Ponsel, Konvergensi Media, dan Silaturahim Oleh : Muh. Bahruddin Perkembangan teknologi ponsel yang sangat pesat, tidak saja mengubah tampilan dan pengaplikasiannya, tetapi juga mengubah perilaku masyarakat (pengguna), mulai dari pola transaksi jual beli hingga silaturrahim. Hadirnya konvergensi media pun mengubah kebiasaan masyarakat dalam mengakses informasi, dari semula hanya menggantungkan surat kabar, radio, atau televisi, kini dengan segenggam ponsel, masyarakat bisa mengakses segudang informasi. PENDAHULUAN Perkembangan telepon seluler (ponsel) atau sering disebut sebagai handphone bisa dikatakan paling pesat. Jika sebelumnya alat ini hanya berfungsi sebagai alat telekomunikasi biasa, maka saat ini berkembang menjadi multimedia. Sebagai sebuah alat, ponsel memiliki fungsi sebagai telepon, radio, organizer, kamera, GPS (Global Positioning System) sederhana, siaran televisi (video streaming), internet, dan sebagainya. Ponsel bahkan menjangkau di mana media tidak dapat mencapainya. Dengan banyaknya fungsi ini, kehadiran ponsel telah mampu mengubah kebiasaan masyarakat. Studi ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana ponsel sebagai sebuah perangkat teknologi mampu mengubah pola perilaku masyarakat. Perang di dunia perteleponan nampaknya sudah lama dimulai, jauh sebelum kita menikmati ponsel canggih yang dapat menayangkan gambar bergerak dan berwarna seperti sekarang ini. Persaingan itu dimulai dari jenis teknologi yang digunakan, di saat orang-orang tidak lagi menggunakan sistem analog tapi sudah merambah ke sistem digital. Perkembangan ponsel berawal dari negara-negara Eropa yang memperkenalkan pada dekade tahun 1970-an. Di Indonesia, sistem telepon bergerak ini baru muncul beberapa tahun belakangan. Sebagaimana yang dikutip oleh Media Indonesia (23 April dan 22 November 2001), pada tahun 1984 teknologi seluler masuk ke Indonesia untuk pertama kalinya dengan berbasiskan teknologi NMT (Nordic Mobile Telephone). Pada tahun 1985-1992, ponsel yang beredar di Indonesia masih berukuran besar sehingga sukar untuk disimpan di dalam saku baju atau celana, dengan berat rata-rata 450 kg. Saat itu dikenal dua teknologi seluler yaitu NMT 470 sebagai modifikasi dari NMT 450, yang dioperasikan oleh PT Rajasa Hazanah Perkasa, dan sistem AMPS (Advance Mobile Phone System) dioperasikan oleh PT Elektrindo Nusantara, PT Centralindo, PT Panca Sakti dan PT Telekomindo. Pada akhir tahun 1993, PT Telkom memulai proyek percontohan seluler digital GSM (Global System for Mobile Communition) di pulau Batam dan Pulau Bintan (Riau). Pada tahun 1994, PT Satelit Indonesia (Satelindo) beroperasi sebagai operator GSM pertama di Indonesia dengan mengawali kegiatannya di Jakarta dan sekitarnya. Saat itu terjadi pula perubahan besar terhadap perilaku konsumen, dengan menggantiganti pesawatnya dengan nomor yang sama, karena GSM menggunakan kartu SIM. Teknologinya aman dari penggandaan dan penyadapan serta mutu memadai dengan jangkauan yang cukup luas. Pesawat ponselnya mulai berukuran lebih kecil dibandingkan ukuran mulamula keluar, sehingga dapat dimasukkan ke dalam saku dan mudah dibawa ke mana-mana dengan harga yang lebih terjangkau. Pada tahun 1995, proyek Telkom di Batam berlangsung sukses dan dilanjutkan ke propinsi-propinsi di Sumatera lainnya, yang memunculkan pendirian PT Telekomsel pada 26 Mei 1995 sebagai operator GSM nasional bersama Satelindo. Pada tahun 1996, Telkomsel dengan produk unggulan kartu Hallo sukses di Medan, Surabaya, Bandung, dan Denpasar, kemudian masuk Jakarta. Bahkan pada 29 Desember 1996, Telkomsel telah merambah ke Ambon sebagai propinsi ke-27 yang dilayani perusahaan tersebut. Di penghujung