ANTIDIARE ENKAPSULASI Lactobacillus

advertisement
1
PENDAHULUAN
Kesehatan
sangat
penting
untuk
melakukan berbagai kegiatan. Banyak faktor
yang mempengaruhi kualitas kesehatan, yaitu
lingkungan, pola hidup, makanan, dan
pelayanan kesehatan. Kualitas kesehatan dapat
menurun akibat berbagai jenis penyakit. Salah
satu jenis penyakit yang sering terjadi adalah
penyakit infeksi. Penyakit ini dapat
diakibatkan oleh mikroorganisme antara lain
bakteri dan virus. Salah satu jenis penyakit
infeksi yang sering terjadi adalah diare.
Diare merupakan penyakit yang dapat
menyerang bayi hingga orang dewasa.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO),
diare merupakan penyebab kematian balita
nomor satu di dunia. Di Indonesia, diare
merupakan penyebab kematian balita nomor
dua setelah ISPA (infeksi saluran pernapasan
akut) (Israr 2009). Penyakit tersebut
merupakan gejala klinis dari gangguan
pencernaan
yang
ditandai
dengan
bertambahnya frekuensi defekasi yang
berulang-ulang disertai dengan perubahan
konsistensi feses menjadi lembek sampai cair.
Jika penderita tidak segera diobati, tidak
jarang penderita akan mengalami dehidrasi
dan akhirnya mengalami kematian (Tjay dan
Rahardja 2002).
Masyarakat pada umumnya menggunakan
tanaman obat sebagai antidiare dan jarang
yang menggunakan makanan atau minuman
yang mengandung bakteri probiotik. Bakteri
probiotik menguntungkan bagi kesehatan
karena bakteri probiotik bersifat nonpatogen,
mampu menempel dan mengkolonisasi di
usus,
mampu
memproduksi
senyawa
antimikroba, dan dapat menstimulasi sistem
imun
(Salminen
dan
Adam
1998).
Kemampuan bakteri probiotik, khususnya
Lactobacillus plantarum menempel dan
mengkolonisasi
di
usus
merupakan
mekanisme adhesi karena adanya mannose
specific adhesion (MSA) (Adlerberth et al.
1996) yang dapat meningkatkan kesehatan
usus (Rolfe 2000). Mekanisme tersebut dapat
melindungi usus dari kolonisasi bakteri
patogen,
merangsang
aktifnya
sel-sel
epithelial dan fungsi limfosit sehingga dapat
meningkatkan kapasitas perlindungan pada
sistem mukosa (Walker 2000), menurunkan
kemampuan dinding usus mengabsorpsi
karsinogen (Aso 1997), dan berkompetisi
dengan bakteri patogen untuk mendapatkan
nutrisi (Rolfe 2000). Pada penelitian ini
diduga bahwa mannose specific adhesion
(MSA) yang dimiliki oleh Lactobacillus
plantarum Mar8 yang dienkapsulasi dapat
menghambat proses diare dengan melapisi
dinding usus dan memperbaiki kerusakan sel
epitel usus sehingga meningkatkan absorpsi
dan menghambat sekresi air dan elektrolitelektrolit berlebihan di usus.
Beberapa penelitian menunjukkan adanya
potensi penggunaan probiotik sebagai
antidiare. Boudraa et al. (2001) melaporkan
yogurt yang mengandung bakteri probiotik
dapat menurunkan frekuensi dan durasi buang
air besar pada penderita diare akut dan
malabsorpsi karbohidrat. Lactobacillus sp.
dan
Saccharomyces
boulardii
dapat
menurunkan durasi diare persisten pada anak
(Gaon et al. 2003).
Kemampuan bakteri tersebut dalam
mengurangi frekuensi dan durasi diare
dilaporkan berhubungan dengan keberadaan
gula pereduksi. Penderita diare lactoseintolerant dapat mengkonsumsi yogurt dan
makanan lain yang mengandung bakteri
probiotik karena bakteri tersebut dapat
membantu pemecahan laktosa di usus kecil
(Aso 1997).
