BAB I PENDAHULUAN - Widyatama Repository

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Isu kekerasan seksual pada anak memang menjadi sebuah masalah yang
beberapa tahun terakhir ini meningkat, baik kuantitas kasus maupun skalanya.
Negara dianggap gagal dalam melindungi anak-anak, sehingga kekerasan ini
terus-menerus berlangsung. Isu kekerasan seksual anak biasanya diikuti juga
dengan praktek eksploitasi seksual anak. Eksploitasi seksual pada anak
merupakan pelanggaran berat terhadap hak-hak anak berupa penggunaan
kekerasan dan anak dijadikan objek seksual dan objek komoditas secara terusmenerus yang meliputi praktek-praktek pelacuran anak, pornografi anak,
perdagangan seks anak, dan pariwisata seks anak.
Kasus pedophilia yang pernah diberitakan media di Jakarta International
School (JIS) menambah daftar panjang kasus kekerasan seksual pada anak-anak
yang terjadi di Indonesia. Kasus serupa juga terjadi pada 11 pelajar di Medan,
dilakukan oleh gurunya yang merupakan warga negara Singapura. Kasus
berikutnya terjadi di Tenggarong, Kalimantan Timur, seorang guru melakukan
sodomi kepada muridnya. Berita lain pada tahun 2010 lalu, kasus pedophilia
yang disertai kasus pembunuhan dan mutilasi menimpa 14 anak jalanan di
Jakarta, pelakunya adalah Babe Baikuni yang dikenal dengan sebutan 'Babe'.
Andri Sobari alias Emon bin Nanang Sobari, menurut bukti-bukti yang
telah didapatkan oleh pihak berwajib, sudah mencabuli 114 anak di Sukabumi.
Kasus asusila itu dilakukan pelaku di pemandian Liosanta, Citamiang, Kota
Sukabumi. Kasus kejahatan seksual yang dilakukan Emon di Sukabumi
merupakan kasus yang sangat luar biasa, bahkan jumlah korbannya tertinggi di
Indonesia.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak menyebutkan, bahwa
kejahatan seksual yang terjadi saat ini sedang mengancam dunia anak. Kasus ini
1
2
perlu disikapi serius oleh berbagai pihak, khususnya pemerintah. Situasi
kejahatan seksual terhadap anak sudah sangat darurat. Kasus kejahatan seksual
saat ini tidak hanya terjadi di luar rumah, tetapi ada juga yang terjadi di dalam
rumah, dengan pelakunya adalah orang tua sendiri, paman, kakak, hingga orang
tua tiri.
Fenomena yang terjadi di masyarakat saat ini menunjukkan betapa
kurang sensitif dan pekanya orang tua terhadap keamanan anaknya, sehingga
menjadi penyebab utama kejahatan seksual yang terjadi pada anak. Kondisi
nyata yang terjadi adalah orang tua cenderung sibuk dengan kegiatannya,
bahkan bagi kebanyakan keluarga yang memiliki tingkat ekonomi menengah ke
atas, sehingga para orangtuanya lebih mempercayakan anaknya kepada sekolah
yang sudah dibayar mahal untuk pendidikannya atau kepada para pengasuh
anak. Kondisi serupa juga terjadi pada keluarga yang memiliki tingkat ekonomi
menengah ke bawah, yakni para orang tua tersebut membiarkan anaknya
bermain bebas di lingkungan rumahnya, sehingga kondisi tersebut membuat
anak-anak sangat rawan akan tindak kejahatan seksual, karena kurangnya
pengawasan dari para orang tuanya.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat setiap tahunnya
ada sekitar kurang lebih 400 anak Indonesia yang menjadi korban kekerasan
seksual, baik yang dilakukan oleh keluarga maupun orang dewasa lainnya.
Masyarakat memerlukan adanya tim reaksi cepat perlindungan anak di sekolah
hingga di lingkungan tingkat Rukun Tetangga (RT). Tim ini perlu melibatkan
peran serta masyarakat. Informasi dan pengetahuan orang tua tentang masalah
ini sangat diperlukan, karena tempat kejadian kekerasan setelah rumah adalah
sekolah. Sekolah bisa melakukan simulasi-simulasi efektif dengan diberikan
pengetahuan yang cukup, bahwa seorang anak hanya bisa disentuh oleh tiga
orang yaitu dirinya sendiri, ibunya, dan dokter. Dokter juga harus didampingi
pada saat memeriksa seorang anak, namun yang terpenting adalah kesigapan
para orang tua untuk membangun komunikasi dua arah yang baik dengan anak.