tahun ini juga PT Ecelcomindo Pratama (Excelcomindo) berbasis GSM beroperasi di Jakarta sebagai operator nasional GSM ketiga di Indonesia. Pada tahun 1997, pemerintah mengeluarkan lisensi regional baru bagi operator seluler berbasis teknologi PHS dan GSM 1800 kepada 10 operator. Namun urung dilaksanakan karena Indonesia dihantam krisis moneter. Pada tahun ini pula Telkomsel memperkenalkan kartu prabayar GSM pertama di Indonesia yang disebut dengan Simpati, sebagai alternatif dari kartu Hallo sebelumnya. Pada tahun 1998, Excelcomindo meluncurkan kartu prabayar Pro-XL yang memberikan alternatif bagi konsumen untuk memilih dengan layanan unggulan roaming (penjelajahan). Kemudian menyusul lagi Satelindo mengeluarkan kartu prabayar yang disebut Mentari, dengan keunggulan tarif dihitung perdetik, sehingga dalam waktu singkat dapat menjaring 100.000 pelanggan. Pada tahun ini pula jatuhnya presiden Soeharto mengakibatkan dicabutnya lisensi PHS dan GSM 1800 bagi Indocom, Indophone, dan Cellnas karena sahamnya dimiliki keluarga cendana dan kroninya. Pada tahun 1999, pelanggan ponsel sudah berjumlah sekitar 2,5 juta dan sebagian besar menjadi pemakai prabayar Simpati, Mentari, Pro-XL. Hal ini karena pelanggan tidak ingin dibebani prosedur administrasi dan dapat mengendalikan pemakaian ponselnya, serta kartu pulsa dapat diisi ulang. Pada tahun 2000, layanan pesan singkat SMS (Short Message Service) menjadi fenomena di kalangan pengguna ponsel karena praktis dan biaya murah. Di tahun ini pula PT Telkom dan PT Indosat mendapat lisensi sebagai operator GSM 1800 nasional, sesuai dengan ketentuan UU Telekomunikasi Nomor 36 tahun 1999. Berawal dari layanan inilah masyarakat/ pelanggan tidak hanya gemar berkomunikasi melalui ponsel tetapi juga menambah gengsi diri sendiri (Saydam, 2005:103-107). Dalam perkembangan selanjutnya, ponsel bisa berfungsi sebagai studio dimana kita dapat mengedit dan mendesain foto-foto yang ada di dalamnya, apalagi bila ditunjang dengan memori internal yang besar. Kita juga bisa mengakses internet dari mana saja, termasuk kafe maupun taman, secara nirkabel. Kemudian ponsel yang dilengkapi Global Positioning System (GPS) bisa membantu pengendara mobil menjelajahi daerah yang tidak dikenalinya. Tren feature ponsel serba bisa itu diusung oleh merek-merek ternama yang selama ini menguasai pasar, seperti Samsung, LG, Sony Ericsson, dan Nokia. Katz menyebutkan bahwa ponsel merupakan teknologi yang lebih cepat diadopsi oleh begitu banyak orang (Katz, 2006). Bahkan menurut Castell (2008) pada akhir 2007, jumlah pengguna ponsel di dunia mencapai 3.2 Milyar (dalam Irwansyah, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa fenomena ponsel dan perilaku masyarakat adalah persoalan menarik sebagai sebuah kajian tentang teknologi, masyarakat, maupun media. TELAAH PUSTAKA Teknologi Komunikasi Pengembangan teknologi komunikasi dapat disebut sebagai sebab utama terjadinya suatu masyarakat informasi atau bahkan suatu masyarakat purna-informasi. Perubahan yang akan yang dikembangkan oleh pengembangan suatu sistem perteknologian (technology system) akan mengakibatkan perubahan besar-besaran yang perlu diantisipasi oleh masyarakat. Untuk itu harus diperhatikan dalam perencanaan komunikasi, unsur pengembangan sumber daya manusia demi pencapaian suatu kemampuan untuk dapat mengikuti perkembangan selanjutnya melalui: perubahan dalam usaha manufaktur, organisasi produksi dan pengorganisasian pemikiran, perubahan dunia usaha (dari bentuk teknologi tunggal/ single technology menuju diversifikasi teknologi/ technology diversification), perubahan kegiatan riset dan pengembangan (dari pesaing terbuka menjadi “musuh” tersembunyi), perubahan dalam bidang pemanfaatan teknologi/ technology utilization dari teknologi bersasaran tunggal/ single purpose technology menjadi teknologi bersasaran ganda/ dual use technology dan perubahan dalam proses inovasi (dari progresi linear menjadi proses non-linear) (Lee, 1990:7-8 dalam Susanto-Sunario, 1995) Perubahan yang disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan terutama dimanfaatkan oleh suatu masyarakat industri, mengakibatkan bahwa perencanaan komunikasi kini harus memperluas diri dengan mencakup unsur perubahan sebagai suatu unsur yang terus menerus perlu diperhitungkan kehadirannya. Perubahan kini dinilai bukan lagi sebagai sesuatu yang “mengganggu” tetapi sebagai sesuatu yang permanen dan terjadi terus menerus. Perubahan bukan lagi merupakan sesuatu yang negatif, tetapi sesuatu yang harus dapat diantisipasi dengan kemungkinan memanfaatkannya, karena memang perubahan sudah tidak dapat dihindari. Bahkan orang telah menemukan, bahwa ada jenis-jenis perubahan yang berbeda-beda, karena memiliki pola perubahan yang berbeda pula. Demikian pula perubahan-perubahan memiliki dimensi dan dampak yang berbeda, arah yang berbeda, kecepatan penyebaran yang berbeda dan waktu pengembangan yang berbeda pula. Unsur-unsur dimensi, arah, luas, dampak, kecepatan penyebaran dan waktu pengembangan bagi perubahan, kini dipakai sebagian. Semua ini mempengaruhi keseluruhan kehidupan di dunia swasta maupun pemerintah dan masyarakat seluruhnya, sehingga pola komunikasi, kebiasaan komunikasi, lama berkomunikasi juga berubah sesuai dengan pengaruhnya terhadap kehidupan perusahaan, pekerjaan, kehidupan pribadi, kemampuan seseorang/ masyarakat untuk memanfaatkan/ tidak memanfaatkan perubahan tadi, seperti juga menemukan kemungkinan pilihan-pilihan di antara perubahan-perubahan tadi (Martel, 1988:11 dalam Susanto-Sunario, 1995). Paradigma Konvergensi Teknologi informasi mutakhir telah berhasil menggabungkan sifat-sifat teknologi telekomunikasi konvensional yang bersifat massif dengan teknologi komputer yang bersifat interaktif. Fenomena ini lazim disebut sebagai konvergensi, yakni bergabungnya media telekomunikasi tradisional dengan internet sekaligus. Konvergensi menyebabkan perubahan radikal dalam penanganan, penyediaan, distribusi dan pemrosesan seluruh bentuk informasi baik visual, audio, data dan sebagainya (Preston, 2001). Kunci dari konvergensi adalah digitalisasi, kerena seluruh bentuk informasi maupun data diubah dari format analog ke format digital sehingga dikirim ke dalam satuan bit (binary digit). Karena informasi yang dikirim merupakan format digital, konvergensi mengarah pada penciptaan produk-produk yang aplikatif yang mampu melakukan fungsi audiovisual sekaligus komputasi. Maka jangan heran jika sekarang ini komputer dapat difungsikan sebagai pesawat televisi, atau telepon genggam dapat menerima suara, tulisan, data maupun gambar tiga dimensi (3G). Paradigma Konvergensi dapat dikategorikan berdasarkan perbedaan rancangan antara broadcast (penyiaran) dan network (jaringan), juga bisa didasarkan pada perbedaan sejarah (era media kedua). Perspektif konvergensi memusatkan perhatiannya pada konvergensi industri, konvergensi medium, hingga konvergensi teknologi media individu. Teknologi konvergensi meliputi : level infrastruktur (transmisi, fiber optik, microwave, satelit) atau transportasi (berkaitan dengan isi yang ditransportasikan dengan cara baru seperti internet pada TV atau web). Termasuk pelayanan pada telepon, hiburan di internet, teks, dan data. Semuanya terintegrasi di bawah payung konvergensi. Yang perlu digarisbawahi adalah konvergensi merupakan variasi bentuk dari integrasi