Penelitian ini bertujuan mengetahui
pengaruh pemberian L. plantarum Mar8 yang
dienkapsulasi terhadap penghambatan proses
diare yang diinduksi minyak jarak. Aktivitas
L. plantarum Mar8 yang dienkapsulasi dalam
menstimulasi sistem imun, serta pengaruhnya
terhadap histologi lambung dan usus tikus
putih yang diinduksi diare dengan minyak
jarak (castor oil) diamati pada penelitian ini.
Hipotesis penelitian adalah MSA pada
bakteri L. plantarum Mar8 menyebabkan
bakteri dapat melekat, membentuk koloni, dan
melapisi dinding usus sehingga dapat
mempengaruhi proses diare pada tikus putih
yang diinduksi minyak jarak.
Manfaat yang diharapkan dari penelitian
ini
adalah
diketahuinya
mekanisme
enkapsulasi bakteri probiotik L. plantarum
Mar8 sebagai antidiare pada tikus putih
Sprague-Dawley yang diinduksi minyak jarak.
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan terdiri atas organ-organ
berupa mulut, faring, esophagus, lambung,
dan usus. Sistem tersebut berperan dalam
mencerna makanan yang mengandung
berbagai makromolekul menjadi nutrien yang
dapat diserap oleh tubuh (Xu dan Cranwell
2003). Menurut Fox (2004), sistem
pencernaan meliputi beberapa proses, yaitu
motilitas,
sekresi,
digesti,
absorpsi,
2
penyimpanan, dan eliminasi. Makanan yang
dicerna akan masuk melalui mulut hingga
usus halus dengan bantuan kontraksi otot
seperti gelombang yang disebut dengan gerak
peristaltik.
Pergerakan
makanan
ini
merupakan peristiwa motilitas.
Proses sekresi pada sistem pencernaan
meliputi sekresi endokrin dan eksokrin.
Sekresi endokrin meliputi sekresi hormonhormon untuk meregulasi sistem pencernaan.
Sementara sekresi eksokrin terdiri atas air,
asam hidroklorida, bikarbonat, dan beberapa
enzim pencernaan yang disekresikan ke dalam
lumen saluran pencernaan. Hasil sekresi
sistem pencernaan akan membantu proses
pencernaan
molekul-molekul
makanan
menjadi subunit yang lebih kecil sehingga
mudah diserap melalui proses absorpsi. Sarisari makanan diabsorpsi dan akhirnya masuk
ke dalam darah dan limpa. Proses terakhir
pada sistem pencernaan adalah penyimpanan
sementara dan eliminasi molekul makanan
yang tidak tercerna (Fox 2004).
Organ pencernaan yang berperan penting
pada proses sekresi dan absorpsi air, sari-sari
makanan, dan elektrolit-elektrolit tubuh
adalah usus. Usus dibedakan menjadi dua
bagian besar, yaitu usus halus dan usus besar
(Glass 1986). Usus halus merupakan bagian
dari sistem pencernaan yang berfungsi
mencerna dan menyerap zat-zat makanan
seperti asam amino, lipid, dan monosakarida
(Banks 1993). Usus halus berperan sebagai
pelaksana akhir dalam pencernaan yang
dibantu oleh enzim dari pankreas dan usus itu
sendiri, juga dibantu oleh empedu dari hati
untuk mengemulsikan lemak sebelum dicerna
secara enzimatik dengan menggunakan enzim
lipase, maltase, dan peptidase yang terdapat
dalam
mikrovili
serta
melaksanakan
penyerapan makanan yang telah dicerna
(Silverthorn 2009). Hartono (1999) juga
menjelaskan bahwa usus halus juga berfungsi
membuang sisa makanan yang tidak
diperlukan menuju usus besar yang seterusnya
akan dikeluarkan sebagai feses.