Langkah selanjutnya adalah para orang tua juga dihimbau untuk membekali
anak dengan pemahaman mengenai kesehatan reproduksi sejak usia dini dan
cara membela diri secara tepat, sehingga kejahatan seksual terhadap anak dapat
diminimalkan, bahkan dihindari.
3
P2TP2 (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan) didirikan
Pemerintah Kota Bandung sejak tahun 2002, berdasarkan kajian dari Pusat Studi
Wanita Universitas Padjajaran dan Program Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan Republik Indonesia dalam upaya pelayanan penanganan masalah
perempuan (Women Crisis) melalui Surat Keputusan Walikota Bandung Nomor
260/Kep.1449-Huk/2002, tanggal 29 Oktober 2002. Jumlah pelayanan kasus
yang terus meningkat terhadap Korban Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) pada tahun 2008, mengakibatkan Pemerintah Kota Bandung
menjadikan lembaga P2TP2 ini memiliki pelayanan yang lebih profesional,
berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 265, tanggal 26 Maret 2008, sehingga
berubah menjadi UPT P2TP2A (Unit Pelaksana Teknis Pusat Pelayanan
Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) dan diperbarui kembali melalui
Peraturan Walikota Bandung Nomor 413, tahun 2010, tanggal 17 Juni 2010.
UPT P2TP2A (Unit Pelaksana Teknis Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak) menyadari bahwa tingkat kejahatan
seksual di Indonesia semakin tinggi dan sudah sangat memprihatinkan. Jumlah
korban dari berbagai daerah akibat kejahatan seksual semakin tinggi, serta belum
efektifnya tindakan yang dilakukan pemerintah dalam mengurangi tingkat
kejahatan ini, sehingga dibutuhkan program khusus untuk membantu masyarakat
agar lebih serius menanggapi kasus ini. Program khusus mengenai informasi
bahaya kejahatan seksual terhadap anak yang dibuat memiliki beberapa manfaat,
yaitu sebagai sarana pembantu dalam mencegah tindak kejahatan ini, agar para
orang tua lebih bisa menjaga anak-anaknya, sehingga tindak kejahatan ini tidak
menimpa anak-anak.
Program khusus mengenai informasi bahaya tindak kejahatan seksual pada
anak yang digagas oleh UPT P2TP2A (Unit Pelaksana Teknis Pusat Pelayanan
Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) saat ini menghadapi beberapa
kendala, salah satunya adalah pengetahuan orang tua mengenai masalah ini yang
dirasa masih kurang. Orang tua di Indonesia, khususnya di Kota Bandung, masih
banyak yang belum mengetahui tentang kampanye informasi bahaya kejahatan
seksual pada anak. Orang tua yang menyadari betapa pentingnya menjaga anak,
sebagian besar belum mengetahui cara tepat untuk melakukan perlindungan
yang baik terhadap anak dari tindak kejahatan seksual. Program khusus yang
dicanangkan oleh UPT P2TP2A (Unit Pelaksana Teknis Pusat Pelayanan
4
Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) belum berjalan maksimal,
sehingga dibutuhkan sebuah usaha tepat yang dapat membantu sosialisasi
program ini, agar dapat diketahui oleh para orang tua di Indonesia, khususnya di
Kota Bandung.
Program khusus mengenai bahaya kejahatan seksual anak di Kota
Bandung yang dicanangkan oleh UPT P2TP2A (Unit Pelaksana Teknis Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) di Kota Bandung akan
disosialisasikan dalam bentuk kampanye. Media kampanye yang akan dibuat
dalam program khusus ini berupa poster, flyer/selebaran, brosur, sticker, dan
slide presentasi. Rancang kampanye yang dibuat ini diharapkan dapat membantu
Pemerintah Kota Bandung dalam menginformasikan program Kampanye
Informasi Bahaya Kejahatan Seksual Pada Anak di Kota Bandung, agar orang
tua mengetahui mengenai program tersebut dan paham mengenai menjaga
keamanan anak dari pelaku tindak kejahatan seksual.
1.2
Perumusan dan Pembatasan Masalah
Kampanye ini diharapkan dapat menjadi ‘cahaya benderang’ bagi jutaan
anak di Indonesia, khususnya Kota Bandung, yang menjadi korban kekerasan
dan pelecehan seksual, serta menjadi usaha pencegahan efektif, dan sebagai
landasan bagi semua upaya agar kedepannya tidak sampai terjadi tindak
kejahatan seksual pada anak di Indonesia, khususnya di Kota bandung.
