PENGGUNAAN AgNOR SEBAGAI MARKER PROLIFERASI DALAM PENILAIAN RESPON AWAL RADIASI PADA KEMORADIOTERAPI KANKER SERVIKS Iin Kurnia*, Budiningsih S**,Andrijono***, Irwan Ramli****, Cholid Badri**** *Bidang Biomedika PTKMR Batan-Jakarta **Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM-Jakarta ***Departemen Obstetrik Ginekologi/FKUI/RSCM-Jakarta ****Departemen Radioterapi FKUI/RSCM-Jakarta ABSTRAK PENGGUNAAN AgNOR SEBAGAI MARKER PROLIFERASI DALAM PENILAIAN RESPON AWAL RADIASI PADA KEMORADIOTERAPI KANKER SERVIKS. Radiosensitivitas sel terhadap radiasi merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan tingkat responsive sel kanker terhadap radioterapi. Empat puluh enam sedian mikroskopik dari dua puluh tiga biopsi jaringan karsinoma serviks sel skuamosa sebelum dan setelah 1 minggu radiasi telah diwarnai dengan pewarnaan AgNOR. Sebelum kemoradioterapi sediaan mikroskopik dikelompokkan atas 3 kelompok derajat diferensiasi G1(baik), G2(menegengah) dan G3 (buruk). Tidak ada perbedaan scara statistik nilai AgNOR pada 3 derajat diferensiasi and nilai AgNOR derajat diferensiasi menengah5,19 ±0,91 cenderung lebih tinggi dari derajat diferensiasi baik (antara nilai ni No statistical different of AgNOR value between three level grade differentiation, and G2,medium 5,19 ±0,91 cenderung lebih tinggi dari derajat diferenisiasi baik 4,77 ± 1,04 , dan tidak ada perbedaan secara statistik antara histologik sub tipe keratin 4,68 ± 0,71, and non keratin 5,17 ± 1,17. Setelah 1 minggu radiasi nilai AgNOR berkurang dan ditemukan korelasi positif antara agNOR sebelum kemoradioterapi dan setelah 1 minggu radiasi (p=0,0038 ) dan dengan penuruan nilaiAgNOR setelah 1 minggu radiasi ((p=0,0002). Dapat disimpulkan bahwa makin tinggi nilai AgNOR makin responsive sel kanker serviks terhadap radiasi dan sebaliknya. Walapun sampel penelitian ini masih sedikit kami menduga bahwa AgNOR dapat digunakan sebagai salah satu marker proliferasi dalam memperkirakan respon radiasi pada karsinoma serviks epitel skuamosa yang ditangani dengan kemoradioterapi dan dibuituhkan penelitian lebih lanjut untuk mengatahui hubungan antara AgNOR dengan faktor lainnya pada proliferasi sel kanker. Kata Kunci : AgNOR, karsinoma serviks sel skuamosa, kemoradioterapi THE USING OF AgNOR AS A PROLIFERATION MARKER TO ASSES OF EARLY RADIATION RESPONSE ON CERVICAL CARCINOMA TREATED BY CHEMORADIOTHERAPY . Cellular radiosensitivity is one of important factor to determine of level of cancer cell rasponsive to radiotherapy. Forty six microscopic specimen from twenty three biopsy of cervical squamosa carcinoma before and after one week irradiation have staining with AgNOR. Before treatment histological figure of were grouped with three level of grade differentiation G1 ( good), G2 (medium) and G3(bad) and keratinized (K) and non keratinized (NK). No statistical different of AgNOR value between three level grade differentiation, and G2,medium 5,19 ±0,91tend higher than G14,77 ± 1,04, and also no statistical different between sub histological grouped keratinized 4,68 ± 0,71, and non keratinized 5,17 ± 1,17. After one week radiation the AgNOR value decrease and we find positive correlation between the AgNOR before treatmeant and after one week radiation (p = 0,0038), dan also positive correlation betwen AgNOR before treatment and level of AgNOR decrement after one week radiation (p=0,0002). From the result we can make conclusion that higher of AgNOR value is more responsive to radiation after one week radiation and reversely and even though the small sample of that include in