Secara histologi usus halus terdiri atas
lapisan mukosa (lamina epithelia, lamina
propia, dan muscularis mucosae), submukosa,
muskularis (tunica muscularis) dan serosa
(tunica serosa) (Banks 1993). Lapisan
mukosa diselaputi oleh vili yang penting
dalam proses absorpsi. Lamina propia mukosa
usus berbentuk jaringan ikat longgar yang
menjadi pusat vili. Selain itu juga terdapat
pembuluh darah, pembuluh limfe, leukosit,
fibroblast, otot polos, sel plasma, dan sel mast
(Dellman dan Brown 1992).
Lapisan submukosa berupa jaringan ikat
longgar yang mengandung saraf, arteri,
pembuluh limfe, vena, ganglion dari sistem
saraf parasimpatik, dan kumpulan badan sel
saraf terlokalisasi (Banks 1993). Sementara
tunika muskularis terdiri atas dua lapisan,
yaitu lapisan dalam yang tersusun melingkar
dan lapis luar yang tersusun memanjang.
Diantara kedua lapisan tersebut terdapat
jaringan ikat longgar yang mengandung
pleksus Mientricus atau pleksus Aurbach.
Pleksus tersebut bersama-sama dengan
pleksus Meissner
yang terdapat pada
submukosa menginervasi kontraksi usus untuk
mencampur
makanan
dengan
enzim,
kemudian menggerakkan makanan menuju
permukaan sel-sel absorpsi (Banks 1993).
Hasil absorpsi yang tidak dapat diserap di
usus halus terdiri atas 90% air dan sisa-sisa
makanan dibuang menuju usus besar. Tjay
dan Rahardja (2002), menjelaskan bahwa sisasisa makanan yang berada di usus besar akan
dicerna oleh bakteri-bakteri yang terdapat di
kolon sehingga sebagian besar dari sisa
makanan tersebut dapat diserap kembali
selama perjalanan melalui usus besar dan
resorpsi air juga terjadi sehingga isi usus
menjadi lebih padat. Proses absorpsi air dan
elektrolit-elektrolit di dalam usus ditunjang
oleh adanya sel vili dan sekresinya dilakukan
oleh sel kripta yang terdapat pada usus halus.
Absorpsi terjadi karena adanya perbedaan
osmolaritas yang terjadi pada bahan terlarut
yang diabsorpsi secara aktif pada lumen usus
oleh sel vili (Vander et al. 2001). Pada
keadaan normal, resorpsi dan sekresi air dan
elektrolit di usus berlangsung pada waktu
yang sama di sel-sel epitel mukosa yang diatur
oleh hormon, yaitu resorpsi oleh hormon
enkefalin dan sekresi
oleh hormon
prostaglandin dan neurohormon vasoactive
intestinal peptide (VIP) (Field 2003).
Sistem pencernaan juga merupakan organ
imun terbesar pada tubuh (Silverthorn 2009)
dengan mekanisme pertahanan yang telah
berkembang sejak lahir terutama pada dinding
usus (Suharyono 1986). Lamina propia pada
mukosa
usus
merupakan
sumber
immunoglobulin baik dalam serum maupun
yang disekresikan ke lumen usus dan menjadi
sumber penting dari IgA yang terdapat pada
sirkulasi darah manusia (Suharyono 1986).
Permukaan lamina terbuka secara terus
menerus
terhadap
organisme
patogen
penyebab penyakit dan sel imun pada gut
associated lymphoid tissue (GALT) harus
mencegah patogen tersebut agar tidak masuk
melalui jaringan absorpsi. Fungsi imunologis
3
usus penting karena banyak bahan makanan
yang bersifat sebagai antigen (zat asing) jika
kontak dengan mukosa usus yang dipenuhi
oleh sistem limfa (imunitas sel dan imunitas
humoral) dan dapat masuk ke usus halus,
reseptor sensori dan sel imun pada GALT
menimbulkan respon, yaitu berupa diare dan
muntah (Silverthorn 2009). Sel imun akan
beraksi jika antigen yang memasuki tubuh
merupakan senyawa yang membahayakan dan
mensekresikan sitokin untuk menyerang
antigen dan menimbulkan respon inflamasi
(peradangan). Tiga respon sitokin tersebut
adalah peningkatan Cl-, cairan, dan sekresi
mukus untuk membersihkan antigen dari
saluran pencernaan (Silverthorn 2009).