1.2.1 Perumusan Masalah
Identifikasi masalah dalam program perancangan Kampanye
Informasi Bahaya Kejahatan Seksual Pada Anak di Kota Bandung dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana cara yang tepat untuk menginformasikan dan mengajak
para orang tua agar lebih peduli terhadap bahaya dan dampak
kejahatan seksual pada anak, khususnya di Kota Bandung.
2. Bagaimana merancang visualisasi yang tepat dan komunikatif
sehingga pesan dalam Kampanye Informasi Bahaya Kejahatan
5
Seksual Pada Anak yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh
para orang tua, khususnya di Kota Bandung.
3. Bagaimana merancang berbagai media kampanye yang tepat dan
dapat dijangkau informasinya oleh para orang tua, khususnya di Kota
Bandung.
1.2.2 Pembatasan Masalah
Proses perumusan masalah dalam perancangan Kampanye
Informasi Bahaya Kejahatan Seksual Pada Anak di Kota Bandung telah
dirumuskan di atas, kemudian akan ditentukan fokus permasalahannya
melalui pembatasan sebagai berikut:
1. Program Informasi Bahaya Kejahatan Seksual Pada Anak di Kota
Bandung akan diinformasikan kepada para orang tua dalam bentuk
kampanye sosial dengan penekanan pesan pada dampak jangka
panjang yang akan diderita oleh anak korban kejahatan seksual,
karena masih banyak orang tua yang belum mengetahui dampak
jangka panjang dari korban pedophilia, sehingga perlu dilakukan
kampanye sosial dengan gaya pendekatan pesan yang baru dan lebih
informatif serta memberikan ‘efek dramatis’ kepada para orang tua.
2. Kampanye Informasi Bahaya Kejahatan Seksual Pada Anak di Kota
Bandung yang dirancang ini akan menggunakan visual dengan
pendekatan fotografi yang dramatis, cenderung ‘kelam’, dengan
warna-warna ‘gelap’, dan penggunaan tipografi yang mendukung
tema kampanye, serta dapat menginformasikan secara jelas dari
maksud dan tujuan kampanye itu sendiri, karena ‘efek dramatis’ dari
visualisasi kampanye ini diharapkan agar para orang tua dapat dengan
mudah dan langsung mengetahui informasi yang terkandung di dalam
kampanye tersebut serta mampu menggugah rasa para orang tua untuk
lebih menjaga keselamatan anaknya dari para pelaku kejahatan
seksual.
3. Kampanye Informasi Bahaya Kejahatan Seksual Pada Anak di Kota
Bandung akan diinformasikan melalui berbagai media grafis yang
bersifat below the line dibantu dengan media presentasi, seperti poster,
6
flyer/selebaran, brosur, sticker, dan slide/media presentasi dengan
bantuan komputer atau alat sejenis, karena media-media tersebut akan
efektif dalam menyampaikan pesan atau informasi kampanye ini,
sehingga diharapkan rencana dari program ini dapat diketahui secara
tepat dan dengan mudah dapat dijangkau informasinya oleh para
orang tua, khususnya di Kota Bandung.
1.3
Maksud dan Tujuan
Program khusus yang dibuat UPT P2TP2A (Unit Pelaksana Teknis Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) Kota Bandung untuk
menginformasikan bahaya kejahatan seksual terhadap anak bagi para orang tua
memiliki maksud dan tujuan yang jelas. Program ini diharapkan mampu menjadi
solusi nyata dalam meminimalkan situasi yang sudah meresahkan para orang
tua, khususnya di Kota Bandung.
1.3.1 Maksud
Rancang kampanye informatif mengenai bahaya kejahatan seksual
pada anak di Kota Bandung, yang divisualisasikan secara dramatis
dengan menggunakan efek visual ‘kelam’, serta diaplikasikan pada
berbagai media grafis/tercetak yang efektif bagi para orang tua.
1.3.2 Tujuan
Kampanye Informasi Bahaya Kejahatan Seksual Pada Anak di
Kota Bandung memiliki berbagai tujuan, antara lain:
1. Membuat para orang tua memahami dan menyadari betapa rawannya
anak-anak dari berbagai tindak kejahatan seksual, sehingga lebih
memperhatikan keamanan dan keselamatan anaknya.
2. Mengharmoniskan hubungan antara orang tua dengan anak, melalui
komunikasi yang efektif dan intens.
7
3. Meluruskan pemikiran/pandangan yang selama ini terdapat di
masyarakat, bahwa para orang tua tidak bisa menyerahkan
sepenuhnya mengenai pendidikan anak-anaknya kepada sekolah,
karena seharusnya para orang tua yang menjadi guru dan panutan
bagi anak.