this study we suggest AgNOR can be used as one of proliferation marker to predict radiation response in cervical carcinoma treated by chemoradiotherapy and needed more study to know the relation between AgNOR and another factor in cell cancer proliferation. Key Word : AgNOR, karsinoma sel skuamosa serviks, kemoradioterapi I. PENDAHULUAN 1 Karsinoma sel skuamosa serviks (kanker servik) merupakan salah satu tumor ganas yang sering ditemukan di negara berkembang dengan tingkat sosiokonomi rendah. datang dalam stadium lanjut sehingga diperlukan pengobatan Penderita biasanya radioterapi menggunakan radiasi eksterna atau intrakaviter [1]. Radiosensitifitas sel merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan tingkat responsife sel kanker terhadap radioterapi. Pada dasarnya radiosensitifitas sel merupakan suatu konsep yang berdasarkan atas derajat respon sel terhadap radiasi. Radiosensitifitas sel dapat dibedakan atas 2 jenis yakni, radiosensitifitas essensial dan radiosensitifitas kondisionil. Radiosensitifitas essensial berdasarkan kepada kondisi inherent yakni kondisi yang dipengaruhi oleh faktor internal sel itu sendiri, sedangkan radisensitifitas kondisional didasarkan pada faktor eksternal misalnya dosis radiasi, status oksigen [2]. Dari penelitian secara klinis ditemukan adanya variasi yang luas dalam radiosensitifitas tumor, baik pada tipe histologik yang sama apalagi pada sub tipe histologik berbeda. Tumor dengan prosentase sel yang berproliferasi tinggi, merupakan tumor yang paling radiosensitif [3]. AgNOR merupakan salah satu cara penilaian proliferasi dengan menghitung “nucleolar organizer region” (NOR) yang merupakan lengkung DNA ribosom yang ditranskripsikan menjadi RNA ribosomal dengan bantuan RNA polymerase. NOR terletak pada lengan pendek kromosom akrosentrik (nomor 13,14,15,21 dan 22) pada manusia dan terlihat secara ultrastruktural berasosiasi dengan komponen fibril pada fase interfase. NOR mengandung gen yang membentuk ribosomal 18s dan 28s RNA, yang sangat vital untuk sintesis protein [3,4]. Baru-baru ini telah dilaporkan bahwa kuantitas dan distribusi AgNOR dapat mencerminkan indeks prognosis yang baik untuk karsinoma usus besar, kanker payudara, dan kanker kandung kemih dan kemungkinan merefleksikan derajat keganasan dan proliferasi pada karsinoma sel squamosa pada karsinoma lidah, rongga mulut dan kolon [5]. Dari penelitian kami sebelumnya dijumpai adanya kecendrungan sub histologik berkeratin menunjukkan rerata AgNOR yang lebih tinggi dibanding yang tak berkeratin. Aktivitas metabolisme sel berupa sintesis protein diduga berkaitan dengan munculnya fase-fase pembelahan sel yang lebih sensitif terhadap radioterapi. Dari hasil penelitian ini kami mengusulkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui fungsi AgNOR, dan respon radioterapi tumor baik melalui respon sementara atau setelah radioterapi untuk lebih memahami fungsi AgNOR sebagai petanda proliferasi ataupun sebagai penanda aktivitas metabolisme sel.[6]. Dari penelitian Kurnia [7] karsinoma sel skuamosa serviks dengan nilai rerata AgNOR yang lebih tinggi pra radioterapi akan lebih radiosensitif sel kankernya dibandingkan dengan nilai rerata AgNOR yang lebih rendah paska radiasi komplet dengan mengelompokan derajat respon radiasinya secara histopatologik menurut metoda Shimosato-Obushi. Penelitian yang dilakukan oleh Heber dkk [8] menunjukkan selisih rerata AgNOR antara praradioterapi dan setelah fraksi pertama radioterapi yang menunjukkan korelasi positif dengan kekambuhan kanker dalam satu tahun setelah radioterapi. 