Penyakit Diare
Diare merupakan salah satu gejala klinis
dari gangguan usus dengan peningkatan massa
feses mencapai 500-1000 g/24 jam (pada
orang dewasa, massa normal 250 g/24 jam),
frekuensi buang air besar lebih dari biasanya
yang disertai dengan feses berbentuk cair
(Field 2003). Penyakit ini merupakan proses
pertahanan
tubuh
terhadap
infeksi
mikroorganisme dan makanan yang dapat
merusak usus agar tidak menyebabkan
kerusakan mukosa saluran cerna (Silverthorn
2009). Walaupun diare ini merupakan suatu
proses pertahanan tubuh terhadap infeksi
mikroorganisme namun sangat berbahaya
karena dapat menyebabkan dehidrasi.
Dehidrasi merupakan suatu keadaan tubuh
kehilangan banyak air dan elektrolit-elektrolit
yang terlarut, terutama natrium dan kalium.
Akibat dari peristiwa tersebut penderita
mengalami hipokaliemia (kekurangan kalium)
dan adakalanya asidosis (darah menjadi asam)
yang tidak jarang berakhir pada kematian
(Tjay dan Rahardja 2002).
Diare
merupakan
penyakit
yang
disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu infeksi
bakteri, virus, parasit, malabsorpsi makanan,
keracunan makanan, alergi, ataupun karena
defisiensi (Suharyono 1986), obat-obatan,
gangguan psikologis, dan juga dapat
disebabkan oleh penyakit lain. Beberapa jenis
bakteri yang dapat menyebabkan diare adalah
Staphylococcus aureus, Bacillus cereus,
Clostridium perferingens, Escherichia coli,
Vibrio cholera, Shigella sp., Salmonella sp.,
Clostridium difficile, Campylobacter jejuni,
Yersenia enterolitica, Klebsiella pnemoniae,
Vibrio haemolyticus (Brooks et al. 1996).
Mekanisme terjadinya diare akibat infeksi
bakteri dibedakan menjadi dua bagian, yaitu
toksin bakteri yang masuk ke dalam saluran
pencernaan merangsang sel epitel usus
sehingga terjadi peningkatan produksi cyclic
adenosine mono phosphate (cAMP) pada sel.
Peningkatan ini dapat
mengakibatkan
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke
lumen usus dan terhambatnya absorpsi di usus
(Field 2003). Akibat kejadian tersebut akan
terjadi osmosis air ke dalam lumen usus yang
mengakibatkan diare yang diikuti dehidrasi
akibat banyaknya air dan elektrolit yang
diekskresikan (Vander et al. 2001). Bakteri
penyebab diare ini juga dapat menginvasi sel
mukosa usus yang dapat mengakibatkan
kerusakan sel epitel usus sehingga proses
absorpsi air dan elektrolit terganggu dan
terjadi peningkatan sekresi (Tjay dan Rahardja
2002).
Diare juga dapat diakibatkan oleh obatobatan yang dikonsumsi seperti obat
pencahar,
yaitu
magnesium
trisiklat,
magnesium hidroksida, reserpin, alkaloid
ergot dan turunannya, sitostatistika. Obat
pencahar dapat meningkatkan konsentrasi
cAMP yang mengakibatkan peningkatan
motilitas usus dan menghambat absorpsi air
dan elektrolit. Gangguan psikologis juga dapat
menyebabkan diare, yaitu keadaan stress dan
terkejut karena pada keadaan itu terjadi
peningkatan asetilkolin yang dilepas sehingga
meningkatkan motilitas usus (Mutschler
1999).
Diare dapat dikelompokkan berdasarkan
mekanisme terjadinya, yaitu diare osmotik,
diare sekresi, diare inflamasi, dan diare yang
berhubungan dengan motilitas. Diare osmotik
merupakan diare yang terjadi karena tidak
cukupnya absorpsi pada osmosis senyawa
aktif pada usus seperti yang terjadi pada
malabsorpsi laktosa. Diare sekresi terjadi
karena infeksi bakteri dan virus yang disertai
peningkatan sekresi dan penurunan absorpsi
ion ke dalam usus. Jenis diare inflamasi
disertai eksudasi protein dan darah, sedangkan
diare
motilitas
berhubungan
dengan
percepatan motilitas pada gastrointestinal
(Vrese dan Marteau 2007).