telekomunikasi, komunikasi data dan komunikasi massa. Secara fungsional, konvergensi terjadi pada produk-produk media individu, seperti ponsel yang menggabungkan dengan kamera digital, televisi, dan internet. Pada level teknologi, konvergensi hanya dapat dimungkinkan oleh konvergensi industri, hasil dari kolaborasi antara korporasi dan telekomunikasi, media dan IT, atau gabungan antara semuanya. Hubungan antara konvergensi korporasi dan teknologi sangat dinamis dan terjadi dalam dua arah. Akhirnya, bisa dikatakan bahwa konvergensi antara broadcast (penyiaran) dan networking (jaringan) sebagai medium, disebut sebagai revolusi komunikasi kedua. Dalam kaitannya dengan medium, konvergensi bukan sebuah teknologi digital dan analog, tapi sebuah teknologi digital baru dengan menggunakan teknologi analog yang diulang secara digital (ditandai dengan perluasan dan multimedia/ kemampuan untuk mengkombinasikan gambar, suara, dan teks). Untuk membatasi konvergensi bidang teknologi dan industri, bisa melewatkan cara dimana konvergensi yang sangat dalam terjadi antara jarak elektronik dan fisik. Saat ini konvergensi teknologi menjadi sebuah tren baru yang mengubah cara hidup masyarakat dan perilaku bisnis. Fakta ini seolah kian menegaskan, masyarakat dunia sebentar lagi bakal memasuki era baru yang serba mobile, praktis, personal, dan digital. Bisnis informasi dan komunikasi sebagai salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi dunia telah mengalami pergeseran. Diawali dari telepon sebagai kanal suara, komunikasi data, seluler dan sekarang telah merambah ke jalur multimedia. Sudah terjadi konvergensi media antara komunikasi, informasi, dan hiburan akibat permintaan konsumen terhadap layanan terpadu ini semakin tinggi, untuk menghadirkan suara, video, dan data, khususnya di kota-kota besar. Selain itu dari sisi suplai, teknologi yang dikembangkan oleh vendor-vendor switching, network, dan customer premises equipment memungkinkan terciptanya konvergensi tadi (Hermawan: 2009) Studi-Studi tentang Ponsel dan Masyarakat Irwansyah (dalam situs irfanreefall.blogspot.com) mengutip berbagai hasil penelitian di berbagai negara tentang ponsel dan perilaku masyarakat. Pui-lam “Patrick” Law dan Yinni Peng (2008) meneliti pekerja migran Cina bagian Selatan berkaitan dengan formasi jaringan kerja yang terbuka dan luas. Penelitian ini menunjukkan bahwa ponsel menjadi alat untuk berkomunikasi dengan keluarga di daerah rural. Ponsel juga memperluas jaringan untuk mendapatkan pasar kerja Judith Mariscal dan Carla Marisa Bonina (2008) mensurvei penggunaan ponsel di Mexico. Penelitian menyebutkan bahwa terdapat 49% perempuan muda ditemukan tergantung dengan ponsel dengan sering menelepon keluarga yang berada di rumahnya. Generasi muda sulit membedakan antara komunikasi face-to-face dengan komunikasi dengan menggunakan ponsel. Pada level kesehatan, Patricia Mechael (2008) meneliti tentang penggunaan ponsel dalam pelayanan kesehatan di Mesir. Ditemukan bahwa pemanfaatan ponsel lebih bermanfaat bagi pekerja kesehatan di daerah pinggiran kota dan rural untuk mengatasi rasa terisolasi. Pekerja kesehatan menggunakan ponsel untuk memanggil dan berkoordinasi pejabat yang bertanggung jawab fasilitas kesehatan dan pelayanan gawat darurat. Pada persoalan status sosial, Lourdes M. Portus (2008) mengeksplorasi pemanfaatan ponsel bagi komunitas miskin kota Filipina. Ponsel dibeli secara kredit (empat kali bayar) dengan bunga 20% dan pengisian pulsa dengan prepaid. Ponsel dibeli untuk memperlihatkan status. Ponsel juga berguna untuk tetap berhubungan dengan keluarga di rumah mengantisipasi kriminalitas. Ponsel dimanfaatkan untuk memperluas