2 Sejauh ini belum ada publikasi yang menyatakan hubungan antara nilai rerata AgNOR , sub tipe histologik dan derajat diferensiasi sel kanker serviks sebelum radioterapi dengan respon awal radiasi yang diamati dengan nilai AgNOR pada pasien kanker serviks di Indonesia Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara nilai AgNOR sebagai biomarker sensitifitas sel tumor terhadap radiasi sebelum menjalani kemoradioterapi dengan, sub tipe histologik (keratin dan non keratin) dan derajat diferensiasi sel pada penderita karsinoma sel squamosa serviks dengan respon radiasi awal (setelah 1 minggu radiasi) yang diamati dengan nilai AgNOR Diharapkan dari penelitian ini dapat ditemukan hubungan rerata nilai AgNOR dengan sub tipe histologi keratin dan non keratin serta derajat diferensiasi kanker squamosa serviks di Indonesia sebelum menerima kemoradioterapi dengan nilai AgNOR setelah menerima radiasi selama 1 minggu II. TATA KERJA Sediaan mikroskopik yang digunakan pada penelitian ini berasal dari 23 sampel biopsi penderita karsinoma sel squamosa serviks (KSS) stadium lanjut lokal yang datang ke RSCM tahun 2005-2006 yang secara klinis terdiri dari stadium klinik IIB (sel tumor menyebar sampai parametrium) dan IIIB (sel tumor telah mencapai dinding panggul/hidroneprosis atau gangguan fungsi ginjal) sebelum dan setelah radiasi 1 minggu [9]. Gambaran histologiknya selanjutnya dikelompokkan menurut sub tipe histologiknya (berkeratin dan non keratin) dan diferensiasi dikelompokkan berdasarkan derajat diferensiasi baik (G1) bila ditemukan sel anaplastik sekitar 0-25%, sedang (G2) bila ditemukan sel anaplastik 25-50% dan buruk (G3) bila ditemukan sel anaplastik 50-70% [10]. II.1 Pewarnaan AgNOR Sampel biopsi diproses menjadi blok paraffin yang dipotong menjadi sediaan mikroskopik dengan ketebalan 4 µm. Sediaan diletakkan pada objek glass untuk dideparafinisasi dengan xilol sebanyak 2x. Dilakukan rehidrasi dengan alkohol 100 %, 90 %, 80 % dan terakhir dengan air. Selanjutnya sediaan dideionisasi, masing-masing selama 5 menit, kemudian diwarnai dengan pewarnaan AgNOR dengan cara membuat larutan perak koloidal, yang dibuat dari 2% bubuk gelatin dalam air deionisasi pada ”waterbath” suhu 60 – 70oC. Kemudian ditambah asam formiat murni 1%. Larutan ini dicampur dengan 50% perak nitrat dalam air deionisasi dengan perbandingan 1:2, dan segera dipakai. Selanjutnya sediaan ditetesi dengan larutan perak nitrat koloidal yang disaring dengan filter 0,22 µm milipore dan didiamkan selama 15 menit dan diinkubasi dalam larutan tiosulfat 5% selama 2 menit. Preparat didehidrasi dengan alkohol bertingkat dengan konsentrasi 70 %, 80%, 90% dan 100 %, kemudian dilakukan penjernihan dengan xilol sebanyak 2x, setelah preparat kering ditutup dengan gelas penutup dan siap untuk dilakukan penghitungan AgNOR. Sebagai kontrol positif digunakan sediaan kanker payudara dan kontrol negatif berupa sel darah putih [11] II.2. Penghitungan Nilai AgNOR. 3 Penghitungan butir AgNOR dilakukan di bawah mikroskop secara acak dari 100 sel menggunakan pembesaran 100x. Nilai AgNOR yang dihitung adalah mAgNOR yakni rerata AgNOR dalam satu inti sel. Hasil perhitungan diuji secara statistik dengan t- test dengan tingkat kepercayaan 5 % (uji t p = 0,1) dan korelasi Spearman Test[12]. III. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Korelasi antara antara nilai AgNOR sebelum dan setelah 1 minggu radiasi K o r e la s i a n t a r a n ila i A g N O R s e b e lu m d a n s e t e la h 1 m in g g u r a d ia s i 7 .5 7 .0 6 .5 m AgN O R 1 6 .0 5 .5 5 .0 4 .5 4 .0 3 .5 3 .0 2 .0 2 .5 3 .0 3 .5 4 .0 4 .5 5 .0 5 .5 m AgNO R 2 Gambar 1. Korelasi antara nilai AgNOR sel kanker serviks sebelum dan setelah radiasi 1 minggu K o r e la s i a n ta r a i A g N O R ( m A g N O R 1 ) s e b e lu m k e m o r a d i o te r a p i d a n p e n u r u r u a n n a y a s e te la h 1 m i n g g u r a d i a s i 7 .5 7 .0 6 .5 m AgN O R 1 6 .0 5 .5 5 .0 4 .5 4 .0 3 .5 3 .0 0 .0 0 .5 1 .0 1 .5 2 .0 p e nu ru n a n A gN O R 2 .5 3 .0 3 .5 Gambar 1. Korelasi antara nilai AgNOR sel kanker serviks sebelum dan penurunan AgNOR setelah radiasi 1 minggu Dari Gambar 1 dan 2 di atas di atas terlihat makin tinggi nilai AgNOR sebelum menerima kemoradioterapi maka makin besar pengurangan nilai AgNOR setelah menerima 1 minggu 4 kemoradioterapi. Pada Gambar 2a.(sel kanker sebelum menerima radiasi) terlihat nilai AgNOR yang yang lebih besar dibanding nilai AgNOR selkanker serviks setelah 1 minggu radiasi (gambar 2.b) Hal ini terkait dengan fungsi AgNOR sebagai marker proliferasi sel. Dengan makin tinggi nilai AgNOR maka makin tinggi proliferasi sel kanker serviks sehingga akan lebih radiosensitif terhadap radiasi dibanding dengan sel kanker yang nilai proliferasinya lebih rendah. Makin tinggi proliferasi sel maka akan makin lebih besar dijumpai fase S (sintesis DNA) yang merupakan fase yang paling sensitif terhadap radiasi.[2,3]. Kinoshita [13] jumlah AgNOR mereflesikan aktivitas sel kanker dan sejumlah peneliti lainnya setuju bahwa fase proliferasi sel kanker merupakan bagian yang sensitif terhadap radiasi dan obat anti kanker lainnya. Sebelumnya juga dikemukakan bahwa penurunan nilai AgNOR merupakan efek biologis dari radiasi yang diamati secara eksperimental pada sel-sel epitel skuamosa hewan coba [14]. Sebelumnya Babu [15], adanya penurunan nilai AgNOR pada kanker oesopagus yang menerima radioterapi sebelum operasi, sedangkan pada kanker endometrium dilaporkan adanya penurunan nilai AgNOR pada radioterapi yang dilakukan pada kanker endometrium yang rekuren [16]. Selanjutnya Scwint [7], derajat penurunan nilai AgNOR satu fraksi radiasi dapat dijadikan sebagai cara untuk memprediksi efek radioterapi. Gambar 3.a. AgNOR Sel kanker serviks sebelum radiasi. (5 x 100) Gambar 3b. AgNOR Sel kanker serviks setelah 1 minggu radiasi (5 x 100) b. Nilai AgNOR berdasarkan derajat diferensiasi sel kanker serviks sebelum menerima radiasi Tabel 1. Nilai AgNOR karsinoma sel skuamosa serviks berdasarkan derajat diferensiasi 5 N o 1 2 3 Derajat Diferensiasi Nilai AgNOR Jumlah Pasien Baik Menengah Buruk 4,77±1.14 (3.14-6,79) 5.19±0.91(4.23-7.26) 4,35±1.06 (3.6-5,1) 10 11 2 Dari tabel 1 di atas terlihat nilai rerata AgNOR sel kanker yang diferensiasi menengah cenderung lebih besar dibanding nilai AgNOR sel kanker yang derajat diferensiasi baik, namun nilai AgNOR pada sel kanker yang derajat diferensiasi buruk lebih rendah dari nilai diferensiasi menengah dan baik. Gambar 3a dan 3b, AgNOR karsinoma serviks kuamosa derajat diferensiasi baik cenderung lebih besar dibanding AgNOR yang karsinoma serviks skuamosa derajat diferensiasi menengah yang cenderung lebih kecil . Penelitian kami sebelumnya [6] ditemukan nilai AgNOR sel kanker serviks skuamous derajat diferensiasi menengah (sedang) lebih tinggi dibanding sel kanker serviks skuamous derajat diferensiasi baik. Gambar 4a. Nilai AgNOR sel kanker serviks derajat diferensiasi baik. (5 x 100) Gambar 4b. Nilai AgNOR sel kanker serviks derajat diferensiasi menengah (5 x 100) Nilai rerata AgNOR pada lapisan basal dari epitel ektoserviks normal adalah 1 dalam 1 nukleus. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan Xie-Xie menyatakan bahwa nilai mAgNOR menunjukkan perbedaan yang bermakna antara epitel normal dan displasia serta antara displasia dan karsinoma squamosa pada rongga mulut. Nilai mAgNOR tiga kasus displasia yang berkembang menjadi ganas diatas rerata, nilai mAgNOR dari displasia yang tidak berkembang menjadi ganas. Pada penderita kanker yang mempunyai nilai mAgNOR lebih rendah mempunyai masa bebas 6 karsinoma lebih lama dibanding pasien yang mempunyai nilai mAgNORnya lebih tinggi setelah menerima pengobatan [17,18]. Pengamatan yang dilakukan oleh Manu dkk [19] AgNOR pada sel kumosa pada bagian atas bahwa pada sel yang derajat diferensiasi menengah dan buruk cenderung iregular dan lebih tersebar pada nukleus. Sejauh ini belum ditemukan informasi yang memberikan faktor yang menyebabkan perbedaan bentuk AgNOR pada sel kanker dengan derajat diferensiasi berbeda tersebut. Derajat diferensiasi secara umum berhubungan dengan tingkat keganasan dan proliferasi sel, sehingga tumor yang derajat diferensiasinya buruk akan mempunyai tingkat proliferasi yang lebih tinggi yang tercermin dari nilai AgNOR yang lebih tinggi, sehingga akan bersifat lebih radiosensitif. c. Nilai AgNOR karsinoma sel skuamosa serviks berdasarkan sub tipe histologi Keratin dan non Keratin Tabel 2. Nilai AgNOR berdasarkan sub tipe histologi sebelum menerima kemoradioterapi No Sub tipe histologi Nilai rerata AgNOR n(jumlah pasien) 1 Berkeratin 4.68±0.71(3,26-5.47) 11 2 Non Keratin 5,17±1,22(3.14- 7.26) 12 Ns: tidak berbeda student t nyata, p hitung 0,3 > p value p=0,1 Keratin merupakan jenis protein yang dijumpai pada epitel dari sel tumor dan merupakan salah satu penanda untuk transformasi ”malignant” pada. Selanjutnya keberadaan keratin dijadikan sebagai salah satu subtipe histologik pada karsinoma sel skuamosa serviks. Pada penelitian ini tidak seperti publikasi sebelumnya tidak ditemukan perbedaan antara nilai rerata AgNOR pada sub tipe histologik KSS berkeratin dan non keratin dan secara statistik. Pada publikasi sebelumya rerata nilai AgNOR KSS berkeratin lebih tinggi dari KSS non keratin. Kemungkinan nilai rerata AgNOR yang lebig tinggi menampilkan sintesis protein yang terkait dengan proliferasi sel, bukan yang terkait dengan sintesis protein yang terkait dengan keratinisasi pada epitel sel kanker serviks. Nucleolar Organizer Region yang diamati dengan AgNOR merupakan 2 protein yang berperan biogenesis ribosom (Nucleolin dan B23). Nucleolin dan B23 ini bereparan dalam reaksi dalam fase interfase siklus sel [ 20,21]. Kecepatan biosintesis ribosom secara lanngsung berhubungan dengan aktivitas RNA polimerase 1 yang juga merupakan salah satu komponen protein AgNOR [22,23]. IV. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa, setelah 1 minggu kemoradiasi terjadi penurunan nilai rerata AgNOR, ditemukan korelasi positif antara nilai AgNOR sebelum kemoradioterapi dengan nilai AgNOR setelah 1 minggu kemoradioterapi. Makin tinggi nilai AgNOR sebelum radiasi makin lebih besar penurunannya setelah 1 mingggu kemoradioterapi. Sebelum kemoradioterapi juga ditemukan nilai AgNOR sel kanker derajat diferensiasi menengah lebih tinggi dibanding sel kanker derajat diferensiasi baik. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui 7 hubungan antara fungsi AgNOR dan faktor terkait proliferasi sel lainnya dalam rangka memahami penurunan AgNOR sebagai respon setelah 1 minggi kemoradioterapi. DAFTAR PUSTAKA. 1. MARCIAL VA, MARCIAL, LV. Radiation Therapy of Cervical Cancer Supplement Feb, 1993. 2. CASARET TGW. Radiation Histopathology, Vol 1, CRP. Press, Florida;1980:30 -31. 