Field (2003) menjelaskan bahwa pada saat
diare terjadi peningkatan peristaltik usus dan
proses absorpsi air dan elektrolit-elektrolit
terganggu sehingga chymus (makanan yang
sudah berbentuk bubur) lewat dari usus
dengan sangat cepat dan mengandung banyak
air pada saat meninggalkan tubuh sebagai
tinja. Terganggunya resorpsi air di usus akan
menyebabkan bertumpuknya cairan dan
terjadi hipersekresi. Pada keadaan normal
proses resorpsi melebihi sekresi, namun
karena adanya gangguan akan mengakibatkan
4
sekresi menjadi lebih besar daripada resorpsi
dan terjadilah diare (Field 2003).
Aktivitas Sistem Kekebalan Tubuh
Tubuh memiliki sistem pertahanan yang
akan menjaga tubuh dari berbagai serangan
patogen seperti bakteri, virus, dan berbagai zat
asing yang dapat masuk ke dalam tubuh.
Sistem tersebut dikenal sebagai sistem
imunitas atau sistem kekebalan tubuh. Sistem
ini akan melakukan penghancuran bahan asing
tersebut melalui proses fagositosis (Tizard
1988).
Proses fagositosis dilakukan oleh dua
sistem komplementer, yaitu sistem mieloid
dan sistem fagositik mononuklir. Sistem
mieloid terdiri atas sel-sel yang bekerja
dengan cepat namun tidak dapat bertahan
lama, sedangkan sistem fagositik mononuklir
bekerja dengan lambat namun bertahan lebih
lama (Tizard 1988). Sistem mieloid terdiri
atas sel granulosit polimorfonuklir netrofil
(netrofil), eosinofil, basofil. Komponen yang
termasuk sistem fagositik mononuklir adalah
makrofag (Spector dan Spector 1993).
Makrofag merupakan sel imun yang
tersebar di seluruh tubuh dan berperan penting
dalam melakukan fagositosis, menghancurkan
bahan asing (patogen dan zat asing yang
berbahaya bagi tubuh) dan jaringan mati, serta
mengolah bahan asing tersebut sehingga dapat
menstimulasi sistem imun (Tizard 1988).
Selain itu, makrofag juga mengkoordinasikan
sel-sel dan jaringan imunitas lain seperti
mensekresikan sitokin yang berperan penting
dalam proses inflamasi meliputi IL-1
(Interleukin-1), TNF-α (Tumor necrosis
factor-α), IL-6. IL-1 berfungsi mengaktifkan
limfosit, IL-1, IL-6, TNF-α mempengaruhi
pusat termoregulasi pada hypothalamus
(Kindt et al. 2007).
Aktivasi makrofag merupakan mekanisme
pelepasan mediator antimikroba yang tidak
hanya
bersifat
toksik
terhadap
mikroorganisme patogen, tetapi juga bersifat
toksik terhadap sel inang yang dapat
menyebabkan sel inang hancur (Calder 2002).
Bakteri Probiotik
Bakteri probiotik merupakan jenis bakteri
asam laktat yang memiliki sifat nonpatogen
dan memberikan efek menguntungkan bagi
kesehatan jika dikonsumsi. Bakteri tersebut
termasuk bakteri gram positif, tidak
membentuk spora, berbentuk batang dan
bulat, katalase negatif, non motil atau sedikit
motil, mikroaerofilik sampai anaerob, hidup
pada suhu mesofilik (Salminen dan Adam
1998). Bakteri probiotik menghasilkan
berbagai senyawa antimikrob, yaitu berupa
asam laktat, H2O2, bakteriosin, dan berbagai
enzim seperti laktase, bile salt hydrolase, serta
adanya anti karsinogenik, dan dapat
menstimulasi sistem imun (Salminen dan
Adam 1998).