pengawasan terhadap anak. Sementara Christian Licoppe (2008) meneliti tentang nada panggil ponsel (ringtone) di Amerika Serikat. Ringtone digunakan untuk membedakan atau mengenali penelepon. Ringtone dianggap mewakili “musik dalam pikiran” dan ekspresi diri. Ringtone dimanfaatkan untuk memberikan kesenangan bagi penelepon jika tidak diangkat Scott Campbell (2007) mensurvei tentang penggunaan ponsel dalam konteks Apparatgeist dan Fashion di Hawaii. Apparatgeist atau ‘spirit of machine’, merupakan kebiasaan manusia dalam mengadopsi ponsel (Katz & Aakhus, 2002). Ponsel menjadi alat berkomunikasi untuk membangun relasi, keamanan, kenyamanan, dan ekspresi diri. Selain itu ponsel menjadi simbol gaya hidup, fashion dalam teknologi, representasi anggota kelompok. Naomi S. Baron (2008) meneliti tentang volume suara dan multitasking dalam ponsel. Perempuan merasa lebih terganggu ketika mendengarkan ringtone dan suara orang bertelepon dengan menggunakan ponsel karena lokasi yang tidak pas (seperti rumah ibadah, toilet). Lakilaki merasa terganggu ketika ada orang lain yang mendengarkan (nguping) pembicaraannya di ponsel. Sebanyak 73,9% mahasiwa melakukan multitasking baik antara komputer, ponsel, dan komunikasi face-to-face. Richard S. Ling (2008) meneliti dengan kohesi dan ritual sosial dalam penggunaan ponsel. SMS menjadi alat untuk mempererat interaksi antara pasangan yang sedang berpacaran di Jepang (Ito, 2005). Ponsel menjadi alat untuk mengucapkan selamat tanpa dibatasi ruang dan waktu Howard Rheingold (2008) meneliti dan mendokumentasikan tentang ponsel dan SMS sebagai alat yang mempengaruhi demonstrasi publik dan pemilihan umum. Di Ghana, ponsel menjadi alat untuk melaporkan kebohongan di tempat pemungutan suara ke stasiun radio lokal. Di Kenya, SMS menjadi alat kampanye, berita polling, dukungan politik (Kagai, 2002; Kalondo, 2005). Di Hungaria, SMS menjadi alat propaganda politik selama pemilu (Danyi & Sukosd, 2003). Di Italia, SMS menjadi kampanye untuk PM Silvio Berlusconi, ‘Sostieni Molto Silvio’ yang berarti ajakan untuk mengirimkan kalimat promosi ke lima orang berikutnya (Rhiengold, 2008). PEMBAHASAN Perkembangan teknologi yang sangat pesat, khususnya ponsel, pada gilirannya mengubah seluruh pola perilaku dan pola hidup masyarakat. Pada kasus ponsel, perubahan yang terjadi di masyarakat tidak lagi membicarakan dampak positif atau negatif. Karena seluruh masyarakat menyadari bahwa perubahan itu akan terjadi dan terus terjadi. Masyarakat hanya dituntut untuk mengantisipasi dampak atau perubahan-perubahan yang tidak diinginkan. Masyarakat lebih terfokus pada pemanfaatan ponsel untuk menunjang eksistensi kehidupan mereka. Dari hasil studi-studi yang telah dilakukan bahkan banyak menyebutkan bahwa ponsel sebagai perangkat teknologi telah dimanfaatkan seoptimal mungkin oleh masyarakat. Ponsel tidak hanya digunakan sebagai perangkat komunikasi untuk menanyakan kabar berita kepada sahabat dan kerabat tetapi lebih dari itu, ponsel digunakan sebagai alat pengaman, fashion, transaksi jual beli, mengukur tingkat sosial, mencari kerja, kepentingan politik, hingga sebagai perangkat intim antar pasangan muda-mudi yang sedang kasmaran. Perubahan-perubahan paling mendasar di mayarakat telah berubah. Hal ini bisa diidentifikasi melalui perilaku dan pergaulan di masyarakat. Misalnya, ketika melakukan transaksi dengan bank, segala layanan telah menggunakan ponsel sebagai alat transaksi seperti ebanking, M-Banking, dan lain sebagainya. Demikian pula ketika melakukan pembayaran listrik, tinggal klik keypad ponsel, segala pembayaran listrik sudah beres, tanpa harus susah payah melakukan perjalanan guna melunasi pembayaran di