3. TUBIANA M, JEAN D, ANDRE W. Introduction to Radiobiology, Taylor Francis, : 385 – 395. 1990 4. SORENTINO V, IN LEWIS. Cell proliferation in cancer regulatory mechanism of neoplastic cell growth, Oxford University Press, Oxford, 1996. 5. CHEN M, LEE JG, LO S, SHEN J. Argyrophilic nuclear Organizer regions in naso pharyngeal carcinoma and paraneoplastic epithelial head and neck. 25 (5) 395-399, 2003. 6. YANTI L, , NURHAYATI S, KURNIA I, BUDININGSIH S. Penggunaan AgNOR sebagai Biomarker Sensitivitas Radiasi pada Kanker Serviks, Prosiding Seminar Nasional Keselamatan, Kesehatan, dan Lingkungan II, PTKMR Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jakarta, 2006. 7. KURNIA, I. Hubungan Nilai AgNOR Derajat Respon Radiasi Secara Histopatologik Karsinoma Serviks Uteri Stadium Lanjut Lokal, Tesis Magister Program Studi Biomedik, Kekhususan Patobiologi, Program Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2002 8. HEBER E, AMANDA ES, BEATRZ S, SUSANA N, OSVALDO S, MIGUEL B,MARIA EI. AgNORs as an early marker of sensitivity to radiotherapy in gynecology Cancer, The International of Academy of Cytology Acta Oncologyca, Vol 46;2 : 311-316.2004 9. BENEDET, JL.DKK Carcinoma cervix uteri, Journal of Epidemiology ang Biostatistic, 6(1)7-9:2001 10. RUBIN, P. Clinical Oncology, A Multidisciplinary Approach for Physicians and Students,8 th edition (CD Room Version) 11. CROCKER J, BOLDY AR, EGAN MJ; How should we count AgNORs? Proposals for standardized approach. J Pathol;158:185-188;1989. 12. WAYNE WD. Biostatistics: A Foundation for analysis in the health sciences, Wiley Series in Probability and Matahematical Statistics-Applied;1991:191-227 13. KINOSHITA, Y, DOHI M, MIZUTANI N, IKEDA A. Effects of preoparative radiation and chemotherapy on AgNOR counts in oral squamous sell carcinoma, J Oral Maxillofac Surg 1996;54: 304 – 307. 14. SCHWINT AE, GOMEZ E, ITOIZ ME, CABRINI RL. Nucleoral Organizer Region as marker of incipient cellular alteration in squamous epithelium, J Dent Res 1993;72:1233-1236. 15. BABU M, MATHUR M GUPTA SD, CAHTTOPADHYAY T, Prognostic significance of argyrophililic nucleolar organizer regions (AgNOR) in oesophageal cancer. Trop Gastroenterol 1996; 17:57 – 60. 16. MILLER B, MORRIS M, SILVA E. Nucleolar Organizer Region: A potential prognostic factor in adenicarcinoma of endometrium. Gynecol Oncol 1994;54:137-141. 17. XIE-XIE Diagnostic and prognostic Value of Nucleolar Organizer Regions in Normal Epithelium, Dysplasia, and Squamous Cell Carcinoma of the Oral Cavity. American Cancer Society Vol 79, Number 11 Vol 79, 1997 18. MARBAIX, E, DEMANDELEER, S HABBA, CL LIEGEOIS, PH. WILLEMS,T. RAHIER,J. AND DONNEZ,J. Nucleolar Organizer Regions in the Normal and Carcinomatous Epithelium of the Uterine Cervix. International J Gynecol Pathol: 1989:237- 245 19. MANU SCV, RAJARAM BT, RAI RG. Value of silver binding Nucleolar Organizer Regions (AgNOR) in squamous cell carcinomas of upper aero-digestive tract, MJAFI: 2006;62:123-128. 8 20. TUTEJA R, TUTEJA. Nucleolin a multifunctional mayor nucleolar phosphoprotein. Crit Rev Biochem Mol Biol;1998;33:407-436. 21. ROUSSEL P, HERNANDES V. Identification of AgNORs protein, marker of proliferation related to gene activity. Exp Cell Res;1994;214:465-472. 22. DERENZINI M, TRERE D, PESSION A, MONTANARO L,SIRRI V.CHIECO P. Nucleolar size indicate the rapidity of cell proliferation in cancer tissue.J Pathol 2000;191: 181-186. 23. ALBERT. B, BRAD D, LEWIS J, RAFF M, WATSON JD, Molecular Biology of the Cell. Gardland New York, 379-383, 1995 9 1