Menurut Salminen dan Adam (1998),
bakteri yang termasuk dalam kelompok
probiotik harus mempunyai sifat, yaitu stabil
terhadap asam (terutama asam lambung),
stabil terhadap garam empedu, mampu
bertahan hidup selama berada pada bagian
atas usus halus, dapat memproduksi senyawa
antimikrob,
mampu
menempel
dan
mengkolonisasi sel usus manusia, tumbuh
baik dan berkembang dalam saluran
pencernaan,
koagregasi
membentuk
lingkungan mikroflora yang normal dan
seimbang, tidak patogen, serta memberi efek
kesehatan yang sudah terbukti.
Golongan bakteri yang termasuk bakteri
probiotik adalah famili Lactobacilliceae, yaitu
Lactobacillus, famili Streptoceae, yaitu
Streptococcus, Pediacoccus, Leuconostoc
(Fardiaz 1992). Lactobacillus sp. merupakan
jenis bakteri asam laktat yang mempunyai
efek yang menguntungkan bagi kesehatan,
terutama bagi usus (Boekhorst et al. 2006)
dan mempunyai potensi yang tinggi sebagai
produk probiotik dibandingkan bakteri asam
laktat lainnya. Bakteri ini banyak dijumpai
pada saluran gastrointestinal, usus halus
mencapai 106-107 sel/g, usus besar 1010-1011
sel/g (Ray 1996).
Alasan utama bakteri Lactobacillus sp.
menguntungkan bagi kesehatan adalah bakteri
ini mempunyai kemampuan menempel dan
mengkolonisasi di dinding usus (Boekhorst et
al. 2006) yang didukung oleh adanya mannose
specific adhesion (MSA) (Adlerberth et al.
1996). Mekanisme penempelan bakteri di usus
disebut dengan adhesi (Walker 2000), tidak
diganggu oleh gerakan peristaltik usus
(Morais dan Cristina 2006). Bakteri yang
memiliki mekanisme MSA akan melekat pada
glikokonjugat yang terdapat pada membran
mikrovili. Glikokonjugat merupakan terminal
gula yang terdapat pada sisi rantai
oligosakarida yang tersusun atas molekul
manosa terletak pada membran mikrovili,
yaitu berupa glikolipid dan protein (Walker
2000). Boekhorst et al. (2006), melaporkan
bahwa bakteri dapat mengkolonisasi di usus
juga terjadi karena adanya domain protein,
yaitu 3 protein yang dapat menempel pada
kolagen, 1 protein yang dapat terikat pada
kitin, 1 protein yang terikat pada fibronektin,
5
dan 7 protein dengan domain yang dapat
menempel di mukus. Kedua belas protein
tersebut merupakan kunci utama penempelan
bakteri terhadap komponen inang (Boekhorst
et al. 2006).
Perlekatan tersebut dapat meningkatkan
pertahanan
dan
perlindungan
saluran
pencernaan inang terhadap kolonisasi bakteri
patogen. Selain itu, perlekatan ini juga dapat
merangsang aktifnya sel-sel epithelial dan
fungsi limfosit sehingga dapat meningkatkan
kapasitas perlindungan mukosa (Walker
2000), menghambat invasi dan perlekatan
patogen pada epithelial dan mukosa,
berkompetisi
dengan
patogen
untuk
mendapatkan
nutrisi
(Rolfe
2000),
menurunkan kemampuan dinding usus
mengabsorpsi karsinogen (Aso 1997),
merangsang produksi lendir di mukosa usus
dan dapat memulihkan permeabilitas usus
(Morais dan Cristina 2006).
Mekanisme lain dari bakteri probiotik di
usus ialah mempertahankan keseimbangan
mikroflora usus, mengeliminasi bakteri atau
mikroorganisme yang tidak diharapkan dari
induk, menyediakan enzim yang mampu
mencerna serat kasar, protein, lemak, dan
detoksifikasi racun atau metabolitnya.