PLN. Meski kita menyadari bahwa untuk saat ini perilaku tersebut hanya terjadi pada kalangan tertentu saja, namun perkembangan ini hampir dapat dipastikan akan segera merambah ke seluruh kalangan masyarakat. Pada level sosial, terutama pada masyarakat Indonesia, ponsel menjadi alat untuk menyambung silaturrahmi serta ucapan selamat pada kerabat atau kolega seperti perayaan Hari Raya Iedul Fitri, Natal, dan Tahun Baru. Tak sedikit masyarakat yang menggunakan ponsel sebagai pengganti acara berkunjung (silaturrahim) kepada sanak, saudara, kerabat, atau sahabat. Bila selama ini masyarakat harus melakukan perjalanan jauh untuk sekedar melepas rindu dengan keluarga atau sahabat, maka saat ini telah digantikan dengan hanya menekan tomboltombol ponsel melalui teknologi I-ring, SMS, MMS, maupun 3G. Perilaku ini juga menggantikan kebiasaan masyarakat berkirim surat melalui pos. Akses melalui ponsel dinilai lebih cepat dan efisien. Namun demikian, penelitian-penelitian tersebut masih berkutat pada persoalan efek komunikasi, fitur, maupun transportasi bisnis ponsel. Lebih dari itu, penulis melihat bahwa munculnya konvergensi teknologi dalam ponsel melahirkan kebiasaan baru pada masyarakat dalam hal mengakses informasi. Ponsel yang semula digunakan masyarakat sebagai media personal, saat ini menjelma menjadi media massa. Pada aras teoritik, dengan munculnya media konvergen maka sejumlah pengertian mendasar tentang komunikasi massa tradisional terasa perlu diperdebatkan kembali. Konvergensi menimbulkan perubahan signifikan dalam ciri-ciri komunikasi massa tradisional atau konvensional. Media konvergen memadukan ciri-ciri komunikasi massa dan komunikasi antarpribadi dalam satu media sekaligus. Karenanya, terjadi apa yang disebut sebagai demasivikasi (demasssification), yakni kondisi di mana ciri utama media massa yang menyebarkan informasi secara masif menjadi lenyap. Arus informasi yang berlangsung menjadi makin personal, karena tiap orang mempunyai kebebasan untuk memilih informasi yang mereka butuhkan (Hermawan, 2009). Karakteristik komunikasi massa tradisional di mana umpan baliknya tertunda menjadi lenyap karena kemampuan interaktif media konvergen. Oleh karenanya, diperlukan pendekatan baru di dalam melihat fenomena komunikasi massa. Dalam konteks yang lebih luas, konvergensi media sesungguhnya bukan saja memperlihatkan perkembangan teknologi yang kian cepat. Konvergensi mengubah hubungan antara teknologi, industri, pasar, gaya hidup dan khalayak. Singkatnya, konvergensi mengubah pola-pola hubungan produksi dan konsumsi, yang penggunaannya berdampak serius pada berbagai bidang seperti ekonomi, politik, pendidikan, dan kebudayaan. Konvergensi membuat masyarakat memiliki kesempatan baru untuk memperluas pilihan akses media sesuai selera mereka. Dari sisi ekonomi media, konvergensi berarti peluang-peluang profesi baru di dunia industri komunikasi. Tidak kalah pentingnya di dalam mempersiapkan sumber daya yang mampu merespon kebutuhan pasar ke depan adalah sektor pendidikan. Hadirnya teknologi konvergensi inilah yang menurut Castells melahirkan masyarakat, kultur, dan ekonomi yang baru dari sudut pandang revolusi teknologi informasi. PENUTUP Perkembangan ponsel yang sangat pesat telah mengubah kebiasaan dan perilaku masyarakat, terutama dalam mengakses informasi. Masyarakat yang selama ini hanya menggantungkan media cetak seperti surat kabar, tabloid, atau majalah dan media elektronik seperti radio, televisi atau internet, saat ini dengan hanya memencet-mencet keyped ponsel, mereka dengan mudah memperoleh segudang informasi. Hal ini karena semua media, baik cetak maupun elektronik bisa diakses melalui segenggam ponsel.