951 Ketahanan penyakit bakterial pada ikan patin nasutus (Sularto) KETAHANAN PENYAKIT BAKTERIAL PADA IKAN PATIN NASUTUS (Pangasius nasutus) Sularto, Angela Mariana Lusiastuti, Evi Tahapari, dan Wartono Hadie Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Jl. Raya Sukamandi No. 2, Subang 41256 E-mail: [email protected] ABSTRAK Penelitian insidensi dan ketahan penyakit bacterial pada ikan patin nasutus untuk mengetahui sejauh mana tingkat insidensi penyakit bacterial yang menyerang ikan patin nasutus terutama pada ukuran benih serta ketahanannya terhadap penyakit tersebut. Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar di Sukamandi. Rancangan percobaan menggunaan acak lengkap 5 perlakuan dan 3 ulangan. Uji tantang dilakukan dengan dua cara, yaitu: cara perendaman dan cara penyuntikan intraperitonial. Pada cara perendaman dosis bakteri Aeromonas hydrophila yang digunakan adalah: (plasebo), 107, 108, 109, dan kontrol. Perlakuan kedua adalah padat tebar: 5 ekor/L, 10 ekor/L, dan 15 ekor/L. Ikan uji yang digunakan berukuran 1–2 inci. Sedangkan untuk cara penyuntikan Perlakuan yang dicobakan adalah biakan bakteri Aeromonas hydrophila dengan kepadatan: 104, 106, 108, dan kontrol (placebo). Ikan uji yang digunakan berukuran 3–4 inci. Pengamatan dilakukan selama 15 hari setelah perlakuan. Parameter yang diamati adalah insidensi dan sintasannya. Data dianalisis dengan menggunakan Anova dan titer antibody dianalisis menggunakan metode Anderson dan dijelaskan secara deskriptif. Hasil penelitian uji tantang pada ikan ukuran 1 inci dengan perendaman menunjukkan tingkat kematian benih mencapai 75% pada dosis 109. Titer antibody pada perlakuan ini menunjukkan respons positif namun relatif rendah. Pada uji tantang dengan cara injeksi terhadap benih ikan berukuran 3–4 inci memberikan respons antibody yang tinggi dengan sintasan benih > 90%. KATA KUNCI: uji tantang Aeromonas hydrophila, perendaman, intraperitonial, Pangasius nasutus PENDAHULUAN Ikan patin nasutus (Pangasius nasutus) merupakan salah spesies ikan patin asli Indonesia yang berdaging putih sebagai kandidat ikan budidaya yang berpotensi sebagai komoditas ekspor. Informasi tentang teknik budidayanya sampai saat ini masih sangat sedikit. Hasil penelitian Tahapari et al. (2008) telah berhasil memijahkan ikan ini, meskipun sintasan larvanya masih rendah. Informasi lebih jauh tentang teknologi budidaya belum banyak diketahui, termasuk ketahanannya terhadap penyakit khususnya penyakit bakterial. Pada umumnya penyakit bakterial menyerang ikan patin dengan ganas pada ukuran benih (<2 inci), pada ukuran tersebut daya tahan ikan terhadap penyakit masih relatif rendah. Penyakit bakterial yang umum menyerang adalah Aeromonas hydrophila. A. hydrophila adalah bakteri gram negatif yang tersebar di lingkungan perairan, dapat menginfeksi pada ikan, amphibia dan reptilia (Vivas et al., 2004) dan menyebabkan penyakit borok pada ikan (ulcerative disease syndrome) (Majumdar, 2006). Kerugian akibat penyakit ini sangat besar, karena bila benih sudah terserang penyakit ini tidak segera ditangani kematian yang ditimbulkannnya bisa mencapai 100% dalam waktu yang relatif singkat. Oleh karenanya informasi tentang ketahanan ikan ini terhadap penyakit bakterial sangat diperlukan sebagai acuan dalam manajemen usaha pembenihannya. Informasi ketahanan terhadap penyakit pada ikan patin nasutus sebagai upaya antisipasi harus menjadi pertimbangan dalam upaya menentukan standar prosedur operasional (SPO). Penerapan SPO pada usaha budidaya sangat berkaitan dengan biaya produksi. Oleh karenanya penerapan SPO masing-masing komoditas akan berbeda sesuai karakteristik dari komoditas tersebut. Sehingga informasi dasar akan menjadi penting artinya dalam menentukan kelayakan usaha. Pencegahan timbulnya serangan penyakit bakterial, upaya antisifasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: dengan cara imunisasi yang diberikan langsung pada benih maupun pada induk (maternal immunity), vaksinasi dapat pula dilakukan dengan pemberian antibiotik. Namun untuk cara yang terakhir ini harus mempertimbangkan keamanan produk (food safety). 