Probiotik juga mampu mempercepat ataupun
menahan
aktivitas
mikroba
yang
menyebabkan pH usus menurun akibat
terbentuknya amonia dan metabolisme
empedu. Probiotik juga mengekskresikan
glutamat, meningkatkan proses absorpsi
dalam usus dan mencegah stress (Fuller
1999).
Tikus Sebagai Hewan Percobaan
Hewan percobaan merupakan hewan yang
sengaja dipelihara dan diternakkan untuk
dipakai sebagai hewan model untuk
mempelajari dan mengembangkan berbagai
macam bidang ilmu dan skala penelitian atau
pengamatan laboratorik (Malole & Pramono
1989). Hewan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tikus. Tikus banyak
digunakan karena telah diketahui sifatsifatnya dengan sempurna, mudah dipelihara,
merupakan hewan yang relatif sehat, dan
cocok untuk berbagai macam penelitian.
Tikus sudah menyebar ke seluruh dunia dan
digunakan secara luas untuk penelitian di
laboratorium
ataupun
sebagai
hewan
kesayangan salah satunya adalah tikus putih
yang berasal dari Asia Tengah (Malole &
Pramono 1989).
Lima macam basic stock tikus putih
(Albino Normay rat, Rattuts norvegicus) yang
biasa digunakan sebagai hewan percobaan di
laboratorium yaitu Long Evans, Osborne
Mendel, Sherman, Sprague-Dawley, dan
Wistar. Beberapa karakteristik SpragueDawley adalah berwarna albino putih,
berkepala kecil, ekornya lebih panjang
daripada badannya, aktif pada malam hari,
tidak memiliki kantung empedu, tidak dapat
mengeluarkan isi perutnya atau muntah,
bertumbuh
dengan
cepat,
meskipun
kecepatannya menurun setelah berumur 100
hari. Zat-zat gizi yang digunakan untuk
pertumbuhan tikus hampir sama dengan
manusia yaitu karbohidrat, protein, mineral,
dan vitamin (Muchtadi 1989).
Alasan pemilihan tikus sebagai hewan
percobaan pada penelitian ini adalah tikus
mempunyai sistem pencernaan yang mirip
dengan manusia. Smith dan Mangkoewidjojo
(1988) menjelaskan bahwa sistem pencernaan
tikus dimulai dari mulut, esophagus, lambung,
usus halus (duodenum, jejunum, ileum), usus
besar (kolon, rektum, sekum), dan diikuti
organ asesori (pankreas, hati, limpa) yang
berhubungan dengan saluran pencernaan.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah
bakteri probiotik Lactobacillus plantarum
Mar8 yang diisolasi dari buah Markisa berasal
dari Berastagi dan telah dienkapsulasi dengan
dekstrin 10%, hewan coba tikus galur
Sprague-Dawley, pakan standar (komposisi
dapat dilihat di Lampiran 7), Loperamid
dengan nama dagang Imodium®, minyak
jarak dengan nama dagang Olium Ricini,
NaCl fisiologis (NaCl 0,85%, pH 7), charcoal
meal (10 g arang aktif dalam 100 mL gum
arab 5%), eter, alkohol 70%, akuades,
metanol,
pewarna
giemsa,
akuades,
Staphylococcus aureus dari koleksi LIPI
Cibinong, minyak imersi, ekstrak meniran
dengan nama dagang Stimuno®, formalin,
alkohol 80%, alkohol 90%, alkohol 95%,
alkohol absolut I, alkohol absolut II, parafin I,
parafin II, Ewit, xylol I, xylol II, litium
karbonat, eosin, permount, pewarna Mayer’s
Hematoxylin.
Alat-alat yang digunakan neraca analitik,
sonde, alat-alat gelas, gunting, pinset, plastik
bening, tabung plastik kecil, tissu, kapas,
syringe, gelas preparat, kaca penutup,
mikroskop cahaya, pipet tetes, pipet
volumetrik, plastik bening, gelas-gelas mesin
autotechnicon, kaset tissue, mikrotom,
inkubator.
Download