1 PENDAHULUAN Kesehatan sangat penting untuk melakukan berbagai kegiatan. Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas kesehatan, yaitu lingkungan, pola hidup, makanan, dan pelayanan kesehatan. Kualitas kesehatan dapat menurun akibat berbagai jenis penyakit. Salah satu jenis penyakit yang sering terjadi adalah penyakit infeksi. Penyakit ini dapat diakibatkan oleh mikroorganisme antara lain bakteri dan virus. Salah satu jenis penyakit infeksi yang sering terjadi adalah diare. Diare merupakan penyakit yang dapat menyerang bayi hingga orang dewasa. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), diare merupakan penyebab kematian balita nomor satu di dunia. Di Indonesia, diare merupakan penyebab kematian balita nomor dua setelah ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) (Israr 2009). Penyakit tersebut merupakan gejala klinis dari gangguan pencernaan yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi yang berulang-ulang disertai dengan perubahan konsistensi feses menjadi lembek sampai cair. Jika penderita tidak segera diobati, tidak jarang penderita akan mengalami dehidrasi dan akhirnya mengalami kematian (Tjay dan Rahardja 2002). Masyarakat pada umumnya menggunakan tanaman obat sebagai antidiare dan jarang yang menggunakan makanan atau minuman yang mengandung bakteri probiotik. Bakteri probiotik menguntungkan bagi kesehatan karena bakteri probiotik bersifat nonpatogen, mampu menempel dan mengkolonisasi di usus, mampu memproduksi senyawa antimikroba, dan dapat menstimulasi sistem imun (Salminen dan Adam 1998). Kemampuan bakteri probiotik, khususnya Lactobacillus plantarum menempel dan mengkolonisasi di usus merupakan mekanisme adhesi karena adanya mannose specific adhesion (MSA) (Adlerberth et al. 1996) yang dapat meningkatkan kesehatan usus (Rolfe 2000). Mekanisme tersebut dapat melindungi usus dari kolonisasi bakteri patogen, merangsang aktifnya sel-sel epithelial dan fungsi limfosit sehingga dapat meningkatkan kapasitas perlindungan pada sistem mukosa (Walker 2000), menurunkan kemampuan dinding usus mengabsorpsi karsinogen (Aso 1997), dan berkompetisi dengan bakteri patogen untuk mendapatkan nutrisi (Rolfe 2000). Pada penelitian ini diduga bahwa mannose specific adhesion (MSA) yang dimiliki oleh Lactobacillus plantarum Mar8 yang dienkapsulasi dapat menghambat proses diare dengan melapisi dinding usus dan memperbaiki kerusakan sel epitel usus sehingga meningkatkan absorpsi dan menghambat sekresi air dan elektrolitelektrolit berlebihan di usus. Beberapa penelitian menunjukkan adanya potensi penggunaan probiotik sebagai antidiare. Boudraa et al. (2001) melaporkan yogurt yang mengandung bakteri probiotik dapat menurunkan frekuensi dan durasi buang air besar pada penderita diare akut dan malabsorpsi karbohidrat. Lactobacillus sp. dan Saccharomyces boulardii dapat menurunkan durasi diare persisten pada anak (Gaon et al. 2003). Kemampuan bakteri tersebut dalam mengurangi frekuensi dan durasi diare dilaporkan berhubungan dengan keberadaan gula pereduksi. Penderita diare lactoseintolerant dapat mengkonsumsi yogurt dan makanan lain yang mengandung bakteri probiotik karena bakteri tersebut dapat membantu pemecahan laktosa di usus kecil (Aso 1997). Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian L. plantarum Mar8 yang dienkapsulasi terhadap penghambatan proses diare yang diinduksi minyak jarak. Aktivitas L. plantarum Mar8 yang dienkapsulasi dalam menstimulasi sistem imun, serta pengaruhnya terhadap histologi lambung dan usus tikus putih yang diinduksi diare dengan minyak jarak (castor oil) diamati pada penelitian ini. Hipotesis penelitian adalah MSA pada bakteri L. plantarum Mar8 menyebabkan bakteri dapat melekat, membentuk koloni, dan melapisi dinding usus sehingga dapat mempengaruhi proses diare pada tikus putih yang diinduksi minyak jarak. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah diketahuinya mekanisme enkapsulasi bakteri probiotik L. plantarum Mar8 sebagai antidiare pada tikus putih Sprague-Dawley yang diinduksi minyak jarak. TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pencernaan Sistem pencernaan terdiri atas organ-organ berupa mulut, faring, esophagus, lambung, dan usus. Sistem tersebut berperan dalam mencerna makanan yang mengandung berbagai makromolekul menjadi nutrien yang dapat diserap oleh tubuh (Xu dan Cranwell 2003). Menurut Fox (2004), sistem pencernaan meliputi beberapa proses, yaitu motilitas, sekresi, digesti, absorpsi, 2 penyimpanan, dan eliminasi. Makanan yang dicerna akan masuk melalui mulut hingga usus halus dengan bantuan kontraksi otot seperti gelombang yang disebut dengan gerak peristaltik. Pergerakan makanan ini merupakan peristiwa motilitas. Proses sekresi pada sistem pencernaan meliputi sekresi endokrin dan eksokrin. Sekresi endokrin meliputi sekresi hormonhormon untuk meregulasi sistem pencernaan. Sementara sekresi eksokrin terdiri atas air, asam hidroklorida, bikarbonat, dan beberapa enzim pencernaan yang disekresikan ke dalam lumen saluran pencernaan. Hasil sekresi sistem pencernaan akan membantu proses pencernaan molekul-molekul makanan menjadi subunit yang lebih kecil sehingga mudah diserap melalui proses absorpsi. Sarisari makanan diabsorpsi dan akhirnya masuk ke dalam darah dan limpa. Proses terakhir pada sistem pencernaan adalah penyimpanan sementara dan eliminasi molekul makanan yang tidak tercerna (Fox 2004). Organ pencernaan yang berperan penting pada proses sekresi dan absorpsi air, sari-sari makanan, dan elektrolit-elektrolit tubuh adalah usus. Usus dibedakan menjadi dua bagian besar, yaitu usus halus dan usus besar (Glass 1986). Usus halus merupakan bagian dari sistem pencernaan yang berfungsi mencerna dan menyerap zat-zat makanan seperti asam amino, lipid, dan monosakarida (Banks 1993). Usus halus berperan sebagai pelaksana akhir dalam pencernaan yang dibantu oleh enzim dari pankreas dan usus itu sendiri, juga dibantu oleh empedu dari hati untuk mengemulsikan lemak sebelum dicerna secara enzimatik dengan menggunakan enzim lipase, maltase, dan peptidase yang terdapat dalam mikrovili serta melaksanakan penyerapan makanan yang telah dicerna (Silverthorn 2009). Hartono (1999) juga menjelaskan bahwa usus halus juga berfungsi membuang sisa makanan yang tidak diperlukan menuju usus besar yang seterusnya akan dikeluarkan sebagai feses. Secara histologi usus halus terdiri atas lapisan mukosa (lamina epithelia, lamina propia, dan muscularis mucosae), submukosa, muskularis (tunica muscularis) dan serosa (tunica serosa) (Banks 1993). Lapisan mukosa diselaputi oleh vili yang penting dalam proses absorpsi. Lamina propia mukosa usus berbentuk jaringan ikat longgar yang menjadi pusat vili. Selain itu juga terdapat pembuluh darah, pembuluh limfe, leukosit, fibroblast, otot polos, sel plasma, dan sel mast (Dellman dan Brown 1992). Lapisan submukosa berupa jaringan ikat longgar yang mengandung saraf, arteri, pembuluh limfe, vena, ganglion dari sistem saraf parasimpatik, dan kumpulan badan sel saraf terlokalisasi (Banks 1993). Sementara tunika muskularis terdiri atas dua lapisan, yaitu lapisan dalam yang tersusun melingkar dan lapis luar yang tersusun memanjang. Diantara kedua lapisan tersebut terdapat jaringan ikat longgar yang mengandung pleksus Mientricus atau pleksus Aurbach. Pleksus tersebut bersama-sama dengan pleksus Meissner yang terdapat pada submukosa menginervasi kontraksi usus untuk mencampur makanan dengan enzim, kemudian menggerakkan makanan menuju permukaan sel-sel absorpsi (Banks 1993). Hasil absorpsi yang tidak dapat diserap di usus halus terdiri atas 90% air dan sisa-sisa