952 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi tentang ketahanan ikan patin nasutus terhadap serangan penyakit bakterial. METODOLOGI RISET Rancangan penelitian: Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Dalam penelitian ini ada dua macam kegiatan: Uji ketahanan penyakit secara perendaman Rancangan percobaan yang digunakan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial, 2 macam perlakuan yaitu perlakuan dosis kepadatan Aeromonas hydrophila, perlakuan kedua adalah kepadatan ikan. Untuk mengetahui ketahanan terhadap penyakit bakterial dapat dilakukan melalui uji tantang dengan bakteri Aeromonas hydrophila. Perlakuan yang dicobakan adalah bakteri Aeromonas hydrophila dengan kepadatan: A. Kontrol (plasebo), B. 107, C. 108, D. 109 dengan cara perendaman pada benih ikan patin nasutus. Perlakuan kedua adalah padat tebar: A. 5 ekor/L, B. 10 ekor/L, dan C. 15 ekor/L. Ikan uji yang digunakan benih ikan patin nasutus berukuran 1–2 inci. Pemeliharaan dilakukan dalam wadah akuarium berukuran 25 liter air yang dilengkapi dengan sarana aerasi. Selama penelitian ikan diberi pakan buatan secara ad libitum. Parameter yang diamati adalah tingkat penyerangan penyakit dan sintasannya. Uji ketahanan penyakit melalui penyuntikan Rancangan percobaan yang digunakan Acak Lengkap 4 perlakuan 3 ulangan. Perlakuan yang dicobakan adalah biakan bakteri Aeromonas hydrophila dengan kepadatan: A. Kontrol (placebo), B. 104, C. 106, D. 108 melalui penyuntikan secara intraperitonial. Ikan uji yang digunakan benih ikan patin nasutus berukuran 3–4 inci. Sebagai pembanding dilakukan pula pada ikan patin siam dengan perlakuan dosis yang sama. Pemeliharaan dilakukan dalam wadah akuarium berukuran 25 liter air yang dilengkapi dengan sarana aerasi. Selama penelitian ikan diberi pakan buatan sebanyak secara Wadah pemeliharaan setelah uji tantang dengan isolat Aeromonas hydrophila Isolat Aeromonas hydrophila Uji tantang dengan Aeromonas hydrophila secara penyuntikan intar peritonial (IP) Wadah pemeliharaan uji tantang 953 Ketahanan penyakit bakterial pada ikan patin nasutus (Sularto) ad libitum. Parameter yang diamati adalah tingkat penyerangan penyakit dan sintasannya, serta dilakukan pula pengukuran titer antibodi. Analisis Data Data dari variable teknis tingkat serangan penyakit, sintasan larva dianalisis dengan procedure general linear model (PROC GLM) dengan program SAS. Sedangkan untuk hasil pengukuran titer antibodi dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN BAHASAN Hasil uji tantang ikan patin nasutus dengan menggunakan biakan bakteri Aeromonas hydrophila dengan cara perendaman dapat terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data sintasan (SR) ikan patin nasutus, hasil uji tantang terhadap bakteri Aeromonas hydrophila secara perendaman Sintasan (%) Padat tebar (ekor/L) Minggu 1 Kontrol 5 10 15 94.74A 93.33 A 93.64 A 92.10A 92.00A 90.00A 107 5 10 15 92.98A 87.56AB 66.36BC 74.57AB 57.10B 34.90C 108 5 10 15 70.18 B 73.78 B 50.61C 53.60B 60.13B 46.97B 109 5 10 15 79.82B 61.33 C 67.88 BC 77.17AB 46.03B 25.33C Dosis Minggu 2 Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata (P<0,05) Sintasan benih ikan patin nasutus menunjukkan adanya beda yang nyata (P<0,05) terhadap kontrol, baik pada minggu pertama maupun kedua. Namun demikian pada kontrol tidak berbeda nyata antar minggu pertama dan kedua (P>0,05). Sedangkan pada perlakuan dosis dengan kepadatan, terdapat