4. Menggugah perasaan para orang tua untuk lebih waspada terhadap
lingkungannya, terutama pada lingkungan yang memiliki potensi
untuk terjadinya kejahatan seksual pada anak.
1.4
Manfaat Proyek Akhir
Rancang Kampanye Informasi Bahaya Kejahatan Seksual Pada Anak di
Kota Bandung memiliki dua manfaat, yaitu manfaat profesi dan manfaat
akademis, dimana manfaat profesi adalah manfaat untuk lembaga yang
bersangkutan, sedangkan manfaat akademis adalah manfaat untuk seluruh sivitas
akademika Universitas Widyatama, khususnya mahasiswa Fakultas Desain
Komunikasi Visual, baik yang sedang melaksanakan proyek akhir mengenai
kampanye maupun yang hanya mencari referensi mengenai kampanye.
1.4.1 Manfaat Profesi
Rancang kampanye yang dibuat akan memberi manfaat bagi UPT
P2TP2A (Unit Pelaksana Teknis Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak) Kota Bandung sebagai inisiator program
mengenai informasi bahaya kejahatan seksual pada anak di Kota
Bandung, sehingga manfaat bagi institusi dalam kampanye ini akan
diuraikan sebagai berikut:
1. Kampanye ini akan membantu UPT P2TP2A (Unit Pelaksana Teknis
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) Kota
Bandung dalam proses sosialisasi informasi bahaya kejahatan seksual
pada anak di Kota Bandung.
2. Kampanye yang dibuat akan membantu UPT P2TP2A (Unit Pelaksana
Teknis Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan
8
Anak) Kota Bandung untuk menjelaskan kepada para orang tua
mengenai bahaya kejahatan seksual yang mengancam anak mereka
dan menjelaskan pula cara pencegahannya.
1.4.2 Manfaat Akademis
Kampanye ini juga memiliki manfaat bagi segenap sivitas
akademika Universitas Widyatama, khususnya bagi Fakultas Desain
Komunikasi Visual, dengan manfaat yang akan diuraikan sebagai
berikut:
1. Rancang kampanye ini dapat menambah wawasan dan pemahaman
mahasiswa Universitas Widyatama, khususnya mahasiswa Fakultas
Desain Komunikasi Visual mengenai kampanye tentang Informasi
Bahaya Kejahatan Seksual Pada Anak di Kota Bandung.
2. Rancang kampanye ini dapat digunakan sebagai referensi untuk
penelitian dengan objek yang sama pada tahun-tahun berikutnya,
khususnya bagi segenap sivitas akademika di lingkungan Fakultas
Desain Komunikasi Visual, umumnya bagi seluruh mahasiswa
Universitas Widyatama mengenai subjek kampanye.
1.5
Sistematika Penulisan
Tahap sistematika penulisan Proyek Akhir Grafis dengan tema Kampanye
Informasi Bahaya Kejahatan Seksual Pada Anak di Kota Bandung ini dibagi
menjadi 5 (lima) bagian penjelasan utama berdasarkan bab-bab penulisan.
Bab I
Pendahuluan
Kasus kekerasan seksual pada anak memang menjadi sebuah
masalah yang beberapa tahun terakhir ini meningkat di Indonesia.
Pemerintah dianggap gagal dalam melindungi anak-anak dan
menangani masalah ini, karena kuantitas kasus maupun skalanya
yang setiap tahun semakin bertambah. Kasus pedophilia yang
terjadi di Jakarta International School (JIS), Medan, dan
9
Tenggarong, menjadi kasus pedophilia yang disertai tindak
pidana pembunuhan dan mutilasi, serta kasus dari pelaku Emon
bin Nanang Sobari di Sukabumi yang merupakan kasus sangat
luar biasa yang pernah ada di Indonesia. Kasus di atas hanya
sedikit contoh dari kasus terakhir yang terjadi di Indonesia.
Fenomena kejahatan seksual ini perlu disikapi dan ditindak
secara serius oleh berbagai pihak, khususnya oleh pemerintah.
Pemerintah Kota Bandung dalam menghadapi masalah tersebut
menginisiasi sebuah program, yaitu program Informasi Bahaya
Kejahatan Seksual Pada Anak melalui UPT P2TP2A (Unit
Pelaksana Teknis Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak), dimana program ini dapat membantu
dalam mencegah tindak kejahatan seksual pada anak di Kota
Bandung. Informasi mengenai bahaya kejahatan seksual pada
anak saat ini belum disadari sepenuhnya oleh masyarakat Kota
Bandung, sehingga perlu dirancang sebuah kampanye untuk
membantu Pemerintah Kota Bandung untuk menginformasikan
program tersebut kepada masyarakat.