makanan dibuang menuju usus besar. Tjay dan Rahardja (2002), menjelaskan bahwa sisasisa makanan yang berada di usus besar akan dicerna oleh bakteri-bakteri yang terdapat di kolon sehingga sebagian besar dari sisa makanan tersebut dapat diserap kembali selama perjalanan melalui usus besar dan resorpsi air juga terjadi sehingga isi usus menjadi lebih padat. Proses absorpsi air dan elektrolit-elektrolit di dalam usus ditunjang oleh adanya sel vili dan sekresinya dilakukan oleh sel kripta yang terdapat pada usus halus. Absorpsi terjadi karena adanya perbedaan osmolaritas yang terjadi pada bahan terlarut yang diabsorpsi secara aktif pada lumen usus oleh sel vili (Vander et al. 2001). Pada keadaan normal, resorpsi dan sekresi air dan elektrolit di usus berlangsung pada waktu yang sama di sel-sel epitel mukosa yang diatur oleh hormon, yaitu resorpsi oleh hormon enkefalin dan sekresi oleh hormon prostaglandin dan neurohormon vasoactive intestinal peptide (VIP) (Field 2003). Sistem pencernaan juga merupakan organ imun terbesar pada tubuh (Silverthorn 2009) dengan mekanisme pertahanan yang telah berkembang sejak lahir terutama pada dinding usus (Suharyono 1986). Lamina propia pada mukosa usus merupakan sumber immunoglobulin baik dalam serum maupun yang disekresikan ke lumen usus dan menjadi sumber penting dari IgA yang terdapat pada sirkulasi darah manusia (Suharyono 1986). Permukaan lamina terbuka secara terus menerus terhadap organisme patogen penyebab penyakit dan sel imun pada gut associated lymphoid tissue (GALT) harus mencegah patogen tersebut agar tidak masuk melalui jaringan absorpsi. Fungsi imunologis 3 usus penting karena banyak bahan makanan yang bersifat sebagai antigen (zat asing) jika kontak dengan mukosa usus yang dipenuhi oleh sistem limfa (imunitas sel dan imunitas humoral) dan dapat masuk ke usus halus, reseptor sensori dan sel imun pada GALT menimbulkan respon, yaitu berupa diare dan muntah (Silverthorn 2009). Sel imun akan beraksi jika antigen yang memasuki tubuh merupakan senyawa yang membahayakan dan mensekresikan sitokin untuk menyerang antigen dan menimbulkan respon inflamasi (peradangan). Tiga respon sitokin tersebut adalah peningkatan Cl-, cairan, dan sekresi mukus untuk membersihkan antigen dari saluran pencernaan (Silverthorn 2009). Penyakit Diare Diare merupakan salah satu gejala klinis dari gangguan usus dengan peningkatan massa feses mencapai 500-1000 g/24 jam (pada orang dewasa, massa normal 250 g/24 jam), frekuensi buang air besar lebih dari biasanya yang disertai dengan feses berbentuk cair (Field 2003). Penyakit ini merupakan proses pertahanan tubuh terhadap infeksi mikroorganisme dan makanan yang dapat merusak usus agar tidak menyebabkan kerusakan mukosa saluran cerna (Silverthorn 2009). Walaupun diare ini merupakan suatu proses pertahanan tubuh terhadap infeksi mikroorganisme namun sangat berbahaya karena dapat menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi merupakan suatu keadaan tubuh kehilangan banyak air dan elektrolit-elektrolit yang terlarut, terutama natrium dan kalium. Akibat dari peristiwa tersebut penderita mengalami hipokaliemia (kekurangan kalium) dan adakalanya asidosis (darah menjadi asam) yang tidak jarang berakhir pada kematian (Tjay dan Rahardja 2002). Diare merupakan penyakit yang disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu infeksi bakteri, virus, parasit, malabsorpsi makanan, keracunan makanan, alergi, ataupun karena defisiensi (Suharyono 1986), obat-obatan, gangguan psikologis, dan juga dapat disebabkan oleh penyakit lain. Beberapa jenis bakteri yang dapat menyebabkan diare adalah Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perferingens, Escherichia coli, Vibrio cholera, Shigella sp., Salmonella sp., Clostridium difficile, Campylobacter jejuni, Yersenia