penurunan yang nyata (P<0,05) terutama pada minggu kedua. Pola kematian benih pada minggu kedua berbeda nyata (P<0,05) antara kontrol dengan semua perlakuan dosis dan kepadatan. Hal tersebut berarti bahwa terdapat interaksi positif antara kepadatan dengan dosis yang digunakan, terutama pada minggu kedua. Pada minggu pertama mortalitas terlihat lamban. Lambatnya tingkat serangan tersebut mungkin disebabkan kondisi lingkungan yang cukup baik seperti kondisi suhu air >27,9oC sangat mendukung untuk kehidupan ikan patin, sehingga menghambat tingkat serangannya. Seperti dikemukakan oleh Supriyadi et al. (2005) faktor lain yang memicu timbulnya penyakit pada ikan adalah kualitas air yang buruk. Hasil analisis antibodi pada ikan yang telah mendapat perlakuan uji tantang serta dilanjutkan vaksinasi tertera pada Tabel 2. Dari Tabel 2 terlihat bahwa pada ikan yang bertahan hidup setelah dilakukan uji tantang dengan isolat bakteri Aeromonas hydrophila menunjukkan peningkatan titer antibodi, sedangkan pada perlakuan kontrol titer antibodi lebih rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa ikan patin nasutus ukuran 1 inci memiliki titer antibodi yang rendah yang memungkinkan terserang penyakit apabila kondisi 954 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 Tabel 2. Titer antibodi pada ikan patin nasutus dan ikan patin siam setelah mendapat perlakuan uji tantang isolat Aeromonas hydrophila Perlakuan dosis perendaman Kontrol 107 108 109 Pengenceran 1 2 4 8 16 32 + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + 64 + + lingkungan kualitas air memburuk. Dan sebaliknya meskipun adanya serangan penyakit, namun kondisi ikan sehat serta kualitas air dalam kondisi yang baik, maka ikan tidak akan terserang penyakit, melainkan timbul respon pertahanan tubuh berupa peningkatan titer antibodi. Pada penelitian ini respons antibodi diukur dengan nilai titer antibodi serum darah ikan yang diberi perlakuan uji tantang dibanding dengan kontrol. Terjadinya reaksi aglutinasi menunjukkan bahwa telah terbentuknya antibodi spesifik untuk memberikan perlidungan yang spesifik pula. Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa pada minggu pertama tidak ada kematian benih ikan patin nasutus pada semua perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa ternyata ikan patin nasutus yang berukuran 4–5 inci dengan kisaran bobot 12,5–20 g mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap serangan bakteri Aeromonas hydrophila. Tabel 3. Sintasan ikan patin nasutus berukuran 3-4 inci setelah mendapat perlakuan uji tantang bakteri Aeromonas hydrophila secara suntikan intraperitonial Perlakuan dosis Kontrol 104 106 108 Sintasan (%) Minggu I Minggu II 100±0 100±0 100±0 100±0 98,33 ± 2,89 96,67 ± 2,89 96,67 ± 2,89 95,00 ± 5,00 Berdasarkan hasil pengukuran titer antibodi ternyata pada semua perlakuan mempunyai titer antibodi yang cukup tinggi (Tabel 4). Perlakuan kontrol pada ikan patin nasutus mempunyai titer antibodi tinggi terhadap Aeromonas sehingga secara umum diketahui sudah ada antibodi di dalam tubuhnya, sehingga ketika dilakukan uji tantang, kondisi ikan nasutus tampak sehat tidak menunjukkan adanya gejala sakit. Sintasan Tabel 4. Nilai titer antibodi pada ikan patin nasutus setelah mendapat perlakuan uji tantang biakan Aeromonas hydrophila Perlakuan dosis 104 106 108 Kontrol Ikan uji Patin nasutus Patin nasutus Patin nasutus Patin nasutus Pengenceran 1 2 4 8 16 + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + 32 64 + + + + 955 Ketahanan penyakit bakterial pada ikan patin nasutus (Sularto) benih ikan patin nasutus tinggi sampai 2 minggu setelah uji tantang 108, 106, maupun104 tetap tinggi dengan kisaran 90% sampai 100%. Meskipun ada perbedaan titer antibodi antar perlakuan dosis. Kadar titer antibodi dosis106 