Bab II
Kajian Masalah
Upaya mengajak masyarakat dalam program pencegahan tindak
pelecehan pada anak, Little Warriors Organization yang
bertempat di Kanada meluncurkan kampanye yang memiliki
headline “Make it Stop”. Kampanye ini memberikan fakta dari
dampak tindakan pelecehan seksual terhadap anak yang dialami
para korbannya. Data yang tertera menunjukkan betapa sangat
memprihatinkannya para korban dari tindak pelecehan seksual.
Kampanye ini berupaya mengajak masyarakat agar lebih peduli
dan tidak menganggap masalah ini sebagai masalah biasa serta
mau bersama-sama bertanggung jawab dalam pencegahan
permasalahan tindak pelecehan pada anak.
10
Bab III
Analisis Masalah
UPT P2TP2A (Unit Pelaksana Teknis Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak) merupakan lembaga
pemerintah yang melayani penanganan masalah perempuan dan
anak di Kota Bandung. Tindak kejahatan seksual pada anak atau
lebih dikenal dengan pedophilia, bermakna orang-orang yang
secara eksklusif mempunyai ketertarikan seksual pada anak-anak
pra-remaja yaitu di bawah usia 13 tahun. Kampanye Informasi
Bahaya Kejahatan Seksual Pada Anak ini ditujukan kepada para
orang tua yang memiliki anak pada pendidikan sekolah dasar atau
di bawah usia 13 tahun, agar lebih menjaga lingkungan keamanan
dan keselamatan anak-anaknya dari para pelaku tindak kejahatan
seksual, sehingga tindak kejahatan seksual tersebut tidak terjadi
pada anak-anaknya.
Bab IV
Pembatasan Masalah
Kampanye Informasi Bahaya Kejahatan Seksual Pada Anak di
Kota Bandung ini akan menggunakan beberapa pendekatan
seperti jenis kampanye ideologically course oriented campaigns,
dimana kampanye yang berorientasi pada tujuan-tujuan yang
bersifat khusus dan seringkali berdimensi pada perubahan sosial.
Tipografi yang akan digunakan adalah perpaduan antara huruf
tanpa kait (sans serif) dengan huruf berkait (serif), karena dinilai
lebih sederhana dan akrab serta memiliki tingkat keterbacaan
yang cukup baik oleh audience. Warna yang akan digunakan
adalah warna-warna gelap dan ‘menyala’ yang akan memberikan
kesan ‘kelam’ dan ‘tegas’, karena sesuai dengan tujuan dari
kampanye itu. Elemen estetis yang akan digunakan adalah
shading-line. Elemen estetis ini digunakan untuk mempertegas
informasi mengenai inisiator dari program kampanye, sekaligus
menunjukkan logo kampanye ini. Gaya visual yang akan
digunakan adalah realisme. Realisme dalam seni rupa adalah
usaha untuk menampilkan subjek dalam suatu karya sebagaimana
tampil dalam kehidupan sehari-hari tanpa tambahan embel-embel
11
atau interpretasi tertentu. Bahasa visual yang akan digunakan
adalah bahasa metafora. Bahasa visual metafora adalah gaya
bahasa yang membandingkan sesuatu hal secara langsung dan
memberikan makna tertentu sesuai dengan keinginan perancang
grafisnya. Gaya gambar yang akan digunakan adalah gaya
gambar fotografi. Gaya
gambar fotografi adalah proses
melukis/menulis dengan menggunakan media cahaya. Layout
yang akan digunakan dalam kampanye ini meliputi elemen teks,
elemen visual, dan invisible elements. Layout yang digunakan
lebih menekankan kepada kemudahan alur baca dari audiens.
Kampanye Informasi Bahaya Kejahatan Seksual Pada Anak
menggunakan pendekatan-pendekatan seperti di atas, bertujuan
memberikan informasi secara tegas dan langsung, serta
tersampaikan dengan baik pada target audience.
Bab V
Rincian Tugas
Kampanye yang dirancang untuk program Informasi Bahaya
Kejahatan Seksual Pada Anak di Kota Bandung harus dapat
menyampaikan informasi secara tepat mengenai program tersebut
kepada masyarakat Kota Bandung. Media kampanye akan dibuat
melalui berbagai media grafis, yaitu poster, flyer/selebaran,
brosur, sticker, dan slide/media presentasi, karena media-media
tersebut dirasa tepat untuk penyebaran informasi bahaya
kejahatan seksual pada anak dan dapat lebih mudah diketahui
serta mudah dijangkau oleh para orang tua di Kota Bandung.
Download