enterolitica, Klebsiella pnemoniae, Vibrio haemolyticus (Brooks et al. 1996). Mekanisme terjadinya diare akibat infeksi bakteri dibedakan menjadi dua bagian, yaitu toksin bakteri yang masuk ke dalam saluran pencernaan merangsang sel epitel usus sehingga terjadi peningkatan produksi cyclic adenosine mono phosphate (cAMP) pada sel. Peningkatan ini dapat mengakibatkan peningkatan sekresi air dan elektrolit ke lumen usus dan terhambatnya absorpsi di usus (Field 2003). Akibat kejadian tersebut akan terjadi osmosis air ke dalam lumen usus yang mengakibatkan diare yang diikuti dehidrasi akibat banyaknya air dan elektrolit yang diekskresikan (Vander et al. 2001). Bakteri penyebab diare ini juga dapat menginvasi sel mukosa usus yang dapat mengakibatkan kerusakan sel epitel usus sehingga proses absorpsi air dan elektrolit terganggu dan terjadi peningkatan sekresi (Tjay dan Rahardja 2002). Diare juga dapat diakibatkan oleh obatobatan yang dikonsumsi seperti obat pencahar, yaitu magnesium trisiklat, magnesium hidroksida, reserpin, alkaloid ergot dan turunannya, sitostatistika. Obat pencahar dapat meningkatkan konsentrasi cAMP yang mengakibatkan peningkatan motilitas usus dan menghambat absorpsi air dan elektrolit. Gangguan psikologis juga dapat menyebabkan diare, yaitu keadaan stress dan terkejut karena pada keadaan itu terjadi peningkatan asetilkolin yang dilepas sehingga meningkatkan motilitas usus (Mutschler 1999). Diare dapat dikelompokkan berdasarkan mekanisme terjadinya, yaitu diare osmotik, diare sekresi, diare inflamasi, dan diare yang berhubungan dengan motilitas. Diare osmotik merupakan diare yang terjadi karena tidak cukupnya absorpsi pada osmosis senyawa aktif pada usus seperti yang terjadi pada malabsorpsi laktosa. Diare sekresi terjadi karena infeksi bakteri dan virus yang disertai peningkatan sekresi dan penurunan absorpsi ion ke dalam usus. Jenis diare inflamasi disertai eksudasi protein dan darah, sedangkan diare motilitas berhubungan dengan percepatan motilitas pada gastrointestinal (Vrese dan Marteau 2007). Field (2003) menjelaskan bahwa pada saat diare terjadi peningkatan peristaltik usus dan proses absorpsi air dan elektrolit-elektrolit terganggu sehingga chymus (makanan yang sudah berbentuk bubur) lewat dari usus dengan sangat cepat dan mengandung banyak air pada saat meninggalkan tubuh sebagai tinja. Terganggunya resorpsi air di usus akan menyebabkan bertumpuknya cairan dan terjadi hipersekresi. Pada keadaan normal proses resorpsi melebihi sekresi, namun karena adanya gangguan akan mengakibatkan 4 sekresi menjadi lebih besar daripada resorpsi dan terjadilah diare (Field 2003). Aktivitas Sistem Kekebalan Tubuh Tubuh memiliki sistem pertahanan yang akan menjaga tubuh dari berbagai serangan patogen seperti bakteri, virus, dan berbagai zat asing yang dapat masuk ke dalam tubuh. Sistem tersebut dikenal sebagai sistem imunitas atau sistem kekebalan tubuh. Sistem ini akan melakukan penghancuran bahan asing tersebut melalui proses fagositosis (Tizard 1988). Proses fagositosis dilakukan oleh dua sistem komplementer, yaitu sistem mieloid dan sistem fagositik mononuklir. Sistem mieloid terdiri atas sel-sel yang bekerja dengan cepat namun tidak dapat bertahan lama, sedangkan sistem fagositik mononuklir bekerja dengan lambat namun bertahan lebih lama (Tizard 1988). Sistem mieloid terdiri atas sel granulosit polimorfonuklir netrofil (netrofil), eosinofil, basofil. Komponen yang termasuk sistem fagositik mononuklir adalah makrofag (Spector dan Spector 1993). Makrofag merupakan sel imun yang tersebar di seluruh tubuh dan berperan penting dalam melakukan fagositosis, menghancurkan bahan asing (patogen dan zat asing yang berbahaya bagi tubuh) dan jaringan mati, serta mengolah bahan asing tersebut sehingga dapat menstimulasi sistem imun (Tizard 