Ritu R. Shama, 2004) untuk:
a. Merubah kebijakan dan mengintegrasikan permasalahan dalam suatu program serta
solusinya
b. Mempengaruhi pengambil keputusan baik pada tingkat organisasi, local, provinsi, nasional,
dan internasional.
c. Memberikan informasi, pendidikan, dan komunikasi kepada masyarakat sehingga menarik
perhatian masyarakat tentang suatu masalah
Apabila pengertian advokasi tersebut dikerangkakan dalam sistem hukum maka upaya tersebut
ditujukan (Lawrence M. Friedman, 1984) terhadap:
a. Isi hukum, yakni norma atau aturan yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan;
b. Struktur hukum, yakni perangkat kelembagaan dan pelaksana isi hukum;
c. Budaya hukum, yakni pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum
digunakan, dihindari, atau disalahgunakan,
Sistem hukum tersebut dalam pendekatan berbasis hak (rights based approach) seharusnya
mencerminkan pelaksanaan 3 kewajiban dasar Negara (Todd Landman, 2006), yakni:
a. Kewajiban untuk menghormati (to respect) mengharuskan Negara dan seluruh organ dan
aparat negara untuk menjauhkan diri dari melakukan, mendukung atau mentoleransi praktikpraktik, kebijakan atau instrumen hukum yang melanggar integritas individu atau menyerang
kebebasan mereka untuk mengakses sumber daya untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Artinya negara tidak melakukan intervensi terhadap penikmatan HAM oleh setiap individu.
Page 7 of 10
Hal ini juga mensyaratkan bahwa terdapat upaya legislatif dan administratif yang
memberikan jamin terhadap HAM.
b. Kewajiban untuk melindungi (to protect) mengharuskan Negara dan para aparat negara
untuk mencegah pelanggaran hak oleh orang lain atau aktor non-negara. Lebih jauh untuk
melaksanakan kewajiban ini, negara harus mengambil langkah-langkah untuk memastikan
bahwa pihak ketiga tidak mengganggu penikmatan HAM. Apabila pelanggaran HAM terjadi,
Negara harus menjamin akses mekanisme pemulihan hukum.
c. Kewajiban untuk memenuhi (to fulfil) mencakup pengeluaran publik, regulasi pemerintahan
terkait perekonomian, penyediaan pelayanan dasar dan infrastruktur yang terkait, dan
redistribusi tindakan. Tugas pemenuhan terdiri dari langkah-langkah aktif yang diperlukan
untuk menjamin kesempatan untuk mengakses hak. Untuk itu negara harus mengambil
langkah-langkah progresif untuk mewujudkan hak yang bersangkutan. Kewajiban ini dibagi
lagi menjadi kewajiban untuk memfasilitasi dan untuk merealisasi HAM.
Dalam konteks pemajuan dan perlindungan anak maka upaya advokasi tersebut ditujukan untuk
mendekatkan antara realita dengan kondisi yang diidealkan dalam KHA. Dengan kata lain terjadi
perubahan sosial yang memberikan keadilan bagi anak-anak sehingga mereka dapat menikmati hakhaknya.
Keterkaitan antara advokasi, sitem hukum, dan pendekatan hak dalam rangka memberikan keadilan
bagi anak di atas dapat divisulisasikan melalui ragaan sebagai berikut:
Page 8 of 10
DUHAM
Kovenan
Hak Sipil dan
Hak Politik
Kovenan
Hak Ekonomi, Hak Sosial,
dan Hak Budaya
Kovenan
Hak Anak
Subyek Hak:
Anak
Menghormati
Substansi Hukum
Advokasi
Pendokumentasian
Melalui Audio Visual
Pemangku Kewajiban:
Negara
Melindungi
Struktur Hukum
Issue Strategis
Pelanggaran Hak Anak:
Commission
Ommission
Pengorganisasian
Kelompok Anak
Memenuhi
Budaya Hukum
Advokasi
Partisipasi Melalui Media
yang Ramah Terhadap
Anak
Page 9 of 10
Hambatan
1. Ketiadaan data statistik anak yang valid dan terpilah berdasarkan segregasi jenis kelamin dan
kelompok usia
2. Infrastruktur dan suprastruktur politik belum berpihak pada pemajuan dan perlindungan hak
anak
3. Gerakan sosial masyarakat sipil yang berbasis pada isu hak anak relative jauh tertinggal
dengan gerakan sosial lain, misal gerakan dengan basis isu perempuan, lingkungan, hak sipil
dan politik, kemiskinan, globalisasi, dan isu lainnya. Di samping itu isu anak sering kali masih
diabaikan dalam semesta gerakan transformasi sosial , bahkan masih terdapat anggapan anak
tidak mampu menjadi aktor dalam melakukan transformasi sosial.
4. Seringkali
LSM yang berfokus pada isu anak pilihan intervensinya pada pendekatan
berbasis kebutuhan dan pendekatan berbasis charity sehingga sulit untuk mengembangkan
jaringan advokasi
5. Anak sebagai beneficiaries agar menjadi konstituen gerakan sosial memerlukan
pengorganisasian dengan metode khusus, waktu, dan proses yang relatif lebih lama,
termasuk pengorganisasian bagi anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus.
6. Pengorganisasian anak idealnya dapat membongkar relasi subordinat antara :
a. Antara anak dengan anak (antar usia , antar jenis kelamin, antar kelas);
b. Antara anak dengan orang dewasa;
c. Antara anak dengan Negara.
Namun untuk membongkar relasi-relasi yang subordinat tersebut mensyaratkan metode yang
khusus sehingga membutuhkan jaringan yang luas dan kuat berdasarkan kesamaan basis isu.
Sumber Gambar:
Page 10 of 10
Download