sama dengan kontrol yaitu pada pengenceran 64 kali masih terjadi aglutinasi. Sedangkan untuk dosis 108 dan 104 kadar titer antibodinya lebih rendah dibanding kontrol. Namun secara umum semua ikan uji memperlihatkan adanya antibodi di dalam tubuhnya. Hal ini dapat dipahami karena ikan uji berasal dari kolam terbuka yang memungkinkan terjadinya kontak dengan berbagai macam penyakit yang ada di dalam lingkungan kolam tersebut, sehinga terjadinya imunisasi alamiah. Seperti dikemukakan Ellis (1988) bahwa faktor yang mempengaruhi mekanisme imun adalah: genetik (gen induk-timus), metabolik (hormon), lingkungan, gizi (komposisi), anatomi, fisiologik, umur dan mikroba. Akhlaghi et al. (1996) mengemukakan bahwa ukuran ikan yang memberikan daya tahan maksimal artinya mampu membentuk antibodi tertinggi adalah ikan yang berukuran > 2,1 g. Kualitas air selama pengamatan berada pada kisaran yang baik (Tabel 5) untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan patin. Kadar amonia dalam kisaran yang aman untuk kehidupan benih ikan patin. Kandungan oksigen terlarut selama penelitian pada semua perlakuan (> 3 mg/L) sangat mendukung untuk kehidupan dan pertumbuhan benih ikan patin. Berdasarkan pengamatan kualitasnya selama penelitian, maka dapat ditegaskan bahwa terjadinya kematian ikan bukan disebabkan karena kualitas air melainkan disebabkan faktor perlakuan. Tabel 5. Parameter kualitas air selama pengamatan Parameter pH Suhu air (°C) DO (mg/L) Nitrit (mg/L) Amonia (mg/L) Perlakuan perbedaan dosis kepadatan bakteri 109 108 107 Kontrol 8,02–8,14 28,1–29,5 4,80–4,93 0,05–0,32 0,012–0,014 7,99–8,15 27,9–29,4 4,48–4,70 0,18–0,22 0,012–0,03 8,02–8,15 27,8–29,5 4,95–5,37 0,12–0,64 0,012–0,04 8,02–8,13 27,9–29,6 4,86–5,20 0,12–0,48 0,011–0,03 KESIMPULAN Uji tantang dengan cara penyuntikan intra peritonial ini menggunakan ikan patin nasutus berukuran 12,5–20 g menghasilkan sintasan yang tinggi (>90%) pada semua perlakuan dengan dosis penyuntikan biakan Aeromonas tertinggi 108 sel/mL. Secara fisiologi bahwa ikan patin nasutus dengan 3–4 inci telah memiliki organ yang lengkap serta telah berfungsi secara baik termasuk kemampuan pertahanan diri terhadap lingkungan. DAFTAR PUSTAKA Akhlaghi, M., Munday, B.L., & Whittington, R.J. 1996. Comparison of passive and active immunization of fish against streptococcosis (enterococcosis). J. of Fish. Dis., 19: 251-258. Ellis, A.E. 1988. General Principles of fish vaccination. London: Academic Press. Gonzalez, C.J., Santos, J.A., Lopez, M.L.G., & Otero, A. 2002. Virulence markers in Aeromonas hydrophila and Aeromonas veronii biovar sorbia isolates from fresh water fish and from a diarrhea case. J. Appl. Microbiol., 93: 414–419. Majumdar, T., Ghosh, S., Pal, J., & Mazumber, S. 2006. Possible role of plasmid in the pathogenesis of fish disese caused by Aeromonas hydrophila. Aquaculture, 256: 95–104. Nitimulyo, K.H. & Triyanto. 1990. Sistem pertahanan dan diagnosis serologi penyakit ikan. Bogor: Pelatihan Karantina Ikan BLPP. Supriyadi, H. & Widagdo, D. 1986. Vaksinasi secara suntikan pada ikan lele (Clarias bathracus). Bul. Penelitian Perikanan Darat I, hlm. 34-36. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 956 Supriyadi, H., Widiyati, A., Sunarto, A., & Prihadi, T.H. 2005. Keragaan penyakit bacterial ikan nila (Oreochromis niloticus) pada keramba jaring apung (KJA) di Lokasi Berbeda, J. Pen. Perik. Indonesia, 11(7): 35–41. Tahapari, E., Iswanto, B., & Sularto. 2008. Keragaan reproduksi ikan patin nasutus (Pangasius nasutus). Laporan hasil Penelitian LRPTBPAT. Vivas, Carracedo, J.B., Riano, J., Razquin, B.E., Lopez-Pierro, P., Acosta, F., Naharro, G., & Villena, A.J. 2004. Behavior of an Aeromonas hydrophila aroA live vaccine in water microcosms. Appl. Environ. Microbiol., 70: 2,702–2,708.