1988). Selain itu, makrofag juga mengkoordinasikan sel-sel dan jaringan imunitas lain seperti mensekresikan sitokin yang berperan penting dalam proses inflamasi meliputi IL-1 (Interleukin-1), TNF-α (Tumor necrosis factor-α), IL-6. IL-1 berfungsi mengaktifkan limfosit, IL-1, IL-6, TNF-α mempengaruhi pusat termoregulasi pada hypothalamus (Kindt et al. 2007). Aktivasi makrofag merupakan mekanisme pelepasan mediator antimikroba yang tidak hanya bersifat toksik terhadap mikroorganisme patogen, tetapi juga bersifat toksik terhadap sel inang yang dapat menyebabkan sel inang hancur (Calder 2002). Bakteri Probiotik Bakteri probiotik merupakan jenis bakteri asam laktat yang memiliki sifat nonpatogen dan memberikan efek menguntungkan bagi kesehatan jika dikonsumsi. Bakteri tersebut termasuk bakteri gram positif, tidak membentuk spora, berbentuk batang dan bulat, katalase negatif, non motil atau sedikit motil, mikroaerofilik sampai anaerob, hidup pada suhu mesofilik (Salminen dan Adam 1998). Bakteri probiotik menghasilkan berbagai senyawa antimikrob, yaitu berupa asam laktat, H2O2, bakteriosin, dan berbagai enzim seperti laktase, bile salt hydrolase, serta adanya anti karsinogenik, dan dapat menstimulasi sistem imun (Salminen dan Adam 1998). Menurut Salminen dan Adam (1998), bakteri yang termasuk dalam kelompok probiotik harus mempunyai sifat, yaitu stabil terhadap asam (terutama asam lambung), stabil terhadap garam empedu, mampu bertahan hidup selama berada pada bagian atas usus halus, dapat memproduksi senyawa antimikrob, mampu menempel dan mengkolonisasi sel usus manusia, tumbuh baik dan berkembang dalam saluran pencernaan, koagregasi membentuk lingkungan mikroflora yang normal dan seimbang, tidak patogen, serta memberi efek kesehatan yang sudah terbukti. Golongan bakteri yang termasuk bakteri probiotik adalah famili Lactobacilliceae, yaitu Lactobacillus, famili Streptoceae, yaitu Streptococcus, Pediacoccus, Leuconostoc (Fardiaz 1992). Lactobacillus sp. merupakan jenis bakteri asam laktat yang mempunyai efek yang menguntungkan bagi kesehatan, terutama bagi usus (Boekhorst et al. 2006) dan mempunyai potensi yang tinggi sebagai produk probiotik dibandingkan bakteri asam laktat lainnya. Bakteri ini banyak dijumpai pada saluran gastrointestinal, usus halus mencapai 106-107 sel/g, usus besar 1010-1011 sel/g (Ray 1996). Alasan utama bakteri Lactobacillus sp. menguntungkan bagi kesehatan adalah bakteri ini mempunyai kemampuan menempel dan mengkolonisasi di dinding usus (Boekhorst et al. 2006) yang didukung oleh adanya mannose specific adhesion (MSA) (Adlerberth et al. 1996). Mekanisme penempelan bakteri di usus disebut dengan adhesi (Walker 2000), tidak diganggu oleh gerakan peristaltik usus (Morais dan Cristina 2006). Bakteri yang memiliki mekanisme MSA akan melekat pada glikokonjugat yang terdapat pada membran mikrovili. Glikokonjugat merupakan terminal gula yang terdapat pada sisi rantai oligosakarida yang tersusun atas molekul manosa terletak pada membran mikrovili, yaitu berupa glikolipid dan protein (Walker 2000). Boekhorst et al. (2006), melaporkan bahwa bakteri dapat mengkolonisasi di usus juga terjadi karena adanya domain protein, yaitu 3 protein yang dapat menempel pada kolagen, 1 protein yang dapat terikat pada kitin, 1 protein yang terikat pada fibronektin, 5 dan 7 protein dengan domain yang dapat menempel di mukus. Kedua belas protein tersebut merupakan kunci utama penempelan bakteri terhadap komponen inang (Boekhorst et al. 2006). Perlekatan tersebut dapat meningkatkan pertahanan dan perlindungan saluran pencernaan inang terhadap kolonisasi bakteri patogen. Selain itu, perlekatan ini juga dapat merangsang aktifnya sel-sel epithelial dan fungsi limfosit sehingga dapat meningkatkan kapasitas perlindungan mukosa (Walker 2000), menghambat invasi dan perlekatan patogen pada epithelial dan mukosa, berkompetisi dengan patogen untuk mendapatkan nutrisi (Rolfe 2000), menurunkan kemampuan dinding usus mengabsorpsi karsinogen (Aso 1997), merangsang produksi lendir di mukosa usus dan dapat memulihkan permeabilitas usus (Morais dan Cristina 2006). Mekanisme lain dari bakteri probiotik di usus ialah mempertahankan keseimbangan mikroflora usus, mengeliminasi bakteri atau mikroorganisme yang tidak diharapkan dari induk, menyediakan enzim yang mampu mencerna serat kasar, protein, lemak, dan detoksifikasi racun atau metabolitnya. Probiotik juga mampu mempercepat ataupun menahan aktivitas mikroba yang menyebabkan pH usus menurun akibat terbentuknya amonia dan metabolisme empedu. Probiotik juga mengekskresikan glutamat, meningkatkan proses absorpsi dalam usus dan mencegah stress (Fuller 1999). Tikus Sebagai Hewan Percobaan Hewan percobaan merupakan hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model untuk mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dan skala penelitian atau pengamatan laboratorik (Malole & Pramono 1989). Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus. Tikus banyak digunakan karena telah diketahui sifatsifatnya dengan sempurna, mudah dipelihara, merupakan hewan yang relatif sehat, dan cocok untuk berbagai macam penelitian. Tikus sudah menyebar ke seluruh dunia dan digunakan secara luas untuk penelitian di laboratorium ataupun sebagai hewan kesayangan salah satunya adalah tikus putih yang berasal dari Asia Tengah (Malole & Pramono 1989). Lima macam basic stock tikus putih (Albino Normay rat, Rattuts norvegicus) yang biasa digunakan sebagai hewan percobaan di laboratorium yaitu Long Evans, Osborne Mendel, Sherman, Sprague-Dawley, dan Wistar. Beberapa karakteristik SpragueDawley adalah berwarna albino putih, berkepala kecil, ekornya lebih panjang daripada badannya, aktif pada malam hari, tidak memiliki kantung empedu, tidak dapat mengeluarkan isi perutnya atau muntah, bertumbuh dengan cepat, meskipun kecepatannya menurun setelah berumur 100 hari. Zat-zat gizi yang digunakan untuk pertumbuhan tikus hampir sama dengan manusia yaitu karbohidrat, protein, mineral, dan vitamin (Muchtadi 1989). Alasan pemilihan tikus sebagai hewan percobaan pada penelitian ini adalah tikus mempunyai sistem pencernaan yang mirip dengan manusia. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menjelaskan bahwa sistem pencernaan tikus dimulai dari mulut, esophagus, lambung, usus halus (duodenum, jejunum, ileum), usus besar (kolon, rektum, sekum), dan diikuti organ asesori (pankreas, hati, limpa) yang berhubungan dengan saluran pencernaan. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah bakteri probiotik Lactobacillus plantarum Mar8 yang diisolasi dari buah Markisa berasal dari Berastagi dan telah dienkapsulasi dengan dekstrin 10%, hewan coba tikus galur Sprague-Dawley, pakan standar (komposisi dapat dilihat di Lampiran 7), Loperamid dengan nama dagang Imodium®, minyak jarak dengan nama dagang Olium Ricini, NaCl fisiologis (NaCl 0,85%, pH 7), charcoal meal (10 g arang aktif dalam 100 mL gum arab 5%), eter, alkohol 70%, akuades, metanol, pewarna giemsa, akuades, Staphylococcus aureus dari koleksi LIPI Cibinong, minyak imersi, ekstrak meniran dengan nama dagang Stimuno®, formalin, alkohol 80%, alkohol 90%, alkohol 95%, alkohol absolut I, alkohol absolut II, parafin I, parafin II, Ewit, xylol I, xylol II, litium karbonat, eosin, permount, pewarna Mayer’s Hematoxylin. Alat-alat yang digunakan neraca analitik, sonde, alat-alat gelas, gunting, pinset, plastik bening, tabung plastik kecil, tissu, kapas, syringe, gelas preparat, kaca penutup, mikroskop cahaya, pipet tetes, pipet volumetrik, plastik bening, gelas-gelas mesin autotechnicon, kaset tissue, mikrotom, inkubator.